STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Kamis, 08 Desember 2011

Pengertian Hukum Negara

Hukum Negara - Kembangan konsep hukum negara merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian hukum negara itu terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep hukum negara, perlu terlebih dahulu diketahui gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum, yang mendorong lahir dan berkembangnya konsepsi negara hukum ( S.F. Marbun, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, (urnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol 4 – 1997) hlm. 9). 
Selain itu Pemikiran tentang Negara Hukum sebenarnya sudah sangat tua, jauh lebih tua dari dari usia Ilmu Negara ataupun Ilmu Kenegaraan itu sendiri.(Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, (Yogyakarta: H UII Press, 2001) hlm.25.)   dan pemikiran tentang Negara Hukum merupakan gagasan modern yang multi-perspektif dan selalu aktual. Hukum Negara
Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai Negara Hukum sudah berkembang semenjak 1800 s.M ( A. Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Elsam, 2004), hlm. 48.). Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran Negara Hukum adalah pada masa Yunani kuno. Menurut Jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum ( Lihat J.J. von Schmid, Pemikiran Tentang Negara dan Hukum, Pembangunan, (akarta, 1988) hlm. 7.) .

Pada masa Yunani kuno pemikiran tentang hukum negara dikembangkan oleh para filusuf besar Yunani Kuno seperti Plato (429-347 s.M) dan Aristoteles (384-322 s.M). Dalam bukunya Politikos yang dihasilkan dalam penghujung hidupnya, Plato (429-347 s.M) menguraikan bentuk-bentuk pemerintahan yang mungkin dijalankan. Pada dasarnya, ada dua macam pemerintahan yang dapat diselenggarakan; pemerintahan yang dibentuk melalui jalan hukum, dan pemerintahan yang terbentuk tidak melalui jalan hukum (http://wahy.multiply.com/journal/item/5)
Aristoteles (384-322 s.M) yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja ( Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (PSHTN FH UI dan Sinar Bakti, 1988), hlm. 153)

Di Indonesia istilah negara hukum, sering diterjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtstaats mulai populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja ( Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia; Sebuah Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, (Surabaya : Bina Ilmu, 1972), hlm. 72)

b.    Unsur-unsur Rechtstaats dalam arti klasik-
Ada empat unsur unsur rechtstaats dalam arti klasik, yaitu : (http://wahy.multiply.com., Ibid., )
  1. Hak-hak asasi manusia;
  2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica);
  3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur);
  4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Paul Scholten, salah seorang jurist (ahli hukum) yang terbesar dalam abad ke dua puluh di Nederland, menulis karangan tentang Negara Hukum (Over den Rechtsstaats, 1935, lihat Verzamelde Gessriften deel I, hlm. 382-394). Paul Scholten menyebut dua ciri dari pada Negara Hukum, yang kemudian diuraikan secara meluas dan kritis. Ciri yang utama dari pada Negara Hukum ialah : “er is recht tegenover den staat”, artinya kawula negara itu mempunyai hak terhadap negara, individu mempunyai hak terhadap masyarakat. Asas ini sebenarnya meliputi dua segi :
  1. Manusia itu mempunyai suasana tersendiri, yang pada asasnya terletak diluar wewenang negara
  2. Pembatasan suasana manusia itu hanya dapat dilakukan dengan ketentuan undang-undang, dengan peraturan umum.
Dalam bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution, Albert Venn Dicey mengetengahkan tiga arti (three meaning) dari the rule of law : 
  • Pertama, supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, preogratif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah; 
  • Kedua persamaan dihadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama tidak ada peradilan administrasi negara; 
  • Ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan Parlemen sedemikian diperluas hingga membatasi posisi Crown dan pejabat-pejabatnya. (Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar