STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Rabu, 08 Juni 2011

MADRASAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Madrasah merupakan perkembangan tebih lanjut dari pesantren. Karena itu menjadi penting untuk mengamati proses historis sebagai mata rantai yang menghubungkan perkembangan pesantren di masa lalu dengan munculnya madrasah di kemudian hari. Madrasah secara berangsur angsur diterima sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.Sistem pendidikan pesantren di Jawa merupakan kesinambungan dari kegiatan pendidikan dan tarekat di pusat penyebaran Islam dan Tarekat di Jawa. Praktek suluk yang merupakan keiatan tarekat telah memperkenalkan amalan-amalan tarekat yang berkembang dalam lingkungan pesantren. Perlu dijelaskan bahwa dalam tradisi pesantren, istilah tasawuf dipakai dalam kaitannya dengan aspek intelektual dari “jalan menuju surga”, sedangkan aspek etis dan praktis disebut dengan istilah tarekat.

Melalui perubahan yang sangat signifikan di dunia pesantren, yaitu masuknya sistem madrasi atau klasikal yang diikuti dengan masuknya kurikulum pendidikan berbasis sekolah, maka secara pasti akan mengurangi porsi pembelajaran pendidikan agama secara signifikan.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional (UUSPN), madrasah memiliki kedudukan dan peran yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya (persekolahan).
Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama dan memiliki akar budaya yang kokoh di masyarakat, madrasah memiliki basis sosial dan daya tahan yang luar biasa. Atas dasar itu apabila madrasah mendapatkan sentuhan menejemen dan kepemimpinan yang baik niscaya akan dengan mudah menjadi madrasah yang diminati masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana terjadinya Hakekat Madrasah ?
2. Apa saja Landasan Ideal Madrasah Di Indonesia ?
3. Apa Landasan operasional Madrasah di Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami terjadinya Hakekat Madrasah.
2. Untuk mengetahui Landasan Ideal Madrasah Di Indonesia.
3. Untuk mangetahui Landasan operasional Madrasah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Madrasah
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “darasa”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (thariq), sedangkan kata “midras” di artikan “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar” dan kata “midras” dengan alif panjang diartikan “rumah untuk mempelajari kitab Taurat”. Padanan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah. Pada umumnya, pemakaian kata madrasah dalam arti sekolah tersebut, mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam yang berjenjang dari madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sedangkan cikal-bakal model madrasah di Indonesia adalah madrasah Nizhamiyah.
Madrasah pada awal perkembangannya mempunyai beberapa pengertian, diantaranya : berarti aliran atau mazhab, kelompok atau golongan filosuf, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu yang berpegang pada metode atau pemikiran yang sama. Pandangan pandangan atau aliran aliran itu timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam, sehingga mereka berusaha untuk mengembangkan mazhab masing masing, khususnya pada periode Islam klasik. Maka, terbentuklah madrasah madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab, atau aliran tersebut, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah . Sedangkan menurut Abuddin Nata, kemunculan madrasah setidaknya didasari oleh 5 hal, modernisasi lembaga (khususnya masjid), perkembangan ilmu pengetahuan yang memunculkan universitas, pemasyarakatan mazhab, peubahan politik pemerintahan, dan perubahan orientasi pendidikan sebagai sebuah profesi
Madrasah merupakan perkembangan tebih lanjut dari pesantren. Karena itu menjadi penting untuk mengamati proses historis sebagai mata rantai yang menghubungkan perkembangan pesantren di masa lalu dengan munculnya madrasah di kemudian hari. Madrasah secara berangsur angsur diterima sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.Sistem pendidikan pesantren di Jawa merupakan kesinambungan dari kegiatan pendidikan dan tarekat di pusat penyebaran Islam dan Tarekat di Jawa. Praktek suluk yang merupakan keiatan tarekat telah memperkenalkan amalan-amalan tarekat yang berkembang dalam lingkungan pesantren. Perlu dijelaskan bahwa dalam tradisi pesantren, istilah tasawuf dipakai dalam kaitannya dengan aspek intelektual dari “jalan menuju surga”, sedangkan aspek etis dan praktis disebut dengan istilah tarekat.
Madrasah Diniyah (Madin) merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem pendidikan madrasi yang mulai berkembang di tahun 60-an. [1]Sebelumnya, banyak pesantren yang melakukan pembelajaran melalui sistem tradisional seperti wetonan, sorogan dan bandongan. Sistem ini merupakan sistem asli dalam pembelajaran di pondok pesantren. Baru ketika pesantren menerimna sistem baru pembelajaran yang bercorak klasikal, maka sistem ini kemudian menjadi penting. Sistem klasikal yang memasuki dunia pesantren, sesungguhnya kemudian mereduksi tingkat pengetahuan keagamaan yang selama ini menjadi andalan pesantren. Makanya kemudian muncullah alternatif untuk melakukan penambahan sistem pendidikan baru yang kemudian disebut Madrasah Diniyah (Madin).
Pesantren semenjak semula memang didesain untuk pendalaman keagamaan. Di sinilah kemudian dikaji seluk beluk ilmu agama, baik ilmu alat seperti nahwu, shorof, balaghah, dan sebagainya sehingga nama-nama kitab seperti Imrithi, Jurumiyah, Nahwul Wadhih dan Alfiyah menjadi masyhur di dunia pesantren. Demikian juga kitab-kitab fiqih seperti Fathul Mu’in, Ianatut Thalibin, Taqrib, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Iqna’, Minhajut Thalibin, Minhajut Thullab, Fathul Wahab, Safinah, Sulam Taufiq, Mabadi’ Fiqhiyah dan sebagainya. Demikian pula kitab tafsir dan hadits serta kitab-kitab ilmu kalam lainnya.
Melalui perubahan yang sangat signifikan di dunia pesantren, yaitu masuknya sistem madrasi atau klasikal yang diikuti dengan masuknya kurikulum pendidikan berbasis sekolah, maka secara pasti akan mengurangi porsi pembelajaran pendidikan agama secara signifikan. Akibatnya lulusan pesantren menjadi tereduksi secara tidak langsung dalam ilmu keagamaannya. [2]Meskipun tidak semuanya tetapi secara umum ternyata sistem klasikal yang menghadirkan pendidikan umum membawa dampak kurang menggembirakan bagi kualitas pengetahuan keagamaan alumni pesantren.
Menghadapi realitas perubahan tersebut maka pesantren kemudian melakukan inovasi sistem pendidikan diniyah yang seluruh kurikulumnya didesain untuk pendalaman agama. Kebanyakan guru-gurunya adalah alumni pesantren yang keilmuann agamanya sangat mumpuni. Namun demikian kebanyakan mereka tidak memiliki basis metodologi pengajaran. Yang dilakukan dalam pengajaran di madin adalah apa yang dahulu pernah diperoleh dari para gurunya. Di dunia modern ini tentu saja tuntutan orang untuk belahar lebih cepat akan terus mengedepan. Padahal metode yang dikembangkan oleh para guru di masa lalu tersebut, kiranya cocok jika para murid atau santri memiliki waktu yang cukup lama untuk belajar. Di tengah tuntutan perubahan dari stakeholder pendidikan keagamaan tersebut, maka perubahan metode mengajar pun harus menjadi prioritas.
Perubahan memang kata yang paling sakti dalam jagat kehidupan manusia. Makanya dunia pesantren pun harus berubah. Yang dibidik dalam perubahan di pesantren adalah metodologi mengajar bagi madrasah diniyah. Sebagaimana teori pendidikan pada umumnya, bahwa guru adalah kata kunci di dalam proses pembelajaran. Jika gurunya bagus maka akan diperoleh out put pendidikan yang bagus. Makanya di tengah tuntutan waktu yang semakin singkat, kelangkaan metode pembelajaran yang efektif dan efisien dan kualitas guru yang perlu peningkatan, maka pemberian tambahan pendidikan formal bagi para guru merupakan tuntutan yang tidak bisa diabaikan.
Di dalam kerangka ini, maka upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendidik para guru Madin, agar mereka memiliki kemampuan metodologis yang andal patut memperoleh apresiasi yang sangat tinggi. Melalui kemampuan metodologis yang andal, maka diharapkan siswa/santri Madin akan dapat menguasai materi pendidikan jauh lebih cepat. Melalui varian pembelajaran, maka siswa atau santri akan dapat menyerap materi pendidikan jauh lebih efektif.
2.2 Landasan Ideal Madrasah Di Indonesia
Firman Alloh Subhaanahu wa ta’ala :
” Dialah (Alloh) yang telah mengutus Rosul-Nya dengan (membawa) al huda (Ilmu naafi’) dan dienul haq (amal sholih), untuk Dia akan memenangkannya di atas semua agama ” (At Taubah : 33).
Hadist Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa sallam :
“Maka Allah telah menimpakan kehinaan atas kalian, Dia tidak akan menghilangkannya dari kalian, hingga kalian kembali pada agama kalian. [Hadits hasan, lihat At-Tashfiyah wat Tarbiyah]
“…akan tetapi mereka (para nabi) itu mewariskan ilmu, maka siapa yang telah mengambilnya, sungguh dia telah mengambil nasib keberuntungan yang besar (HR. Bukhori, Tirmidzi, Ibnu Majjah).
Tampaknya kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan islam setidak-tidaknya menpunyai latar belakang di antaranya :[3]
a. Sebagai manefistasi dan realisasi pembaharuan system pendidikan islam.
b. Usaha menyempurnakan terhadap system pesantren kearah suatu system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
c. Adanya sikap mental pada sementara golongan umum islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan mereka.
d. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan moderent dari hasil alkulturasi.
Sementara itu madrasah yang boleh dikatakan sebagai fenomena baru dari lembaga pendidikan islam yang ada di Indonesia, yang kehadirannya sekitar abad ke -20, tampaknya ada beberapa factor lain yang melatarbelakanginya, dan secara garis besar dikelompokkan kepada dua hal, yaitu :
1. Keadaan bangasa itu sendiri.
a. Dari segi ajaran Islam
b. Aktifitas lembaga pendidikan islam
c. Aktifitas lembaga pendidikan kolonial
2. Factor kondisi luar negeri
a. Pola yang berorientasi pada pendidikan modern di eropa.
b. Pola yang berorientasi kepada pemurnian kembali ajaran islam
c. Pola yang berorientasi kepada nasionalisme dan kekayaan budaya banga masing-masing.
3. Sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia
Pengetahuan umum yang diajarkan di madrasah adalah :
a. Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa Indonesia.
b. Berhitung
c. Ilmu bumi
d. Sejarah Indonesia dan dunia
e. Olahraga dan kesehatan
Selain mata pelajaran agama dan bahasa arab serta yang disebutkan di atas, juga di ajarkan berbagai keterampilan sebagai bekal para lulusannya terjun ke masyarakat.
2.3 Landasan operasional Madrasah di Indonesia
Dengan diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional serta peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksanaanya, maka kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut. Kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuainnya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu engetahuan dan teknologi serta kesenian.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional (UUSPN), madrasah memiliki kedudukan dan peran yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya (persekolahan). Namun demikian perhatian pemerintah terhadap keberadaan madrasah masih sangat kurang, bahkan menurut Yahya Umar menyebutnya sebagai "forgotten community". Pernyataan Yahya Umar tersebut bagi banyak orang mungkin mengejutkan, namun realitas membenarkannya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Center for Informatics Data and Islamic Studies (CIDIES) Departemen Agama dan data base EMIS (Education Management Syatem) Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama, jumlah madrasah (Madrasah Ibtidaiyah/MI (SD), Madrasah Tsanawiyah/MTs (SMP) dan madrasah Aliyah/MA (SMA)) sebanyak 36.105 madrasah (tidak termasuk madrasah diniyah dan pesantren). Dari jumlah itu 90,08 % berstatus swasta dan hanya 9,92 % yang berstatus negeri. Kondisi status kelembagaan madrasah ini dapat digunakan untuk membaca kualitas madrasah secara keseluruhan, seperti keadaan guru, siswa, fisik dan fasilitas, dan sarana pendukung lainnya, karena keberadaan lembaga-lembaga pendidikan dasar dan menengah di tanah air pada umumnya sangat tergantung kepada pemerintah. Atas dasar itu, tidak terlalu salah kalau dikatakan bahwa madrasah-madrasah swasta yang berjumlah 32.523 buah mengalami masalah yang paling mendasar yaitu berjuang keras untuk mempertahankan hidup, bahkan sering disebut lâ yamûtu walâ yahya (tidak hidup dan perlu banyak biaya (agar tidak mati)). Namun demikian, madrasah bagi masyarakat Indonesia tetap memiliki daya tarik. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan jumlah siswa madrasah dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 4,3 %, sehingga berdasarkan data CIDIES, pada tahun 2005/2006 diperkirakan jumlah siswanya mencapai 5, 5 juta orang dari sekitar 57 juta jumlah penduduk usia sekolah di Indonesia.
Untuk mempercepat peningkatan mutu madrasah secara efektif, diperlukan pemahaman terhadap hakekat dan problematika madrasah. Madrasah sebenarnya merupakan model lembaga pendidikan yang ideal karena menawarkan keseimbangan hidup: iman-taqwa (imtaq) dan ilmu pengetahuan-teknologi (iptek). Disamping tu, sebagai lembaga pendidikan berbasis agama dan memiliki akar budaya yang kokoh di masyarakat, madrasah memiliki basis sosial dan daya tahan yang luar biasa. Atas dasar itu apabila madrasah mendapatkan sentuhan menejemen dan kepemimpinan yang baik niscaya akan dengan mudah menjadi madrasah yang diminati masyarakat. Seandainya mutu madrasah itu sejajar saja dengan sekolah, niscaya akan dipilih masyarakat, apalagi kalau lebih baik. Abdul jalil, mantan kepala madrasah berprestasi (MIN, MTsN dan MAN) Jalan Bandung Malang pernah mengatakan kepada penulis, bahwa memajukan madrasah sebenarnya lebih mudah dibanding dengan sekolah. Hal ini disebabkan semangat keagamaan komunitas madrasah dan dukungan wali murid, dan pemerhati pendidikan madrasah. Ia mencontohkan, untuk menggali dana masyarakat, madrasah dapat memperolehnya dari zakat, infak, sedekah, wakaf, tasyakuran dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “darasa”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (thariq), sedangkan kata “midras” di artikan “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar” dan kata “midras” dengan alif panjang diartikan “rumah untuk mempelajari kitab Taurat”. Padanan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah.
Madrasah pada awal perkembangannya mempunyai beberapa pengertian, diantaranya : berarti aliran atau mazhab, kelompok atau golongan filosuf, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu yang berpegang pada metode atau pemikiran yang sama.
Madrasah secara berangsur angsur diterima sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.Sistem pendidikan pesantren di Jawa merupakan kesinambungan dari kegiatan pendidikan dan tarekat di pusat penyebaran Islam dan Tarekat di Jawa. Praktek suluk yang merupakan keiatan tarekat telah memperkenalkan amalan-amalan tarekat yang berkembang dalam lingkungan pesantren.
Untuk mempercepat peningkatan mutu madrasah secara efektif, diperlukan pemahaman terhadap hakekat dan problematika madrasah. Disamping tu, sebagai lembaga pendidikan berbasis agama dan memiliki akar budaya yang kokoh di masyarakat, madrasah memiliki basis sosial dan daya tahan yang luar biasa. Atas dasar itu apabila madrasah mendapatkan sentuhan menejemen dan kepemimpinan yang baik niscaya akan dengan mudah menjadi madrasah yang diminati masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Pendidikan Islam Dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2005
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesi,, Rajawali Pers, Jakarta, 1995.
Maksum, H, Madrasah Sejarah Dan Perkembangannya, Logos Catatan Ilmu, Jakarta, 1999.
Shaleh, Rachman, Abdul, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Rajawali Pers, Jakarta, 2004

[1] Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Seri INIS XX, Jakarta, 1984, hlm 72
2 Muhaimin – Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Trigenda, Jakarta, 1993, hlm. 305.
[3] Ibid, hlm. 47.
4 Mahmud yunus, Op.Cit.,hlm.82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar