STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 08 November 2011

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Pengertian dan Istilah yang Digunakan
Di dalam penjelasan umum Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dijelaskan bahwa Hukum Acara yang digunakan dalam proses peradilan mempunyai persamaan dengan Hukum Acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perdata dengan beberapa perbedaan.Sedangkan yang dimaksud Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat bagaimana cara orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan dan cara bagaimana peradilan itu harus bertindak,satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.Sedangkan yang dimaksud Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah hokum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara,serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyeleseian sengketa tersebut.

Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang peradilan Tata Usaha Negara,memuat peraturan-peraturan tentang kedudukan,susunan,kekuasaa serta Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara.Untuk dapat memahami Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara ini,kita tidak cukuphanya mempelajari pasal-pasal yang tersurat saja,tetapi kita juga harus memahami asas-asas yang terkandung didalamnya dan sekaligus mempelajari penjelasannya.Untuk Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara ini,kita tidak dapat begitu saja menggunakan istilah Hukum Acara Tata Usaha Negara,seperti halnya Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana.Hal ini disebabkan karena didalam Hukum Acara Tata Usaha Negara(Hukum Administrasi Negara),istilah Hukum Acara Tata Usaha Negara itu telah mempunyai arti tersendiri,yaitu peraturan yang mengatur tentang tata cara pembuatan suatu ketetapan / keputusan Tata Usaha Negara,maka sebaiknya untuk Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara digunakan istilah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,bukan Hukum Acara Tata Usaha Negara.

Asas-asas yang Berlaku dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan Hukum Acara Perdata,dengan beberapa perbedaan,antara lain:
Pada Peradilan Tata Usaha Negara,Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh sesuatu kebenaran materiil dan untuk itu Undang-undang ini mengarah pada pembuktuan bebas;

Suatu gugatan Tata Usaha Negara pada dasarnya tidak bersifat menunda pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara.

Selanjutnya sesuai dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat,maka salam Undang-undang ini diberikan kemudahan bagi warga masyarakat pencari keadilan,antara lain:
Mereka yang tidak pandai membaca dan menulis dibantu oleh Panitera Pengadilan untuk merumuskan gugatannya;
Warga pencari keadilan dari golongan masyarakat yang tidak mampu diberikan kesempatan untuk berperkara secara Cuma-Cuma;
Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak,atas permohonan penggugat,Ketua Pengadilan dapat menentukan dilakukannya pemeriksaan dengan acara cepat;
Penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang paling dekat dengan tempat kediamanya untuk kemudian diteruskan ke Pengadilan yang berwenang mengadilinya;
Dalam hal tertentu gugatan dimungkinkan untuk diadili oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat;
Badan /Pejabat Tata Usaha Negara yang dipanggil sebagai saksi diwajibkan untuk datang sendiri.

Di samping asas-asas tersebut diatas di Peradilan Tata Usaha Negara juga diberlakukan asas peradilan cepat,murah dan sederhana serta semacam asas praduga tak bersalah seperti yang kita kenal dalam Hukum Acara Pidana.Di mana seorang Pejabat Tata Usaha Negara tetap dianggap tidak bersalah didalam membuat suatu keputusan Tata Usaha Negara sebelum ada putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap yang menyatakan ia salah di dalam membuat keputusan Tata Usaha Negara / dengan kata lain suatu keputusan Tata Usaha Negara tetap dianggap sah sebelum adanya putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap yang menyatakan keputusan tersebut tidak sah.

Peradilan Tata Usaha Negara juga mengenal Peradilan Inabsentia sebagaimana berlaku dalam Peradilan Pidana khusus, di mana sidang berlangsung tanpa hadirnya tergugat.
Menurut pasal 72 Undang-undang No.5 Tahun 1986 bila tergugat ataskuasanya tidak hadir dipersidangan dua kali berturut-turut /tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan,walaupun setiap kali telah dipanggil secara patut,maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat untuk memerintahkan tergugat hadir dan atau menaggapi gugatan.setelah lewat 2 bulan sesudah dikirimkan dengan surat tercatat penetapandimaksud,tiak diterima berita,baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat ,maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari siding berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa,tanpa hadir tergugat.

Sumber Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara)
Sumber-sumber formal Hukum Administrasi Negara adalah:
a. UU Hukum Administrasi Negara tertulis ;
b. Praktek Administrasi Negara yang merupakan hokum kebiasaan;
c. Yurisprudensi;
d. Anggapan para ahli Hukum Administrasi Negara.

Menurut Donner kesulitan membuat kodifikasi Hukum Administrasi Negara tersebut disebabkan:
Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara berubah lebih cepat dan sering secara mebdadak,sedangkan peraturan-peraturan Hukum Privat dan Hukum Pidana hanya berubah secara berangsur-angsur saja.

Pembuatan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara tidak berada dalam satu tangan.Di luar pembuat Undang-undang pusat,hamper semua Departemen dan semua pemerintah Daerah Swatantra membuat juga peraturan-peratuiran Hukum Administrasu Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi sangat beraneka warna dan tidak bersistem.

PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
Menurut F.J. Stahl suatu negara hukum formal harus memenuhi 4 unsur penting,yaitu:
Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia;
Adanya pemisahan/pembagian kekuasaan;
Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.
Dasar konstusional pembentukan Peradilan tata Usaha Negara ini adalah pasal 24 UUD 45 yang berbunyi:
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut UU;
Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur UU.
Dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 disebutkan :Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan :
Peradilan Umum;
Peradilan Agama;
Peradilan Militer;
Peradilan Tata Usaha Negara.
Susunan dan Tempat Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tanggi Tata Usaha Negara
Susunan Peradilan Tata Usaha Negara sama halnya dengan Peradilan Umum (Pasal 8. UPTUN),terdiri dari :
Pengadilan Tata Usaha Negara,yang merupakan Peradilan Tingkat Pertama;
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yang merupakan Peradilan Tingkat Banding.
Susunan Pengadilan terdiri atas (pasal 11. UPTUN) :
a. Pimpinan;
b. Hakim Anggota;
c. Panitera;
d. Sekretaris.
Pemimpin
Pimpinan Pengadilan terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua,baik di Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Pengadilan Tinggi tata Usaha Negara.

Dapat di angkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengabdian sekurang-kurangnya 10 tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara/sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara.

Sedangkan untuk di angkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara :
Pengalaman sekurang-kurangnya 8 tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara/ sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai Hakim Pengadila Tinggi Tata Usaha Nrgara bagi yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara.
Ketua dan Wakil Ketua Pngadilan dapat diberhentikan dengan hormat dan tidak dengan hormat dari jabatannya.Pemberhentian dengan hormat dari jabatannya karena :
a. Permintaan sendiri;
b. Sakit rohani dan jasmani terus menerus;
c. Telah berumur 60 tahun bagi Ketua dan Wakil Ketua Penadilan Tata Usaha Negara dan 63 tahun bagi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
d. Dinyatakan tidak cakap di dalam menjalankan tugasnya.
Sedangkan penberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya karena :
dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
melakukan perbuatan tercela;
terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Hakim
Hakim dalam Pengadilan Tata Usaha Negara disebut ’Hakim" dan Hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara disebut "hakim tinggi".
Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara :
WNI;
Bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa;
Setai pada Pancasila dan UUD 1945;
Bukan bekas anggota PKI/yang terlibat didalamnya;
Pegawai Negeri;
SH / sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang Tata Usaha Negara;
Berumur serendah-rendahnya 25 tahun;
Berwibawa,jujur,adil dan berkelakuan tidak tercela.
Sedangkan untuk menjadi Hakim Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara pada umumnya sama dengan syarat-syarat untuk Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara,kecuali umumnya serendah-rendahnya 40 tahun ditambahkan dengan pengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai Ketua/Wakil Pengadilan Tata Usaha Negara/sekurang-kurangnya 15 tahun sebagai Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Alasan pemberhentian Hakim dan Hakim Tinggi sama dengan alasan pemberhentian Kutua dan Wakil Ketua,ditambah dengan melanggar:
merangkap menjadi pelaksana putusanPengadilan;
merangjap menjadi Wakil,pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya;
merangkap menjadi penguasa.

Panitera
Untuk diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara harus memenuhi syrat;
1. WNI;
2. Bertaqwq pada Tuhan YME;
3. setia kepada Pancasila dan UUD 1945;
4. serendah-rendahnya berijezah Sarjana Muda Hukum;
5. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 tahun sebagai Wakil Panitera,/7 thn sebagai Panitera Muda Penagdilan Tata Usaha Negara,/menjabat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tanggi Tata Usaha Negara.
Sedangkan syarat untuk menjadi Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah :
Untuk poin a,b dan c sama dengan di atas, ditambah berajazah Sarjana Hukum,berpengalaman sekurang-kurangnya 4 thn sebagai Wakil Panitera / 8 thn sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara / 4 thn sebagai Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sekretaris

Syarat-syarat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara adalah :poin a,b,c sama dengan d atas di tambah serendah-rendahnya berijazah sarjana Muda Administrasi,berpengalaman dibidang Administrasi Pengadilan.
Sedangkan syarat-syarat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah :pada poin a,b,c sama dengan atas ditambah berkjazah Sarjana Hukum / Sarjana Administrasi,Sekretaris bertugas menyelenggarakan administrasi umum Pengadilan, baik pada Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara.
KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan
Menurut pasal 47 UU No.5 Tahun 1986,Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa,memutus,dan menyeledeikan sengketa Tata Usaha Negara.
Yang dimaksud sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara,antara orang /badan hokum perdata dengan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara,baik dipusat ataupun didaerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,termasuk sengketa Kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Sedangkan yang dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis,yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,yang bersifat konkrit,I ndividual, dan final yang menimbulkan akibat hokum bagi seseorang.
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut UU No.5 Tahun 1986 jauh lebih sempit lagi karena semua perkara yang pokok sengketanya terletak di lapangan Hukum Politik (Hukum Tata Usaha Negara) dapat diadili di Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut ketentuan pasal 1 ayat 3 UU No. 5 Tahun 1986 , Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara haruslah memenuhi syarat :
bersifat tertulis. Pengertian tertulis disini bukanlah dalam arti bentuk formalnya , melainkan cukup tertulis , asal saja :
jelas Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkannya:
jelas isi dan maksud tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban;
jelas kepada siapa tulisan itu ditujukan.
Bersifat konkrit;
Bersifat individual;
Bersifat final.
Disamping itu menurut ketentuan pasal 49 UU No. 5 tahun 1986 Pengadilan tidak berwenang mengadili suatu sengketa Tata Usaha Negara, dalam hal keputusan Tata Usaha Negara itu dikeluarkan :
dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986, aa beberapa keputusan yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat dihadapan Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu :
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan Hukum Perdata;
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHAP dan peraturan UU lain yang bersifat Hukum Pidana;
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan Badan Peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil Pemilihan Umum.
Mengenai kompetensi ini ternyata UU No.5 Tahun 1986 masih bersifat mendua, karena masih memberikan kewenangan kepada badan-badan lain (Peradilan Semu) di luar Pengadilan yang ada dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili sengketa Tata usaha Negara tertentu.
Yang dimaksud upaya administrasi di sini adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau Badan Hukum Peerdata, apabila ia merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
Upaya administrasi tersebut terdiri dari :
keberatan administrasi diajikan kepada atasan pejabat yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan;
banding administratif dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan,
Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Timggi Tata Usaha Negara
Menurut pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 Pengadilan tata Usaha Negara berkedudukan di Kotamadya atau Ibu Kota Kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten. Sedangkan Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di Ibu Kota Propinsi. Namun demikian pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara akan dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan berbagai factor, baik yang bersifat teknis maupun non teknis.
Sebelumnya dengan UU No. 10 Tahun 1990 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Medan ,dan Ujung Pandang, yang diundangkan paa tanggal 30 oktober 1990 melalui Lembaran Negara Republik Indonesia No. 80 Tahun 1990, dibentuklah buat pertama kali 3 buah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yaitu :
1. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, daerah hukumnya meliputi wilayah daerah khusus ibu kota Jakarta, Provinsi jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah istimewa Yokyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
2. Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara Medan daerah hukumnya meliputi Provinsi sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Sumaera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung.
3. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ujung Pandang, daerah hukumnya meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur dan Irian Jaya.
Sejalan dengan pambentukan ketiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut diatas,melalui Keputusan President No. 52 Tahun 1990 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara diatas, maka dibentuklah 5 buah Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu :
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,daerah hukumnya meliputi seluruh Wilayah Kotamadya yang terdapat dalam Daera Khusus Ibu Kota Jakara serta seluruh Kabupaten dan Kotamadya daerah tingkat 2 yang terdapat dalam Provinsi daerah Tingkat 1 Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalemantan Selatan dan Kalimantan Tenggah;
Pengadilan Tata Usaha Negara Medan,daerah hukumnya meliputi seluruh Kabupaten dan Kotamadya Daerah Tingkat 2 yang tedapat dalam Provinsi Daerah Tingkat Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat dan Riau;
Pengadilan Tata usaha Negara Palembang, daerah hkumnya meliputi seluruh Kabupaten dan Kotamadya Daerah Tingkat 2 yang terdapat dalam Provinsi Daerah Tingkat Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung;
Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, daerah hukumnya meliputi seluruh Kabupaten dan Kotamadya Daerah Tingkat 2 yang terdapat dalam Provinsi Daerah Tingkat Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yokyakarta;
Pengadilan Tata Usaha Negara Ujung Pandang, daerahnya meliputi seluruh Kabupaten dan Kotamadya Daerah Tingkat 2 yang terdapat dalam Provinsi Daerah Tingkat 1 Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan irian Jaya.
Sudah barang tentu daerah Hukum Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut juga masih bersifat sementara, sampai dibentuknya Pengadilan Tata Usaha Negara di Kabupaten dan Kotamadya Daerah Tangkat 2 lainnya di Indonesia.

CARA-CARA MENGAJUKAN GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
1. Penggugat dan Tergugat
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul di bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, akibat di keluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Dari hal ini jelas bagi kita bahwa yang dapat digugat di Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara karena mereka inilah yang dapat mengeluarkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Sedangkan yang berhak menggugat atau yang jadi penggugat adalah orang atau badan hokum perdata, yang merasa dirugikan karena dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Berdasarkan hal ini maka dalam acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenal adanya gugat balik atau gugat rekonvensi.
2. Alasan Gugatan dan Isi Gugatan
Menurut pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986, seorang atau badan hokum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang, berisi tuntutan agar Keeputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan / rehabilitas. Selanjutnya pasal 53 ayat (2) menyebutkan alas an-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan, adalah :
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain ;
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut.
Keputusan Tata Usaha Negara dapat dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila :
bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat procedural/ formal;
bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil/ substansial;
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Nagara yang tidak berwenang.
Suatu gugatan yang akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara harus memuat ;
nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasanya;
nama, jabatan dan tampat tinggal tergugat;
dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan pleh Pengadilan.
Mengenai tuntutan yang dapat dimintakan dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara diatur dalam pasal 97 ayat (9) UU No. 5 Tahun 1986, yang berbunyi : kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) berupa :
pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan;
pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru;
penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pasal 3
3. Pengajuan Gugatan
Menurut pasal 54 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 gugatan sengketa Tata Usaha Negara siajukan secara tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. Gugatan yang diajukan harus berbentuk tulisan karena gugatan itu akan menjadi pegangan bagi Pengadilan dan para pihak selama memeriksa.dalam hal seorang penggugat buta huruf dan tidak mampu membayar seorang Pengacara, yang bersangkutan dapat meminta kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk membuat dan merumuskan gugatan.
Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah maka guagatan diajukan pada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sedangkan apabila penggugat dan tergugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dan apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di tempat kedudukan tergugat. Mengenai sengketa Tata Usaha Negara yang menurut peraturan perundang-undangan yang bersangkutan harus diseleseikan terlebih dahulu melalui upaya administratif .
4. Penetapan Hari Sidang dan Pemanggilan Para Pihak
Setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara yang besarnya sitaksir oleh Panitera, gugatan di catat dalam daftar perkara. Setelah gugatan dicatat dalam daftar perkara, Hakim menentukan hari, jam dan tempat sidang selambat-lambatnya dalam jangka 30 hari sesudah gugatan dicatat dan kemudian menyuruh memanggil kedua belah pihak untuk hadir pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Surat panggilan kepada tergugat dosertai salinan gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis.
Bila mana satu pihak yang bersengketa berada diluar negeri maka pemanggilan dilakukan melalui Departemen Luar Negeri.
5. Kuasa Hukum
Dalam bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara para pihak dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang kuasa hokum. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan dengan membuat surat kuasa atau dapat dilakukansecara lisan di persidangan. Untuk surat kuasa yang dibuat di luar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan yang berlaku di Negara Indonesia dan diketahui oleh Perwakilan Republik Indonesia di Negara tersebut, serta kemudian harus diterjemahkan ke dalam bahasa Insonesia oleh penterjemah resmi.
Walaupun para pihak diwakili oleh kusanya masing-masing,apabila dipandang perlu, Halim berwenang , memerimtahkan kedua belah pihak yang bersangkutan dating menghadap.
PEMERIKSAAN DI PENGADILAN
Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan pendahuluan ini terdiri dari (pasal 62 UPTUN)
rapat musyawarah
pemeriksaan persiapan
Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan Berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima atau tidak berdasar apabila :
Pokok gugatan, yaitu fakta yang dijadikan dasar gugatan nyata-nyata tidak termasuk wewenang Tata Usaha Negara;
syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986;
gugatan tersebut didasarkan pada alas an-alasan yang tidak layak;
apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
gugatan diajukan sebelum waktunya / telah lewat waktunya.
Mengenai pemeriksaan persiapan ini diatur dalam pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986.
Pemeriksaan di Tingkat Pertama
Pemeriksaan di tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara. Pemeriksaan di tingkat pertama ini dapat dilakukan melalui 2 cara :
pemeriksaan dengan acara biasa;
pemeriksaan dengan acara cepat.
Dalam pemeriksaan dengan acara biasa Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan suatu majlis yang terdiri dari 3 Hakim dan salah seorang diantaranya ditunjuk sebagai hakim Ketua Sidang.
Bila pada siding pertama ternyata penggugat atau kuasanya tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua. Setelah pemanggilan kedua disampaikan secara patut, ternyata penggugat atau penguasanya tetap tidak hadir tanpa alas an yang dapat dipertanggung jawabkan, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harud membayar ongkod perkara.
Apabila tergugat atau kuasanya berturut-turut dua kali siding tidak hadir walaupun telah dipanggik secara patut atau tidak menaggapi gugatan tanpa alas an yang dapat dipertanggung jawabkan, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat untuk hadir dan menaggapi gugatan. Setelah waktu 2 bulan sejak dikirimkannya berita ternyata tidak ada berita, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari didang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan lenurut acara biasa tanpa hadirnya tergugat.
Sedangkan pemeriksaan dengan cara cepat dalam hal ada kepentingan mendesak, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat,baik pemerika\saannya maupun pemutusannya. Kepentingan yang cukup mendesak ini dapat disimpulkan dari alas an-alasan penggugat yang dikemukakan dalam permohonannya.
Pemeriksaan di Tingkat Banding
Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus diberi kuasa untuk itu,kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan pengadilan itudiberitahukan kepada yang bersangkutan secara patut.
Setelah pemeriksaan ditingkat banding selesei dan telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang bersangkutan, maka Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dalam waktu 30 hari lengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi tersebut beserta surat-surat pemeriksaan dan surat-surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus dalam peneriksaan tingkat pertama dan selanjutnya meneruskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Pemeriksaan di Tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali
Pemeriksaan di tingkat kasasi diatur dalam pasal 131 UU No. 5 Tahun 1986 dan pasal 55 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985.
Dalam pasal 28 UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA, disebutkan bahwa MA bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
permohonan kasasi;
sengketa tentang kewenangan mengadili;
pemohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah mempunyai kewenangan tetap.
Alas an-alasan yans dapat dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah :
pengadilan yang bersangktan tidak berwenang atau telah melampaui batas wewenangnya dalam memeriksa dan memutus sengketa yang bersangkutan;
pengadilan telah salah dalam menerapkan hukun atau telah melanggar hokum yang berlaku;
pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan,yang mengacam kelalaian itu dengan pembatalan putusan yang bersangkutan.
Pemeriksaan peninjauan kembali diatur dalam padal 132 UU No. 5 tahun 1986.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dengan alas an-alasan :
1. aoabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pahak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu;
2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
4. apabila mengenai suatu begian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertinbangkan sebab-sebabnya ;
5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Setela memeriksa pemohon peninjauan kembali tersebut, MA dapat memutuskan :
mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut, selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri sengketanya;
menolak pemohonan peninjauan kembali dalam han MA berpendapat pemohon tersebut tidak beralasan.

PEMBUKTIAN
Alat-alat bukti :
surat atau tulisan;
keterangan ahli;
keterangan saksi;
pengkuan para saksi;
pengetahuan Hakim.
Beban pembuktian
Suatu masalah yang sangat penting dalam hokum pembuktian adalah masalah beban pembuktian. Pembagian beban pembuktian iti harus dilakukan secara adil karena apabila berat sebelah berarti apriori menjerumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat dalam jurang kekalahan. Menurut pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986,Halim memutuskan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembukyian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.

PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Setelah selesei seluruh rangkaian proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara,Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada pihak-pihak untuk menyampaikan kesimpulannya masing-masing.. sesudah itu Hakim Letua Sidang menunda sidang untuk memberikan kesempatan kepada Majilis Hakim untuk bermusyawarah dalam ruang tertutup guna mempertimbangkan keputusannya.
Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.
Pelaksanaan Putusan
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap, yaitu suatu putusan yang tidak mungkin diubah lagi.
Dalam Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang bersifat comdemnamtior, berisi penghukuman tergugat dalam hal ini adalah Badan atau Pejabat Tata Udaha Negara untuk melakdanakan suatu kewajiban yang berupa :
pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan;
pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru;
penerbitan Keputudan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986;
membayar ganti rugi;
memberikan rehabilitasi.
Langkah pertama yang ditempuh dalam pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara,yaitu penyampaian salinan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap oleh Panitera atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya pada tingkat pertama kepada para pihak dengan surat tercatat selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari.
Dilihat dari prosedur sebagaimana telah dikemukakan diatas,prosesnya cukup panjang,kalau seandainya tidak didukung Kewibawaan Pengadilan Tata Usaha Negara dan kesadaran Pejabat Tata Usaha itu sendiri.
Ganti Rugi
Dalam hal putusan pengadilan berisi kewajiban membayar ganti rugi, 3 hari sesudah putusan memperoleh kekuasaan hokum tetap,salinan putusan tersebut dikirimkan kepada penggugat dan tergugat.
Mengenai berapa ganti ruginya telah diatur dalampasal 120 ayat (3) UU No.5 Tahun 1986 dan peraturan pemerintah(pasal 120 UPTUN).
Rehabilitasi
Bila dalam suatu sengketa kepegawaian gugatan dikabulkan dengan disertai kewajiban memberikan rehabilitasi, maka dalam waktu 3 hari, salinan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hokum tetap dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dan juga pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang akan melaksanakan rehabilitasi tersebut dalam waktu 3 hari setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan hokum tetap. Rehibilitasi ini diberikan dengan tujuan untuk memulihkan hak penggugat dalam kemampuan, harkat dan martabatnya sebagai Pegawai Negeri seperti semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar