STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Minggu, 30 September 2012

FUNGSI DAN PERAN AL-QURAN

Ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu sebagai mukjizat, sebagai pedoman hidup, dan sebagai korektor.
Al-Quran adalah wahyu dari Allah (QS 7:2) yang berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw. (QS 17:88; QS 10:38) sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20) dan sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman. (i)
Berdasarkan definisi atau pengertian tersebut, setidaknya ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu (1) sebagai mukjizat; (2) sebagai pedoman hidup; (3) sebagai korektor.
Al-Quran sebagai Mukjizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu. (ii)
Syaikh Muhammad Abduh dalam kitabnya Risâlah at-Tauhîd mengungkapkan bagaimana ketinggian dan kemajuan bahasa dan sastra Arab ketika Al-Quran turun dan bagaimana Al-Quran mengalahkan semua keunggulan tersebut, ”Al-Quran diturunkan pada suatu masa di mana para ahli riwayat telah sepakat bahwa masa itu adalah masa yang sangat gemilang ditinjau dari segi bahasa. Pada masa itu ada banyak sekali ahli sastra dan ahli retorika (pidato).” Kemudian ia menuliskan tentang tantangan Al-Quran terhadap para ahli pidato tersebut, ”Benarlah bahwa Al-Quran itu suatu mukjizat. Telah berlalu masa yang panjang, generasi datang silih berganti, dan tantangan Al-Quran tetap berlaku, akan tetapi tidak seorang pun yang dapat menjawab tantangan tersebut. Semua kembali dengan tangan hampa karena lemah dan tiada berdaya.” (iii)
Keindahan gaya bahasa Al-Quran dan kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab apa pun pada masa itu dan masa sesudahnya. Itulah mengapa, Al-Quran menjadi salah satu sebab terpenting bagi masuknya orang-orang pada masa Rasulullah saw. dan setelahnya ke dalam Islam, serta menjadi sumber hidayah bagi orang-orang pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Umar bin Khathab masuk Islam setelah mendengar Al-Quran awal surat Thâhâ yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Abul Walid, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surat Fushshilat yang dikemukakan Rasulullah saw. sebagai jawaban atas usaha-usaha bujukan dan diplomasinya. Bahkan, seorang Abu Jahal pun, orang yang paling memusuhi Rasulullah saw., sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat Adh-Dhuha yang dibacakan oleh beliau.(iv)

Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain. (v)
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya. (QS 30:2,3,4; QS 5:14). (vi)
Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Allah Swt. (QS 2:43,183,184,196,197; QS 11:114), berkeluarga (QS 4:3, 4,15,19,20,25; QS 2:221; QS 24:32; QS 60:10,11), bermasyarakat (QS 4:58; QS 49:10,13; QS 23:52; QS 8:46; QS 2:143), berdagang (QS 2:275,276,280; QS 4:29), utang-piutang (QS 2:282), kewarisan (QS 2:180; QS 4:7-12,176; QS 5:106), pendidikan dan pengajaran (QS 3:159; QS 4:9,63; QS 31:13-19; QS 26:39,40), pidana (QS 2:178; QS 4:92,93; QS 5:38; QS 10:27; QS 17:33; QS 26:40), dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu (QS 7:158; QS 34:28; QS 21:107). (vii)
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya (QS 2:208; QS 6:153; QS 9:51). Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa (QS 33:36). Melaksanakannya dinilai ibadah (QS 4:69; QS 24:52; QS 33:71), memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci (QS 61:10-13; 9:41), mati karenanya dinilai sebagai mati syahid (QS 3:157,169), hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi (QS 4:100, QS 3:195), dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir (QS 5:44,45,47). (viii)
Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya. (ix)
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
  • Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
  • Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
  • Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
  • Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
  • Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
  • Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dan sebagainya. (x)
Catatan Kaki:
(i)              Miftah Faridl, Pokok-Pokok Ajaran Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1982), hlm.8
(ii)            Jalaluddin Rakhmat, “Mukjizat Al-Quran” dalam At-Tanwir, No. 289, Edisi Oktober 2007 (Bandung: Yayasan Muthahhari), hlm.5.
(iii)          Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), hlm.107-108.
(iv)          Miftah Faridl, op.cit., hlm.9
(v)            Miftah Faridl, op.cit., hlm.9
(vi)          Miftah Faridl, op.cit., hlm.9
(vii)        Miftah Faridl, op.cit., hlm.10
(viii)      Miftah Faridl, op.cit., hlm.10
(ix)          Miftah Faridl, op.cit., hlm.11
(x)            Miftah Faridl, op.cit., hlm.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar