STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 07 Juni 2011

PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM

A. Pendahuluan

Islam adalah agama dan cara hidup yang berdasarkan syari’at Allah yang terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah rasulullah SAW. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi, syari’ah Ilahi yang tertuang dalam al-Qur’an dan assunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat Islam dan agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang mempunyai hubungan integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan. Islam ini idealnya tergambar dalam dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup. Hal tersebut merupakan kegiatan reaktualisasi Islam, dimana secara garis besarnya adalah menekankan pada pengejahwantahan Islam dengan me-reinterprestasi sumber hukum Islam dengan menggunakan kebutuhan, situasi, dan kondisi saat ini sebagai paradigmanya.
Berdasarkan hal tersebut, maka orang Islam dituntut untuk dapat melakukan rekonstruksi terhadap khazanah hukum Islam secara inovatif melalui media ijtihad yang berfungsi dalam yurisprudensi Islam tidak dapat dipisahkan dengan produk-produk fiqih yang fleksibel dan perkembangannya lurus dengan nkebutuhan dan kehidupan manusia.

B. Subtansi Kajian
Prinsip menurut pengertian bahasa ialah permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak, atau al-mabda’. Prinsip juga berarti kebenaran universal yang inhern didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya, prinsip yang membentuk hukum islam dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum islam meliputi prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum islam yang bersifat universal. Adapun prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.
Prinsip hukum islam adalah cita-cita yang menjadi pokok dasar dan landasan bagi hukum islam. Prinsip hukum islam harus diorientasikan atau diasumsikan dari cita-cita khas syaria sebagai titahsamawi yang mempunyai dimensi keuneversikan,dan kemutlakan sebab ia tercipta dari Dzat yang maha mutlak. Syekh Ali Amad Al-jurjawi dalam bukunya “Hikmatuttasri wa salfatuhu” menjadi empat ciri khas syari’ah islam yaiyu: Pertama mengetahui Allah SWT dengan cara mentahuhidkan. Kedua, menerangkan tata cara menunaian ibadah kepadanya. Ketiga, seruan atas amar ma’ruf nai mungkar. Keempat, mengunakan ketentuan hukum dalam bermu’amalah.

1. Tauhid
Secara etimologi tauhid adalah pengesaan. Secara syar'i adalah meyakini ke Maha Esa'an Allah SWT. Dalam rububiyyah, uluhiyyah serta Asma' dan sifatnya yang maha sempurna.
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat Lailaha Illa Allah (tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti penghambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manifestasi kesyukuran kepada- Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Melaksanaan hukum Islam merupakan ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid ini pun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang di turunkan Allah (al-Qur’an dan as-Sunnah) barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikategorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq.
Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim. Tauhid bermakna kesatuan atau menyatukan. Makna tersebut di peruntukkan bagi ke esaan Tuhan.
Tauhid merupakan cirri utama syari’t samawi yang mengajak manusia kepada pengamba’an dan ketaatan pada Allahsemata tanpa dibarengi oleh persekutuankonsep tauid di realisasikan dalam kalimad “ La ilaha illah”
Tauhid itu terbagi menjadi tiga:

a) Tauhid Rububiyyah

Tauhid Rububiyyah Yaitu mengesakan Allah dalam segala perbuatanya, dan menyakini dengan keyakinan yang teguh bahwa Allah Rabb dan Raja segala sesuatu, yang menciptakan, mengatur sekaligus mengurusnya. Dalilnya firman Allah:
Surat Al-An’am : 1
             
Artiya: "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang kafir mempersekutukan sesuatu dengan Ilaah (sesembahan) mereka" (QS. Al-An'am :1)
Orang kafir pada zaman Rosulullah SAW. Mengakui jenis tauhid ini, namun hal itu tidak memasukkan mereka kedalam Dinnul islam.

b) Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah Yaitu mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah yang lahir maupun yang batin. Untuk tauhid inilah para Rosul SAW diutus dan kitab-kitab samawi diturunkan. Denganya para Rosul SAW, memulai dakwa mereka, dan karenanya pula terjadi permusuhan antara mereka dan kaumnya. Dalilnya firman Allah:
Surat Al-Fatihah : 5
   

Artiya: "Hanya kepadamu kami menyembah dan hanya kepadamu jua kami memohon pertolongan" (Al Fatihah:5)
Dan juga firman Allah:
Surat Al-Anam : 162-163
 •                • 

Artinya: "Sesungguhya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, tiada sekutu baginya, dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalh orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah." (QS. Al-An-am 162-163)

c) Tauhid Asma'was Shifat

Tauhid Asma’wa Shifat yaitu mengimani Nama-Nama dan Shifat-Shifat Allah ta'ala yang maha indah dan luhur sebagaimana yang telah ditapkan di dalam kitabnya dan ditetapkan melalui lisan rosulnya. Dan menyakiniya sebagaimana yang disebutkan Allah Ta'ala dan Rosulnya. Tanpa tahrif, takwil, takyif dan tamtsil (tahrif dan takwil adalah menyimpangkan sebua makna atau lafal yang hak kepada makna atau lafal yang batil, takyif adalah mengvisualisasikan sifat Allah SWT dengan menyatakan bahwa kaifianya begini dan begini, tamsil adalah menyerupakan sifat Allah SWT. Dengan sifat mahluknya.)
Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip hukum yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut:
a) Prinsip pertama: berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara, ialah prinsip yang berarti bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah. Dengan demikian, Allah adalah dekat dengan manusia walaupun Ia tetap transenden. Firman Allah yang menjadi landasan prinsip ini adalah surat Al-Baqarah ayat 184 dan Ghaafir ayat 60
Surat Al-Baqarah : 186

                  
Artinya: Dan apabila hamba-hamba ku bertanya kepada mu tentang aku, maka jawablah bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah selalu berada dalam kebenaran(QS. Al-Baqarah: 186)

b) Prinsip kedua: beban hukum (Taklif) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa dan pembentukan pribadi yang luhur. Atas dasar prinsip kedua inilah hamba-hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat Allah.

2. Takmilul Iman

Ibnu Taimiya menyatakan “Al Imanu yangkushu wa yazidu” (iman itu dapat berkembang dan bertambah). Tentunya mengurangnya iman disebabkan karena kekurangan mengamalkan syare’ah Allah SWT. Dalam al Quran kata ”Amanu” di kaitkan “Amilu”sebanyak sekali diantaranya
Surat An-Nisa’: 57
     •                

Artiya: Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.(Q,S,An-Nisa’57)
Dan Surat Al-A’raf : 42
           •    

Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka Itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.(Q,S: Al-A’raf 42)

Ra’d, 29. Al-Angkabut, 7,9,58, Fatir,7. Al-Mu’min, 58. Asy-Syuro,22,23,26,Muhammad,2.ayat-ayat tersebut menunjukkan ibadah adalah media untuk menyempurnakan iman, dan pengalian hukum Islam secara mendalam, merupakan semangat imaniyah karena ia sebagian dari ibadah.

3. Rasional

Kata Rasional berasal dari baasa ingglis, rational, yang berarti masuk akal, berakal. kata rasional selanjutnya dapat berarti pemikiran, pandangan dan pendapat yang sejalan dengan pendapat akal. Sedangkan pengertian dari akal dapat berarti daya berfikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan sala satu daya dari jiwa serta mengandung arti berfikir, memaami dan mengerti kata akal berasal dari bahasa arab yaitu Akala yan berarti mengikat dan menaan. Pada zaman Jahiliyah orang yang berakal adalah orang yang dapat menahan amaranhnya dan mengendalikan nafsunya sehingga karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang bijaksana dalam mengadapi segala persoalan.
Kata akal sebagai masdar dari Akala tidak didapati dalam Al Quran, namun bentukan dari dari kata akal tersebut terdapat didalam bentuk fi’il mudhorei sebanyak 49 bua dan tersebar di berbagai surat dalam Al Quran.
Allah membuat syari’at sejalan dengan ketentuan akalsuatu adits yang terkenal adalah “ agama adala akal, tidak sempurna agama seseorang jika tidak mengunakan akal “ karena itu akal merupakan prasarat bagi tercptanya taklif bagi mukallaf. Akal merupakan pancaran ati yang merupakan jalinan rasio dan budi. Ibnu taimiyah menyatakan bahwa dengan adanya akal seseorang dapat memiliki daya An-nadhor (kognisi dan kompreensi) dan daya Al-Irodah (emosi dan menilai). Melalui akal seseorang dapat mengantarkan kepada ma’rifatullah, menentukan nilai iman dan kufur serta menentukan yang baik dan yang buruk. Karena itu diaruskan bagi mukallaf untuk mengunakan akal dalam menerima dan mengamalkan syari’ah.
Hubungan fungsionalisasi akal dengan prinsip hukum islam adala dengan mengunakan akal itu akan mampu mendiskriminasi perkembangan hukum islam sesuai dengan tuntutan masa dan keadaan yang tercermin dalam berijtiad. Kefanatikan terhadap madzab merupakan keputusan dalam mengunakan akal.
Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang serumpun dengan kata akal, dapat di faami bahwa Al Quran sangat mengargai akal, dan bahkan kitab Syar’i(kitab ukum Allah) anya ditunjukkan kepada orang-orang yang berakal. Untuk ini banyak sekali dijumpai ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya.
Pengertian akal lebih lanjut dapat dijumpai dalam pendapat para filosof islam. Al kindi misalnya mengatakan bahwa akal adalah daya berfikir yang terdapat di kepala. Dilihat dalam segi funsi dan sifatnya, Al kindi membagi akal kedalam dua bagian, yaitu akal praktis dan akal teoristis. Akat praktis adalah akal akal yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengikat. Akal teoristis menagkap arti-arti murni, yaitu arti-arti yang tak perna ada dalam materi, seperti Tuan, roh, dan malaikat. Akal praktis memusatkan diri pada alam materi, sedangkal akal teoristis sebaliknya bersifat metafisik, mencurahkan perhatian pada alam immateri.
Akal teoristis tersebut lebi lanjut di kembangkan oleh Ibnu Sina menjadi empat nagian, yaitu: 1. akal materi, yang semata-mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikit. 2. akal bakat, yang tela mulai dilatih berfikir tentang hal-hal yang abstrak. 3. akal aktual, yaitu akal yang telah dapat berfikir tentang hal-hal yang abstrak dan dapat ia keluarkan setiyap saat bila di keendaki dan 4. akal perolehan, yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal-hal yang abstrak dengan tidak memerlukan daya upaya. Akal ini sangat terlatih dengan hal-hal yang abstrak, sehingga hal-hal yang bersifat abstrak selamanya terdapat dalam akal perolehan ini, dan akal seperti inilah yang sanggup menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif, atau yang dinamakan juga oleh Al farabi sebagai akal kesepuluh. Yang dimaksut akal kesepuluh menurut filsafat emanasi Al Farabi adalah Malaikat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa yang di meksud Rasional adalah sesutu yang masuk akal. Rasional juga dapat berarti potensi rohaniya yang mana manusia dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Islam rasional adalah islam yang dapat menjelaskan ajaran-ajaranya tidak hanya mengandalkan pendapat wahyu, tapi juga mengikut sertakan akal pikiran. Islam rasional juga berarti islam yang menghargai pendapat akal pikiran dan mengunakanya untuk memperkuat dalil-dalil ajaran agama. Dan juga berarti islam yang menjelaskan hikmah filosofi dari suatu teks atau perinta atau larangan yang terdapat dalam wahyu Allah SWT. Misalnya memerintahkan sholat, dan melarang berbuat maksiyat. Kemudiyan akal di gunakan untuk mencari hikmah yang terdapat dalam perinta sholat dan larangan berbuat maksiyat tersebut. Penggunaan akal untuk memaami ajaran agama yang demekiyan itu sangat di anjurkan dalam ajaran islam. Itulah sebabnya muncul sebagian dari kalangan umat islam yang bersungguh-sungguh menggunakan akal pikiran.
Teori pengetahuan yang juga dikembangkan oleh Plato dan Descastes disebut “Rasionalis” sebab mereka menegaskan bahwa dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita dapat menemukan pengetahuan dalam arti yang paling ketat, yaitu pengetahuan yang dalam keadaan apapun tak mungkin salah. Biasanya teori seperti itu menyatakan bahwa kita tidak dapat menemukan pengetahuan yang pasti secara mutlak dalam pengetahuan indrawi. Itu harus dicari dalam alam pikiran (in the realm of mind).
Sebagai reaksi terhadap teori rasionalis timbul teori empiris. Mulai dengan John Locke, kaum empiris berharap menemukan suatu basis untuk pengetahuan kita dalam pngalaman indrawi. Tetapi dari Locke, Berkeley dan Hume, mereka mendapatkan bahwa pengalaman indrawi menghasilkan informasi tentang dunia jauh kurang dari pada yang mereka harapkan. Hume menunjukkan bahwa dari penelitian yang tuntas tentang apa yang kita ketahui dari pengalaman indrawi, kita akan dibawa kearah skeptisisme yang sangat menyedihkan mengenai kemungkinan pengetahuan yang sejati. Menurut Hume, pandangan kita mengenai apa yang terjadi disekitar kita semata-mata di akibatkan oleh konstitusi Psikologis yang aneh dari mahluk manusia. Apa yang menurut anggapan kita merupakan pengetahuan kita tak lain hanyalah suatu cara mengatur pengalaman yang tersodor kepada kita.

4. Tazkiyatun Nafsi (membersihkan jiwa)

Syariat islam diciptakan untuk mensucikan jiwa yang mengara pada ati nurani untuk mengontrol keserakaan awa nafsu yang cenderung terbelenggu oleh kebendaan.
Para mufassirin menerangkan bahwa diantara tugas Rasulullah SAW kepada umatnya yaitu:
1) Menyampaikan ayat-ayat Allah
2) Membersihkan atau mensucikan jiwa manusia
3) Mengajarkan kitab dan sunnah kepada manusia
Umat manusia sebelum datangnya Rasulullah dalam keadaan sesat yang nyata, berupa kemusyrikan, kemerosotan akhlak dan mereka dalam puncak kejahiliaan. Lalu datangnya Rasulullah dengan membawa Islam yang telah dinyatakan sempurna dan mendapat ridlo dari Allah SWT.
Artinya: pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah ku ridloi Islam itu jadi agama bagimu
Tugas para Rasul yang paling utama dan yang paling pertama dilakukan adalah membersihkan keyakinan atau aqidah dari segala bentuk kesyirikan, mengembalikan manusia dari penyembahan kepada selain Allah SWT.
Surat Al-Anbiya’ : 25
              
Artinya: dan kami tidak mengytus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya: “bahwasanya tidak ada tuhan (yang hak) melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku (al-Anbiya’: 25)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimallahu menyatakan: “ibadah adalah mentaati Allah dan dengan mencontoh apa-apa yang diperintahkan atau berupa perbuatan yang dicintai dan diridloi oleh Allah yang dlahir maupun batin”
Para ulama’ mengatakan ikhlas itu adalah membersihkan tujuan taqarrub kepada Allah dari semua kotoran (syirik). Ikhlas ini termasuk amalan hati seperti takut, pengharapan, tawakal, raghbah, rahbah, khysyu’ dan khassyah.

 ••                 
Artinya: Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama, Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Penyakit hati yang berkaitan dengan masalah aqidh yang pertama kali harus dibersihkan pada diri seseorang karena penyakit ini seseorang tidak dapat membedakan yang hak dari yang bathil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Amradul Qulub wa Syifa’uha mengatakan: “penyakit hati adalah jenis kerusakan yang menimpanya, penyebab kerusakan pemikiran dan kehendak. Kerusakan pemikiran ini karena asdanya syubhat-syubhat. Sedangkan kehendaknya (penyakit hati) yaitu membenci kebenaran dan menyukai kebathilan.
Surat Al-Isra’ : 82
             

Artinya: dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS, Al-Isro’82)
Beberapa amaliah atau sarana Tazkiyah yang mujarab dan efektif seperti yang diajarkan Rasulullah SAW:
1. Pembersihan aqidah dan penyempurnaan tauhid
Aqidah dan tauhid merupakan fondasi kehidupan seorang mu’min dan ia adalah penentu utama ketentraman dan kedamaian jiwa seseorang.
Ibadah yang sempurna kepada Allah
2. Shalat
Shalat yang khusyu’ bukan hanya menyucikan jiwa, bahkan akan membahagiakannya dan mengantarkannya menuju keberhasilan.
“sungguh beruntung orang-orabg mu’min, orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. (al-Mu’min:1-2)

3. Infaq, shadaqah atau zakat
Hikmah diperintahkannya zakat itu adalah untuk membersihkan jiwa dari kedengkian dan kekikiran.
4. Do’a dan zikir
Zikrullah merupakan terapi yang sangat efektif dalam mengobati dan menentramkan jiwa orang yang tidak mau berzikir dan enggan berdo’a menandakan pada jiwa ada penyakit-penyakit kesombongan. Dan zikrullah yang paling utama adalah tilawah, karena Allah menurunkan al-Qur’an diantara fungsinya adalah sebagai as-Syifa (penawar) dan rahmat bagi orang-orang mu’min.
Kebahagiaan dan kedamaian insan bergantung pada kebersihan jiwanya.Karna, kecenderungan-kecenderungan fitrawi manusia tersembunyi di dalam diri dan jiwanya yaitu berupa sebuah potensi. Dan dengan jalan membersihkannya dari berbagai noda dan dosa maka, akan tersingkaplah hal tersebut dan akan selalu aktif dan menjadi sumber terpancarnya segala kebajikan.
Dengan ibarat lain, bahwa jiwa manusia -dengan segala karakteristik fitrawinya yang Allah SWT anugerahkan kepada manusia- adalah seperti mata air yang memancar -yang mana kebersihan dan kesuciannya mampu menghampas segala rintangan yang ada- dan jernih serta menjadi sumber kehidupan dan wasilah dalam mencapai keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan manusia. Dan juga mengantarkan manusia menuju lautan kesempurnaan dan keramat Ilahi serta kebahagiaan yang tak terhingga.
Sebaliknya, menodai dan mengotori mata air (jiwa) yang memancar ini dengan cara melakukan berbagai tindakan dan perbuatan dosa maka, hal ini akan merubah kondisi jiwa sehingga yang muncul tidak lain adalah tindakan dosa, putus asa, sengsara dan derita.

5. Tawazun
Tawazun artinya keseimbangan. Sebagaimana Allah telah menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan. Manusia dan agama Islam kedua-duanya memiliki potensi, yaitu jasmani, akal dan rohani. Islam menhendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang)
Untuk menganalisis prinsip ini maka ukum islam terbagi menjadi dua macam, yaitu masala yang berkaitan dengan Allah (akidah, Ibadah) dan masalah yang berkaitan dengan manusia (Ibadah Muamalah). Allah SWT berfirman:
Surat Al-Qashash : 77
                         •    

Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu.(QS: Qoshosh,77)

Ketiga potensi ini membutuhkan makanannya masing-masing:
a) Jasmani: mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai Allah dari pada mukmin yang lemah. Kebutuhannya adalah makanan yang baik dan halal, beristirahat, kebutuhan biologis dan hal-hal lain yang menjadikan jasmani yang kuat.
b) Akal: yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalnya. Akal pulalah yang menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk-makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu mengenal hakikat sesuatu, mencegahnya dari kejahatan dan perbuatan jelek. Membantunya dalam memanfaatkan kekayaan alam yang oleh Allah di peruntukkan baginya supaya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai wakil Allah diatas bumi. Kebutuhan akal adalah ilmu untuk pemenuhan sarana kehidupannya.
c) Ruh: kebutuhannya adalah dzikrullah. Pemenuhan kebutuhan rohani sangat penting, agar roh atau jiwa tetap memiliki semangat hidup tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut jiwa akan mati dan tidak sanggup mengemban amanah besar yang dilimpahkan kepadanya.
Dengan keseimbangan manusia dapat meraih kebahagiaan hakiki yang merupakan nikmat Allah. Karena pelaksanaan syariah sesuai dengan fitrahnya. Untuk segala umat, ketawazunan akan menempatkan umat islam menjadi umat pertengahan. Kebahagiaan itu dapat berupa:
1. Kebahagiaan batin atau jiwa, dalam bentuk ketenangan jiwa.
2. Kebahagiaan zhahir atau gerak, dalam bentuk kestabilan, ketenangan beribadah, bekerja dan aktifitas lainnya.
Dengan menyeimbangkan dirinya maka manusia tersebut tergolong sebagai hamba yang pandai mensyukuri nikmat Allah dialah yang disebut manusia seutuhnya.

Contoh-contoh manusia yang tidak tawazun:
Manusia atheis: tidak mengakui Allah, hanya bersandar pada akal (rasio sebagai dasar)
Manusia materialis: mementingkan masalah jasmani atau materi saja
Manusia panteis (kebatinan): bersandar pada hati atau batinnya saja
-Menyeimbangkan kepentingan dunia dan kepentingan akherat.
Untuk merealisir prinsip ini maka hukum Islam terbagi atas dua macam, yaitu masalah yang berkaitan dengan Allah (Aqidah, ibadah) dan masalah yang berkaitan dengan manusia (Ibadah,mu’amalah ).
-Prinsip Musawiyah (Persamaan).
Hukum Islam ditetapkan untuk tidak mendiskriminasikan antar suku,bangsa, bahasa, tradisi dan sebagainya,serta tidak membedakan status sosial seseorang.
Nabi SAW bersabda :

لا فضل لعربي علي عجمي ؤلالعجمي علي عربي الا بالثقؤي

Artinya : “Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang ajam dan tak ada keutamaan bagi orang Ajam terhadap orang Arab kecuali dengan takwa. “

6. Toleransi

Toleransi disyaratkan tentang kebebasan dalam memilih agama bagi seseorang serta menjamin kebebasan beribadah bagi pemeluknya.
Islam hadir dengan konsep toleransi antar agama yang bertujuan untuk melestarikan kerukunan dan kedamaian dunia, prinsip relevan terhadap deklarasi internasional yang dikumandangkan oleh UNO. Bila dicermati, keberhasilan Islam dalam misinya merupakan konsekuwensi logis dari sikap tasamuh.Guslau Lebon dan Robertson menyatakan :
Hanya kaum musliminlah yang memadukan kefanatikan agama lain. Meskipun mereka menghunus pedang untuk menyiarkan dan mengembangkan agamanya sendiri.

Implikasi prinsip Tasamuh dalam hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Seorang muslim diperbolehkan memakan hewan sembelihan Ahlul Kitab (Kristen,Yahudi) seperti dalam QS Al-Maidah: 5
2. Orang muslim laki-laki diperbolehkan menikah dengan wanita Ahlul Kitab.
3. orang muslim diperbolehkan berbuat baik atau kerja sama dengan non muslim, selain urusan ibadah. Misalnya dalam QS Al-Mumtahanan: 8 dan Al-Kafirun:1-6
Prinsip Al-Huriyah (kemerdekaan)
Prinsip kemerdekaan merupakan kebebasan seseorang untuk menunaikan kewajiban dan menuntut hak sebagai keyakinan dan tata aturan. Pepatah mengatakan “Hurriyatuka muqoyyadatun bi hurriiyatil akhor” (kemerdekaanmu terbatasi oleh kemerdekaan yang lain) Ahmad Zaki Yunani menyatakan tujuh pokok kebebasan manusia yaitu: pertama: kebebasan pribadi, yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuahan diri sebagai person. Kedua: kebebasan hak milik, yang berhubungan dengan harta miliknya, ketiga: kebebasan bertenpat tinggal, keempat: kebebasan berprofesi dan berkreasi sesuai dengan kemampuan, kelima: kebebasan berpendapat yang ditopang oleh logika yang benar, keenam: kebebasan beraqidah yang berhubungan dengan toleransi antar agama (A-Baqarah: 256) ketujuh: kebebasan belajar (seperti sabda Nabi: carilah ilmu sampai ke negri cina)

C. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tauhid itu di bagi menjadi tiga yaitu: 1.Tauhid Rububiyyah Yaitu mengesakan Allah dalam segala perbuatanya, dan menyakini dengan keyakinan yang teguh bahwa Allah Rabb dan Raja segala sesuatu, yang menciptakan, mengatur sekaligus mengurusnya. 2. Tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah yang lahir maupun yang batin. 3. Asma’wa Shifat . Shifat yaitu mengimani Nama-Nama dan Shifat-Shifat Allah ta'ala yang maha indah dan luhur sebagaimana yang telah ditapkan di dalam kitabnya dan ditetapkan melalui lisan rosulnya.
Rasional berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa yang di meksud Rasional adalah sesutu yang masuk akal. Rasional juga dapat berarti potensi rohaniya yang mana manusia dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Plato dan Descastes disebut sebagai tokoh “Rasionalis” sebab mereka menegaskan bahwa dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita dapat menemukan pengetahuan dalam arti yang paling ketat, yaitu pengetahuan yang dalam keadaan apapun tak mungkin salah.
Beberapa amaliah atau sarana Tazkiyah yang mujarab dan efektif seperti yang diajarkan Rasulullah SAW. Yaitu:
1. Pembersihan aqidah dan penyempurnaan tauhid
Aqidah dan tauhid merupakan fondasi kehidupan seorang mu’min dan ia adalah penentu utama ketentraman dan kedamaian jiwa seseorang.
2. Shalat
Shalat yang khusyu’ bukan hanya menyucikan jiwa, bahkan akan membahagiakannya dan mengantarkannya menuju keberhasilan.
3. Infaq, shadaqah atau zakat
Hikmah diperintahkannya zakat itu adalah untuk membersihkan jiwa dari kedengkian dan kekikiran.
4. Do’a dan zikir
Zikrullah merupakan terapi yang sangat efektif dalam mengobati dan menentramkan jiwa orang yang tidak mau berzikir dan enggan berdo’a menandakan pada jiwa ada penyakit-penyakit kesombongan

Daftar Pustaka

Abdul Aziz As sulaimani Qor'awi, Muhammad. 2000. Cara Mudah
MemahamiTauhi. Solo: At-tibyan
Abdul Hafid dtasuki, Al-Quran Tarjamah. 1971. Jakarta: Lajna Taskhihul
Mushkaf.
Ali al-jumanatul. al-qur’an dan terjemah
Al-Utsaimin, syaikh muhammad bin shale. 2003. prinsip-prinsip dasar keimanan. Jakarta: Megatama sofwa.
http://www.pangarans.com Prinsip hukum Islam./journal, 2009
Kafrawi Ridwan. 1999. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Nata, Abuddin, 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, PT
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Praja s Juhaya, Filsafat Hukum Islam. 1999. Bandung: Pusat penerbitan universitas LPPM Universitas Islam.
Ridwan, Kafrawi, dkk. 1999. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ictiar Baru
Vanhoeve.
Usman, Muchlis. 1992. Filsafat Hukum Islam. Malang: LBB Yan’s Pres.
Uwes, Sanusi. 2000. Tauhid Ilmu, Bandung: Nuansa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar