STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Minggu, 26 Juni 2011

ALTERNATIF PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Muhibbin Syah
(Pengajar di UIN Bandung)
Berkat kekuatan karakter, pada zaman PD ke-1 dulu bangsa Rusia mampu bertahan dan akhirnya menang melawan kekuatan Napoleon Bonaparte yang waktu itu sangat perkasa. Selanjutnya, bangsa ini terus berkembang dan mencapai sukses besar dalam bidang ekonomi, sains dan teknologi. Selain itu, bangsa Jepang yang pada PD ke-2 diluluh-lantakkan oleh tentara sekutu di bawah komando Amerika Serikat dapat bangkit dan berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lainnya. Bahkan, sejak tahun 1960-an bangsa ini telah membuat bangsa-bangsa lain termasuk bangsa-bangsa Eropa, Amerika dan Australia terheran-heran menyaksikan kemakmuran ekonomi, sains, dan teknologinya.

Bagaimana halnya dengan bangsa kita? Bangsa Indonesia dalam banyak hal kelihatan sebagai bangsa yang memiliki karakter kuat sebagaimana yang kita saksikan pada masa-masa jauh sebelum kemerdekaan dan juga pada masa-masa tatkala mencapai dan mempertahankan kemerdekaaan dari penjajahan Belanda. Namun beberapa dasa warsa terakhir ini, karakter bangsa Indonesia tampaknya tidak setangguh dulu lagi. Bahkan, karakter bangsa kita akhir-akhir ini terkesan rapuh, sehingga Indonesia dapat dikategorikan sebagai soft state (negara lembek). Banyak anggota masyarakat Indonesia, termasuk yang terpelajar, yang  berjiwa labil dan emosional. Mereka juga terkesan malas, tidak berdisiplin, dan tidak kreatif. Oleh karenanya, hasil karya (produk dan jasa) mereka pun tidak kompetitif  dalam arti tidak mampu memenangkan persaingan yang menguntungkan dalam jangka panjang. Di kalangan kaum terpelajar, kelemahan karakter bangsa ini berdampak buruk dan luas antara lain meruyaknya kejahatan korupsi di kalangan oknum pejabat, oknum aparat dan oknum wakil rakyat.


Karakter itu apa?
Kosa kata karakter berasal dari bahasa Latin yang telah diserap ke dalam bahasa Inggris, character. Dalam bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan/tabiat/watak. Sementara itu, dalam kamus Arab-Inggris “Al-Mawrid” (Ba’albaki (2007:168) character diartikan sebagai صفة,  طباعة(tabiat dan/atau sifat). Selanjutnya, secara lebih luas “Qamus al-Tarbiyah” (al-Khuli, 1981:61) character dimaknai dengan: مَجْمُوْعَةُ سِمَات الشَّخْصِ الَّتِيْ تَتَمَيَّزُ بِالدَّيْمُوْمَةِ مِثْلُ اْلأَخْلاَق (kesatuan ciri-ciri pribadi seseorang yang melekat selamanya, seperti akhlak).
Dalam kajian psikologi, character berarti the aggregate or combination of psychological traits that distinguish a person from others (Colman, 2009: 125) yakni gabungan segala sifat kejiwaan yang membedakan seseorang dengan lainnya. Selain itu, secara psikologis karakter juga dapat dipandang sebagai kesatuan seluruh ciri/sifat yg menunjukkan hakikat seseorang. Karakter diyakini membuat  manusia melakukan sesuatu secara otomatis (instintive). Orang yang berkarakter amanah misalnya, secara instintive akan berusaha keras menyerahkan barang yang ia temukan kepada pemiliknya karena barang tersebut bukan kepunyaannya.
Samakah Karakter dengan Akhlak?
Karakter tidak berkaitan dengan ketaatan beragama seseorang dalam arti orang yang tidak taat beragama pun bisa memiliki karakter yang kuat. Sementara itu, akhlak merupakan buah iman dan ibadah karena dalam setiap kewajiban agama terkandung pendidikan akhlak yang sekaligus merupakan pengembangan sifat atau tabiat alias karakter orang tersebut. Dalam ibadah puasa misalnya, terkandung pendidikan ketangguhan karakter orang yang seharusnya mendorong orang tersebut bersikap dan berperilaku baik sesuai dengan tuntunan agama.
Secara psikologis, karakter dapat diasumsikan berkembang sejalan dengan tahap-tahap perkembangan manusia dalam rangka mengganti naluri/insting (instinct) rendah yang cenderung bersifat hewani. Karakter bersama-sama akhlak berkembang seiring dengan perkembangan psiko-fisik manusia dan pengalaman pendidikan yang diperolehnya. Alhasil, bagi orang yang beragama sebenarnya ketangguhan karakter itu dapat berarti kemuliaan akhlak yang bergantung pada pengalaman pendidikan dan hidup orang tersebut. Namun, kenapa ada orang berkarakter buruk/jahat? Jawabnya, boleh jadi ia tidak mendapat pendidikan yang baik dan lebih sering berinteraksi dengan lingkungan yang buruk.
Upaya Pendidikan Karakter melalui Pendidikan Akhlak
Pendidikan karakter pada dasarnya berorientasi pada kepentingan berbangsa dan bernegara menurut falsafah dan tradisi sebuah bangsa di sebuah negara yang sangat mungkin berbeda dengan bangsa dan negara lainnya. Ada sejumlah butir karakter yang bersifat universal yang semestinya diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan seperti: kedisiplinan, kejujuran, dan keadilan. Namun, dalam ajaran akhlak masih banyak butir-butir karakter lainnya yang penting dan dapat menopang terlaksananya karakter disiplin, amanah dan adil tersebut yakni:  ikhlas, berpikir positif (husnu zan), dan sebagainya.  Oleh karenanya, apabila materi akhlak diorganisasikan sedemikian rupa yakni meliputi semua unsur  akhlak mulia dan indikator-indikatornya, lalu disertai dengan modelling (peneladanan), imitation (peniruan), dan conditioning (pembiasaan) baik melalui pembelajaran kurikuler maupun ekstra-kurikuler, maka hampir dapat dipastikan sama artinya dengan pendidikan karakter.
Simpulan
Pertama, martabat dan kejayaan sebuah bangsa banyak bergantung pada tingkat  kebaikan dan ketangguhan karakter bangsa tersebut. Kedua, pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan karakter yang diimplementasikan dalam bentuk intensifikasi pendidikan akhlak di madrasah dan sekolah. Dalam hal ini, materi akhlak harus mencakup seluruh poin/butir akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah/ akhlaq karimah) lalu diikuti dengan peneladanan guru dan orangtua yang disertai peniruan dan pembiasaan siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar