PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang di beri kewajiban oleh Allah Swt
berupa mencari dan mengumpulkan ilmu
untuk bekal kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam hal mencari ilmu Allah tidak
hanya mengharuskan Manusia untuk mencari ilmu akhirat saja. Tetati allah juga
memerintahkan hambanya untuk mencari bekal kehidupan dunia yang semuanya akan
di peroleh dengan ilmu pula.
Oleh karena itu nabi saw menyebutkan dalam salah
satu haditsnya yaitu :
اعمل لدنياك كانك تعيش ابدا واعمل لاخرتك كانك تموت غذا.
(
رواه ابن عساكر)
"Berbuatlah kamu untuk duniamu seakan-akan Kau
akan hidup selamanya dan berbuatlah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan
mati besok." (HR.
Ibnu Asakir )[1]
Dari hadits diatas
dapat di simpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua kehidupan
yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Selanjutnya
setelah manusia mendapatkan ilmu manusia juga memiliki kewajiban untuk
mengamalkan ilmu yang telah di dapat. Karena Allah mengancam manusia yang
memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Rosulullah saw bersabda:
اشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لا ينفع الله بعلمه
“Orang yang akan mendapatkan
siksa paling berat dihari kiamat adalah orang yang berilmu yang tidak diberikan
kemanfaatan oleh Allah atas ilmunya.[2]
Akan tetapi
dalam mengamalkan ilmu yang di miliki oleh setiap manusia tentunya memiliki
metode yang berbeda-beda menyesuaikan dengan usia, situasi dan kondisi belajar
dan ilmu yang di ajarkan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih
jauh tentang metode-metode pendidikan islam yang terkandung dalam al Qur’an dan
Al Hadits dengan harapan dapat terciptanya manusia yang dapat memiliki bekal
kehidupan akhirat yang terkadang sering di lalaikan oleh setiap individu
muslim.
B.
Alasan pemilihan judul
Dari latar
belakang yang telah penulis uraikan di atas maka penulis akan menulis risalah
dengan judul " METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL QUR’AN DAN
HADITS " dengan beberapa alasan diantaranya :
1.
Seiring dengan berkembangnya jaman
dunia pendidikan islam ternyata banyak di jauhi oleh masyarakat luas hal ini di
sebabkan oleh faktor kurangnya metode yang di miliki oleh guru itu sendiri
sehingga terkesan pendidikan islam merupakan salah satu pendidikan yang
tertinggal.
2.
Al Qur’an dan Al Hadits merupakan
warisan yang di tinggalkan oleh nabi Muhammad Saw yang di dalamnya telah berisi
apapun yang di butuhkan manusia termasuk dalam hal metode pendidikan islam
sediri.
3.
Pendidikan islam merupakan pendidikan
yang di dalamnya banyak mengkaji ilmu-ilmu yang hukumnya wajib seperti ilmu
ibadah dan akidah. Akan tetapi sudah di anggap kuno oleh setiap masyarakat pada
umumnya.
C.
Pembatasan dan perumusan
masalah
1.
Pembatasan masalah
Merupakan suatu
keharusan bagi penulis untuk membatasi pembahasan dalam risalah ini hanya pada
ruang lingkup yang berhubungan dengan judul risalah yaitu Metode-Metode
Pendidikan Islam Dalam Al Qur’an Dan Hadits. hal ini di karenakan untuk
menghindari adanya pembahasan yang terlalu bertele-tele dan dapat menyebabkan
bosan bagi para pembaca. Selanjutnya penulis akan mendefinisikan istilah dalam
judul agar tidak menyebabkan kesalahfahaman dari materi yang akan di sampaikan.
a.
Metode-metode Pendidikan Islam
1) Metode
Metode adalah suatu cara atau langkah
untuk menganalisa sesuatu.[3]
2) Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik
yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[4]
3) Islam
Secara etimologi islam kata islam
dapat di artikan penyerahan diri atau kepatuhan.[5]
b.
Dalam Al Qur’an dan Al Hadits
1)
Al Qur’an
Adalah
kitab suci yang diturunkan oleh allah kepada nabi Muhammad Saw dengan perantara
malaikat jibril
2)
Al Hadits
Perbuatan,
perkataan yang di sandarkan kepada rosulullah saw[6].
2.
Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penulisan risalah
ini, maka penulis akan merumuskan masalah dalam rumusan sebagai berkut :
a.
Apakah yang di maksud dengan
metode pendidikan islam dalam Al Qur’an dan Al Hadits ?
b.
Bagaimanakah metode pendidikan
islam yang terdapat dalam al Qur’an dan Al hadits ?
D.
Tujuan dan Kontribusi Penulis
1.
Tujuan Penulis
Dilatar
belakangi oleh alasan penulisan judul tersebut maka tujuan penulis dari risalah
ini adalah :
a.
Untuk mengetahui apa yang di
maksud dengan metode pendidikan islam dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
b.
Untuk mengetahui metode-metode pendidikan
islam yang terdapat di dalam Al Qur’an
dan Al Hadits.
2.
Kontribusi Penulis
a.
Pribadi Penulis
Sebagai
wawasan dan bekal untuk masa depan agar dapat menjadi seseorang yang dapat
mengajarkan pendidikan islam dengan metode-metode yang dapat membawa keberhasilan.
Amiin .
b.
Lembaga pendidikan islam
Mudah-mudahan
dengan risalah ini pendidikan islam masa kini tidak melupakan metode-metode
yang telah tertulis di dalam Al Qur’an Dan Hadits yang sudah terbukti
keberhasilannya.
c.
Masyarakat
Agar dapat lebih memperhatikan metode dalam Pendidikan
islam karena keberhasilan dalam mendidik tergantung dengan bagimana metode yang
di gunakan.
E.
Metodologi Penulisan
Sebagai langkah
untuk mewujudkan maksud dan tujuan penulisan risalah ini. Penulis berusaha
melakukan tahapan-tahapan yang sesuai dengan masalah-masalah pembahasan baik
secara teoritis maupun empiris, tahapan tersebut antara lain:
1.
Sumber Materi
Sebagai langkah
awal penulisan terlebih dahulu mencari sumber materi sebagaimana pandangan
sutrisno hadi dalam buku metodologi research diuraikan bahwa : "sumber
materi adalah persoalan dimana sumber materi bisa di peroleh"[7],
disamping mencari sumber materi, penelitian secara tidak langsung dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan judul risalah ini. Yaitu melalui dua sumber
data, sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk sumberdata primer di
ambil dari Al Qur’an dan Hadits. Sedangkan sumber data sekunder diambil dari
buku-buku dan majalah-majalah pendidikan.
2.
Pengumpulan Materi
Langkah
selanjutnya yaitu pengumpulan materi yang dilakukan penulis melalui metode
observasi yaitu : "metode penelitian dengan pengamatan yang di catat
secara sistematis dan fenomena."[8]
yang diselidiki kemudian dilakukan penyesuaian berdasarkan sumber-sumber materi
yang berhubungan dengan tema risalah.
3.
Metode Analisis
Metode Analisis disini bertujuan memberikan
interpretasi pendapat, pandangan atau tafsiran terhadap data yang telah
disesuaikan. Kemudian data itu diklasifikasikan dan diarah pada pola pikir
logis melalui beberapa pendekatan sebagai berikut :
a. Induktif
Metode
Induktif yaitu Pengambilan kesimpulan
berdasarkan pada keadaan yang khusus untuk dijadikan secara umum[9].
Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari data yang khusus
kemudian dijadikan titik kesimpulan yang umum.
b. Deduktif
Metode
Deduktif yaitu Pengambilan kesimpulan dari keadaan yang bersifat umum.[10]
Atau cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum untuk
memberikan penilaian pada suatu kejadian yang bersifat khusus.[11]
F.
Sistematika penulisan
Untuk mempermudah
dalam mempelajari dan memahami isi dari risalah ini, maka penulis menyusun urutan dalam sistematika
yang terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab
penjelasan. Sehingga merupakan suatu kesatuan utuh yang saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisannya adalah senagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Untuk mempermudah dalam proses topik atau
gagasan yang menjadi pembahasan, maka dengan demikian pada bab ini terdiri atas
sub bab yang terdiri dari Latar Belakang, Alas An Pemilihan Judul, Tujuan Dan
Kontribusi Penulisan, Pembatasan Dan Perumusan Masalah, Metode Penulisan Dan
Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG METODE PENDIDIKAN
ISLAM
Bab ini terbagi menjadi beberapa
pokok sub bahasan yaitu Pengertian metode Pendidikan Islam, Nilai-nilai Pendidikan
Islam dalam Al Qur’an dan Hadits,
BAB III PANDANGAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM DAN PENGARUHNYA
Bab ini terbagi menjadi beberapa
pokok bahasan yaitu keadaan pendidikan islam pada masa Rosulullah, proses
perkembangan pendidikan islam, pengaruh perkembangan pendidikan islam
BAB IV METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL QUR’AN DAN HADITS
bab ini berisikan tentang pembahasan
inti diantaranya, metode-metode pendidikan islam dalam al qur’an, metode-metode
pendidikan islam dalam al qur’an dan hadits
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi Kesimpulan,
Saran-Saran, Penutup, Dan Sebagai Pelengkap Pada Bagian Akhir Dicantumkan
Daftar Pustaka Dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Metode
Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh kita membahas mengenai pengertian
metode pendidikan Islam, maka kita harus mengetahui pengertian dari setiap kata
tersebut. Maka dengan ini penulis menguraikan menjadi dua kata, yaitu kata
metode dan kata pendidikan Islam.
Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta
yang artinya adalah melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.
Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk
mencapai suatu tujuan.[12]
Adapun istilah metodologi berasal dari kata metoda dan logi. Logi
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti akal atau ilmu. Jadi metodologi
artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan.[13]
Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam
berbagai kata. Terkadang digunakan kata atthariqah, manhaj, dan alwashilah.
Thariqah berarti jalan, ,manhaj berarti sistem, dan washilah berarti perantara
atau mediator.[14] Dengan
demikian kata yang paling dekat dengan metode adalah kata thariqah.
Karena sebagaimana dijelaskan pada awal pargraf secara bahasa metode adalah
suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa
metode lebih menunjukkan kepada jalan, dalam arti jalan yang bersifat non
fisik. Yaitu jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu pada cara menghantarkan
seseorang untuk mencapai pada tujuan yang ditentukan.
Secara terminologi atau istilah metode bisa membawa
pada pengertian yang bermacam-macam, yaitu ada kognitifnya seperti tentang
fakta-fakta sejarah, syarat-syarat sah shalat, ada juga aspek afektifnya
seperti penghayatan pada nilai-nilai dan akhlak, dan ada juga aspek
psikomotorik seperti praktek shalat, haji dan sebagainya.[15]
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti sempit, adalah bimbingan yang dilakukan seseorang yang kmudian
disebut pendidik., terhadap orang lain yang kemudian disebut peserta didik.
Terlepas dari apa dan siapa yang membimbing, yang pasti pendidikan diarahkan
untuk mengembangkan manusia dari berbagai aspek dan dimesnsinya, agar ia
berkembang secara maksimal.[16]
Zuhairini, dkk. (1992:149) merumuskan bahwa
pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembanngkan seluruh aspek
kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Pendidikan bukan hanya bersifat
formal saja, tetapi mencakup juga yang non formal.[17]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan adalah suatu aktivitas dan
usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi
pribadi rohani (pikir, rasa, karsa, dan budi nurani).
Dengnan demikian metode tersebut memiliki posisi
penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang paling cepat dan tepat
dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode dapat dikuasi maka akan
memudahkan jalan dalam mencapai tujuan dalam pendidikan Islam.
B.
Nilai-Nilai Pendidikan
Islam Dalam Al Qur'an Dan Al Hadits
Al Qur'an dan Al Hadits merupakan dua pusaka umat
islam yang di bawa oleh nabi Muhammad saw yang mana keduanya juga merupakan
gudang ilmu yang diwariskan oleh nabi kepada seluruh umatnya.
Berkaitan dengan masalah pendidikan dalam al qur'an
dan hadits juga terdapat nilai nilai positif yang menjadi tujuan pendidikan
islam itu sendiri hal ini sebagimana yang di sebutkan oleh Tafsir al-Azhar
merupakan salah satu tafsir di Indonesia abad XX. Hamka yang menentang sikap
tajidid, menurutnya taqlid adalah musuh kemerdekaan berfikir, kebekuan berfikir
menimbulkan kebekuan agama. Sikap menolak taqlid inilah kemudian membuat Hamka
menjadi pemikir bebas yang tidak terikat pada salah satu madzhab manapun dalam
Islam. Tafsir al-Azhar ditulis dalam suasana baru di negara yang penduduknya
mayoritas muslim, sedang mereka haus akan bimbingan agama, haus akan mengetahui
rahasia-rahasia al-Qur'an, maka pertikaian-pertikaian madzhab tidaklah
dibawakan dalam tafsir itu. Tidak fanatic kepada salah satu faham, melainkan
mencoba berupaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna lafadz bahasa Arab ke
dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang untuk berfikir.
Kisah Luqman (dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19)
mengandung beberapa nilai pendidikan yang menunjukkan praktik pendidikan dalam
keluarga. Adapun nilai-nilai pendidikan keluarga Luqman adalah: 1). Kepribadian
seorang pendidik; Luqman adalah pendidik yang mempunyai kepribadian teladan, ia
menampakkan kasih sayangnya dalam segala perilakunya, bukan hanya melalui
kata-kata. 2). Pendidikan melalui nasehat-nasehat; yang merupakan metode
pendidikan untuk mengetuk perasaan anak, agar tersentuh sehingga dengan mudah
menerima apa yang disampaiakn. 3). Pendidikan nilai keimanan dan ketaqwaan yang
mencakup pendidikan aqidah, syari'ah dan pendidikan akhlak[18].
BAB
III
PANDANGAN
UMUM
A.
Keadaan Pendidikan Islam
Pada Masa Rasulullah
Pendidikan
islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode yaitu Periode Makkah dan Periode Madinah.
1.
Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
Nabi Muhammad SAW menerima
wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu
termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama
tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan
pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 1-5)[19]
Kemudian disusul oleh wahyu
yang kedua termaktub ayat al-qur’an yang artinya: Hai orang yang berkemul
(berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan
pakaianmu bersihkanlah. dan perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu
member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk
(memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (Q.S. Al-Mudatsir: 1-7)[20]
Dengan turunnya wahyu itu Nabi
Muhammad SAW telah diberi tugas oleh Allah, supaya bangun melemparkan kain
selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk member peringatan dan pengajaran
kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan
islam.kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu
disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan
teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.
Setelah banyak orang memeluk
islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat
pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan
islam pertama dalam sejarah pendidian islam.disanalah Nabi mengajarkan
dasar-dasar atau pokok-pokok agama islam kepada sahabat-sahabatnya dan
membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi
menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama islam atau menanyakan
hal-hal yang berhubungan dengan agama islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah
(sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[21]
Dalam masa pembinaan
pendidikan agama islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena
al-qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran islam. Disamping itu Nabi
Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.[22]
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah
Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa
Makkah meliputi:
a.
Pendidikan keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata
jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
b.
Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusiadari segumpal
darah dan kejadian alam semesta.
c.
Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti
Yaitu Nabi Muhammad
SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran
tauhid.
1.
Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan
tempat kediaman.[23]
2.
Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada
periode Madinah islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan
pengajaran pendidikan agaam islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a.
Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju
satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan
dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam),
dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan
politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1.
Nabi Muhammad saw mengikis habis
sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali
persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula
diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan
lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[24]
2.
Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha
dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu
di Makkah.
3.
Untuk menjalin kerjasama dan
saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan
makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga
masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
4.
Suatu kebijaksanaan yang sangat
efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah
disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang
dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir
seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari
Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at
Rasa
harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi
Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat
dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa
sebagai umat yang memiliki identitas.[25]
Setelah
selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara,
lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam
perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin,
tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap
Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping
itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut
kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW.[26]
1.
Pendidikan sosial politik dan
kewarganegaraan.
Materi
pendidikan sosial dan kewarnegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya
diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama
periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur,
pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di
Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam
kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
1.
Pendidikan Anak Dalam Islam
Dalam
islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad
saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke
seluruh penjuru alam. Oleh karenanya
banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara
peringatan-peringatan tersebut antara lain:
1)
Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan
agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari
kehancuran (api neraka)
2)
Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan
meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya
menghadapi tantangan hidup.
3)
Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT
memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah
orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga
dan anak keturunan yang menyenangkan hati.[27]
B.
Proses Perkembangan
Pendidikan Islam
Proses
pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan
pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam
sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula
sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan
tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima
periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad
SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad
SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak
perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah
Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu
sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai
dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat
pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam
yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yangn
ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode
dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya
lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta
universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga
pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola
budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga
pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek
budaya umat Islam.
Pada
masa kejayaan ini, pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan
perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang
dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia
pada masa itu.
C.
Pengaruh Perkembangan
Pendidikan Islam
Dalam
perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern yaitu
berupa tantangan dan rangsangan dari luar.[28]
Pendidikan
Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa
pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu
pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman,
tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.[29]
Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah[30]
yaitu;
1. Tujuan Keagamaan dan Ahlak
Anak
didik diajarkan membaca dan menghafal al Qur`an karena hal itu merupakan suatu
kewajiban dalam agama agar mereka mengikuti ajaran agama dan berahlak menurut
agama.
2.
Tujuan Kemasyarakatan
Pemuda-pemuda yang
belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat
menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan.
3.
Cinta akan Ilmu Pengetahuan
Belajar demi
memperdalam ilmu pengetahuan.
4.
Tujuan Kebendaan
Menuntut ilmu supaya mendapat
penghidupan yang layak, pangkat yang tinggi, bahkan kekuasaan dan kemegahan di
dunia ini.
BAB
IV
METODE-METODE
PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL QUR'AN
DAN
AL HADITS
A.
Metode-Metode Pendidikan
Islam Dalam Al Qur'an
1.
Metode Teladan
Dalam al-Qur’an kata teladan disamakan pada kata Uswah yang
kemdian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang
berarti baik. Sehingga dapat terungkapkan menjadi Uswatun Hasanah yang
berarti teladan yang baik. Kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak
enam kali dengan mengambil contoh Rasullullah SAW, Nabi Ibrahim dan kaum yang
beriman teguh kepada Allah. Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab :
لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة
“Sesungguhnya dalam diri Rasullullah itu kamu dapat
menemukan teladan yang baik” (Q.S.al-Ahzab:21)[31]
Muhammad Quthb, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri Nabi
Muhammad, Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi Islam, suatu bentuk
yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung[32].metode
ini dinggap sangat penting karena aspek agama yang trpenting adalah akhlak yang
termasuk dalam kawasan aektif yang terwujud dalam tingkah laku(behavioral).
2.
Metode Kisah-Kisah
Di dalam al-Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat
al-Qasash yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut
diulang sebanyak 44 kali.[33]
Menurut Quraish Shihab bahwa dalam mengemukakan kisah di al-Qur’an tidak segan-segan
untuk menceritakan “kelemahan manusiawi”. Namun, hal tersebut digambarkanya
sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengundang
rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan menggaris bawahi akibat
kelemahan itu, atau dengan melukiskan saat kesadaran dan kemenangannya
mengalahkan kelemahan tadi.
Kemudian Quraish Shihab memberikan contoh pada surat al-Qashash ayat
76-81.[34]
Disini, setelah dengan bangganya Karun mengakui bahwa kekayaan yang
diperolehnya adalah berkat kerja keras dan usahanya sendiri. Sehingga muncul
kekaguman orang-orang sekitarnya terhadap kekayaan yang dimilkinya, tiba-tiba
gempa menelan Karun dan kekayaanya. Orang-orang yang tadinya kagum menyadari
bahwa orang yang durhaka tidak akan pernah memperoleh keberuntungan yang
langgeng. Pelajaran yang terkandung dalam kisah tersebut adalah mengingatkan
menusia agar jangan lupa bersyukur kepada Allah, jangan lupa diri, takabbur,
sombang dan seterusnya, karena itu semua hal yang tidak disukai oleh Allah.
Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik
yang menyentuh perasaan. Islam menyadari akan adanya sifat alamiah manusia yang
menyukai cerita dan menyadari pengaruh besar terhadap perasaan. Oleh karena itu
Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu tehnik pendidikan.
Islam mengunakan berbagai jenis cerita sejarah factual yang menampilkan suatu
contoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti
pelaku yang ditampilkan contoh tersebut(jika kisah itu baik). Cerita drama yang
melukiskan fakta yang sebenarnya tetapi bisa diterapkan kapan dan disaat
apapun.
3.
Metode Nasihat
Al-Qur’an
juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia
kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal nasihat. Tetapi
pada setiap nasihat yang disampaikannya ini selalu dengan teladan dari I
pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode
yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat melengkapi.
Didalam
al-Qur’an, kata-kata yang menerangkan tentang nasihat diulang sebnyak 13 kali
yang tersebut dalam 13 ayat didalam tujuh surat. Diantara ayat-ayat tersebut
berkaitan dengan para Nabi terhadap umatnya. Salah satunya contoh nasihat Nabi
Saleh kepada kaumnya, dalam firman Allah:
وتولي عنهم وقال يا قومي لقد ابلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن لا تحبون
الناصحين
“Maka berpaling dari mereka dan (Nabi
Saleh) berkata:”hai kaumku aku telah menyampaikan kepadamu amanat dari Tuhanku,
dan aku telah memberimu nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai
orang-orang yangmemberi nasihat.”(Q.S. al-‘Araf:79)[35]
4.
Metode Ceramah
Metode
ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak
orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering
disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata
tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini
dekat dengan kata tablih,yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada
hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan
suatu ajaran.
Pada
masa lalu hingga sekarang metode ini masih sering digunakan, bahkan akan selalu
kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini
di campur dengan metode lain. Karena kekurangan metode ini adalah jika sang
penceramh tidak mampu mewakili atau menyampaikan ajaran yang semestinya haus
disampaikan maka metode ini berarti kurang efektif. Apalagi tidak semua guru
atau pendidik memiliki suara yang keras dan konsisten, sehingga jika
menggunakan metode ceramah saja maka metode ini seperti hambar.
Didalam
al-Qur’an kata tabligh lebih banyak digunakan daripada kata khutbah,
al-Qur’an mengulang kata tabligh sebanyak 78 kali. Salah satunya
adalah dalam surat Yaasin ayat 17, yang artinya berbunyi;
وما
علينا الا البلا غ المبين
“Dan
kewajiban kami adalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.(Q.S.
Yaasin:17)[36]
Dalam
ayat ini jelas bahwa metode ini telah digunakan sejak zaman dahulu, untuk
menjelaskan tetang suatu ajaran atau perintah.
6.
Metode Tanya Jawab
Tanya
jawab merupakan salah satu metode yang menggunakan basis anak didik menjadi
pusat pembelajaran. Metode ini bisa dimodif sesuai dengan pelajaran yang akan
disampaikan. Bisa anak didik yang bertanya dan guru yang menjawab atau bisa
anak didik yang menjawab pertanyaan dari gurunya.
Didalam
al-Qur’an hal ini juga digunakan oleh Allah agar manusia berfikir.
Pertanyaan-pertanyaan itu mampu memancing stimulus yang ada. Adapun contoh yang
paling jelas dari metode pendidikan Qur’an terdapat didalam surat Ar-Rahman.
Disini Allah SWT mengingatkan kepada kita akan nikmat dan bukti kekuasaan-Nya,
dimulai dari manusia dan kemampuannya dalam mendidik, hingga sampai kepada
matahari, bulan, bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi.
Pada
setiap ayat atau beberapa ayat dengan kalimat bertanya itu, manusia berhadapan
dengan indera, naluri, suara hati dan perasaan. Dia tidak akan dapat
mengingkari apa yang di inderanya dan diterima oleh akal serta hatinya. Ayat
itu adalah Ar-Rahman ayat 13 :
فباي ألاء ربكما تكذ بان
“Maka
nikmat rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?”( Qs. Ar Rahman : 13
)[37]
Pertanyaan
itu diulang sebanyak 31 kali didalam surat ini. Setiap diulang, pertanyaan itu
merangsang kesan yang berlainan sesuai dengan konteksnya dengan ayat
sebelumnya.
7.
Metode Diskusi
Metode
diskusi diperhatikan dalam al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan
tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap
sesuatu masalah. Sama dengan metode diatas metode diskusi merupakan salah satu
metode yang secara tersirat ada dalam al-Qur’an.
Didalam
al-Qur’an kata diskusi sama dengan al-mujadallah itu diulang sebanyak
29 kali. Diantaranya adalah pada surat al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
وجادلهم بالتي هي احسن
“Dan
bantahlah dengan cara yang baik..”(Q.S.al-Nahl:125)[38]
Dari
ayat diatas Allah telah memberikan pengajaran bagi umat Islam agar membantah
atau berargument dengan cara yang baik. Dan tidak lain itu bisa kita temui
dalam rangkaian acara yang biasa disebut diskusi.
Diskusi
juga merupakan metode yang langsung melibatkan anak didik untuk aktif dan
kreatif dalam pembelajaran. Diskusi bisa berjalan dengan baik jika anak didik
yang menduskisikan suatu materi itu benar-benar telah menguasai sebagian dari
inti materi tersebut. Akan tetapi jika peserta diskusi yakni anak didik tidak
paham akan hal tersebut maka bisa dipastikan diskusi tersebut tidak sesuai yang
diharapkan dalam pembelajaran.
B.
METODE-METODE PENDIDIKAN
ISLAM DALAM AL HADITS
1.
Metode Keteladanan.
حدثنا
عبد الله ابن يوسف قال اخبرنا مالك عن عمر ابن عبدالله ابن الزبير عن عمر ابن سليم
الزرقي عن ابي قتادة الانصاري ان رسول الله صلي الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل
امامة بنت زينب بنت رسول الله صلي الله عليه وسلم لابي العاص بن ربيعة بن عبد سمش
فاذا سجد وضعها واذا قام حملها
Artinya: Hadis
dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn
Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri,
bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah
saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila
sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.[39]
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab
sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka
tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya
dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di
pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut
dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci
anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam
salat sekalipun.[40] Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di
mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak
didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah
guru memberikan teladan yang baik.[41]
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan
apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan
tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap
sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana
tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus
merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu
metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan
oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran
secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 33: 21)[42].
Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah
pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian,
keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode
yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah
keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai
teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang
dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam
pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina
perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah
saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga
diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
2.
Metode lemah lembut/kasih sayang.
عِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ
هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ
يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ
أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ
بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي
لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا
بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ
كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn
Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi
Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn
Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang
dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya
dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku?
Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka
menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku
bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat
guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi
Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya)
bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari
pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.[43]
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan,
karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian
peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta
didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan
kepribadian.
3.
Metode deduktif.
حَدَََّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ
عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya:
“Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari
Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari
Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh
Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin
yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang
hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah
(mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita
terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang
menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian
hingga air matanya mengalir”.[44]
Menurut Abi
Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran,
akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga
lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.[45]
4.
Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ
كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ
مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya;
“Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari
Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi
saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti
kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke
sana ke sini”.[46]
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu
metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi
pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak
dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw.
sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga
benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau
menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat
jelas.
5.
Metode kiasan.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ
أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ
قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ
قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya:
“Hadis
Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari
Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid.
Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi.
Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci
dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu
bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan
telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu”.[47]
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan
kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan
tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan
membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga
membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
6.
Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا
وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya:
“Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya
hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw.
Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw.
suka memberikan keringanan kepada manusia.”[48]
Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah
mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk
tetap meningkatkan aktivitas belajar .
7.
Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ
بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ
يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya:
“Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu
ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn
Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat
kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia
mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan
tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun.
Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah
menghapus dosa-dosa”.[49]
Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua
orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik
tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang
lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.[50]
Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan
orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan
pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu
topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan,
pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog,
perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat
realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog,
di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi,
deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab,
sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat.
Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode
tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan
pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada
para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
8.
Metode Pengulangan.
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ
حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ
الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: “Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn
Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda:
Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa.
Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya.[51]
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah
pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana
seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan
motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu
ingatan yang penting
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah
penulis uraikan di atas dapat penulis simpulkan :
1.
Metodologi pendidikan secara umum
dapat dikemukakan sebagai mediator pelaksanaan operasional pendidikan. Secara
khusus biasanya metodologi pendidikan berhubungan dengan tujuan dan materi
pendidikan dan juga dengan kurikulum. Metodologi pendidikan harus
mempertimbangkan kebutuhan, ketertarikan, sifat dan kesungguhan para pesrta
didik dan juga harus memberikan kesempatan untuk mengembangkan kekuatan
intelektualannya.
2.
dalam al qur’an terdapat beberapa metode yang dapat
di gunakan dalam ruang lingkup pendidikan islam diantaranya : metode teladan,
metode nasihat,
metode pembiasaan,
metode ceramah,
metode tanya jawab,
metode diskusi
3.
adapun metode pendidikan islam yang terdapan dalam
al hadits diantaranya : Metode Keteladanan, Metode perumpamaan, Metode kiasan,
Metode memberi kemudahan, Metode perbandingan, Metode tanya jawab, Metode Pengulangan, Metode pemecahan masalah, Metode
pujian/memberi kegembiraan. Yang secara keseluruhan telah dijabarkan oleh
penulis pada bab sebelumnya.
B.
Saran-Saran
Merupakan salah
satu keharusan bagi seorang pendidikan yaitu memiliki metode di dalam mengajarkan
ilmunya terutama di dalam pendidikan islam
hal ini di karenakan metode merupakan salah satu hal yang sangat
memiliki peran penting dalam rangka mensukseskan proses belajar mengajar dalam
pendidikan islam.
Oleh karena itu
Melalui risalah yang sederhana ini, penulis merasa perlu memberikan saran-saran
walaupun sedikit, tetapi semoga bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya
maupun bagi orang lain.
Di antara
saran-saran penulis diantaranya :
1.
Bagi semua pendidik ingatlah dua
pustaka yang diwariskan oleh nabi Muhammad saw yaitu al qur’an dan hadits
karena dua hal ini lah yang dijanjikan oleh rosulullah “barang siapa yang
berpegangan dengan keduanya niscaya dia akan selamat”
2.
Dalam al qur’an dan al hadits terdapat
banyak metode metode yang dapat ikut serta dalam mensukseskan proses belajar
mengajar dalam dunia pendidikan islam oleh karena itu jagalah metode-metode
tersebut dengan cara melestarikan metode yang terdapat dalam al qur’an dalam
pendidikan islam
3.
Mulailah untuk membina pendidikan
islam secara bertahap dengan metode yang bervariasai agar peserta didika tidak
jenuh di dalam mempelajari pendidikan islam
- Penutup
Dengan selesainya
risalah ini, penulis tak lupa memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT
karena hanya dengan pertolongan darinyalah penulis dapat menyelesaikan
penulisan risalah ini. Dan mudah-mudahan risalah yang telah penulis selesaikan
ini diberikan kemanfaatan sehingga mendapat nilai pahala.
Akan tetapi dengan
selesainya risalah ini pula tentunya banyak sekali kekurangan yang dapat
terlihan dan nampak pada risalah ini karena semua hal yang telah sempurna pasti
akan nampaklah kekurangannya Oleh karena itu penulis sangat berharap khususnya
kepada pembimbing dan kepada semua pmbaca untuk memberiakan kritik dan saran,
sehingga risalah ini mendapatkan penambahan yang nantinya dapat menuai hasil
yang sempurna, karena penulis menyadari bahwa penulisan risalah ini masih
banyak sekali kekurangan di dalamnya.
Penulis berharap
dengan perantaraan risalah ini akan memberikan manfaat bagi penulis sendiri
pada khususnya dan para pembaca pada umumnya, dengan mengaflikasikan isi dari
risalah ini dalam mengemangkan mutu pendidikan islam di Indonesia.
Penulis
Muhammad Andri
DAFTAR
PUSTAKA
Al Hasyimi Ahmad As Sayyid, Mukhtarul Ahadits An Nabawiyyah Wal
Hikam Al Muhammadiyyah, ( Semarang : Toha Putra )
Al Ghozali Imam, Syarah Ayuhal Walad, ( Surabaya : Al Hidayah ),
Novia Windy, Kamus Ilmiah Popular, (wipress, 2008), cet. 1,
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ),
An Nahlawi Abdurahman, prinsip-prinsip dan METODA PENDIDIKAN ISLAM
dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO,
1996 ),
Hadi Sutrisno, Metodologi Research, ( Yogyakarta :
PT. Andi Ofset, 2000 ), jilid 1 dan 2,
Narbuko Kholid, Metodologi
Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo
Semarang, 1989 ),
Drawer James, Kamus Psikologi,
(Jakarta : Bina Aksara, 1998M),terj, nanci simanjuntak. Cet.I,
Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: balai pustaka, 1990), Cet.III
Uhbiyati
Nur, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), cet-Kedua,
Nata Abudin, Filsafat Pendidikan Islam
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Edisi Baru,
Suhartini Andewi, Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia,
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--cahyatrihe-5510
Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992).
Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
Prof.Dr.H.Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:PT.Raja Grafindo, 1992 Persada,2008).
Hanun Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta
: PT Logos Wacana Ilmu. 1999),
Dra. Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan
Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,1986,
Departemen Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka
Al Kautsar, 2009 ),
Muhammad
Quthb,Sistem Pendidikan Islam,(Bandung:PT.Al-Ma’arif,1984)
Muhammad
Fuad Abd al-Baqy,al-Mu’jam alMufrasdli Alfazhal Qur’an al-Karim,(Solo:Dar
al-Fikr,1987)
Dr.Quraish
Shihab,Membumikan al-Qur’an,(Bandung:Mizan,1982)
Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri,. Al-Jâmi’ Al-Shahĩh Al-Mukhtasar, ( Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 1987 ),
juz I,
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil Al
Asqalâni,. Fâthul Bâri
Syarah Shahih al-Bukhâri. ( Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H )
Ibrahim Muhammad Hamd, Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. (Jakarta: Dârul Haq, 2002),
An Naisabūri Abu al-Husain Muslim ibn
al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, ( Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa
Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H ), juz. 1,
Andalūsi Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât
an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih
al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. ( Beirut: Dârul Jiil, 1979), juz.
1
Sijistâni,Abu Dâud Sulaiman ibn
al-Asy’aş Sunan Abu Dâud.( Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 1401 H).cet.1, juz 2,
Nahlawi Abdurrahman, Ushulut
Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj.
Shihabuddin.( Jakarta: Gema Insani Press:1996),
Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria Nawâwi,. Syarah an-Nawāwi ‘ala
Shahih Muslim. )Beirut: Dâr al-Fikri,
1401 H(,
[1] As
Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Mukhtarul Ahadits An Nabawiyyah Wal Hikam Al
Muhammadiyyah, ( Semarang : Toha Putra ) hal. 25
[2]
Imam Al Ghozali, Syarah Ayuhal Walad, ( Surabaya : Al Hidayah ), hal 3
[3] Windy
Novia, Kamus Ilmiah Popular, (wipress, 2008), cet. 1, hal. 448
[4]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ), hal.10
[5]
Abdurahman An Nahlawi, prinsip-prinsip dan METODA PENDIDIKAN ISLAM dalam
keluarga, sekolah dan di masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996
), hal. 36
[6]
Syaikh Sayid Ahmad Al Maliki Al Hasani, Qowaidul Asasiyyah, ( Semarang :
Karya Toha Putra), Hal.15
[7]
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, ( Yogyakarta : PT.
Andi Ofset, 2000 ), jilid 1 dan 2, hal. 26
[8]
Kholid Narbuko, Metodologi
Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo
Semarang, 1989 ), hal. 137
[9] James Drawer, Kamus
Psikologi, (Jakarta : Bina Aksara, 1998M),terj, nanci simanjuntak.
Cet.I,hal.488
[10]
Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: balai pustaka, 1990), Cet.III, hal. 191
[11]Sutrisno
Hadi, Loc Cit, hal.42
[12] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:
CV Pustaka Setia, 1999), cet-Kedua, hal. 99
[13] Ibid, hal. 99
[14] H. Abudin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Edisi Baru, hal. 144
[15] Ibid, hal. 145
[16] Andewi Suhartini, Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, hal. 4
[17] Ibid, hal. 4-5
[18]http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--cahyatrihe-5510
[19]Departemen Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta :
Pustaka Al Kautsar, 2009 ), hal.
[20] Ibid, hal.
[21] Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992). Hal 6
[22]Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008),cet. 9 Hal 28
[23]Ibid, hal 27
[24] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta:PT.Raja Grafindo, 1992 Persada,2008). Hal 26
[25] Dra. Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, ,2008 ), cet.9, hal 37
[26] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1992),. hal 16
[27] Dra.Zuhairini, dkk,op. Cit , hal 55
[28] Hanun Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta
: PT Logos Wacana Ilmu. 1999), h.77
[29]
Dra. Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN di Jakarta,1986, h. 95
[30] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), h. 46-47
[31]
Departemen Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka Al
Kautsar, 2009 ), hal. 420
[32] Muhammad Quthb,Sistem Pendidikan Islam,(Bandung:PT.Al-Ma’arif,1984)
hal:180
[33] Muhammad Fuad Abd al-Baqy, al-Mu’jam alMufrasdli
Alfazhal Qur’an al-Karim,(Solo:Dar al-Fikr,1987) hal:286
[34] Dr.Quraish Shihab,Membumikan al-Qur’an,(Bandung:Mizan,1982)hal:175
[35] Ibid,
hal.160
[36] Ibid,
hal.441
[37]
Ibid, hal .561
[38]
Ibid, hal. 281
[39] Abu
Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri,.
Al-Jâmi’ Al-Shahĩh Al-Mukhtasar, ( Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 1987 ), juz I, hal. 193.
[40] Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil Al
Asqalâni,. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. ( Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H ),hal.591-592
[41]
Muhammad Hamd Ibrahim, Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. (Jakarta: Dârul Haq, 2002), hal. 27
[42] Departemen
Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka Al Kautsar,
2009 ), hal. 420
[43] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj
al-Qusyairi An Naisabūri, Shahih Muslim, ( Saudi Arabia : Idâratul Buhūş
Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H ), juz. 1, hal. 381
[44]
Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri, op. Cit,
juz. 1, hal.234
[45] ,
Imâm Ibn Abi Jamrah Al Andalūsi.
Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah
Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. ( Beirut: Dârul Jiil, 1979), juz. 1 hal. 97
[46] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj
al-Qusyairi An Naisabūri, op. Cit, juz 4, hal.2146
[47]
Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri, op. Cit, juz. 1, hal.119
[48]Abu
Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri, op. Cit, juz. 1, hal.38
[49] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj
al-Qusyairi An Naisabūri, loc.cit, juz.
1, hal. 462-463
[50] Abdurrahman Nahlawi, Ushulut Tarbiyyah
Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin.(
Jakarta: Gema Insani Press:1996),hal.205
[51]Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş Sijistâni,
Sunan Abu Dâud.( Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 1401 H).cet.1, juz 2, hal. 716
Tidak ada komentar:
Posting Komentar