STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 02 Maret 2012

Konsep dan Ajaran-Ajaran Tasawuf Serta Tokohnya

A. KONSEP TASAWUF
Ada tiga hal permasalahan besar yang dibicarakan oleh semua agama dunia ini. Pertama, tentang Tuhan, kedua tentang manusia dan yang ketiga tentang dunia. Masing-masing agama mempunyai konsep atau ajaran sendiri-sendiri tentang ketiga hal tersebut. Sementara islam, dan lebig spesifik lagi tasawuf, mempunyai konsep tersendiri tentang tiga hal tersebut.
1. Konsep Ketuhanan Dalam Tasawuf
Hampir semua umat manusia mempercayai adanya tuhan yang mengatur alam ini. Orang-orang yunani kuno menganut paham politehisme (keyakinan banyak tuhan), bintang adalah tuhan (dewa), venus adalah tuhan kecantikan, mars adalah dewa peperangan, minerva adalah dewa kekayaan. Sedangkan tuhan tertinggi adalah apollo atau dewa matahari.
Orang-orang hindu masa lalu juga mempunyai banyak dewa yang diyakini sebagai tuhan-tuhan. Keyakinan itu tercermin antara lain dalam hikayat mahabarata. Pengaruh keyakinan tersebut merambah ke masyarakat arab, walaupun jika ditanya tentang penguasa dan pencipta langit dan bumi mereka menjawab Allah (Q.S. Azzumar:38)
  •         •                            
38. Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.

Tetapi, pada saat yang sama mereka juga menyembah berhala.
Berbicara tentang tuhan dalam kaitannya dengan tasawuf segera timbul pertanyaan mengapa justru tuhan yang menjadi tema utamanya ?. kjawaban dari pertanyaan ini dikembalikan lagi kepada esensi dari ajaran tasawuf, yakni mendekatkan diri sedekat mungkin dengan tuhan. Dalam ajaran islam, tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya tuhan dengan manusia dijelaskan oleh Al-Qur’an sendiri, Q.S. Al-Baqoroh:186
                   
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.


Kaum sufi mengartikan “doa” (seruan) disini bukan seperti lazimnya pengertian doa, akan tetapi berseru agar tuhan mengabulkan seruannya. Tentang dekatnya tuhan digambarkan oleh ayat berikut, Q.S.Al-Baqoroh:115
              
115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dari sini kemudian muncullah paham bahwa tuhan dan makhluk bersatu kalau kedua ayat diatas mengandung arti ittihad persatuan manusia dengan tuhan. Maka hadist “pada mulanya aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka kuciptakan makhluk, dan melalui mereka akupun dikenal”. Mengandung konsep wahdad al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan tuhan.
Jalan menuju tuhan merupakan jalan yang ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai ketingkat dapat melihat tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya bersatu dengan tuhan demikian panjang dan penuh duri. Jalan inilah yang dalam istilah tasawuf disebut toriqoh. Jadi, dengan menempuh jalan yang benar dan mantab dan istiqomah, manusia dijanjikan tuhan akan memperoleh karunia hidup bahagia dan tiada terkira.
2. Konsep Manusia Dalam Tasawuf
Mengenai manusia telah banyak analisa dan pemahaman tentang siapa sebenarnya dia maupun darimana asalnya. Adinegoro dalam bukunya ensiklopedi umum dalam bahasa indonesia mengatakan bahwa manusia adalah alam kecil sebagian dari alam besar yang ada di atas bumi, sebagian dari makhluk yang bernyawa. Konsep kejadian manusia dalam tasawuf hampir sama dengan konsep al-Qur’an yang ditafsirkan secara maknawiyah atau isyari’. Al-Ghazali meninjau dimensi rohani manusia menjadi 4 kekuatan, yakni :
a. Qolbu,berarti segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang terletak pada pinggir kiri dalam dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang. Secara psikis, qolbu berarti sesuatu yang halus, rohani yang berasal dari alam ketuhanan.
b. Ruh, secara biologis ialah tubuh halus yang bersumber dari lubang qolbu yang tersebar keseluruh tubuh dengan perantaraan urat-urat.
c. Nafs, merupakan kekuatan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia, yang harus dilawan dan diperangi.
d. Akal, ialah pengetahuan tentang hakikat segala keadaan.
Menurut ahli tasawuf agar manusia mengenal tuhannya maka harus mempunyai pengetahuan tentang dirinya, kwallitas-kwalitas dan tabiat manusia (insaniah) dan rahasia-rahasia didalamnya, karena seseorang yang tidak mengenal dirinya, akan lebih sulit mengenalNya. Inilah makna hadist Nabi Muhammad saw. : “barangsiapa mengenal dirinya sendiri maka ia akan mengenal tuhannya”.
Dalam ajaran tasawuf untuk mengendalikan nafsu rendah itu dilakukan dengan mujahadah dan riyadhoh dengan melalui 3 tahap, yakni : takhalli, tahalli, tajalli.
3. Konsep Tentang Dunia
Pandangan umum dalam agama islam dan yahudi, bahwa dunia adalah fenomena rencana tuhan yang indah dan sebagai tempat belajar, tempat latihan, dan tempat ibadah.
Khusus dalam agama islam, yang disebut al dunya ialah segala sesuatu yang ada selain Allah swt. Dan tasawuf sebagai bagian dari aspek ajaran islam memandang dunia ini sebagai hijab (penghalang), sampainya seorang hamba kepada tuhannya. Untuk itu dia harus menghindarinya agar dia bisa ma’rifat dan bertemu dengan-Nya. Sikap menghindari dunia ini disebut zuhud. Dalam tasawuf, zuhud menempati posisi maqam(station) yang sangat penting.
Dalam maqam ini dunia dan tuhan itu dipandang sebagai sesuatu yang dikotomi. Pentingnya posisi zuhud dalam tasawuf ialah karena melaui maqam zuhud seorang sufi akan membawa dirinya pada kondisi pengosongan kalbu dari selain tuhan dan terpenuhinya dengan dzikr Allah. Dengan demikian, dalam pandangan tasawuf dunia dan tuhan tidak bisa berada dalam satu kalbu secara bersamaan.
Dengan demikian, zuhud merupakan salah satu upaya menata hati untuk memahami bahwa kehidupan ini hanyalah sekedar sarana bukan tujuan. Hati tidak boleh terpikat olehnya. Dunia diambilnya sebagai sarana beribadah kepada Allah swt. Pandangan seperti ini adalah hasil dari pemahaman ayat terhadap ayat al-Qur’an dan hadist Nabi yang mendiskripsikan dunia secara konstektual, tanpa dipahami secara konstektual dan sosiologis.
Al-Ghazali membagi dunia meenjadi 3 :
1. Sesuatu yang dapat menghantarkan kepada kebahagiaan akhirat dan buahnya dapat dinikmati disana, yaitu ilmu dan amal.
2. Hal-hal yang bersifat diniawi dan tak ada buahnya sama sekali diakhirat yaitu bersenang-senang dengan nikmat secara berlebih bahkan bisa menumbuhkan kemaksiatan.
3. Pemakaian hal yang mubah (netral hukum) dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup wajar untuk mencapai tujuan pertama, yaitu tercapainya ilmu dan terwujudnya amal.
Al-Ghazali berpendapat bahwa bagaimana hubungan manusia dengan dunia adalah bertitik tolak dari sikap manusia itu sendiri terhadapnya. Sebab, menurut dia zuhud itu bertitik tolak dari dua keadaan hati.
B. ISI POKOK AJARAN TASAWUF
1. Tasawuf akhlaqi
Dalam pandangan kaum sufi manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi, bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya. Pandangan seperti itu menjurus kearah pertentangan manusia dengan sesamanya, sehingga ia lupa akan wujud dirinya sebagai hamba Allah yang harus berjalan diatas aturan-aturannya. Sebenarnya manusia tidak boleh mematikan sama sekali nafsunya, tetapi ia harus menguasainya agar nafsu itu tidak sampai membawa pada kesesatan. Tindakan manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu dalam mengejar kehidupan duniawi merupakan tabir penghalangantara manusia dan tuhan.ahli tasawuf membuat suatu sistem yang tersusun atas dasar didikan tiga tingkat, sebagai berikut :
a. Takhalli
Berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat batin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi.
Menurut orang-orang sufi, kemaksiatan pada dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir ialah segala sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir seperti tangan, mulut, mata. Maksiat batin adalah segala sifat tercela yang diperbuat oleh anggota batin. Membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela oleh orang-orang sufi dianggap penting, karena sifat-sifat itu merupakan najis maknawi (najasah ma’nawiyah). Kelompok sufi yang ekstrim berkeyakinan kehidupan dunia benar-benar sebagai racun pembunuh kelangsungan cita-cita sufi. Maksiat batin yang terdapat pada manusia tentulah lebih berbahaya lagi karena ia tidak kelihatan seperti maksiat lahir, dan kadang-kadang kurang disadari. Maksiat ini lebih sukar untuk dihilangkan.
b. Tahalli
Yakni mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji dengan taat lahir dan taat batin. Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik. Tahalli ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli.
c. Tajalli
Tajalli berarti terungkapnya nur gaib untuk hati. Karena itulah setiap calon sufi mengadakan latihan-latihan jiwa(riyadah) untuk berusaha membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat-sifat keji, melepaskan segala sangkut paut duniawi lalu mensisis dirinya dengan sifat-sifat terpuji. Seluruh jiwa (hati) hanya semata-mata untuk memperoleh tajalli, untuk menerima pancaran nur illahi.
Jalan kepada Allh itu, kata kaum sufi terdiri dari dua usaha :
1. Mulazamah yaitu terus menerus berada dalam zikir kepada Allah,
2. Mukhalafah yaitu terus menerus menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat melupakanNya.
Untuk memperdalam rasa ketuhanan ada beberapa cara yang diajarkan kaum suvi antara lain :
a. Munajat
Secara sederhana kata ini mengandung arti melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan. Dalam munjat itu disampaikan segala keluhan, mengadu nasib dengan untaian kalimat yang indah seraya memuji keagungan Allah. Munajat biasa dilakukan dalam suasana keheningan malam seusai sholat tahajud, agar segala ekspresinya tertuju kehadirat ilahi.
b. Muraqabah dan muhasabah
Menurut imam al-Ghazali perkataan muraqabah sama dengan ihsan. Muraqabah merupakan pokok pangkal kebaikan, dan hal ini baru dicapai oleh seseorang apabila sudah mengadakan muhasabah (memperhitungkan) terhadap amal perbuatan sendiri. Jadi, muraqabah merupakan hasil dari pengetahuan dan pengenalan seseorang terhadap Allah, hukum-hukumnya dan ancaman-ancamannya.
Imam Ghazali berkata, dampak dari muraqabah bagi kehidupan manusia adalah meningkatkan sikap mental, tersingkap dan terhindar dari yang meragukan dan selalu taat pada Allah.
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah selalu memikirkan dan memperhatikan apa yang telah diperbuat dan yang akan diperbuat dan muhasabah ini lahir dari Iman dan kepercayaan terhadap hari kiamat.
c. Memperbanyak wirid dan dzikir
Wirid merupakan bentuk jamak dari awrad berarti bacaan-bacaan dzikir, doa-doa atau amalan-amalan lain yang dibiasakan membacanya atau mengamalkannya. Wirid juga dapat diartikan sebagai sholat-sholat sunnah sebagai tambahan dari sholat wajib yang dilakukan oleh orang mukmin yang sholeh pada waktu tertentu, dan rutin tiap hari. Dalam prakteknya, wirid dibagi menjadi 2 bagian,
1. Wird ‘amm atau zikr jahri, yaitu wirid dalam formula eksotrik atau dalam bentuk amal lahit seperti membaca istighfar beberapa ratus kali.
2. Wird khass atau zikr sirr, yaitu wird yang dijalankan secara rahasia (tanpa suara) seperti menyebut nama tuhan, ya lathif, dengan hati dikalangan-kalangan sanusiah.
Kemudian yang dimaksud dzikr ialah ucapan yang dilakukan dengan lisan atau mengingat Allah dengan hati, dengan ucapan atau ingatan untuk mensucikan tuhan dan membersihkannya dari sifat-sifat yang tidak layak baginya, selanjutnya memujinya dengan pujian-pujian dengan sifat-sifatnya yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan keagunganNya.
Menurut orang sufi, dzikir dibagi menjadi 3 tingkatan :
 Dzikr lisan atau disebut dengan dzikir nafi itsbat, yaitu ucapan laailahaillallah (tiada tuhan selain Allah)
 Dzikir qolb, disebut juga dzikir ucapan Allah Allah. Caranya mula-mula mulut berdzikir Allah Allah diikuti hadirnya hati.
 Dzikir sirr, disebut juga dzikr syarat dan nafs, yaitu berbunyi hu hu. Biasanya sebelum sampai ketingkat dzikir ini orang sudah fana’.
Dzikir memang penting bagi kehidupan manusia sepanjang hidupnya, karena manusia dalam hidup ini tidak terlepas dari 4 keadaan, yakni keadaan taat, dalam keadaan maksiat, dalam keadaan memperoleh nikmat, dan dalam keadaan menderita.
d. Mengingat mati
Manusia lupa bahwa hidup ini terbatas waktunya, lambat atau cepat ia harus kembali menghadap kehadirat Allah untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap tugas dan kewajibannya selama didunia, maka salah satu cara dengan selalu mengingat mati. Orang yang selalu ingtat mati akan merasa takut, dan rasa takut itulah yang mendorongnya untuk bertobat.
e. Tafakkur
Kata tafakkur (bahasa arab) berasal dari kata kerja (fiil) tafakkara yang berarti berfikir, memikirkan, merenungkan atau meditasi.
Menurut kaum sufi, tafakkur merupakan suatu jalan untuk memperoleh pengetahuan tentang tuhan dalam arti yang hakiki.
Jadi, orang awam mengatakan bahwa tafakkur (pengertian, pemahaman, pemikiran dan perenungan) sebagai jalan untuk mengenal tuhan dilakukan melalui akal yang berpusat dikepala, maka orang-orang sufi mengatakan bahwa hal itu dilakukan melalui hati yang berpusat di dada.
2. Tasawuf Amali
Tasawuf amali merupakan lanjutan dari tasawuf akhlak. Karena seseorang tidak bisa dekat tuhan dengan amalan yang ia kerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya sebagai syarat utama untuk kembali kepada tuhan. Seperti dalam Q.S. Al-Baqarah:222
 •      
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
C. Tokoh-tokoh Sufi Dalam Ajaran Tasawuf
Terdapat 4 periode, antara lain :
Abad pertama dan kedua hijriah
1. Hasan Al-Basri
2. Ibrahim bin Adam
3. Sufyan al-Sauri
4. Robiah al-Adawiyah
Abad ketiga dan keempat hijriah
1. Ma’ruf al-Karkhi
2. Abu al-Hasan Surri al-Saqti
3. Abu Sulaiman al-Darani
4. Haris al-Muhasibi
5. Zu al-Nun al-Misri
6. Abu Yazid al-Bustami
7. Junaid al-Bagdadi
8. Al-Hallaj
9. Abu Bakr al-Syibli
Abad kelima hijriah
1. Al-Qusyairi
2. Al-Harawi
3. Al-Ghazali
Abad keenam hijriah dan seterusnya
1. Al-Suhrawardi al-Maqtul
2. Muhyiddin ibn ‘Arabi
3. ‘Abd al-Karim al-Jili
4. Ibn al-Farid
5. Jalaludin al-Rumi









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam studi tasawuf terdapat tiga konsep ajaran-ajaran islam, antara lain :
1. Tentang Tuhan
2. Tentang Manusia
3. Tentang Dunia
Tasawuf mempunyai banyak ajaran yang dapat membawa kehidupan dunia kita lebih baik, antara lain tasawuf akhlaki yang mengajarkan tentang hawa nafsu manusia yang dikendalikan oleh dorongan-dorongan hawa nafsunya sendiri, tasawuf amali yakni seseorang yang tidak bisa dekat tuhan dengan amalan yang ia kerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya sebagai syarat utama untuk kembali kepada tuhan.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam study tasawuf ada beberapa periode, yakni :
1. Abad pertama dan kedua hijriah
2. Abad ketiga dan keempat hijriah
3. Abad kelima hijriah
4. Abad keenam dan seterusnya
Dalam hal konsep dan ajaran tasawuf ini para sufi saat ini memiliki relevensi yang lebih besar dibandingkan pada abad-abad sebelumnya, karena pada saat ini dengan sangat mudah melewati batas-batas budaya dan politik disebabkan kemudahan akses komunikasi, perjalanan, dan semakin dekatnya hubungan di dunia. Pesan sufisme, kesadaran batin seseorang manusia merupakan satu syarat penting bagi kesempurnaannya menjadi seorang manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar