STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 09 Agustus 2011

Inshaf Al Khashm Fi Al Quran

"Adil kepada musuh berarti Anda memberi kebebasan berbicara kepadanya dan mengakui keistemewan yang dimilikinya"
Kajian tentang Al Quran serta kandungan ajarannya tampaknya tidak akan pernah selesai dan akan berlanjut sepanjang zaman. Keajaibannya akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air yang tidak pernah kering dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan ummat Islam. Al Quran akan selalu hadir dalam kehidupan yang sarat dengan berbagai persoalan hidup yang dialami oleh umat Islam. Di sinilah letak salah satu keunikan Al Quran itu dan dari sini kita dapat memahami mengapa orang yang mempercayainya tidak akan pernah meragukan validitas ajarannya dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak dan final meski dipihak lain orang yang meragukan dan tidak mempercayainya selalu berupaya untuk meruntuhkan kebenaran Al Quran baik dengan cara halus atau kasar, dibungkus dengan metode ilmiah yang mengandung distorsi atau bahkan hanya dengan hujatan, tanpa mengandung ilmiah yang layak dalam kajian akademis.
Sebagai tuntunan hidup, Al Quran akan mewarnai kehidupan umat Islam baik dalam hubungan mereka dengan Allah atau sesama manusia, antara sesama muslim bahkan dengan orang kafir yang tidak seiman dengan mereka, dengan kawan atau musuh sekalipun. Salah satu ajaran Al Quran itu adalah bersikap adil kepada musuh yang ditulis oleh Dr. Abdul Halim Hifni, seorang ulama kontemporer dari Mesir. Karya ini mengungkapkan kepada kita bahwa Al Quran adalah kitab yang paling adil bahkan terhadap musuhnya sekalipun.

Karya yang hadir kehadapan para pembaca ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan sang pengarang yang melihat masih banyak umat Islam yang belum memiliki wawasan keagamaan yang luas mengenai perlunya kita bersikap adil terhadap musuh dan mengakui hak-hak mereka baik ketika kita berdialog maupun setelah berdialog dengan mereka dan tidak menghasilkan manfaat yang kita harapkan. Al Quran bukanlah seperangkat hukum-hukum yang keras dan mengakui hak-hak orang beriman saja tetapi tetapi ia juga mengakui hak-hak musuh mereka, orang kafir, secara seimbang. Di antara hak-hak tersebut menurut pengarang adalah hak kebebasan akidah (agama), hak kebebasan untuk berpendapat, dan hak untuk memperoleh perlindungan  dan jaminan keamanan. Hak-hak ini didasarkan pada firman Allah : ”Jika salah seorang musyrikin itu meminta perlindungan pada kalian, maka lindungilah ia agar ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarlah ke tempat yang aman baginya. (menjamin keamanan mereka)". Q.S. At -Taubah : 6. Hlm. 7.

Topik kajian kitab ini terfokus pada salah satu hak-hak di atas, yakni hak musuh yang harus diberikan saat permusuhan sedang berlangsung. Permusuhan yang dimaksud adalah permusuhan dalam bidang pendapat dan permusuhan dalam sikap. Kita bisa saja berlawanan pendapat dengan sahabat, bahkan dengan orang yang paling dekat sekalipun dengan kita tetapi perbedaan pendapat itu tidak merusak persahabatan dan kasih sayang. Akan tetapi permusuhan dalam sikap seringkali berubah menjadi peemusuhan pribadi dimana subsatansi permusuhan itu berasal dari hubungan yang buruk antara kedua belah pihak. Perbedaan pendapat akan bisa berakhir bila salah satu  pihak mengakui kebenaran pendapat lawannya, sedangkan permusuhan dalam sikap bisa berlanjut dan tidak ada kesudahannya dan menjadi dendam pribadi abadi. Hlm. 8.

Menurut Abdul Halim Hifni, Syariat Islam menuntut kita untuk berbuat adil dalam segala hal dan adil dengan semua orang dengan memberikan hak masing-masing sesuai dengan haknya. Diri kita memiliki hak yang harus diberikan kepadanya. Kerabat, tetangga memiliki hak atas diri kita demikian pula masyarakat. Memberi hak kepada orang yang harus menerimanya adalah wajib dan tidak memberikannya adalah satu kezaliman. Bersikap adil kepada musuh  adalah satu kewajiban. Sesuai dengan firman Allah : "Dan Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berbuat tidak adil. Bersikap adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa". Q.S Al-Maidah : 8. Hlm. 8.

Al Quran memang benar-benar konsisten menunjukan keadilan yang dimilikinya, perintah berbuat adil terhadap musuh dalam QS. Al-Maidah ayat 8 di atas dapat kita lihat diberbagi surat dan ayat Al Quran. Sang penulis mengajak kita untuk menjelajah ke dalam samudra Al Quran, mengungkap satu demi satu fakta, peristiwa dan kisah-kisah dalam Al Quran bagaikan rangkaian fakta yang tak terbantah bagi kita bahwa Al Quran adalah kitab suci yang paling adil dalam memperlakukan musuh-musuhnya.

Al Quran banyak menceritakan tentang ummat manusia yang hidup di masa lalu dan pernah ada dalam pentas sejarah manusia baik mereka sebagai individu maupun komunitas bahkan sebagai bangsa dan sebagian besar dari mereka adalah musuh-musuh Allah dan Rasul-rasul-Nya. Betapapun keras dan murkanya Allah kepada musuh-musuh-Nya akan tetapi Allah tidak menafikan keistimewaan yang dimiliki oleh mereka, bahkan mengungkapkannya dengan jelas. Ratu Saba, Balqis, dan kaumnya adalah salah satu musuh Allah, mereka menyembah matahari akan tetapi Allah tidak menyembunyikan kecerdasannya dan keistimewaan Ratu Saba dalam bidang politik pemerintahan. Ia  seorang ratu yang menjalankan prinsip syura dan barangkali Al Quran ingin memberikan model pemerintahan yang baik bagi para pemimpin pemerintahan. Meskipun Ia seorang pemimpin musyrik dan ratu yang absolut, Ia tidak sewenang-wenang dalam menjalankan pemerintahan, akan tetapi ia menjalankan syura  dalam mengambil keputusan politiknya. Hal ini tampak ketika Ia merespon surat yang datang dari Nabi Sulaiman yang memintanya untuk tunduk dan menyerahkan diri. Balqis menyampaikan isi surat itu apa adanya dihadapan para pembesar kerajaannya. Di sinilah letak amanahnya yang dipuji oleh Allah. Ia bisa saja menyampaikan dengan cara yang tidak jujur sesuai dengan kepentingannya, karena seorang Ratu yang absolut pasti akan tersinggung dan marah ketika menerima surat yang memintanya untuk menyerahkan diri begitu saja. Surat itu kemudian disampaikan dan dibahas dalam majlis syura  dengan pembesar-pembesarnya dan prinsip syura ini tampaknya sudah menjadi model pemerintahannya dan ia memutuskan persoalan berdasarkan keputusan hasil syura, hal ini tampak dari ucapannya yang direkam oleh Al Quran : 'Wahai para pembesar, berikanlah aku pertimbangan dalam perkaraku ini. Aku tidak pernah memutuskan sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majlisku. Q.S. An Naml : 32.  Dengan kata lain ia seorang ratu yang mengikuti hasil syura. Inilah kelebihan siasat politiknya.

Para pembesar Balqis juga memiliki keistimewaan, mereka bukan pejabat yang asal menyenangkan ratu mereka saja akan tetapi mereka menyampaikan pendapat dengan bebas dan berbeda dengan keinginan tersirat Balqis yang ingin berdamai. Al Quran merekamnya dengan akurat dan jujur ; "kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa, tetapi keputusan ada ditanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau pertimbangkan. Q.S. An Naml : 33.  Sikap mereka ini tampak menggabungkan kepatuhan meski berbeda pendapat. Suatu sikap yang sangat arif dan bijak.

Al Quran  juga mengungkapkan ketepatan pendapat dan kecerdasan Ratu Saba, meski pembesarnya mengisyaratkan perang, ia menyampaikan pendapatnya : "Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina dan demikianlah yang mereka perbuat. Q.S. An Naml : 34.

Siasat Ratu Bulqis yang mengirimkan hadiah kepada Nabi Sulaiman sebenarnya ingin mengetahui apakah ia seorang nabi atau ia seorang raja yang ingin kekuasaan dan harta' sekaligus upaya cerdasnya untuk mengetahui tingkat kekuatan musuhnya. Dan setelah tahu respon Sulaiman yang menolak hadiah dari laporan kunjungan delegasinya  ia memilih menyerah dan masuk Islam, ia lebih mempertimbangkan keselamatan bangsanya dari pada kepentingan dirinya. Hlm .56-72.

Dr. Abdul Halim Hifni mengungkap lagi suatu kisah yang disebut dalam Al Quran, raja kafir yang memerintah Mesir dan sikap adilnya terhadap Yusuf A.S. Yusuf yang dipenjara karena persekongkolan para pejabat istana dimana istri mereka telah terpedaya oleh ketampanan Yusuf A.S. Mereka tahu Yusuf tidak bersalah tapi demi mengamankan istri-istri mereka dari fitnah ketampanan Yusuf, mereka memenjarakannya. Sang raja Mesir akhirnya mejadikan Yusuf sebagai menteri kepercayaan untuk mengurus logistik Mesir karena Yusuf menakwilkan mimpi sang raja dan  dia sendirilah yang melakukan penyelidikan mengapa Yusuf dipenjara dan membuktikan bahwa Yusuf tidak bersalah.Ia bersikap adil, meski yusuf orang asing berbangsa Ibrani hal itu tidak menghalanginya untuk berbuat adil meski harus mempermalukan pejabat dan istri mereka yang seagama dan sebangsa dengannya. Tidak berhenti sampai di situ, meski ia kafir dan berbeda dengan keyakinan Yusuf ia tidak menafikan keistimewaan yusuf dan mengangkatnya sebagai orang kepercayaannya. Ia seorang musuh Allah tetapi Allah adil dengan menceritakan keistimewaan musuhnya yakni keadilan dan kecerdasan sang raja dalam Al Quran. Hal.89

Allah SWT juga merekam dengan adil sebagaimana seorang pemimpin Quraisy yang memimpin permusuhan terhadap Al Quran, Walid bin Mughirah, sekaligus musuh Allah dan Rasulnya. Ayat ini tampak jelas pengakuan Allah atas kecerdasan musuhNya dalam berfikir untuk mencari senjata yang efektif untuk memerangi Al Quran. Sesengguhnya ia telah memikirkan dan menetapkan apa yang telah ditetapkan. Maka celakalah dia! Bagaimana ia telah menetapkan? Kemudian (merenung) memikirkan. Lalu berwajah masam dan cemberut. Kemudian berpaling dari kebenaran dan menyombongkan diri. Lalu ia berkata, Al Quran ini adalah sihir yang dipelajari (dari orang terdahulu) ini hanyalah perkataan manusia. Q.S. Mudassir. Hal.97  Ketiga contoh diatas adalah bentuk pengakuan Al Quran atau Allah SWT terhadap keistimewaan yang dimiliki oleh musuh-musuhnya.

Kitab ini juga menjelaskan bagaimana Al Quran menyajikan fakta dan  kisah  yang menunjukan bahwa adil terhadap musuh berarti anda harus memberikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas dan terbuka, baik permusuhan sikap seperti iblis yang menentang perintah Allah untuk sujud kepada Adam AS atau perbedaan pendapat seperti malaikat yang memiliki kecenderungan pendapat yang berbeda dengan Allah, meski akhirnya mereka mengakui kesalahan pendapat mereka. Yang ingin disampaikan oleh penulis adalah adanya kebebasan ketika diskusi dan perdebatan itu berlangsung dan lawan tidak merasa tertekan dan terancam. Contoh yang paling jelas dalam hal ini menurut Abdul Halim Hifni adalah munadharah atau perdebatan Allah dengan iblis, itulah puncak dari contoh praktis betapa kita harus bersikap adil dan memberikan hak musuh untuk bebas menyatakan pendapatnya. Kisah pembangkangan iblis untuk sujud kepada Adam AS sebagaimana yang diperintahkan Allah banyak disebutkan dalam Al Quran. Meski Allah tahu sebelumnya mengapa iblis tidak mau bersujud kepada Adam,  akan tetapi Ia bertanya dan melakukan penyelidikan. Ia bisa langsung memvonis salah dan menghukumnya akan tetapi Allah tidak melakukan itu. Ia bertanya dan membiarkan iblis dengan bebas menyatakan alasannya mengapa tidak mau sujud kepada Adam, yakni karena kesombongannya dan merasa lebih tinggi kedudukanya dari Adam dan itu diakuinya dengan jelas. Meski Allah kemudian menghukum dengan mengusirnya dari  surga dan tidak akan mendapat rahmat Allah. Allah bisa saja menghukumnya secara fisik tetapi Allah lebih menghukumnya secara moral yakni tidak mendapat rahmat dari Allah dan menunda  hukuman fisik nanti di akhirat, neraka. Anehnya itupun karena permintaan iblis agar ia bisa menggoda keturunan Adam dan masuk neraka bersamanya.

Contoh lain adalah dialog antara Allah dengan malaikat mengenai penciptaan khalifah (Adam) di bumi. Jika dialog antara Allah dan iblis adalah dialog antara makhluk paling pembangkang maka dialog antara Allah dan malaikat adalah dialog dengan makhluknya yang paling taat. Meski para malaikat tampak menyampaikan semacam keheranan dan keberatan mereka atas penciptaan Adam sebagai khalifah di bumi akan tetapi Allah tetap menghargai pendapat mereka. Para malaikat tidak bisa meletakkan posisi mereka demikian dengan sendirinya Allahl yang membuat posisi mereka bisa menyampaikan pendapat mereka dengan bebas. Allah ingin mengajari manusia pentingnya musyawarah dalam membahas persoalan, lebih-lebih persoalan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

Kedua contoh dialog atau diskusi Allah dengan malaikat dan Allah dengan iblis mengajarkan kepada kita perlunya memberikan hak kebebasan pada musuh kita untuk bebas menyampaikan pendapatnya tanpa tertekan, baik musuh dalam sikap seperti iblis atau musuh yang berbeda pendapat dengan Allah. Hal.149.

Kebebasan berpendapat berarti lawan Anda bebas menyatakan pendapat apapun atau sikap bagaimanapun terhadap Anda tanpa  tekanan atau dihalangi, betapapun buruknya pendapat itu dan Anda bisa menghadapinya dengan hujjah dan logika. Abdul Halim Hifni menggiring kita untuk menelusuri ayat-ayat yang merekam dengan akurat dan  jujur segala ucapan orang-orang kafir yang menentang Allah, Rasul-rasulNya, Kitab-kitabNya, dan mu`jizat para RasulNya. Celaan, caci maki, penghinaan mereka  dilawan dengan hujjah dan logika hingga kebenaran menjadi jelas dan tidak menolaknya dengan  kemarahan. Inilah yang membuat kita kagum kepada Al Quran. Hlm.172. Pengarang kemudian mengajak kita untuk melakukan investigasi dengan cermat.

Al Quran sebagaimana halnya undang-undang yang tidak menerima perubahan, telah menimbulkan  dampak psikologis yang mendalam bagi umat Islam dan menjadi benteng pertahanan politis bagi mereka. Betapapun umat Islam telah dijajah oleh barat kita tidak melihat satu umat yang bisa bertahan dengan identitas keislaman yang kuat melebihi umat Islam, mereka tidak pernah benar-benar larut dalam satu peradaban atau budaya manapun, letak rahasianya karena adanya Al Quran. Dalam kesempatan lain Al Quran menjadi senjata dalam perang psikologis di samping perang militer. Berbeda dengan agama Samawi sebelumnya yang hanya cukup menyampaikan kebenaran dan bersabar jika ada penentangan. Al Quran mengajak umat Islam untuk berperang jika diperlukan dan dalam waktu yang  sama  bisa jadi alat perang psikologis. Contoh Al Quran berkata : “Sesungguhnya Kami akan menolong para Rasul Kami dan orang-orang beriman dalam kehidupan dunia.”(Q.S. Ghafir :87). Perangilah mereka niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan tanganmu da Dia akan menolong mereka dan menolong kamu (dengan kemenangan) atas mereka serta melegakan hati orang-orang beriman dan menghilangkan kemarahan hati mereka.(Q.S.At Taubah:14-15)

Kedua ayat diatas mendatangkan efek psikologis positif bagi orang yang beriman dan dalam waktu yang sama ia juga mendatangkan pengaruh negatif bagi orang kafir quraisy. Ketika Rasulullah mengatakan bahwa Al Quran adalah kalam Allah mereka mendustakanya akan tetapi keindahan Al Quran meninggalkan sedikit keyakinan akan kebenaran ucapan Muhammad SAW itu. Ketika Al Quran mengatakan bahwa mereka orang kafir akan dikalahkan orang-orang beriman maka disinilah pengaruh psiklogis itu muncul dan bisa menggoncangkan aqidah mereka, dan titik mula keimanan  muncul ke permukaan. Hlm.287. Peran yang dimainkan oleh Al Quran dalam konteks ini sama seperti media massa untuk zaman kita sekarang ini.

Karya yang ditulis oleh Dr. Abdul Halim Hifni ini meski hanya mengupas satu hak musuh yang harus diberikan, hak untuk bebas berpendapat, dapat membuka cakrawala kita bahwa hak-hak musuh harus diberikan sebagaimana yang dicontohkan  oleh Allah dalam Al Quran. Memberikan kepada mereka kesempatan dan kebebasan untuk menyampaikan pandangan mereka, betapapun buruk dan menyimpang dari kebenaran dan menyanggah pendapat mereka dengan hujjah dan logika dengan cara santun berarti kita memberikan kepada musuh kita untuk mencerna dan merenungkan pendapat kita dengan tenang. Sikap santun itu akan membuat mereka berfikir bahwa kita hanya ingin menyampaikan kebenaran bukan permusuhan. Jika itu dilakukan tidak mustahil mereka akan menerima kebenaran yang kita sampaikan. Bukankah Al Quran menyuruh kita untuk menyeru orang-orang ke jalan Allah dengan cara hikmah, nasehat yang baik dan mendebat dengan cara yang lebih baik. Kita harus benar-benar banyak mempelajari dan belajar dari Al Quran.
Tentang Kitab:
Judul         : Inshaf Al Khashm Fi Al Quran      
Pengarang : Dr. Abdul Halim Hifni
Penerbit    : Kairo, Hai’ah Misshriyyah ‘Ammah
Cetakan    : TT
Tebal        : 366 Halaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar