STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Rabu, 21 Desember 2011

FANATISME ETNIS (Tafsir Al-Quran Surat Al-Baqarah [2]: 91-93)

Dr. Aam Amiruddin, M.Si

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Berimanlah kepada Al-Quran yang diturunkan Allah,’ mereka berkata, ‘Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.’ dan mereka kafir kepada Al-Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al-Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, ‘Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?’
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), ‘Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!’ mereka menjawab, ‘Kami mendengar tetapi tidak mentaati.’ dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, ‘Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).’”
(QS. Al-Baqarah [2]: 91-93)

***

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Berimanlah kepada Al-Quran yang diturunkan Allah,’ mereka berkata, ‘Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.’ dan mereka kafir kepada Al-Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al-Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, ‘Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?’” (QS. Al-Baqarah [2]: 91)


Dhahir-nya ayat ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi dengan tujuan agar mereka menyadari betul apa yang telah mereka ketahui dalam kitab yang diturunkan kepada mereka. Bahkan, pengetahuan mereka akan kedatangan nabi terakhir, ciri-ciri fisik dari nabi tersebut, dan kemestian beriman kepada nabi terakhir sama seperti pengetahuan mereka kepada anak-anak mereka, sebegaimana dimuat dalam ayat berikut ini.

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 146)

Namun, egoisme kesukuan yang menghiasi hawa nafsu telah mengubah pandangan nurani yang sebenarnya. Kebenaran dibelokkan menjadi sebuah kesombongan. Karena Muhammad datang bukan dari kalangan mereka, kerasulannya pun ditolak mentah-mentah. Ketika mereka diingatkan kembali untuk mengimani dan mengakui Muhammad sebagai Rasul terakhir, mereka menyatakan bahwa mereka hanya akan berpegang teguh pada kitab Taurat. Padahal di kitab Taurat itu sendiri disebutkan secara gamblang akan datangnya Nabi Muhammad Saw. Sungguh sebuah kebohongan yang nyata dan hujjah yang sangat lemah.

Al-Quran yang dibawa nabi Muhammad sendiri merupakan pembenar dan penguat akan kebenaran Taurat yang sama-sama sebagai wahyu Allah. Al-Quran merupakan bukti nyata akan keharusan para pengikut Taurat untuk kemudian mengalihkan keyakinan berikutnya kepada Al-Quran.

Bukti kebohongan Kaum Yahudi yang nyata diperlihatkan dalam perilaku busuk sebagaimana disindir dalam ayat tadi, “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?” Dengan kata lain, jika kalian tidak beriman kepada Muhammad, karena bukan dari etnis kalian, mengapa para nabi yang berasal dari etnis kalian, selalu kalian dustakan dan kalian bunuh? Nyatalah bahwa mereka hanyalah penentang kebenaran baik yang tertulis di kitab Taurat,ataupun dalam kitab Al-Quran.

Pada dasarnya, yang datang dari kitab langit, muaranya satu yaitu Allah. Meski kitab selain Al-Quran terdapat kekhususan untuk kaum atau etnis tertentu, perbedaan pun hanya seputar syariah yang merujuk pada sosial budaya saat itu. Namun, secara keseluruhan, kitab-kitab wahyu yang ada merupakan mata rantai yang satu menguatkan yang lain. Semuanya berjalan seiring dan seirama. Ibarat buku-buku pelajaran yang ada di dunia pendidikan. Tentu saja, buku sebuah disiplin ilmu tingkat universitas ada kesesuaian dengan buku-buku pelajaran di tingkat bawah. Hanya saja buku yang digunakan di universitas lebih tinggi dan sempurna, menyempurnakan buku-buku tingkat sebelumnya.

Ada satu hal yang menggelitik dari ayat ini, Allah mempertanyakan kaum Yahudi di masa Nabi Muhammad Saw. yang menolak mengakui beliau sebagai nabi terakhir hanya karena beda etnis, dengan bukti pelanggaran yang biasa dilakukan, yaitu membunuh para nabi. Padahal, para nabi itu berasal dari kalangan mereka. Pelanggaran itu sebenarnya tidak dilakukan oleh Kaum Yahudi yang ada di zaman Nabi Muhammad Saw. Ini sebagai bukti bahwa sebenarnya identitas dan karakter suatu kaum sangat kuat berada pada satu garis warisan budaya. Dengan ayat ini, umat Islam diharapkan dapat menghindarkan karakteristik generasi pewaris budaya yang buruk.

Dari ayat tersebut terdapat lima pelajaran yang bisa kita petik, antara lain sebagai berikut.
Fanatisme etnis dapat menyebabkan buta akan kebenaran.
Risalah Nabi Muhammad Saw. berlaku untuk seluruh umat manusia.
Tolok ukur keimanan pada kebenaran agama bukan pada etnis.
Tiada keraguan akan kebenaran isi Al-Quran.
Hujjah di atas egoisme sangatlah lemah.

“Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 92)

Jika benar penolakan mereka akan kedatangan Nabi Muhammad Saw. karena perbedaan etnis dan suku, dengan ayat ini Allah menyindir mereka bahwa jika benar alasannya demi Taurat, lantas mengapa kemudian mereka berbuat nista dengan membuat aliran agama sendiri, yaitu menyembah sapi.

Nabi Musa a.s. berasal dari golongan mereka dan sengaja diutus Allah dengan membawa sederet bukti-bukti berupa ayat-ayat yang jelas dengan konsep mendasar tentang ketauhidan (la ilaha illallah) dengan dilengkapi sejumlah mukjizat yang jelas bagi mereka. Namun kemudian mereka ingkari dengan memanfaatkan kepergian Nabi Musa a.s. ke Gunung Thur. Dengan demikian, pada dasarnya, selain menzalimi diri sendiri, mereka juga menzalimi pemimpin mereka. Dalam ayat lain Allah berfirman,

“Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 148)

Para mufassirin berpendapat bahwa patung itu tetap patung tidak bernyawa dan suara yang seperti lembu itu hanyalah disebabkan oleh angin yang masuk ke dalam rongga patung itu dengan teknik yang dikenal oleh Samiri waktu itu dan sebagian mufassirin ada yang menafsirkan bahwa patung yang dibuat dari emas itu kemudian menjadi tubuh yang bernyawa dan mempunyai suara lembu.

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), ‘Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!’ mereka menjawab, ‘Kami mendengar tetapi tidak mentaati.’ Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, ‘Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).’” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 93)

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, alasan kaum Yahudi tidak mengimani Nabi Muhammad Saw. ialah karena nabi ini bukan dari Bani Israel. Sedangkan mereka hanya beriman kepada nabi dari etnis mereka dan hanya mau menjalankan ajaran-ajaran kitab Nabi Musa, yaitu Taurat. Akan tetapi, pada ayat-ayat sebelumnya, Al-Quran telah menerangkan beberapa contoh untuk membuktikan bahwa mereka bukan hanya tidak beriman kepada nabi mereka, yaitu Musa, tetapi juga menolak kitab Taurat dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kitab mereka.

Ayat ini juga mengingatkan salah satu dari contoh-contoh tersebut. Di Gunung Thur, Allah Swt. telah mengambil janji kepada Bani Israel dalam sebuah masalah dan meminta mereka untuk konsisten mengerjakannya. Namun, walaupun mereka mendengarkannya tetapi mengingkarinya. Hal itu terjadi karena syirik dan cinta dunia, contohnya kecintaan kepada anak sapi emas buatan Samiri, telah memasuki hati mereka; sehingga tidak ada tempat lagi untuk berpikir dan beriman. Yang mengherankan adalah walaupun mereka telah mengingkari semua janji mereka, tetapi mereka masih mengaku beriman.

Dalam membantah pengakuan mereka itu, Al-Quran memaparkan sebuah pertanyaan kepada mereka sebagai berikut, apakah iman kalian itu menginstruksikan supaya kalian melanggar perjanjian Allah? Kalian menyembah anak sapi dan kalian membunuh nabi-nabi ilahi, jika demikian, berarti iman kalian memberi perintah-perintah buruk kepada kalian. Wallahu a’lam

2 komentar:

  1. ass. mas gimana tu tulisan-tulisannya baik dan menarik namun diantara foto yang dipasang bukan foto penulisnya. apakah sudah izin dengan yang menulis, karena akan berdampak tidak baik baik lembaga anda. saya kenal betul Dr Aam Amiruddin, M.Si. wassalam

    BalasHapus
  2. wasa'alaikum salam... tulisan ini copas dari tulisan pak Dr. Aam Amirudin, M.Si. yg sudah dipublikasi majalah PI.... kedua orang dalam poto itu memang bukan poto pak aam dan bukan poto penulisnya.. itu hanyalah galeri foto lembaga saja bukan penulisnya... makanya disebutkan nama pak aam disitu.. kedua orangnya tersebut beda-beda namanya lho.. hehe, afwan yaa... semuga mengerti dan memaklumi...

    BalasHapus