Sejak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu Thalib serta Muawiyah yang masing-masing ingin memegang jabatan khalifah, maka umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu syiah. khawarij, dan jumhur.
Masing-masing kelompok mengaku berada dalam pihak yang benar dan menuduh pihak lainnya salah. Untuk membela pendirian masing-masing, maka mereka membuat hadis-hadis palsu. Mulai saat itulah timbulnya riwayat-riwayat hadis palsu.
Orang-orang yang mula-mula membuat hadis palsu adalah dari golongan Syiah kemudian golongan khawarij dan jumhur, Tempat mula berkembangnya hadis palsu adalah daerah Irak tempat kamu syiah berpusat pada waktu itu.
Pada abad kedua, pemalsuan hadis bertambah luas dengan munculnya propaganda- propaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan, muncul pula dari pihak Muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadis untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi.
Selain itu, muncul juga golongan Zindiq, tukang kisah yang berupaya untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkannya dengan membuat kisah-kisah palsu.
Menurut Imam Malik ada empat jenis orang yang hadisnya tidak boleh diambil darinya:
Masing-masing kelompok mengaku berada dalam pihak yang benar dan menuduh pihak lainnya salah. Untuk membela pendirian masing-masing, maka mereka membuat hadis-hadis palsu. Mulai saat itulah timbulnya riwayat-riwayat hadis palsu.
Orang-orang yang mula-mula membuat hadis palsu adalah dari golongan Syiah kemudian golongan khawarij dan jumhur, Tempat mula berkembangnya hadis palsu adalah daerah Irak tempat kamu syiah berpusat pada waktu itu.
Pada abad kedua, pemalsuan hadis bertambah luas dengan munculnya propaganda- propaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan, muncul pula dari pihak Muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadis untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi.
Selain itu, muncul juga golongan Zindiq, tukang kisah yang berupaya untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkannya dengan membuat kisah-kisah palsu.
Menurut Imam Malik ada empat jenis orang yang hadisnya tidak boleh diambil darinya:
- Orang yang kurang akal.
- Orang yang mengikuti hawa nafsunya yang mengajak masyarakat untuk mengikuti hawa nafsunya.
- Orang yang berdusta dalam pembicaraannya walaupun dia tidak berdusta kepada Rasul.
- Orang yang tampaknya saleh dan beribadah apabila orang itu tidak mengetahui nilai-nilai hadis yang diriwayatkannya.
Untuk itu, kemudian sebagian ulama mempelajari dan meneliti keadaan perawi-perawi hadis yang dalam masa itu banyak terdapat perawi-perawi hadis yang lemah Diantara perawi-perawi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mana yang benar-benar dapat diterima periwayatannya dan mana yang tidak dapat diterima.
Selain itu juga diusahakan pemberantasan terhadap hadis-hadis palsu oleh para ulama, yaitu dengan cara menunjukan nama-nama dari oknum-oknum/ golongan-golongan yang memalsukan hais berikut hadis-hadis yang dibuatnya supaya umat islam tidak terpengaruh dan tersesat oleh perbuatan mereka.
Untuk itu, para ulama menyusun kitab-kitab yang secara khusus menerangkan hadis-hadis palsu tersebut, yaitu antara lain :
- Kitab oleh Muhammad bin Thahir Ak-Maqdizi(w. tahun 507 H)
- Kitab oleh Al-Hasan bin Ibrahim Al-Hamdani
- Kitab oleh Ibnul Jauzi (w. tahun 597 H)
Di samping itu para ulama hadis membuat kaidah-kaidah atau patokan-patokan serta menetapkan ciri-ciri kongkret yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadis itu palsu. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hadis itu palsu antara lain:
- Susunan hadis itu baik lafaz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW., seperti hadis:
Artinya:
“Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku. ”
“Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku. ”
- Isi maksud hadis tersebut bertentangan dengan akal, seperti hadis:
Artinya:
“Buah terong itu menyembuhkan. Segala macam penyakit. ”
“Buah terong itu menyembuhkan. Segala macam penyakit. ”
- Isi/maksud itu bertentangan dengan nas Al-Quran dan atau hadis mutawatir, seperti hadis:
Artinya:
“Anak zina itu tidak akan masuk surga. ”
“Anak zina itu tidak akan masuk surga. ”
- Hadis tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT. :
Artinya:
“Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. ” (QS. Fatir: 18)
“Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. ” (QS. Fatir: 18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar