STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Rabu, 12 Oktober 2011

Kurikulum Abad-21

1. Kurikulum Berbasis Agama Islam
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama, dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bersama, bahkan dapat menghancurkan negara bahkan dunia. Lulusan sekolah yang kurang kuat imannnya akan sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman global.
Berdasarkan pemikiran yang berperspektif Islam tersebut, pendidikan sekolah untuk masa depan haruslah memiliki kurikulum utama yang terdiri atas:
a. Pendidikan agama, agar lulusan beriman kuat, dari iman inilah akan tertanam akhlak mulia, pendidikan keimanan Islam akan memberikan kemampuan kepada lulusan untuk mampu hidup di zaman global yang penuh dengan tantangan dan kompetisi yang ketat, lulusan harus mampu mengatasi tantangan dan jadi competitors sukses.

b. Pendidikan bahasa, agar mampu berkomunikasi dan bekerjasama ditingkat dunia pada zaman global ini, untuk mencapai ini sebaiknya sejak SLTA digunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
c. Pendidikan keilmuan, agar lulusan mampu meneruskan pendidikannya ke tingkat lebih tinggi, di tingkat perguruan tinggi harus sampai ke tingkat ahli yaitu ia mampu mengembangkan ilmu atau mampu mengerjakan sesuatu keahlian tingkat tinggi.
d. Pendidikan ketrampilan kerja sekurang-kurangnya satu macam, agar lulusan dapat mencari kehidupan bila tidak bekerja pada sektor formal sesuai keahlian.
Berdasarkan itu, agaknya perlu dipertimbangkan model-model kurikulum sekolah berikut yang pada dasarnya ditujukan ke dua arah, kemampuan kerja dan keilmuan:
1) Tujuan untuk keilmuan, model kurikulumnya sebagai berikut
a) Agama (sebagai core kurikulum)
b) Bahasa
c) Salah satu bidang ilmu
2) Tujuan kemampuan kerja, model kurikulumnya sebagai berikut:
a) Agama (sebagai core kurikulum)
b) Bahasa
c) Salah satu bidang keterampilan
3) Tujuan untuk keilmuan dan kemampuan kerja
a) Agama (sebagai core kurikulum)
b) Bahasa
c) Salah satu bidang ilmu
d) Salah satu bidang keterampilan
Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.
Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pemebelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan.
a) Model Konsiderasi
Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa menuliskan responsnya masing-masing, (4) siswa menganalisis respons siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.
b) Model pembentukan rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi tambahan, (3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat.
c) Klarifikasi nilai
Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.
Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai: (1) pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2) mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya, (3) berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.
d) Pengembangan moral kognitif
Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif.
Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif: (1) menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai, (2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu, (3) siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya, (4) siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik, (5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
e) Model nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: (1) menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas, (2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3) pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan dorongan, (4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.

Sumber: Tafsir. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar