PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas kehidupan bangsa ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan yang cerdas. Untuk menciptakan manusia yang berkualitas, bukanlah tugas yang ringan. Oleh karena itu mutu pendidikan dan peningkatan kualitas siswa saat ini dan di masa mendatang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang intensif. Mengingat siswa sebagai salah satu sumber daya manusia serta sebagai aset nasional yang memiliki potensi yang besar dalam menentukan kehidupan suatu bangsa. Peningkatan kualitas pembelajaran pada bidang studi bahasa Arab salah satunya adalah pembelajaran kooperatif yang dapat membantu guru dalam mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dengan pendekatan kontekstual.
Dalam kehidupan sehari–hari banyak hal yang berkaitan dengan bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan yang penting bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Karena itulah bahasa Arab dijadikan sebagai salah satu pelajaran pokok di sekolah, mulai dari Madrasah Ibtida`iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), sampai perguruan tinggi. Salah satu hambatan dalam pelajaran bahasa Arab menurut pengalaman peneliti sendiri selama ini adalah siswa tidak tertarik pada bahasa Arab, karena menurut mereka bahwa bahasa Arab merupakan pelajaran yang sulit dimengerti dan sulit dipahami. Effendy (2001) mengemukakan bahwa terdapat kesan di tengah masyarakat dan di kalangan para pendidik bahwa bahasa Arab kurang dihargai dan kurang diminati. Sehingga kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mutu pendidikan dan prestasi bahasa Arab masih rendah.
Rendahnya minat kepada bahasa Arab ditandai dengan relatif rendahnya minat memasuki program studi Sastra Arab di perguruan tinggi, dan rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran bahasa Arab. Selanjutnya, menurut Effendy (2001:416) rendahnya apresiasi kepada bahasa Arab disebabkan oleh banyak faktor, baik yang obyektif maupun subyektif, antara lain (1) pengaruh psikologis penduduk Indonesia (terutama muslim) merasa rendah diri dengan segala sesuatu yang berbau Islam dan Arab, (2) sikap islamophobia, yakni perasaan cemas dan tidak suka terhadap kemajuan Islam dan umat Islam, (3) terbatasnya pengetahuan dan wawasan karena kurangnya informasi yang disampaikan kepada khalayak mengenai kedudukan dan fungsi bahasa Arab, (4) kemanfaatan bahasa Arab dari tinjauan pragtis-pragmatis rendah dibandingkan dengan bahasa asing lain terutama bahasa Inggris.
Bahasa adalah alat komunikasi yang memungkinkan adanya interaksi antara individu dalam masyarakat. Bahasa bersifat universal yang dipakai oleh siapapun tanpa melihat ras, suku, latar belakang sosial, bahkan lintas antar bangsa atau benua. Menurut Matsna (2002:48). Bahasa Arab pertama kali muncul dan dikenal oleh bangsa Indonesia sejak Islam masuk ke negeri kita sekitar abad ke 13 M. Hal di atas senada dengan Nurhadi dkk (dalam Effendy, 2001:407) bahwa bahasa Arab masuk ke nusantara bersamaan dengan masuknya agama Islam melalui para pedagang muslim dari Arab dan Persia. Bahasa Arab mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam, seiring dengan penyebaran dakwah Islam, karena karakteristik Islam tidak lepas dan tidak dapat di pisahkan dari bahasa Arab.
Tujuan awal pengajaran bahasa Arab di Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan seorang muslim dalam menunaikan ibadah, khususnya sholat (Effendy, 2002:25). Mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, maka bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat urgen dalam kehidupannya. Dalam pengembangannya, Anwar (dalam Effendy, 2001) pengajaran bahasa Arab di Indonesia sangat bervariasi antara lain: (1) pengajaran bahasa Arab (PBA) yang bersifat verbalistis, yaitu untuk mengajarkan keterampilan membaca Al-qur`an, doa-doa dan bacaan-bacaan sholat, (2) pengajaran bahasa Arab (PBA) yang berkaitan erat dengan pemahaman dan pendalaman ajaran agama Islam, (3) pengajaran bahasa Arab (PBA) bertujuan agar pembelajar memiliki kemahiran berbahasa Arab, (4) pengajaran bahasa Arab (PBA) yang kurikulumnya ditentukan oleh pemerintah dan berlaku secara nasional di Madrasah Ibtida`iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA). Di semua jenjang madrasah bahasa Arab adalah mata pelajaran wajib, (5) pengajaran bahasa Arab (PBA) untuk tujuan keahlian dan profesionalisme.
Perkembangan bahasa Arab di Indonesia saat ini mengalami kemajuan, karena semakin maraknya lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Arab diberbagai jenjang pra sekolah hingga perguruan tinggi (Arifah, 2005). Hal ini banyak dijumpai pada apresiasi masyarakat yang peduli terhadap pengembangan bahasa Arab. Realita tingginya perhatian masyarakat terhadap bahasa Arab ini mengundang peluang dan tantangan bagi ahli bahasa dan praktisi pendidikan dalam mengembangkan bahasa Arab di Indonesia. Mereka terus menerus untuk meneliti, mengamati apakah pembelajaran bahasa Arab selama ini sudah mencapai tujuan yang baik dan memberikan kontribusi yang berfungsi bagi masyarakat. Maka para praktisi dan ahli bahasa bangkit untuk mengadakan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab dan berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab yang lebih efektif dan produktif.
Namun banyak di temukan di sekolah-sekolah, menurut Tanjung (dalam Maulidah, 2004) guru lebih berperan sebagai pusat belajar siswa, guru terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai satu-satunya pemberi pengetahuan kepada siswa. Guru menjelaskan seluruh materi yang diajarkan sejelas-jelasnya dengan harapan siswa dapat dengan cepat memahami materi yang diajarkan. Kondisi ini berlanjut sampai pada kegiatan penilaian terhadap siswa yang lebih berfokus pada hasil yang mengabaikan apek proses, afektif dan psikomotorik, sehingga tujuan dari pembelajaran kurang dapat dicapai secara optimal karena siswa pasif dalam pembelajaran.
Selama ini pembelajaran bahasa Arab masih menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Pelajaran dimulai dari konsep atau rumus atau definisi kemudian dilanjutkan dengan memberikan contoh, setelah siswa mempelajari contoh yang telah diberikan oleh guru, siswa diberi soal yang sama seperti contoh yang telah dikerjakan oleh guru. Pada soal yang sama dengan contoh soal, siswa pada umumnya tidak mengalami kesulitan. Mereka akan mengalami kesulitan jika diberikan soal yang berbeda dengan contoh soal. Hal ini terjadi dan sengaja dilakukan, karena siswa cenderung menghafal. Kecenderungan siswa menghafal tidak hanya pada konsep atau definisi, tetapi juga pada cara penyelesaian soal-soal yang diberikan. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Soedjadi (dalam Mufidah 2005:2) menyatakan bahwa:
"Perkembangan intelektual siswa umunya bergerak dari konkret ke abstrak, maka urutan sajian pokok bahasan pelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan teori, dan definisi, (2) diberikan contoh-contoh, (3) diberikan latihan soal, diberikan soal bentuk cerita yang terkait dengan terapan matematika atau kehidupan sehari-hari, tidaklah tepat".
Untuk mengantisipasi timbulnya masalah di atas, guru dituntut mencari dan menemukan suatu cara yang dapat mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran dan mendukung siswa agar lebih aktif dalam mengkontruksi pengetahuannya. Berkaitan dengan hal tersebut Soedjadi (dalam Maulidah, 2004) menyarankan untuk memiliki suatu strategi yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran bahasa Arab, guru menerapkan model-model atau strategi pembelajaran yang tepat supaya materi yang disampaikan kepada siswa dapat dimengerti. Menurut Good dan Travers (dalam Syahid, 2003:48) mendefinisikan model sebagai suatu model dapat dipakai untuk menirukan, menunjukkan, menjelaskan, memperkirakan atau memperkenalkan suatu. Sedangkan Guftason (dalam Syahid, 2003:48) menguraikan fungsi model sebagai sarana untuk mempermudah komunikasi, petunjuk teratur guna pengambilan keputusan, atau petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif belajar dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual yang mengaitkan mata pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran kontektual, menurut Nurhadi dkk (2004:12) pertama kali dikenalkan oleh Joh Dewey pada tahun 1916 dengan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan lebih produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Pembelajaran kontekstual adalah alternatif untuk merubah kondisi belajar yang lebih menyenangkan, yang bertujuan untuk membantu siswa melihat mana dalam bahan yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.
Adapun alasan peneliti memilih model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual, karena pembelajaran kooperatif ini lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dan membentuk suasana kelas yang aktif dan menyenangkan yang akan lebih memotivasi siswa dalam belajar. Hal ini didasarkan pada pernyataan Johson (dalam Nurhadi dkk, 2004:63) yang menunjukkan adanya keunggulan pembelajaran kooperatif, dan didukung oleh Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi dkk, 2004:62) yamg mengemukakan tentang perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional. Sedangkan pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena ada beberapa beberapa unsur pendekatan kontekstual yang muncul selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif.
Topik “Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah” merupakan materi pelajaran bahasa Arab yang diajarkan pada siswa kelas III Bahasa semester genap. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti pemyajian topik tersebut dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual. Karena topik tersebut membicarakan masalah yang berada di sekitar kehidupan siswa sehari-hari. Siswa dapat dengan mudah menemukan contoh-contoh yang berkaitan dengan topik tersebut melalui berdiskusi dengan teman sekelas. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di kelas III Bahasa MAN Malang I”. Sedangkan rumusan masalah penelitian ini secara terperinci adalah sebagai berikut
1. Bagaimana strategi guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
2. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
3. Bagaimana respon siswa selama pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
4. Bagaimana hasil belajar siswa setelah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di kelas III Bahasa MAN Malang I. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang:
1. Strategi guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
2. Aktivitas siswa selama pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
3. Respon siswa selama pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
4. Hasil belajar siswa setelah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab di MAN Malang I?
D. Ruang Lingkup
Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka penjabaran ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup 4 variabel yang berkaitan dengan (1) strategi guru dalam mengelola pembelajaran bahasa Arab, (2) aktivitas siswa selama pembelajaran bahasa Arab, (3) respon siswa selama pembelajaran bahasa Arab, dan (4) hasil belajar siswa setelah pembelajaran bahasa Arab. Serta adanya keterbatasan pada diri peneliti, maka ruang lingkup penelitian dapat dilihat pada lampiran A.1 pada tabel 1.1
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1. Guru Bahasa Arab di MAN
hasil penelitian ini, sebagai masukan bagi guru dalam menentukan alternatif strategi pembelajaran.
2. Kepala Sekolah MAN
Sebagai pertimbangan dalam menetapkan strategi pembelajaran yang tepat dan efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
3. Peneliti
Sebagai masukan para peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran bahasa Arab yang terkait dengan pendekatan kontekstual model kooperatif.
F. Definisi Operasional
Sesuai dengan judul penelitian maka terdapat istilah-istilah yang perlu diberi batasan-batasan definisi sebagai berikut.
1. Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah proses belajar yang menggunakan masalah kontekstual (masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata siswa). Konsep belajar yang membantu guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan pendekatan kontektual siswa juga diberi kebebasan untuk menyelesaikan masalah kontekstual berdasarkan cara mereka sendiri dan pengetahuan awal mereka.
2. Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar yang sistematis mengembangkan interaksi yang silih asih, silih asah, silih asuh antar sesama siswa yang bertujuan untuk melatih siswa melakukan keterampilan-keterampilan sosial dengan cara mendorong siswa bekerjasama, bertukar ide, dan berdiskusi dalam kelompok kecil yang heterogen untuk saling membantu dalam memahami suatu materi.
3. Ketuntasan belajar siswa
Ketuntasan belajar siswa adalah suatu ketentuan bahwa seorang siswa secara individu dikatakan tuntas belajar apabila daya serapnya mencapai minimal 65 %, sedangkan secara kelompok atau klasikal dikatakan tuntas belajar jika paling sedikit 85 % siswa mencapai daya serap 65 %.
G. Asumsi dan Keterbatasan
1. Asumsi
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa:
a. Siswa yang menjadi subyek, menyelesaikan tes dengan sungguh-sungguh dan jawaban siswa menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa
b. Siswa mengisi angket respon siswa dengan sungguh-sungguh sesuai dengan pendapat siswa karena pengisian respon, lembar angket diberi nama, serta tidak ada unsur paksaan dalam mengisi angket.
2. Keterbatasan
Mengingat adanya keterbatasan dari peneliti, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut
a. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah pada topik
“Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah” yang merupakan materi pelajaran yang diberikan kepada siswa kelas III Bahasa semester genap tahun 2006/2007.
b. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu sekolah di MAN I Malang, yaitu di kelas III Bahasa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Bab ini dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu: (a) hakekat pembelajaran kontekstual, (b) hakekat pembelajaran kooperatif, (c) karakteristik pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Aliyah, dan (d) aktivitas siswa dan guru.
A. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pada tahun 1916 penerapan pembelajaran kontekstual mulai dari pandangan ahli pendidikan klasik oleh Johson Dewey di Amerika Serikat dengan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Menurut Johson (dalam Nurhadi dkk, 2004) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah sebagai proses pendidikan yang bertujuan siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan the Washington merumuskan bahwa pembelajaran kontekstual menekankan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesisikan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
Definisi di atas senada dengan apa yang dipaparkan oleh lembaga (Center On Education and Work at the University of Wisconsin-Madison yang disebut TEACHNET (dalam Nurhadi dkk, 2004:12) menyatakan pembelajaran kontekstual merupakan konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian, pernyatan ringkas dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru mengahadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki 8 komponen utama yang menunjukkan karakteristik sistem pembelajaran kontekstual yaitu: (1) melakukan hubungan yang bermakna, (2) melakukan hubungan yang bermakna, (3) belajar yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) Berfikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian otentik (Nurhadi dkk, 2004:31).
Disamping itu, telah diidentifikasi enam unsur kunci pembelajaran kontekstual menurut University of washington dalam Nurhadi (2004:14) antara lain:
a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, elevansi dan penilaian pribadi siswaa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.
b. Penerapan pengetahuan: kemamapuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan-tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau di masa yang akan datang.
c. Berpikir tingkat tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis dan kreatif dalam Pengumpulan data, pemahaman suatu ide dan pemecahan suatu masalah.
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja
e. Responsive terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghargai niali, kepercayaan, kebiasaan siswa, teman, pendidik dan masyrakat tempat ia mendidik.
f. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.
3. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Center of occupational Reserch and Development (CORD) yang disingkat dengan REACT (dalam Nurhadi dkk, 2004:23) merumuskan lima strategi bagi guru dalam rangka penerapan Pembelajaran kontekstual, yaitu: (a) Relating, yaitu belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata, (b) Experiencing, yaitu belajar ditekankan kepada penggalian, penemuan, penciptaan, (c) Applying, yaitu belajar bilamana pengetahaun dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya, (d) Cooperating, yaitu belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, (e) Tranfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.
4. Tujuh Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Untuk menerapkan strategi pembelajaran diatas ada tujuh prinsip utama dalam pembelajaran kontekstual, yaitu:
a. Constructivism
Constructivism (Kontruktivisme) merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual bahwa pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit. Dalam pandangan kontruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dari seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang hanya diambil dan diingat, tetapi harus mengkontruksi dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Ciri khas dalam pembelajaran kontruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman yang bermakna. Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Ciri di atas ditegaskan Latief (dalam Arifah, 2005:23) yakni, keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses upaya belajar sesuai dengan kemampuan, pengetahuan awal dan gaya belajar masing-masing dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu siswa apabila siswa mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya.
b. Inquiri
Inquiri (menemukan) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan dari hasil mengingat fakta atau konsep melainkan dari hasil penemuan oleh siswa sendiri. Dalam inkuiri terdapat langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual, antara lain: merumuskan masalah, mengamati dan mengumpulkan data melalui observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, dan menyimpulkan.
Pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa, siswa bertanya, mencari jawaban dan melaporkan jawaban kepada sesama siswa. Jadi para siswa saling mengajar dan belajar dari sesama siswa.
c. Questioning
Questioning (bertanya) adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, dan aspek penting dari pembelajaran. Dalam questioning kelas yang menerapkan dengan ditandai banyaknya kegiatan atau senangnya siswa melakukan kegiatan bertanya dalam proses pembelajaran.
Questioning dipandang sebagi kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Dalam pembelajaran questioning memiliki manfaat, yaitu: (1) menggali informasi, (2) membangkitkan respon siswa, (3) mengecek pemahaman siswa, (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa, (7) mengingatkan siswa pada pengetahuan terdahulu.
d. Modeling
Modeling (pemodelan) adalah sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu yang didalamnya ada model yang ditiru. Menurut Good dan Travers (dalam Syahid, 2003:48) model adalah suatu model yang dapat dipakai untuk menirukan, menunjukkan, menjelaskan, memperkirakan atau memperkenalkan sesuatu. Fungsinya, Guftason (dalam Syahid, 2003:48) menguraikan fungsi model sebagai sarana untuk mempermudah komunikasi, atau petunjuk teratur guna pengambilan keputusan, atau petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Yang berperan sebagai model bisa guru atau siswa, bahkan keduanya bersama-sama sebagai model. Pemodelan dapat berbentuk demontrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa ditunjuk untuk maju memberi contoh pada temannya yang lain.
e. Learning Community
Leearning community (masyarakat belajar) diartikan sebagai masyarakat belajar, yakni kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai tugas dan pengalaman, ada kerjasama untuk memecahkan masalah sehingga tercipta pembelajaran yang lebih baik.
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain dengan menggunakan komunikasi dua arah. Hal ini diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Dalam kegiatannya, siswa belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman belajarnya dan juga meminta informasi yang diperlukan kepada teman belajarnya.
f. Reflection
Reflection (refleksi) merupakan kegiatan yang dilakukan pada akhiri pembelajaran yaitu pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari pada kegiatan pembelajaran hari ini, kesan, dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini. refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari. Siswa membuat struktur pengetahuan baru terhadap apa yang baru dipelajari. Jadi refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
g. Authentic Assessment
Authentic Assessment (Penilaian autentik) adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar, Kemajuan belajar dilihat dari proses bukan dari hasil. Perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Adapun jenis penilaian yang biasa digunakan guru adalah wawancara lisan untuk mengukur keterampilan berbahasa lisan dan bertanya jawab, pengungkapan cerita kembali tentang isi pokok bacaan yang baru dipelajari, laporan tugas secara tertulis atau lisan, hasil pengamatan guru, portofolio (kumpulan hasil kerja siswa, permainan peran, drama, simulasi, diskusi. (Suyanto dalam Arifah, 2005:26).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif, maka komponen utama pada pendekatan kontektual yang selalu muncul yaitu Learning Communitiy, hal ini diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar dimana siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok atau diskusi. Komponen Questioning (bertanya) antar siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru juga muncul dalam pembelajaran kooperatif karena siswa diberikan suatu masalah oleh guru untuk didiskusikannya dengan kelompoknya masing-masing sehingga siswa dituntut membangun dan menemukan pemahamannya sendiri tentang suatu konsep. hal ini sesuai dengan Kontriuktivisme dan inquiri, begitu juga dengan komponen penilaian autentik karena siswa di nilai bukan hanya hasil belajarnya saja tetapi juga proses belajarnya,
Sedangkan Refleksi juga merupakan komponen pada pendekatan kontekstual yang memungkinkan muncul karena pada setiap akhir pembelajaran kooperatif guru selalu meminta siswa untuk merefleksikan pembelajaran yang telah dilakukan, demikian juga Modelling dalam setiap pembelajaran tertentu selalu ada model yang bisa ditiru. Dalam pembelajaran ini, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa ditunjuk untuk maju memberi contoh pada temannya yang lain tentang suatu konsep.
B. Hakekat Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata (Nurhadi dkk, 2004). Menurut Holubec (dalam Nurhadi, 2004:60) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar melalui penggunaan kelompok kecil yang dilakukan siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang saling membantu untuk memahami suatu materi pelajaran, memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan untuk mencapai prestasi belajar tertinggi.
Pembelajaran kooperatif memiliki suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen atau unsur-unsur yang saling terkait. Adapun elemen (ciri-ciri) yang mendasar yang membedakannya dengan belajar kelompok biasa menurut Abdurrahaman dan Bintoro (dalam Nurhadi dkk, 2004:61) adalah sebagai berikut: (1) saling ketergantunag positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Johson (dalam Nurhadi dkk, 2004:63) menunjukkan adanya beberapa keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu:
a. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
b. Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati
c. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen
e. Menghilangkan sifat mementingkan sendiri atau egois
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa
g. Meningkatkan pearasaan penuh makna mengeanai arah dan tujuan hidup
h. Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar
i. Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga pendidik
j. penunjang keberhasilan akademik tetapi juga perkembangan kepribadian yang sehat dan intelegensi.
k. dan sebagainya.
Selain itu, dalam Pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa metode dalam pembelajaran. Menurut Arends (dalam Nurhadi dkk, 2004:64) mengemukakan ada 4 metode yang dilakukan oleh guru, antara lain: metode STAD (Student Teams Achievement Divisions), metode Jigsaw, metode GI (Group Investigation), dan metode Struktural. Dalam penelitian ini menggunakan metode yang cara yang sederhana dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif, yaitu metode STAD.
Metode STAD telah dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawannya (dalam Nurhadi dkk, 2004:64) metode ini dipandang sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok terdiri 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen . Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif ini berjalan lancar, maka guru diminta selalu memonitor dan mengevaluasi perkembangan penguasaan mereka terhadap bahan ajar.
2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat 6 langkah yang digunakan. langkah-langkah model pembelajaran kooperatif akan ditunjukkan dalam tabel 2.1 sebagai berikut
Langkah-langkah dalam PK Tingkah laku Guru
Langkah - 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Langkah - 2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.
Langkah - 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Langkah - 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Langkah - 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempesentasikan hasil kerjanya
Langkah - 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Ibrahim dalam Mufidah, 2005:11)
3. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional
Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula adanya belajar kelompok. Namun menurut Abdurrahaman dan Bintoro (dalam Nurhadi dkk, 2004:62) terdapat sejumlah perbedaan esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional, perbedaan dapat dilihat dalam tabel 2.2 sebagai berikut
No Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
1 Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
2 Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memebrikan bantuan Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” di atas keberhasilan temannya yang dianggap “pemborong”
3 Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,etnik dsb sehinnga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan Kelompok belajar biasanya homogen
4 Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimipin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing
5 Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimipinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan Ketearampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
6 Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pementauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
7 Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
8 Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling mengahargai) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif, Slavin (dalam Mufidah, 2005:12) mengemukakan kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif .
a. Kelebihan pembelajaran kooperatif
Kelebihan pembelajaran kooperatif antara lain:
1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok
2) Siswa aktif membantu dan mendorong untuk sama-sama berhasil
3) Siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok
4) Frekwensi interaksi antar siswa tinggi seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat
5) Bagi siswa yang belum saling mengenal lebih dekat bisa mengenal satu sama lain.
b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Kelemahan pembelajaran kooperatit antara lain:
1) Memerlukan waktu yang relatif lama
2) Apabila strategi guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tidak maksimal atau sarana dan prasarana kurang memadai maka pembelajaran kooperatif sulit untuk mencapai tujuan
3) Apabila siswa tidak terbiasa bersikap aktif dalam proses pembelajaran maka akan menghambat pembelajaran
4) tidak mudah menanamkan keterampilan kooperatif kepada siswa yang terbiasa bersikap pasif di kelas.
Pada penelitian ini, untuk mengantisipasi kelemahan yang ada, maka hal-hal yang harus dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1) Mempersiapkan alat-alat (media pembelajaran) yang dibutuhkan pada proses pembelajaran
2) Guru harus sering memotivasi siswa agar selalu aktif dalam pembelajaran
3) Guru harus dapat mengatur waktu dan kondisi kelas seefektif mungkin.
5. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya, guru sebagai tenaga profesional tidak terikat pada apakah dia guru sekolah Negeri atau pegawai Negeri atau guru sekolah atau lembaga pendidikan swasta, dan juga tidak terikat pada kedudukannya sebagai guru Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar atau Sekolah Lanjutan atau Perguruan tinggi. Namun, keabsahannya ditentukan oleh kedudukan sebagai tenaga kependidikan.
Perannya, guru sebagai pengemban tugas-tugas moral dalam masyarakat (Hamalik,1990:53). Guru dinilai sebagai person terbaik, yang mampu menyampaikan ilmu sebagaimana yang ditentukan dalam agama. Guru juga ditempatkan sebagai contoh pribadi yang terbaik yang harus digugu dan ditiru oleh masyarakat. Menurut Wadsworth (dalam Arifah, 2005:19) menyatakan bahwa peran guru dalam pembelajaran adalah : (1) sebagai organisator lingkungan belajar, (2) sebagai penggerak insiatif anak, dan (3) sebagai penilai pikiran-pikiran anak. sedangkan tugas guru mengelola kelas adalah sebagai sebuah team yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan).
Dalam pembelajaran kooperatif guru memegang peranan penting yang relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. untuk mencapai pembelajaran kooperatif yang lebih efektif, guru dituntut memperhatikan peran guru dalam pembelajaran kooperatif, yaitu antara lain:
a. Merumuskan tujuan pembelajaran
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar
c. Menentukan tempat duduk siswa
d. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif
e. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif
f. Menjelaskan tugas akademik
g. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama
h. Menyusun akuntabilitas individual
i. Menyusun kerja sama antar kelompok
j. Memberikan bantuan kepada siswa dalam mnyelesaikan tugas
k. Dan lain-lain.
C. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah
1. Pengertian Pembelajaran bahasa Arab
Pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Aliyah adalah suatu proses kegiatan yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan berbahasa Arab fusha, dengan memprioritaskan pada kemampuan membaca serta memahami bacaan. Kemampuan berbicara dan menyusun kalimat ditujukan untuk memantapkan kemampuan membaca yang menjadi tujuan utama dalam pembelajaran, sebagai bekal untuk memahami ajaran Islam dari Alqur’an dan hadits sebagai sumber aslinya, maupun kitab-kitab berbahasa yang berkenan dengan studi keislaman.
Berkaitan dengan tujuan diatas, maka pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Aliyah adalah pembelajaran kemahiran atau keterampilan berbahasa Arab, bukan pembelajaran tentang bahasa Arab (ilmu bahasa). yaitu pembelajaran bahasa Arab di MA diarahkan pada kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi baik dalam bentuk tulis maupun lisan, terutama sebagai alat komunikasi.
2. Kompetensi Dasar
Depag (2003:2) menjelaskan kompetensi dasar yang berisi sekumpulan dasar minimal yang harus dikuasai oleh siswa selama menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah. Kemampuan tersebut berorintasi pada perilaku kebahasaan (Arab) afektif, dan psikomotor dengan pengetahuan dukungan kognitif, antara lain:
a. mampu melafalkan kalimat-kalimat Arab dengan makhroj dan intonasi yang baik dan benar.
b. menguasai sejumlah mufrodaat dan ungkapan/idiom, bentuk-bentuk, (sharfi) dan struktur kalimat (nahwi) yang diperlukan untuk tujuan memahami teks-teks Arab.
c. dapat mengenal susunan kalimat-kalimat Alquraan dan terjemahannya
d. memiliki minat dan semangat tinggi untuk selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Arab.
Seiring dengan kemampuan dasar tersebut, maka pelajaran bahasa Arab di Madrasah Aliyah bertujuan agar siswa dapat menguasai perbendaharaan bahasa Arab yang berhubungan dengan kehidupan beragama dan kemasyarakatan sebanyak 1515 mufrodat dan ungkapan dalam bentuk kata dan struktur kalimat yang diprogramkan sedemikian rupa sehingga menjadi modal dasar yang kokoh ke arah pemahaman Alqur’an, hadits dan kitab-kitab berbahasa Arab tentang sosial keagamaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diupayakan tercapainya tujuan untuk kelas tiga sebagai berikut:
a. Siswa memahami makna serta kandungan bahan bacaan yang berhubungan dengan keimanan, ibadat sehari-hari, dan ketekadanan dalam kesungguhan bekerja
b. Siswa memahami sejumlah 1515 mufrodat dan ungkapan baru yang terdapat dalam bahan bacaan dan materi latihan serta pengembangannya
c. Siswa mampu membaca dan memahami bentuk-bentuk: fi’il mabny lil majhul dan ‘adad
d. Siswa mampu membaca fi’il mudhori’ yang manshub dan majzum dengan harokat, serta mampu membaca harokat i;rab, mubtada’, khobar, fa’i, maf’l bih, ism majrur, naat dan ma’thuf alaih.
e. Siswa dapat melakukan tanya jawab tentang kandungan bahan bacaan yang di programkan.
f. Siswa mampu menyusun kalimat-kalimat Arab dalam bentuk insya’ muwajjah dengan menggunakan mufrodat, bentuk sharfy dan nahwy yang telah diajarkan.
3. Materi Pembelajaran Bahasa Arab
Materi pelajaran pada hakekatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Menurut Sudjana (dalam Maulidah, 2004:29) melalui materi tersebut siswa diantarkan kepada tujuan pengajaran, yakni tujuan yang akan dicapai siswa dibentuk oleh materi pelajaran. Dalam kaitannya dengan konteks isi, menurut Nurhadi dkk (2004:24) pembelajaran harus memperhatikan nilai-nilai yang ada didalam keluarga dan masyarakat, memperhatikan kurikulum nasional dan adanya ujian Ebtanas, menyiapkan keterampilan untuk hidup dan bekerja, dan mencerminkan harapan bagi siswa untuk hidup yang lebih baik di masa depan.
Mata pelajaran agama Islam di Madrasah selama ini dibagi menjadi 5 bidang studi, yaitu: alquran-hadits, aqidah akhlaq, fiqih, sejarah kebudayaan islam, dan bahasa Arab. Kelima bidang studi tersebut pada hakekatnya merupakan bidang studi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Karena itu, pemahaman terhadap masing-masing bidang studi tidak dapat dipahami secara terpisah-pisah.
Dalam hubungan ini, mata pelajaran bahasa Arab yang diajarkan di Madrasah Aliyah merupakan salah satu pendukung utama untuk kelancaran pembelajaran. Isi materi pembelajaran bahasa Arab berkaitan dengan konteks kehidupan siswa antara lain tema-tema pendidikan, lingkungan kehidupan masyarakat, lingkungan kehidupan keluarga, lingkungan kehidupan madrasah, kesehatan olahraga, perbankan, pariwisata, dan sebagainya (Depag, 2003).
Dalam menyusun materi pelajaran seorang guru dituntut untuk memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
a. Materi pelajaran relevan dengan kegiatan berbahasa secara otentik dalam arti sesuai dengan kenyataan kegiatan membaca, menulis, menyimak, maupun bicara yang secara tepat dan bermakna.
b. Materi pembelajaran secara langsung menggambarkan adanya hubungan dengan realitas kehidupan ataupun realitas penggunaan bahasa secara konkret dan kontekstual
c. Materi pembelajaran harus bermakna, menarik, dan terukur
d. Materi pembelajaran dihayati, difahami, dan dikuasai bukan secara individual tetapi melalui kerjasama dengan teman, keluarga, lingkungan sosial, maupun dengan guru secara kooperatif
e. Praktis, yaitu dapat dipraktikan, diterapkan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tujuan dan target hasil yang ingin dicapai.
4. Perangkat Pembelajaran Bahasa Arab
Untuk mengoptimalkan proses pembelajaran diawali dengan perbaikan rancangan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan kemajuan yang dicapai dalam masyarakat. Rancangan atau perangkat pembelajaran adalah suatu aktivitas profesional yang dilakukan oleh para pengajar, desainer pembelajaran, atau pengembang pembelajaran didalam memperesentasikan metode pembelajaran yang lebih baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan bahan dan karakteristik pebelajar yang tertentu (Syahid, 2003:32).
AECT (Association Of education and Communication technology) (dalam Syahid, 2003:33) mendefinisikan rancangan pembelajaran sebagi prosedur yang terorganisasi yang mencakup langkah-langkah menganalisis, mendesain, mengemmbangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rancangan pembelajaran adalah merupakan suatu pola yang disusun secara logis dan sistematis oleh para guru guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Seorang guru dituntut untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang optimal, sehingga terwujud proses belajar yang efektif dan efisien.
Perangkat pembelajaran merupakan langkah awal yang perlu dibuat oleh guru maupun calon guru dalam pembelajaran bahasa Arab. Rencana Pembelajaran adalah program pembelajaran yang disusun oleh guru untuk mencapai target atau kompetensi dasar. Komponen yang perlu dikembangkan dalam Rencana Pembelajaran adalah: (1) identitas bidang studi, (2) kompetensi dasar, (3) hasil belajar, (4) indikator pencapaian hasil, (5) media pembelajaran, (6) skenaroi pembelajaran (tercakup di dalam strategi pembelajaran dan alokasi waktu, (7) penilaian pembelajaran.
5. Tujuan Perangkat Pembelajaran
a. Tujuan Perangkat Pembelajaran
Menurut Degeng (dalam Syahid, 2003:33) Tujuan perangkat pembelajaran adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran, yang dilakukan dengan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Dalam perangkat pembelajaran terdapat manfaat pembelajaran, antara lain ditujukan kepada:
1) Pengelola program atau administrator, dengan memberi bukti tentang proses belajar yang efektif dan efisien.
2) Perancang pembelajaran, membutuhkan bukti bahwa program yang dirancangnya itu memuaskan. Indikator terbaik adalah pencapaian semua tujuan program oleh bebelajar dalam batas waktu yang tepat, dan ingin berhasil mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memuaskan
3) Pebelajar , Hasil rancangan dikatakan berhasil mencapai tujuannya apabila dalam meningkatkan kualitas pembelajaran rancangan itu memberikan manfaat kepada pebelajar atau dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
b. Meningkatkan Rancangan Pembelajaran
Rancangan Pembelajaran adalah suatu desain (rancangan) yang disusun secara logis dan sistematis oleh pengajar untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Menurut Soekarwati (dalam Syahid, 2003:35-36) Untuk meningkatkan rencana pembelajaran tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu: rancangan pengorganisasian bahan ajar, rancangan penyajian pembelajaran, Rancangan evaluasi hasil pembelajaran.
1) Rancangan pengorganisasian bahan ajar.
Kegiatan yang dimulai dengan memilih dan menetapkan bahan ajar yang sesuai dan mampu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar tersebut terdiri dari serangkaian pokok-pokok bahasan yang harus ditata urutannya dan saling terkait satu sama lain. Dari setiap pokok bahasan yang telah ditetapkan tujunnya dijabarkan lebih rinci menjadi beberapa sub pokok sehingga mampu untuk menetapkan sasaran-sasaran pebelajar yang merupakan gambaran kemampuan pebelajar yang bisa diamati dan diukur.
2) Rancangan penyajian pembelajaran.
Rancangan penyajian pembelajaran ini meliputi identifikasi karakteristik pebelajar, kondisi dan lingkungan pembelajaran untuk dapat memilih dan menetapkan kegiatan pembelajaran bagi siswa. Hasil dari kegiatan ini adalah desain bentuk, cara mengajar atau menyajikan bahan ajar, media serta waktu yang dipergunakan sehingga sasaran belajar dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
3) Rancangan evaluasi hasil pembelajaran.
Rancangan evaluasi hasil pembelajaran adalah dengan menentukan ketercapaian sasaran belajar, serta menentukan metode dan alat yang tepat untuk melakukan pengamatan dan pengukuran sasaran belajar.
D. Aktivitas Siswa dan Guru
1. Aktifitas siswa
Aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa tidak hanya mendengarkan sejumlah teori-teori secara pasif, melainkan siswa harus terlibat aktif dan sungguh-sungguh dalam semua kegiatan pembelajaran, seperti mendengarkan, menulis, tanya jawab, diskusi, dan sebagainya.
Pengetahuan siswa tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa mengalami pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan mereka.
2. Aktivitas Guru
Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru merupakan pelaksana pembelajaran di kelas, karena guru yang mampu mengelola proses belajar akan mempengaruhi mutu pembelajaran. Seorang guru yang tidak menguasai materi dengan baik, tidak mungkin ia dapat mengajar dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak menguasai berbagai cara penyampaian dapat menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami pelajaran.
Dari berbagai uraian diatas, seorang guru harus mampu mengelola pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, sehingga dalam pembelajaran tersebut diharapkan dari tujuh komponen CTL ada beberapa yang muncul dalam pembelajaran.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dijabarkan hal-hal mengenai: (a) rancangan penelitian, (b) tempat dan waktu penelitian, (c) subjek penelitian, (d) metode pengumpulan data, (e) instrumen penelitian, dan (f) teknik analisis data.
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada topik “Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah” bidang studi bahasa Arab. Ditinjau dari tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu bertujuan untuk pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Penelitian deskripsi dimaksudkan untuk mendeskripsikan keadaan atau situasi yang kemungkinn muncul dalam proses pembelajaran bahasa Arab di kelas pada saat penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini peneliti mengajukan proposal, surat izin penelitian dan juga menentukan sekolah tempat penelitian. Peneliti bekerjasama dengan guru mata pelajaran bahasa Arab kelas III Bahasa yaitu Drs. M. Shohib, M.Ag. membuat beberapa perangkat pembelajaran dan beberapa lembar pengamatan yang sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran dikonsultasikan terlebih dahulu pada dosen pembimbing. Memohon izin untuk melaksanakan penelitian kepada ketua jurusan atau sekretaris jurusan bahasa Arab. Berdasarkan surat izin tersebut, peneliti memohon izin kepada kepala sekolah MAN Malang I untuk mengadakan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, guru dan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berpedoman pada Rencana Pembelajaran (RP) yang telah disusun.
3. Tahap Penyelesaian
Setelah pelaksanaan kegiatan pembelajaran, tahap selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data yang diperoleh pada tahap pelaksanaan yaitu data tentang aktivitas siswa dan guru, strategi guru dalam mengelola pembelajaran, hasil tes akhir, dan respon siswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab dilakukan di satu sekolah Madrasah Aliyah Negeri yang ada di Malang, yaitu : MAN Malang I, Jl. Baiduri Bulan 40 Tlogomas Malang.
2. Waktu Penelitian
Penelitin ini dilakukan bulan Maret-April 2006
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas III Bahasa MAN Malang I yang berjumlah 27 siswa pada tahun ajaran 2006 pada penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada topik “Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah” . Adapun pertimbangan peneliti dalam menentukan subjek penelitian ini adalah:
1. MAN Malang I
MAN Malang I termasuk sekolah yang terbuka dan responsif terhadap upaya inovasi pendidikan.
2. 1 guru bahasa Arab dan 27 siswa kelas III Bahasa.
Penentuan subjek ini dilakukan sebagai tahap uji coba pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Arab yang dilakukan di kelas III Bahasa.
3. Materi “Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah”
Materi “Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah” merupakan salah satu topik yang diajarkan pada siswa kelas III Bahasa MAN Malang I, semester genap tahun 2005/2006.
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, angket, dan tes.
1. Observasi
Obsevasi dalam penelitian ini dilakukan pada saat penerapan pembelajaran berlangsung, meliputi (a) strategi guru dalam mengelola KBM, dan (b) aktivitas siswa pada saat pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual.
Adapun yang menjadi guru dalam KBM ini adalah guru mata pelajaran bahasa Arab kelas III Bahasa yaitu Drs. M. Shohib, M.Ag. selama empat kali pertemuan dan satu pertemuan untuk tes akhir. Untuk pengamatan aktivitas siswa dan guru dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh satu rekan peneliti dari PPL Universitas Negeri Malang pada saat pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan observasi (pengamatan) terhadap guru dan siswa dengan cara memberi tanda ceklist ( ) setiap sepuluh menit pada indikator yang diamati.
2. Angket atau Kuesioner
Angket adalah suatu daftar yang berisi serangkaian pertanyaan mengenai suatu hal dalam suatu bidang. (Koentjaranigrat dalam Ibnu, 2003:82). Peneliti menggunakan angket sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data tentang respon siswa terhadap kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lembar angket. Angket ini diberikan kepada siswa setelah pembelajaran berakhir. Siswa memberikan respon dengan memberi tanda ceklist ( ) pada aspek yang dinilai sesuai dengan pendapatnya.
3. Tes
Adapun tes diberikan pada akhir pembelajaran, yaitu setelah 4 kali pertemuan. Dengan tujuan untuk mengecek kembali pemahaman terhadap pembelajaran yang telah diikuti siswa, selain itu tes juga digunakan untuk mengumpulkan data ketuntasan siswa.
Adapun bentuk tes yang diberikan kepada siswa berupa tes obyektif sebanyak 20 butir dan tes subyektif sebanyak 7 butir. Jumlah soal total seluruhnya 27 butir yang memuat lima keterampilan berbahasa yaitu (1) 9 soal pada aspek qiro’ah, (2) 10 soal pada aspek qowa’id, (3) 2 soal pada aspek insya’, (4) 3 soal pada aspek mufrodat, dan (5) 5 soal pada aspek hiwar. Untuk lebih jelasnya, keterangan tersebut dapat dilihat pada lampiran A.9.
E. Instrumen Penelitian
Instumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu (Arikunto, 1988:51). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan intrumen oenelitian yang terdiri dari:
1. Tes Hasil Belajar
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa tentang materi pada topik “Al-Iqtisha:diyah wa Al-Ma:liyah” . Perangkat tes ini terdiri dari 27 butir soal yang terdiri dari tes obyektif dan tes subyektif.
Perangkat tes disusun oleh peneliti sesuai dengan yang telah dirumuskan, kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran bahasa Arab kelas III Bahasa yaitu Drs. M. Shohib, M.Ag. MAN Malang I.
2. Lembar Observasi Pengamatan Aktivitas Siswa
Lembar pengamatan aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui gambaran aktivitas siswa selama pembelajaran. Aktivitas siswa diamati oleh peneliti dan dibantu oleh satu rekan peneliti dari PPL Universitas Negeri Malang. Adapun aktivitas-aktivitas yang diamati adalah:
a. Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru
b. Mengerjakan LKS/latihan
c. Berdiskusi atau bertanya jawab antara siswa dan guru
d. Menyelesaikan masalah atau menemukan jawaban dan cara untuk menjawab
e. Menyampaikan pendapat atau ide
f. Keterampilan mempresentasikan hasil diskusi kelompok
g. Menulis yang relevan dengan KBM
h. Perilaku yang tidak relevan
3. Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengamati strategi guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual yang sesuai dengan RP yang telah disusun. Adapun aspek yang diamati adalah :
a. Kegiatan awal
b. Kegiatan inti
c. Kegiatan akhir
d. Pengelolaan waktu
e. Teknik bertanya guru
f. Suasana kelas
4. Lembar Angket Respon Siswa
Lembar angket respon siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa kelas III Bahasa terhadap pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual. Angket ini disusun untuk memperoleh tanggapan siswa terhadap komponen-komponen pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yang meliputi materi pelajaran, LKS, susana kelas, penampilan guru, cara guru mengajar, dan minat siswa untuk mengikuti pembelajaran yang diukur dengan instrumen angket siswa.
Adapun jenis angketnya adalah angket tertutup. Dan sebelum angket respon siswa diberikan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu.
F. Teknik Analisis Data
Data adalah kumpulan angka-angka yang berhubungan dengan observasi.
Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil tes akhir, data hasil pengamatan aktivitas siswa dan guru, data hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran, serta data tentang respon siswa terhadap pembelajaran.
1. Analisis data siswa selama kegiatan pembelajaran
Data hasil pengamatan aktivitas siswa digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas siswa pada setiap pertemuan adalah mencari persentase setiap indikator dengan cara membagi besarnya frekwensi setiap indikator dengan jumlah frekwensi untuk setiap indikator kemudian dikali 100%. Sedangkan hasil pengamatan aktivitas siswa selama 4/5 pertemuan ditentukan rata-rata frekwensi pada setiap pertemuan.
Peneliti membagi aktivitas siswa dalam dua bagian yaitu aktivitas siswa aktif dan aktifitas siswa pasif
a. Aktivitas siswa aktif
Indikator aktivitas siswa yang dikategorikan aktivitas aktif adalah jika siswa melakukan aktivitas sebagai berikut:
1) Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru
2) Mengerjakan LKS
3) Berdiskusi atau bertanya siswa dan guru
4) Menyelesaikan masalah atau menemukan jawaban dan cara untuk menjawab
5) Menyampaikan ide atau pendapat
6) Mempresentasikan hasil kerja kelompok
7) Menulis yang relevan dengan KBM
b. Aktivitas siswa pasif
Siswa dikatakan pasif jika siswa dalam pembelajaran hanya mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru atau teman dan berperilaku yang tidak relevan selama kegiatan belajar mengajar dapat bergurau dalam kelas atau berbicara masalah yang tidak berhubungan dengan materi pelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas ditentukan kriteria pencapaian efektivitas aktivitas siswa. Aktivitas siswa dikatakan aktif jika persentase aktivitas siswa aktif lebih besar daripada persentase aktivitas siswa pasif (Setyowati dalam Mufidah, 2005:33)
2. Analisis Data Hasil Belajar
Data yang diperoleh dari hasil tes akhir dianalisis untuk mendeskripsikan ketuntasan belajar. Tes hasil belajar siswa dianalisis sesuai dengan kurikulum 1994. Berdasarkan petunjuk kurikulum 1994 seorang siswa secara individu dikatakan “tuntas belajar” apabila daya serapnya mencapai 65%, sedangkan secara kelompok atau klasikal dikatakan “tuntas belajar” apabila 85% dari siswa yang mencapai daya serap 65%.
Persentase ketuntasaan belajar secara individu didapat dari skor tes yang diperoleh siswa dibagi skor tes maksimum dikali 100%, sedangkan persentase ketuntasan belajar siswa klasikal didapat dari jumlah siswa yang tuntas hasil belajarnya dibagi jumlah siswa yang mengikuti tes dikali 100%.
a. Ketuntasan Individu
Ketuntasan individu=
b. Ketuntasan Klasikal
Ketuntasan klasikal =
3. Analisis data pengelolaan pembelajaran
Dari hasil pengamatan strategi guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual dianalisis dengan menghitung rata-tara setiap aspek dari banyak pertemuan yang dilaksanakan. Selanjutnya nilai tersebut dikelompokkan dengan ketentuan sebagai berikut: Diadopsi dari Dalyana (dalam Mufidah, 2005:34) yang terdapat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Tabel Tingkat Strategi Guru Dalam Mengelola Pembelajaran
No Tingkat Strategi Guru Kualitas
1 0,00 TSG 1,00 Tidak baik
2 1,00 TSG 2,00 Kurang baik
3 2,00 TSG 3,00 Cukup baik
4 3,00 TSG 4,00 Baik
4. Analisis Respon siswa
Data hasil angket dianalisis dengan menggunakan rumus:
Persentase jawaban respon =
Keterangan:
f : Jumlah jawaban responden yang menjawab senang, baru, dan berminat
N : Jumlah responden
Respon siswa ditetapkan positif bila rata-rata persentase jawaban setiap komponen (senang, baru, atau berminat) lebih besar atau sama dengan 75 % (Hendriyana, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar