STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Sabtu, 21 Mei 2011

Kurikulum dan Belajar

BAB I
PENDAHULUAN


Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di kemudian hari tergantung pada pendidikan yang di kecap oleh anak-anak sekarang, terutama melelui pendidikan formal yang di terima di sekolah. Apa yang akan di capai di sekolah, di tentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa yang menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat di pahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital perkembangan bangsa, maka dapat di pahami pula betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu.
Oleh sebab itu, setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum. Selain itu guru sebagai edukater (pendidik) harus mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberikan hasil yang lebih baik tentunya dengan menggunakan berbagai teori belajar.


BAB II
PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN KURIKULUM DAN BELAJAR
1. Pengertian Kurikulum
Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh di katakan baru menjadi populer sejak tahun 50-an, yang dipopulerkan oleh mereka yang memproleh pendidikan di Amerika Serikat kini istilah itu telah dikenal orang diluar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran”. Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development, Theory and Practice” mengartikan sebagai “A plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Di bawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum .
1. J. Galeh Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah. Kurikulum juga meliputi apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
2. B. Othanel Smith, W.O. Stanly dan J. Harlan Shores, memandang kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakat.
3. J. Lloyd dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School Imrovement (1973) mengemukakan bahwa dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal hal struktural mengenai waktu jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.

2. Pengertian Belajar
Apakah sebenarnya belajar itu : Ada banyak macam definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :
1.
Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by a shange in behaviour as a result of experience. ( Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman).
2. Harold Spears memberikan batasan : Learning is to observe, to read, to imitate, to try something solves, to listen, to follow direction (Belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mendengar, mengikuti petunjuk).
3. Geoch, mengatakan : Learning is a change performance as a result of practice. (Belajar adalah perubahan penampilan dengan beberapa serangkaian kegiatan).
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dsb.
Selanjutnya, ada yang mendefinisikan “Belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu individu yang bekajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Konkritnya, menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku seseorang.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
B. TEORI TEORI BELAJAR
Pada mulanya teori-teori belajar dikembangkan oleh para ahli psikilogi dan dicobakan tidak langsung kepada manusia di sekolah, melainkan menggunakan percobaan dengan binatang. Mereka beranggapan bahwa hasil percobaaan akan diterapkan pada proses belajar mengajar untuk manusia.
Pada tingkat perkembangan berikutnya, baru para ahli mencurahkan perhatiannya pada proses belajar mengajar untuk manusia di sekolah. Penelitian penelitiannya yang tertuang dalam berbagai macam jenisnya. Dalam hal ini secara global ada tiga teori yakni:
1. Teori disiplin mental
Teori ini beranggapan bahwa “otak” manusia terdiri atas sejumlah “Faculties” atau daya daya, tiap daya mempunyai fungsi tertentu, ada daya ingat, daya fikir, daya tanggap, daya fantasi, dan lain-lain. Tujuan dari pendidikan itu adalah memperkuat daya daya tersebut dan ini di lakukan dengan latihan untuk mendisiplinnya. Misalnya daya ingat dapat di latih dengan menghafal nama-nama kota, nama nama pahlawan, tahun tahun sejarah, kota kota asing, dsb. Daya fikir di latih dengan menghadapkan anak dengan berbagai soal, makin sulit makin baik, karena nilai latihannya makin tinggi, begitu pula untuk daya daya yang lain. Akan tetapi yang penting dalam hal ini bukanlah penguasaan atas bahan pelajaran melainkan dari pengasuhnya atas latihan daya daya tertentu. Biarlah bahan pelajaran itu di lupakan sama sekali. Tapi hasil latihannya akan tetap dapat digunakan.
2. Teori asosiasi
Dari semua teori belajar lainnya, barangkali teori inilah yang paling banyak diterapkan di sekolah. Bila sekolah di pandang sebagai tempat memperoleh pengetahuan, maka metode yang paling ampuh ialah metode S-R yaitu menghubungkan stimulus dan respon. Teori ini manusia di pandang sebagai kumpulan S-R (stimulus-respon) yang masing masing bersifat spesifik. Tiap stimulus memerlikan respon tertentu. Makin banyak S-R yang dimiliki seseorang, makin mampu ia menghadapi hidupnya.
Teori belajar ini bersifat mekanistis, karena menggunakan latihan dan ulangan untuk mempererat asosiasi antara stimulus dan respon. Teori ini tidak begitu mementingkan perbedaan individual. Bahan pelajaran jelas lebih dahulu ditentukan. Jawaban atas pertanyaan jelas ditetapkan. Kebebasan berfikir kurang dikembangkan. Motivasi juga di kontrol dari luar melalui reinforcement, misalnya berupa pujian dan hukuman.
Menurut Thorndike, dasar dari belajar itu aalah asosiassi antara kesan panca indera (Sense impresion) dengan implus untuk bertindak (Implus to action). Dengan kata lain, belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi.
Antara stimulus dan respon ini akan terjadi hubungan yang sangat erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu menjadi terbiasa, otomatis. Teori ini berbeda dengan teori disiplin mental, pada teori ini asosiasi ini transfer sangat terbatas. Teori ini ingin menjadikan proses belajar bersifat scientific atau ilmiah dan membentuk kelakuan manusia secara sistimatis dan terkontrol.
Adapun tokoh yang sangat mempengaruhi aliran ini ialah Ivan P. Pavlov (1849-1936).

3. Teori Gestalt, Teori “Lapangan”
Dasar pokok aliran psikologi ini pertama kalinya di rumuskan Max WARTHEIMER pada tahun 1912 yang berbunyi “keseluruhan lebih dari jumlah bagian bagiannya”.
Teori ini mengutamakan keseluruhan, melihat bagian bagian dalam rangka keseluruhan yang hanya mengandung makna dalam hubungannya dengan bagian bagian lain. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan adalah lebih urgen dari bagian bagian atau unsur. Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting di lakukan secara menyeluruh. Dengan kata lain Teori Belajar Gestalt ini mengandung pengertian “belajar tentang sesuatu secara keseluruhan, belajar unsur unsur setelah keseluruhan”.
Kunci dalam Teori Gestalt, adalah “insight” belajar ialah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan antar unsur- unsur situasi problematis dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu yang pasti, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif.
Kemudian yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah mengenai “insight”. Darimana insight itu diperoleh, dan darimana munculnya insight itu sendiri ? ada beberapa hal yang melatarbelakangi timbul insight itu, antara lain :
a. Kesanggupan : Maksudnya kesanggupan atau kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman : Karena belajar, berarti akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah munculnya insight.
c. Latihan : Dengan memperbanyak latihan akan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight, dalam situasi situasi yang bersamaan yang telah di latih.
d. Trial and eror : Sering seorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, baru setelah mengadakan percobaan percobaan, seorang dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.

C. PENGARUH TEORI BELAJAR TERHADAP KURIKULUM
1. Teori Mental Disiplin, yakni melatih daya mental terutama daya pikir, tujuan ini sangat sempit.
Bahan pelajaran ynag melatih daya pikir menduduki tempat yang penting. Dalam penentuan bahan, faktor anak tak berapa dihiraukan. Bahan itu disusun menurut urutan yang logis sesuai denagan sistematika mata pelajaran itu, jadi biasanya dimulai dengan definisi atau klasifikasi ilmiah, baru kemudian objek-objek atau contoh contoh yang konkrit.
2. Teori Asosiasi, mengutamakan bahan pelajaran yang spesifik, yang terdiri atas sejumlah S-R dan di kuasai melalui penyajian yang cermat, hafalan dan ulangan. Yang disajikan adalah unsur unsur yang atomistis, bukan ide ide yang prinsipil. Penyajian hal-hal yang spesifik dengan cara yang sangat teliti itu tampak dalam pengajaran berprogram dan “Teaching machines” juga “Job analysis” seperti dilakukan untuk pertama kalinya oleh Charters di dasarkan atas teori itu.
3. Teori Gestalt atau Field Theory mempunyai tujuan yang jelas dan luas. Yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi, juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan pribadi, dalam menentukan bahan pelajaran dipertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan masyarakat anak dan bahan dari berbagai mata pelajaran. Kurikulum meliputi perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Organisasi bahan pelajaran dan metode mengajar diutamakan hubungan dan interaksi serta pemahaman. Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu. Berbeda dengan Teori Asosiasi, yang banyak memberi peranan “pasif” kepada anak, Teori Gestalt ini memendang belajar sebagai proses yang memerlikan aktifitas anak. Karena itu digunakan metode problem solving dan inquiry approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan serta bantuan guru sejauh diperlukan.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
a. Belajar pada umumnya diartikan sebagai perubahan dalam kelakuan seseorang sebagai akibat pengaruh usaha pendidikan.
b. Ada berbagai teori belajar yang masing masing mempunyai kebaikan dan kekurangan adanya kekurangan suatu teori belajar tidak berarti kita harus mengabaikan seluruhnya.
c. Teori belajar yang dianut berpengaruh terhadap kurikulum yang bina. Teori ilmu jiwa daya (disiplin mental) mengutamakan latihan mental yang diperoleh melalui bahan pelajaran. Teori Asosiasi mengutamakan penguasaan bahan pelajaran sendiri, sedangkan Teori Gestalt mementingkan perkembangan pribadi anak dalam usaha memecahkan masalah masalah yang di hadapinya dalam hidupnya.
d. Teori belajar juga mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar. Namun mengajar bukan di dukung oleh psikologi belajar yang di perkuat oleh eksperimentasi. Karena belajar dalam kelas banyak variabel yang tidak dapat dikuasai, maka percobaan kebanyakan dapat dilakuakn tentang belajar menurut asosiasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.M. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2005.
2. Prof. Dr. Si. Nasution, M.A, Asas-asas Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar