Ulama tidak hanya menggunakan satu cara dalam membahas ushul fiqh. Ada ulama yang membahasnya dengan menetapkan kaidah ushul, fokus membahas dalil dan tidak melebar pada perdebatan imam mujtahid tantang kaidah cabang fiqh. Fokus analisis itu bertujuan untuk meletakkan kaidah ushul fiqh sesuai dengan yang ditunjukkan dalil, menjadikannya sebagai ukuran pengambilan dalil (istidlal), dan menjadi pengadil atas ijtihad para mujtahid, bukan menjadi pelayan masalah cabang dalam sebuah madzhab. Cara tersebut adalah cara yang digunakan madzhab Mutakallimin, Mu’tazilah, Syafi’iyah, Malikiyah, dan diikuti oleh madzhab Ja’fariyah dalam pembukuan ilmu ushul fiqh mereka pertama kali, sekalipun setelah itu Ja’fariyah mencampurnya dengan cara lain, yakni meletakkan kaidah ushul untuk menjelaskan masalah cabang (furu’) dalam madzhabnya.
Keistimewaan cara yang ditempuh oleh Mutakallimin adalah mengakomodasi akal dalam pengambilan dalil, tidak mempersulit madzhab dan sedikit menyebutkan cabang fiqh, sekalipun ada, hal itu hanya untuk menjelaskan contoh.
Cara lain yang ditempuh ulama adalah dengan meletakkan kaidah ushul berdasarkan cabang-cabang fiqh dari imam madzhab. Mereka meletakkan kaidah dengan keyakinan bahwa para imam madzhab itu (secara tidak langsung) telah menggunakan kaidah yang mereka letakkan itu dalam ijtihad dan istinbath mereka dalam mencetuskan hukum fiqh (cabang). Ulama madzhab Hanafiyah dikenal menempuh cara ini, sehingga cara ini kemudian disebut dengan cara Madzhab Hanafiyah.
Keistimewaan cara ini terletak pada praktisnya. Ini adalah studi praktis terapan cabang fiqh dari imam madzhab dan usaha meletakkan aturan, kaidah, dan ketentuan ushul yang digunakan oleh para imam madzhab dalam mencetuskan hukum. Dengan demikian, kaidah yang ditetapkan dengan cara ini berfungsi melayani permasalahan cabang dalam madzhab dan menjadi penopang imam madzhab hanafiyah dalam berijtihad. Cara ini lebih cocok diterapkan pada cabang dan lebih menyentuh pada fiqh sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Kholdun.
Selain dua cara di atas, ada cara ketiga yang ditempuh ulama, yakni menggabungkan dan mengambil keunggulan-keunggulan dari dua cara di atas (mutakallimin dan hanafiyah). Caranya, selain dengan meletakkan kaidah yang murni bersandar pada dalil untuk dijadikan ukuran pencetusan hukum dan mengadili pendapat dan ijtihad, juga dengan meneliti permasalahan cabang-cabang fiqh dari para imam, menjelaskan asal dari cabang-cabang itu, menerapkan kaidah pada cabang, menghubungkan dan menjadikannya pelayan untuk cabang-cabang itu. Cara ini ditempuh oleh banyak madzhab, yakni Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah, Ja’fariyah dan Hanafiyah.
Kitab-kitab yang ditulis dengan cara yang ditempuh madzhab Mutakallimin, di antaranya: Al-Burhan (Imam Al Haramain Abdul Malik bin Abdullah al Juwaini as Syafi’i [w. 413 H]), Al-Mustasyfa (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali as Syafi’i [w. 505 H]), Al-Mu’tamad (Abu al Husain Muhammad bin Ali al Basyri al Mu’tazili [w. 413 H]).
Ketiga kitab di atas telah diringkas oleh Fakhruddin ar Razi as Syafi’i (w. 606 H). Diringkas pula dan ditambah oleh Imam Saifuddin al Amidi as Syafi’i (w. 631 H) dalam kitabnya: Al Ihkam fi Ushul al Ahkam.
Kitab-kitab yang ditulis dengan cara yang ditempuh madzhab Hanafiyah di antaranya: Al Ushul (Abu Bakar Ahmad bin Ali yang populer dengan Al Jashosh [w. 380 H]), Al Ushul (Abu Zaid Abdullah bin Umar ad Dabbusi [w. 430 H]), Al Ushul (fakhrul islam Ali bin Muhammad al Bazdawi [w. 482 H]) dan syarahnya, Kasyf al Asrar (Abdul Aziz bin Ahmad al Bukhari [w. 730 H]).
Kitab-kitab yang ditulis dengan cara menggabungkan dua cara madzhab Mutakallimin dan Hanafiyah, di antaranya: Badi’ an Nidham yang menggabungkan kitab Al Bazdawi dan Al Ihkam (Imam Mudhfiruddin Ahmad bin Ali as Sa’ati al Hanafi [w. 649 H]), At Tanqih dan syarahnya, At Taudlih (shadrus syari’ah Abdullah bin Mas’ud al Hanafi [w. 747 H]), Syarh at Taudlih (Syaikh Sa’duddin Mas’ud Ibnu Umar at Taftazani as Syafi’i [w. 792 H]), Jam’u al Jawami’ (Tajuddin Abdul Wahhab bin Ali as Subki as Syafi’i [w. 771 H]), At Tahrir (Ibnu al Hamam al Hanafi [w. 861 H]) dan syarah-nya, At Taqrir wa at Tahbir (Muhammad Ibnu Muhammad Amirulhajj al Halabi, murid penulis At Tahrir [w. 879 H]), Muslam ats Tsubut (Muhibbullah Ibnu Abdusyakur [w. 1119 H]) dan syarah-nya yang ditulis oleh Abdul Ali Muhammad bin Nidhamuddin al Anshari.
Kitab-kitab ushul dari Madzhab Ja’fariyah: Adz Dzari’ah fi Ushul as Syaria’ah (Sayyid Syarif Al Murtadlo [w. 336 H]), ‘Iddatul Ushul (Syaikh Abu Ja’far Muhammad bin Husain bin Ali at Thusi [w. 460 H]).
Di antara kitab ulama kontemporer madzhab Ja’fariyah: Al Qawanin (Abu al Hasan al Jailani) selesai ditulis pada tahun 1205 H, Al ‘Anawin (Syaikh Muhammad Mahdi al Kholishi al Kadhimi) selesai ditulis pada tahun 1341 H.
Cara lain yang ditempuh ulama adalah dengan meletakkan kaidah ushul berdasarkan cabang-cabang fiqh dari imam madzhab. Mereka meletakkan kaidah dengan keyakinan bahwa para imam madzhab itu (secara tidak langsung) telah menggunakan kaidah yang mereka letakkan itu dalam ijtihad dan istinbath mereka dalam mencetuskan hukum fiqh (cabang). Ulama madzhab Hanafiyah dikenal menempuh cara ini, sehingga cara ini kemudian disebut dengan cara Madzhab Hanafiyah.
Keistimewaan cara ini terletak pada praktisnya. Ini adalah studi praktis terapan cabang fiqh dari imam madzhab dan usaha meletakkan aturan, kaidah, dan ketentuan ushul yang digunakan oleh para imam madzhab dalam mencetuskan hukum. Dengan demikian, kaidah yang ditetapkan dengan cara ini berfungsi melayani permasalahan cabang dalam madzhab dan menjadi penopang imam madzhab hanafiyah dalam berijtihad. Cara ini lebih cocok diterapkan pada cabang dan lebih menyentuh pada fiqh sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Kholdun.
Selain dua cara di atas, ada cara ketiga yang ditempuh ulama, yakni menggabungkan dan mengambil keunggulan-keunggulan dari dua cara di atas (mutakallimin dan hanafiyah). Caranya, selain dengan meletakkan kaidah yang murni bersandar pada dalil untuk dijadikan ukuran pencetusan hukum dan mengadili pendapat dan ijtihad, juga dengan meneliti permasalahan cabang-cabang fiqh dari para imam, menjelaskan asal dari cabang-cabang itu, menerapkan kaidah pada cabang, menghubungkan dan menjadikannya pelayan untuk cabang-cabang itu. Cara ini ditempuh oleh banyak madzhab, yakni Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah, Ja’fariyah dan Hanafiyah.
Kitab-kitab yang ditulis dengan cara yang ditempuh madzhab Mutakallimin, di antaranya: Al-Burhan (Imam Al Haramain Abdul Malik bin Abdullah al Juwaini as Syafi’i [w. 413 H]), Al-Mustasyfa (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali as Syafi’i [w. 505 H]), Al-Mu’tamad (Abu al Husain Muhammad bin Ali al Basyri al Mu’tazili [w. 413 H]).
Ketiga kitab di atas telah diringkas oleh Fakhruddin ar Razi as Syafi’i (w. 606 H). Diringkas pula dan ditambah oleh Imam Saifuddin al Amidi as Syafi’i (w. 631 H) dalam kitabnya: Al Ihkam fi Ushul al Ahkam.
Kitab-kitab yang ditulis dengan cara yang ditempuh madzhab Hanafiyah di antaranya: Al Ushul (Abu Bakar Ahmad bin Ali yang populer dengan Al Jashosh [w. 380 H]), Al Ushul (Abu Zaid Abdullah bin Umar ad Dabbusi [w. 430 H]), Al Ushul (fakhrul islam Ali bin Muhammad al Bazdawi [w. 482 H]) dan syarahnya, Kasyf al Asrar (Abdul Aziz bin Ahmad al Bukhari [w. 730 H]).
Kitab-kitab yang ditulis dengan cara menggabungkan dua cara madzhab Mutakallimin dan Hanafiyah, di antaranya: Badi’ an Nidham yang menggabungkan kitab Al Bazdawi dan Al Ihkam (Imam Mudhfiruddin Ahmad bin Ali as Sa’ati al Hanafi [w. 649 H]), At Tanqih dan syarahnya, At Taudlih (shadrus syari’ah Abdullah bin Mas’ud al Hanafi [w. 747 H]), Syarh at Taudlih (Syaikh Sa’duddin Mas’ud Ibnu Umar at Taftazani as Syafi’i [w. 792 H]), Jam’u al Jawami’ (Tajuddin Abdul Wahhab bin Ali as Subki as Syafi’i [w. 771 H]), At Tahrir (Ibnu al Hamam al Hanafi [w. 861 H]) dan syarah-nya, At Taqrir wa at Tahbir (Muhammad Ibnu Muhammad Amirulhajj al Halabi, murid penulis At Tahrir [w. 879 H]), Muslam ats Tsubut (Muhibbullah Ibnu Abdusyakur [w. 1119 H]) dan syarah-nya yang ditulis oleh Abdul Ali Muhammad bin Nidhamuddin al Anshari.
Kitab-kitab ushul dari Madzhab Ja’fariyah: Adz Dzari’ah fi Ushul as Syaria’ah (Sayyid Syarif Al Murtadlo [w. 336 H]), ‘Iddatul Ushul (Syaikh Abu Ja’far Muhammad bin Husain bin Ali at Thusi [w. 460 H]).
Di antara kitab ulama kontemporer madzhab Ja’fariyah: Al Qawanin (Abu al Hasan al Jailani) selesai ditulis pada tahun 1205 H, Al ‘Anawin (Syaikh Muhammad Mahdi al Kholishi al Kadhimi) selesai ditulis pada tahun 1341 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar