Tujuan pembelajaran adalah suatu perilaku hasil belajar yang diharapkan
terjadi, dimiliki atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran tertentu. Tujuan pembelajaran merupakan arah yang ingin
dicapai dari rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses
pembelajaran.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan pembelajaran
dirumuskan dalam bentuk Standar Kompetensi, dan dijabarkan menjadi
Kompetensi Dasar, lalu diukur berdasarkan Indikator Pencapaian.Indikator
Pencapaian merupakan kriteria pencapaian kompetensi dasar yang ditandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Sementara dalam praktik penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran di
sekolah, umumnya tujuan pembelajaran hanya didominasi rumusan yang
bersifat dampak instruksional (instructional effects), yaitu
perilaku khusus yang diharapkan dimiliki oleh siswa yang terkait
langsung dengan suatu topik atau pokok bahasan tertentu dari suatu mata
pelajaran.Untuk mengukur pencapaian ranah afektif, maka perlu pula
dirumuskan dampak pengiring (nurturant effects). Dampak pengiring
yang diharapkan muncul dalam proses pembelajaran adalah yang mengarah
pada kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). pencapaian
EQ dan SQ merupakan bagian penting tujuan pembelajaran yang perlu
diidentifikasi dan dirumuskan indikator-indikatornya secara tersendiri
oleh guru.
Menempatkan EQ dan SQ, di samping IQ sebagai tujuan pembelajaran
didasarkan pada kenyataan dewasa ini, bahwa orang yang memiliki
kecerdasan intelektual semata, belum tentu berhasil dengan baik di dunia
kerja. Banyak orang berpendidikan dan memiliki intelektual tinggi,
namun gagal mengembangkan karirnya akibat rendahnya kecerdasan
emosionalnya (Ary Ginanjar, 2005).
Meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual anak ini sejalan dengan
program pendidikan karakter yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Pendidikan karakter selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan
norma atau nilai-nilai, dan belum optimal sampai pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Thomas Lickona (1991) karakter terdiri dari tiga bagian yang saling
terkait yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan (moral feeling) dan perilaku moral (moral behavior). Hal ini berarti karakter yang baik terdiri dari mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai atau menginginkan kebaikan (loving or desiring the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Oleh sebab itu, cara membentuk karakter yang efektif adalah dengan menerapkan ketiga aspek tersebut.
Ada sejumlah alasan yang mendasari perlunya perumusan EQ dan SQ dalam proses pembelajaran, antara lain sebagai berikut :
- Memungkinkan anak-anak belajar tentang sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan hidup
- Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri
- Meningkatkan rasa saling percaya
- Memudahkan anak melakukan penyesuaian sosial
- Menumbuhkan perilaku rasional pada masa dewasa
- Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perpektif
- Mencegah kenakalan masa remaja
- Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
- Meningkatkan motivasi intrinsik
- Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
- Meningkatkan sifat positif terhadap belajar dan pengalaman belajar
- Meningkatkan sikap tenggang rasa
- Dapat mengubah pandangan klise menjadi pandang dinamis dan realistis
- Meningkatkan rasa harga diri dan penerimaan diri anak
- Memberikan harapan yang besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya.
Kepustakaan:
Pedoman Diklat Pendidikan Karakter Bangsa, Kemdiknas, Dirjen PMPTK, Direktorat Pembinaan Diklat, Jakarta, 2010.
Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan spiritual:ESQ.Jakarta:Arga, 2005.
Thomas Lickona. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books,1991.
Pedoman Diklat Pendidikan Karakter Bangsa, Kemdiknas, Dirjen PMPTK, Direktorat Pembinaan Diklat, Jakarta, 2010.
Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan spiritual:ESQ.Jakarta:Arga, 2005.
Thomas Lickona. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books,1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar