STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 02 Maret 2012

Filsafat Modern Renaissance dan Aufklarung

A. PENDAHULUAN
Runtuhnya kebudayaan Abad pertengahan di susul oleh periode pertentangan pemisahan dan perubahan-perubahan mendalam dalam bidang politik, ekonomi dan agama. Periode Renaissance, Reformasi dan Rasionalisasi merupakan peralihan ke arah dan juga permulaan zaman modern. Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak pemikirannya: antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal piker dan pengalaman.
Di atas telah di kemukakan bahwa munculnya Renaissance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern. Di mana para ahli (filosof) menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama. Dan pemikiran filsafat masa modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi secara modern, serta membuka sistematika yang sifatnya logis-ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
Dan ketiga aliran di ataslah yang memberikan wajah baru pada kebudayaan Eropa Barat, yang lain dari kebudayaan Abad Pertengahan. Perubahan ini merupakan proses selama beberapa abad dan sangat lambat,sehingga para ahli sejarah masih belum sependapat, dimana akan menempatkan batas antara berbagai periode itu.
Dalam abad XIX pemisahan antara Abad Pertengahan dan Zaman Baru masih sangat jelas dan tajam. Renaissance , Reformasi, jatuhnya Konstatinopel, penemuan-penemuan geografis, penemuan seni cetak buku semua terjadi dalam pertengahan abad XV dan dasawarsa pertama abad XVI. Tetapi dengan dilontarkannya masalah pengertian “Renaissance” oleh sementara orang untuk dikembalikan jauh ke masa Abad Pertengahan, bahkan sampai masa Karel Agung dan lebih awal lagi, maka masalah batas-batas orang yang tidak senang membicarakan Abad Pertengahan dan Zaman Modern, tetapi lebih senang berbicara tentang Kebudayaan Abad Pertengahan dan Kebudayaan Modern, yang dalam makalah ini akan nampak jelas perbedaan dan selisih-selisihnya.








B. PEMBAHASAN
1. RENAISSANCE
Renaissance adalah istilah dari bahasa Prancis. Dalam bahasa Lain, re + nasci berarti lahir kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia, sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang sejarawan terkenal, Michelet, dan dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan (Runes:270). Karya filsafat pada abad ini sering disebut filsafat renaissance (Runes:271).
Selama abad ke-14 dan ke-15 di Italia muncul keinginan yang kuat akan penemuan-penemuan baru dalam seni dan sastra. Mereka telah melihat pada periode pertama bahwa kemajuan itu telah terjadi. Ketika itu dunia Barat telah biasa membagi tahapan sejarah pemikiran menjadi tiga periode,yaitu ancient, medieval, dan modern. Pada Zaman Ancient atau Zaman Kuno itu melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi. Kondisi itulah yang hendak dihidupkan .
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah peradaban. Voltaire, orang yang membagi sejarah peradaban, menganggap Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke 19, Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra. Menurut jules Michelet, sejarahwan prancis terkenal yang telah disebut di atas, Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia. Dialah yang mula-mula menyatakan bahwa Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan peradaban yang merupakan permulaan kebangkitan dunia modern. Sejarahwan ini diikuti oleh Jakob Burckhard yang menginterprestasikan Renaissance sebagai periode sejak Dante sampai Michelangelo di Italia, yang merupakan kelahiran spirit modern dalam transformasi idea dan lembaga-lembaga. Pendirian burckhadt ini kelak di kenang oleh orang-orang yang mempelajari abad pertengahan. Mereka meragukan peletakan tahun yang di kemukakan oleh Burckhardt itu (lihat Encyclopedia Amarican, 23:368).dari berbagai perdebatan tentang renaissance, yang dapat diambil ialah bahwa renaissance ialah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Perkembangan itu terutama sekali dalam bidang seni lukis dan sastra. Akan tetapi, di antara perkembangan itu terjadi juga perkembangan dalam bidang filsafat. Renaissance telah menyebabkan manusia mengenali kembali dirinya, menemukan dunianya. Akibat dari sini ialah muncul penelitian-penelitian empiris yang lebih giat.
Berkembangnya penelitian empiris merupakan salah satu ciri Renaisance. Oleh karena itu, ciri selanjuttnya adalah munculnya sains. Di dalam bidang-bidang filsafat, zaman Rennaisance tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Perkembangan sains ini di pacu lebih cepat setelah Descartes berhasil mengumumkan rasionalismenya. Sejak itu, dan juga telah di mulai sebelumnya, yaitu sejak permulaan Renaisance, sebenarnya individualisme dan humanism telah di canangkan. Descartes memperkuat idea-idea ini. Humanisme dan individualisme merupakan ciri Renaisance yang penting. Humenisme adalah pandangan yang tidak menenangkan orang-orang yang beragama.
Tokoh penemu bidang sains pada masa ini ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johanes Kepler (1571-1630), dari Galelio Galilei (1564-1643). Semuanya hidup pada zaman Renaisance, baik bagian tengah maupun bagian akhirnya.
Zaman ini sering juga di sebut Zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah manusia di anggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan dari gereja (kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia. Humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir, maka humanism menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunia.
Jadi, ciri utama Renaissance ialah humanism, individualism,lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), empirisme, dan rasionalisme.hasil yang diperoleh dari watak itu ialah pengetahuan rasional berkembang. Filsafat berkembang bukan pada Zaman Renaissance itu , melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern). Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisme itu. Agama (Kristen) semakin ditinggalkan, ini karena semangat humanism itu. Ini kelihatan dengan jelas kelak pada Zaman Modern. Rupanya setiap gerakan pemikiran mempunyai kecenderungan menghasilkan yang positif, tetapi sekaligus yang negatif. Apa tidak mungkin gerakan pemikiran itu hanya menimbulkan yang positif saja? Mungkin. Contohnya gerakan Muhammad yang mengajarkan Islam; gerakan Kant juga.
Jadi, Zaman Modern filsafat didahului oleh Zaman Renaissance . Sebenarnya secara esensial Zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari Zaman Modern. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes. Pada filsafatnya kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri itu antara lain ialah menghidupkan kembali rasionalisme Yunani (Renaissance), individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. Sekalipun demikian, para ahli lebih senang menyebut Descartes sebagai tokoh rasionalisme. Penggelaran yang tidak salah, tetapi bukanlah hanya Descartes yang dapat dianggap sebagai tokoh rasionalisme. Rasionalis pertama dan serius pada Zaman Modern memang Descartes.


2. AUFKLARUNG
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”, (dalam bahasa inggris “Enlightenment” dan dalam bahasa jerman “Aufklarung”). Aufklarung merupakan kelanjutan dari renaissance, kalau renaissance dipandang sebagai peremajaan pikiran, maka aufklarung menjadi masa pendewasaannya. Dalam zaman ini juga banyak muncul tokoh-tokoh filsuf, seperti di Inggris: J. Locke (1632-1704), G.Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Prancis: JJ. Russeau (1712-1778).
Umumnya tokoh-tokoh ini mendasarkan pengetahuannya pada pengalaman nyata, sehingga mengarah kepada realisme yang naïf, yang mengakui kebenaran objektif atas dasar pengalaman yang tanpa penelitian lebih lanjut. Tetapi kenyataan ini berubah ketika filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), muncul yang mencoba menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme, sehingga ia dianggap sebagai filsuf terpenting zaman modern.
Keberagaman pemikiran yang berkembang melahirkan berbagai pemahaman dan kepercayaan, masing-masing mulai membentuknya menjadi semacam paradigma yang diakui dan diterima oleh sebuah kelompok. Paradigma yang diakui inilah kemudian muncul dan menjadi semacam sekte atau aliran-aliran dalam perkembangan filsafat Barat, seperti yang akan diuraikan berikut ini.


a. Rasionalisme
Nuansa pemikiran yang berkembang dalam zaman Renaissance dan aufklarung membawa ciri khas yang berbeda. Ini terlihat melalui dua aliran besar yang menjadi titik tolak munculnya berbagai macam aliran lain dalam perkembangan pemikiran filsafat selanjutnya. Dua aliran yang di maksud adalah “ rasionalisme” dan “empirisme”, yang memperlihatkan kontradiksi yang sangat menyolok.
Secara umum, Rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas dan bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang di peroleh melalui akal yang memenuhi syarat yang di tuntut oleh sifat umum, juga oleh semua pengetahuan ilmiah.
Hampir semua ahli pikir yang muncul pada zaman ini merupakan ahli matematika, seperti Descrates, Spinoza dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun suatu sistem filsafat dengan manusia yang sedang berfikir.
Akal budi (rasio) menurut pendapat mereka merupakan alat terpenting bagi manusia untuk mengerti dunianya dan mengatur hidupnya, namun demikian, tidaklah berarti gagasan baru yang diperkenalkan renaissance berjalan mulus tanpa rintangan. Rasionalisme mendapat tanggapan dari tokoh lain yang mencoba memperlihatkan unsur rasa(hati) benih penting di bandingkan rasio.


b. Empirisme
Doktrin empirisme adalah lawan dari rasonalisme yang menganggap bahwa sumber seluruh pengetahuan harus di cari dalam pengalaman.Tokoh empirisme pada umumnya memberikan tekanan lebih besar pada pengalaman di bandingkan dengan filsuf-filsuf lain. Pengalaman indrawi menurut mereka adalah satu-satunya sumber pengetahuan, bukan akal(rasio). Akal budi sendiri tidak dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang realitas tanpa acuan pengalaman indrawi dan panca indra kita. Informasi yang di peroleh indera merupakan fundamen semua ilmu pengetahuan, sedang akal budi (rasio) mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang di peroleh dari pengalaman, metode yang di terapakan adalah metode induksi.
Aliran empirisme mengakui langkah yang telah ditanamkan Francis Bacon (1561-1626), yang memberi tekanan kepada pengalaman sebagai sumber pengenalan. Warisan ini diterima dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh terkemuka empirisme, seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan D.Hume (1711-1776).
Sasaran filsafat menurut Thomas Hobbes adalah fakta-fakta yang diamati, tujuannya mencari sebab-sebab, sedangkan alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dalam kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini diperoleh melalui perantaraan pengertian tentang ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak . Dapat dipahami bahwa tidak semua yang diamati pada benda-benda itu bersifat nyata, yang benar-benar nyata adalah gerak, sedang yang lainnya hanya nyata ada dalam perasaan si pengamat saja. Segala yang ditentukan oleh hukum kausalitas (sebab-akibat), termasuk di dalamnya kesadaran kita.
Epistimologi-empiris Hobbes mengajarkan bahwa pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena pengalaman dan pengalaman merupakan awal segala pengetahuan. Segala jenis pengetahuan diturunkan dari pengalaman, dan hanya pengalaman yang dapat memberi jaminan akan sebuah kepastian .
Sementara itu, John Locke (1632-1704), menerima keraguan sebagaimana diajarkan Descartes. Ia mencoba menggantikannya dengan generalisasi yang berlandaskan pada pengalaman (induksi). Locke menolak asal dari sumber pengetahuan, tetapi ia menerima kepastian matematis dan cara penarikan metode induksi.
Menurut John Locke, semua jenis pengetahuan lahir dari pengalaman. Hal ini menghapus kesan filsafat Plato tentang ide, sebab tidak ada ide diturunkan, juga tidak ada innatea idea seperti yang dipahami Descartes, yang ada hanyalah persetujuan umum sebagai sebuah argumen yang kuat. Sebagai sebuah konsekuensi yang hendak diperoleh John Locke dalam sistem pemikirannya, ia berusaha mempertemukan empirisme dengan rasionalisme.
Dengan lapangan ilmu pengetahuan, Locke membedakan antara pengetahuan sensation (lahiriah) dengan reflection (batiniah), keduanya saling berkaitan. Pengetahuan lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh pengetahuan batiniah. Objek-objek tampil dalam kesadaran disebabkan oleh pengalaman lahiriah yang telah diperoleh pengalaman batiniah, yang pada akhirnya manusia dapat melahirkan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan ini oleh Hobbes dijadikan sebagai sasaran utama bagi pengenalan .
Pengenalan yang dimaksud adalah pengenalan terhadap ide-ide sebagai kesan yang dimiliki oleh subjek yang mengenal. Gagasan-gagasan tunggal yang dimiliki dari pengalaman batiniah olehnya dianggap objektif, sebab dikenal dalam kesadaran sebagaimana adanya. Akan tetapi Locke menganggap semua gagasan tunggal dari pengalaman lahiriah adalah benar, sejauh gagasan itu disebabkan oleh realitas yang ada di luar diri kita serta hadir dalam kesadaran.
Implikasi dari teori pengenalannya, Locke dalam filsafat etikanya menolak adanya pengertian kesusilaan (seperti perintah tuhan yang harus ditaati supaya tidak dinilai sebagai pendosa) sebagai bawaan tabiat manusia. Baginya, kebebasan kehendak adalah hak asasi manusia dalam menentukan apa yang akan dilakukan. Hal ini semata-mata karena pandanagan dan pertimbangan rasional, bukan paksaan dari luar. Atas dasar ini pula Locke menentang bentuk pemerintahan negara Absolut dan juga menentang kekuasaan negara atas agama. Negara tidak boleh memeluk agama dan negara juga tidak berhak memerintahkan atau meniadakan dogma-dogma. Tiap warga negara bebas dalam soal keagamaan.
Terlihat bahwa Locke filsuf teistis. Memang agama Kristen merupakan agama yang paling masuk akal dibanding dengan agama-agama lain, karena dogma-dogma hakiki agama dapat dibuktikan dengan akal bahkan pengertian tentang Tuhan disusun melalui pembuktian-pembuktian, yang berpangkal pada eksistensi manusia sebagai makhluk yang berakal, bukan pada pembuktian adanya Tuhan.
Tokoh lain adalah D. Hume (1711-1776), seorang empiris yang konsisten. Dalam karya terbesarnya, Hume memperkenalkan metode eksperimental sebagai dasar menuju subjek-subjek moral dengan mengupas panjang lebar mengena emosi manusia dan prinsip-prinsip moral.
Apabila merujuk kepada era perkembangan filsafat, tokoh rasionalisme seperti Descartews dan John Locke dapat tergolong filsuf abad 17 yang dikenal dengan zaman barok (renaissance), sedang D. Hume termasuk filsuf abad 18 yang dikenal dengan Zaman Fajar Budi (aufklarung).




c. Kantianisme
Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut dominasi dan mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang akal yang menang, tetapi di waktu lain iman yang menang mutlak dan keduanya membahayakan hidup manusia. Sebenarnya yang menguntungkan hidup manusia adalah apabila akal dan iman mendominasi hidup manusia secara seimbang. Terdapat sekurang-kurangnya tiga filosof besar dalam masalah ini yaitu: Sokrates yang berhasil menghentikan pemikiran sufisme dan menundukkan akal dan iman pada posisinya. Descrates yang berhasil menghentikan dominasi iman (kristen) dan menghargai kembali akal. Kant yang berhasil menghentikan sufisme modern untuk untuk menundukkan kembali akal dan iman pada kedudukan masing- masing. Dalam kerangka inilah agaknya Kant mendapat tempat yang lebih lumayan dalam sejarah filsafat. Nama lengkapnya Immanuel Kant (1724-1804) adalah salah seorang kritikus dan pemikir besar di Barat. Dia dengan gigih berupaya mendamaikan pertentangan yang terjadi antara rasionalisme daengan empirisme. Kalau di timur al-Ghazali dikenal sebagai tokoh yang sebanding dengannya, yang mampu menghapus kekacauan dalam agama disebabkan kerancuan pemahaman mengenai filsafat.
Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu pengetahuan melalui dua paham yang bertentangan, yakni rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni pengalaman dan kearifan akal budi. Pengalaman indrawi adalah adalah unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dulu)
Kedua aliran bersebrangan ini hanya mengakui salah satu unsur saja sebagai sumber pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini diselesaikan Kant dengan membedakan kebenaran menjadi 3 macam, kebenaran akal budi, kebenaran rasio dan kebenaran inderawi .
d. Idealisme
Idealisme mempunyai argumen epistimologi tersendiri. Oleh karena itu tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit (roh). Argumen yang diajukan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan. Argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit .
Idealis secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah madzhab epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Lawan rasionalisme dalam epistimologi ialah empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan dari akal, melainkan melalui pengalaman empiris.
Aliran idealisme ini diwakili oleh beberapa tokoh, diantaranya J.G.Fitche (1762-1914), F.W.S.Schelling (1775-1854), dan F.Hegel (1770-1031).
J.G.Fitche lahir di Rilsaammenau, Jerman pada tahun 1762, Filsafat Fitiche adalah filsafat pengetahuan yang sekarang dikenal dengan sebutan epistimologi. Ia membedakan pengetahuan membedakan pengetahuan menjadi dua, pengetahuan teoritis dan pengetahuan praktis.
Schelling lahir di Leonberg pada tahun 1775. Dia belajar teologi protestan di Tubingen, ketika usia masih remaja ia sudah menerbitkan berbagai tulisan-tulisan yang sangat penting. Schelling juga menjadi guru besar untuk ilmu alam dan filsafat di Leipzing Jena . Corak berfikir Schelling di masa akhir hidup sangat berbeda dengan masa mudanya. Biasanya dibedakan 4 periode dalam pikiran Schelling, yaitu:Periode filsafat alam, Periode sistem idealism, Periode sinkretisme dan Periode teosofi.
e. Positivisme
Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang berdiri sendiri. Ia hanya menempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Artinya ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukurannya. Jadi pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan rasionalisme. Hanya bedanya empirisme menerima pengalaman batiniah sedangkan positivisme membatasi pada pengalaman objektif saja .
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf perancis yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan sains dan teknologi modern.
f. Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran yang inti filsafatnya adalah pragmatik dan menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Pragmatisme kritis terhadap spekulasi metafisik dalam meraih kebenaran. Dalam pragmatisme, realitas objektif diidentikkan dengan pengalaman dan pembagian pengetahuan ke dalam subjek dan objek hanya dilakukan di dalam pengalaman. Tentang logika, aliran ini jatuh kepada irrasionalisme. Pragmatisme juga menganggap hukum-hukum dan bentuk-bentuk logika seperti fiksi-fiksi yang berguna.
William James (1842-1910), salah satu yang populer dalam aliran ini, mengatakan di dalam bukunya The Meaning of Truth, bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bera yang kisifat tetap dan yang berdiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya .
g. Fenomenologi
Ahli fenomenologi yang pertama dan penting adalah Edmund Husserl (1859-1938) yang memulai karir filsafatnya dengan suatu buku tentang dasar-dasar ilmu hitung, yang sekarang terutama terkenal dengan kritik Frenge yang sangat kejam terhadapnya. Tulisan Hasserl yang paling menarik perhatian adalah Logical Investigation (1900-1901). Idea for a Pure Phenomenology (1913) dan Corestian Meditations (1929) .
Husserl dikenal dengan doktrin ajarannya tentang “fenomenologi murni’’. Dalam menjelaskannya ia menggunakan “metode reduksi fenomenologis’’. Ada prioritas ilmu fenomenologi di atas ilmu fisika dan psikologi apapun. Fenomenologi merupakan bentuk mendasar dari ontologi. Hal ini terlihat dari gaya fenomenologisnya Heidegger tentang doktrinnya Dasein. Hasil dari analisis fenomenologi bahwa esensi Dasein terletak pada eksistensinnya. Penjelasan Heiddeger tentang Dasein, yang mendahului penjelasannya tentang segala yang ada, membawa kepada pembicaraannya tentang esistensi manusia, sehingga Heiddeger lebih tepat di golongkan kedalam kelompok eksistensialisme.
h. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran pemikiran yang menekankan bahwa sesuatu itu ada. Berbeda dengan esensi, yang menekankan keapaan sesuatu. Lebih jauh eksistensi adalah kesempurnaan. Dengan kesempurnaan, sesuatu menjadi suatu eksisten. Eksisitensialisme merupakan sebuah gerakan filosofis yang menentang esensialisme. Pusat pertahiannya adalah situasi manusia. Segala gejala berpangkal pada eksisitensi dan pandangan mereka relatif modern dalam filsafat meskipun benih-benihnya sudah ada dalam filsafat Yunani dan Zaman Pertengahan.




C. SIMPULAN
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah peradaban. Voltaire, orang yang membagi sejarah peradaban, menganggap Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke 19, Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra. Zaman Modern filsafat didahului oleh Zaman Renaissance . Sebenarnya secara esensial Zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari Zaman Modern. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. ciri utama Renaissance ialah humanism, individualism,lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), empirisme, dan rasionalisme.hasil yang diperoleh dari watak itu ialah pengetahuan rasional berkembang. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes.
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”. Aufklarung merupakan kelanjutan dari renaissance, kalau renaissance dipandang sebagai peremajaan pikiran, maka aufklarung menjadi masa pendewasaannya.
Aliran-aliran dalam perkembangan filsafat Barat, yaitu:
1. Rasionalisme
2. Empirisme
3. Kantianisme
4. Idealisme
5. Positivisme
6. Pragmatisme
7. Fenomenologi
8. Eksistensialisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar