STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 28 Juni 2011

Pandangan Ulama Terhadap Filsafat

Pandangan Filsafat Al Kindi

Al Kindi mencoba mempertemukan antara agama ( Islam ) dengan pengetahuan ( fisafat ), sehingga tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Al Kindi menolak pandangan ulama tang menyatakan ,” kemahiran pengetahuan adaalah kufur ”.

Corak pemikiran Al Kindi adalah rasionalis. Ia berusaha menyelami kegiatan akal untuk memperoleh kebenaran. Al Kindi menyatakan bahwa antara jiwa dan raga, satu dengan yang lain berbeda tapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Bimbingan itu dibutuhkan manusia agar manuisia itu lebih serasi dan seimbang. Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini berkuasa. Umpamanya, jika rasa yang berkuasa, manusia akaan dikuasai oleh hawa nafsunya. Untuk mencapai keseimbangan, manusia memerlukan tuntunan. Yang menuntun adaalh iman dan wahyu. Walaupun Al Kindi penganut rasionalitas dalam arti umum, tetapi dia tidak mendewakan akal.

Epistimologi Al Kindi

Pandangan Al Kindi terhadap Epistemologi nampaknya dapat dilihat dari pandangannya melalui filsafat. Filsafat dirumuskan Al Kindi sebagai berikut, ” Filsafat adalah ilmu tentang hakekat ( kebenaran ) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu KeTuhanan, Ilmu Keesaan ( wahdaniyah ), ilmu keutamaan ( fadilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan”.

Thonmas Michael menyimpulkan isi filasafat Al Kindi yaitu

1. Ilmu pengetahuan realiitas yang meliputi : teologi ( al rububiyah ), ontologi, dan akhlak serta ilmu-ilmu yang berguna lainnya;
2. Wahyu nabawi dan kebenaran filosofis selalu sesuai
3. Pencarian ilmu telah diperintahkan oleh Allah swt.

Argumen –argumen yang dibawa oleh Al Qur’an lebih menyakinkan daripada argumen filasafat. Kedua pengetahuan ini antara satu dengan yang lain tidak bertentangan, hanya dasar dan argumentasinya yang berbeda. Pengetahuan filasfat adalah pengetahuan yang berdasarkan akal, sedangkan pengetahuan Al Qur’an adalah pengetahuan yang berasal dari wahyu.



AL FARABI

Filsafat Farabi

Filsafat bagi Al Farabi adalah ” ilmu yang menyelidiki hakekat sebenarnya dari segala yang ada ini”. Dari rumusan diatas, dapat kita simpulkan, bahwa menurut Al Farabi fisafat itu adalah ilmu yang tujuannya mencari hakekat kebenaran segala sesuatu yang ada. Dengan kata lain, filasafat mempunyai obyek penyelidikan segala yang ada ( obyek material ) dengan tujuan untuk mencari hakekat obyek material tersebut ( obyek formal ).

Epistimologi Al Farabi

Berbicara mengenai Epistimologi Al Farabi, nampaknya banyak berkaitan dengan logika. Al Farabi memberi tujuh klasifikasi pengetahuan yaitu sebagai berikut; logika, percakapan, fisika, metafisika, politik, dan fiqih. Dari klasifikasi diatas, kelihatannya bagi Al Farabi logika paling erat hubungannya dengan metafisika. Logika bukan satu-satunya jalan memperoleh pengetahuan, tetapi lebih bersifat alat dan bukan pula jalan untuk mencapai kebenaran.

Menurut Al Farabi ,” logika adalah ilmu tentang peraturan ( pedoman ) yang dapat menegakkan pikiran dan menunjukkan kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa dijamin kebenarannya.

Menurut Al Farabi bahwa tujuan filsafat itu memikirkan kebenaran. Dan oleh karena kebenaran itu hanyalah satu, satu macam dan serupa hakekatnya, mak semua filasafat itu pada prinsipnya tidak ada perbedaan.

Pembagian Akal

Menurut Al Farabi akal itu berjumlah sepuluh. Dasar penetapan itu adalah mengingat jumlah planet yang berjumlah sembilan. Tiap akal membutuhkan satu planet, kecuali akal yang pertama yang tidak membutuhkan planet



IBNU SINA

Filasafat Ibnu Sina

Pemikiran filsafat Ibnu Sina bersifat rasional. Ibnu Sina dalam berfilsafat berusaha mensintesakan antara ajaran filasafat Aristoteles dengan Neo Platonisme. Bagi Ibnu Sina, filsafat tidak lain adalah pengetahuan mengenai segala sesuatu ( benda ) sejauh mana kebenaran obyek itu dapat dijangkau oleh akal manusia.

Ibnu Sina melihat akal dari dua arah, pertama dari segi teoritisnya dan yang kedua dari segi praktisnya. Yang teoritis, terbagi atas ilmu-ilmu fisika, matematika, dan metaphisika, sedangkan yang praktis disebutkannya dengan politik dan etika.

Epistimologi Ibnu Sina

A. Analisa Jalan Tengah

Yang paling erat hubungannya dengan epistimologi dalam filsafat Ibnu Sina adalah masalah logika. Bagaimana kedudukan logika dalam filasat, telah lama menjadi persengketaan antara para filsuf, seolah-olah tidak ada penyelesainnya. Melihat keadan ini Ibnu Sina mencoba mencari penyelesaiyannya dengan memakai istilah analisa jalan tegah. Hasil analisa jalan tengah ini adalah ” barang siapa yang memandang filsafat sebagai pelajaran teori dari sudut pandang secara keseluruhannya, akan menganggap, bahwa logika itu menjadi bagian filsafat dan menjadi alat bagiannya.”

B. Metoda

Dalam berfilsafat Ibnu Sina menggunakan beberapa metoda yakni menggunakan metoda deduksi maupun metoda induksi. Mengenai metoda induksi, ia mempergunakan tanda yaitu sebab adanya dan tanda akibatnya. Disamping metoda induksi, ia mempergunakan pula metoda meditasi yaitu metoda yang menyelidiki keadaan yang didalamnya diperoleh hakekat.



AL RAZI

Nama lengkapnya adalah Muhammad Bakar bin Zakaria Al Razi. Al Razi memiliki cara berpikir dan berpendapat yang berbeda dengan filsuf-filsuf Islam lainnya. Perbedaaan yang paling ekstrim adalah tidak mengakui adanya wahyu. Karena itu ia digolongkan kedalam kelompok orang-orang atheis.Ajaran filsafat Al Razi yang terkenal adalah ajaran Lima yang Kekal, masing masing yaitu

1. Materi, merupakan apa yang ditangkap dengan panca indera tentang benda itu
2. Ruang, karena materi mengambil tempatnya
3. Waktu, karena materi berubah-ubah keadaannya
4. Diantara benda-benda ada yang hidup, karena itu perlu ada roh
5. Semua ini perlu Pencipta Yang Maha Bijaksan Lagi Maha Tahu

karena masih mengakui adanya Yang Maha Bijaksana maka Al Razi tidak dapat dikatakan sebagai atheis tetapi seorang monotheis yang percaya adanyan Tuhan. Corak pemikiran Al Razi adalah rasionalis eklektis. Rasioanalis artinya ia selalu mencari kebenaran dengan pangkal tolak kekuatan akal, dan eklektis asrtinya selektif. Mengikuti corak berpikir demikia inin, jelsaslah bahwa Al Razi secara implisit mengakui keterbatasan akal. Akal hanya dijadikan pangkal tolak untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk untuk mengetahu adanya Tuhan.



IBNU BAJJAH

Epistemologi Ibnu Bajjah

a. Perbedaan Manusia dengan Hewan

Menurut Ibnu Bajjah, perbedaan yang mendasar antara manusia dengan hewan terletak pada akal yang dimiliki manusia. Dengan sifat akali ini manusia dapat menjadiakn dirinya sebagai mahluk yang melebihi hewan, sebab dari akal manusia dapat memperoleh pengetahuan.

b. Kebenaran

Menurut Ibnu Bajjah, untuk memperoleh kebenaran, manusia harus melalui kebenaran itu sendiri. untuk sampai ketingkat itu, alatnya adalah filasafat murni. Dengan filasafat murni manusia dapat membersihkan hatinya dari pengaruh-pengaruh luar. Hal ini dapat dilakukannya dengan mengasingkan diri.

c. Metoda

Pemikiran Ibnu Bajjah merupakan perpaduan antara perasaan dengan akal. Dalam masalah pengetahuan fakta, dia mempergunakan metoda rasional empiris, tetapi mengenai kebenaran Tuahn dia mempergunakan filsafat. Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh manusia apabila manusia itu menyendiri. Metoda ini disebut dengan metoda kesendirian.



AL GHAZALI

Epistimologi Al Ghazali

a. Klasifikasi Pencari Kebenaran

Dalam usaha manusia untuk mencapai kebenaran, menurut Al Ghazali terdapat empat kelompok manusia pencari kebenaran; masing-masing kelompok memilki ciri khas sendiri-sendiri. keempat kelompok itu adalah

1. Kelompok Muttakalimun ( ahli teologi ) yaitu yang mengaku bahwa dirinya sebagai eksponen intelektual
2. Kelompok bathiniyah yang terdiri dari para pengajar yang mempunyai wewenang ( ta’lim ) menyatakan bahwa hanya merekalah yang yang mendapat kebenaran yang datang dari seorang guru yang memilki pribadi yang sempurna dan tersembunyi.
3. Kelompok filsuf ( ahli pikir ) yang menyatakan diri sebagai kelompok logikus.
4. Kelompok sufi, yang menyatakan bahwa hanya mereka yang dapat mencapai tingkat kebenaran dengan Allah melalui penglihatan serta pengertian secara bathiniyah.

b. Masalah Metoda

Metoda-metoda yang digunakan oleh kelompok-kelompok diatas adalah sebagai berikut :

1. Kelompok mutakallimun mempergunakan metoda debat untuk memperoleh pengetahuan
2. Kelompok bathiniyah mempergunkan metoda yang disebut ta’lum yaitu metoda yang berpangkal tolak bahwa suatu kebenaran dapat diterima bila berasal dari seseorang yang dapat dipercaya yang disebut guru.
3. Kelompok logikus, semata-mata mendasarkan kebenaran itu pada penalaran akal. Suatu masalah dianggap benar apabila logis diterima oleh akal.
4. Kelompok sufi atau mistikus, dan metoda yang dipergunakan adalah kontemplasi ( perenungan ).

c. Akal dan wahyu

Menurut Al Ghazali kecerdasan akal adalah merupakan satu tingkatan dari perkembangan manusia dimana ia diperlengkapi dengan mata untuk dapat melihat berbagai macam bentuk sesuatu yang dapat ma’kul ( difahamkan ), yang berada disamping akal pengetahuan.

Menurut Al Ghazali pengetahuan yang diperoleh di dalam kebangkitan disebut ilham. Tetapi ilham bukan merupakan wahyu atau kenabian. Dari sini nampak jelas bahwa Al Ghazali membedakan antara wahyu dan ilham, disamping mengklasifikasi ilmu kedalam jenis pengetahuan laduny : Ilmu Laduny adalah ilmu yang menjadi terbuka dalam rahasia hati tanpa sebab datang dari luar. Selain pengetahuan di dapat dengan wahyu dan ilham, pengetahuan juga bissa diperoleh dengan cara antara lain :

1. Mukasyafah yaitu pengetahuan ini berdasarkan keyakinan
2. Muamalah yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat kata-kata atau berhubungan dengan kata-kata

Fungsi pengetahuan menurut Al Ghazali :

1. Mencapai kemajauan untuk mendapatkan pemenuhan diri
2. Merupakan suatau cara yang proggresif untuk mengetahui Allah swt.



IBNU THUFAIL

Nama yang sebenarnya adalah Abu bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail. Ajaran pokok Ibnu Thufail, empat diantaranya antara lain sebagai berikut : yang pertama urutan-urutan tangga ma’rifah ( pengetahuan ) yang ditempuh oleh akal; yang kedua akal manusia kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidakmmapuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika hendak menggambarkan keazalain mutlak, ketidak akhiran jaman, qadim, dll.; yang ketiga manusia dengan akalnya sanggup mengetahui dasar-dasar keutamaan dan dasr-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan.; dan yang keempat apa yang diperintahkan syari’at Islam dan apa yang diketahui oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan, dan keindahan dapat bertemu kedua-duanya dalam satu titik tanpa diperlisihkan lagi.

Dalam filsafat Ibnu Thufail menggunakan beberapa metoda yaitu pada tahap pertama menggunkan metoda empiris dalam cara berpikirnya, tahap kedua dia menggunakan metoda rasional



IBNU AL ARABI

Corak berpikir Ibnu Al Arabi sofistik, tetapi menafsirkan pengetahuan berdasar dengan interprestasinya sendiri. menurut Ibnu Al Arabi mistik itu diperoleh lewat pengalamn ( rasa ) dan pengetahuan aqli itu diperoleh lewat akal. Perpaduan pengetahuan itu merupakan bentuk pengetahuan yang paling tinggi nilainya. Kebenaran itu sendiri menurut Ibnu Al Arabi sebagai ma’rifah dan tujuan mistiknya tidak lain adalah menuju kepada keesaan Tuhan. Karena itu kebenaran pengetahuan mistik disebut ma’rifah.

Metoda yang digunakan oleh Ibnu Al Arabi adalah inspirasi atau contemplation ). Inspirasi yang dimaksud adalah ilham yang datang dari Tuhan; dimana manusia dapat memperoleh gambaran yang terkandung dalam ilham tersebut. Pengetahuan ini ( ilham ) diperoleh manusia tidak harus dipelajari terlebih dahulu, namun kebenarannya tidak diragukan lagi.



IBNU KHALDUN

Pandangan Ibnu Khaldun mengenai pengetahuan

Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi dua macam yaitu :

1. Ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedah yang sebenarnya, dari ilmu itu sendiri, seperti ilmu –ilmu agama, ilmu alam, dan sebagian dai filsafat yang berhubungan dengan Ketuhanan
2. Ilmu yang merupakan alat yang mempergunakan untuk mempelajari ilmu pengetahuan jenis pertama itu, seperrti ilmu tata bahasa Arab, ilmu hitung, dan ilmu-ilmu lain untuk mempelajari agama, dan logika untuk mempelajari filsafat..

Menurut Ibnu Khaldun, pengertian adalah suatu gambaran yang berbentuk ingatan. Dari pengertian diperoleh penyimpulan, pada gilirannya penyimpulan memperoleh pengetahuan mengenai esensi.



IBNU RUSHD

Hubungan Antara Agama dengan Filsafat

Ibnu Rushd membantah anggapan yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat. Mereka yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat adalah bagi mereka yang tidak memilki metoda untuk mempertemukan keduanya. Untuk mempertemukan keduanya dibutuhkan alat; alat itu adalah pikiran..

Metoda Ibnu Rushd

Seperti diketahui, terdapat dua methoda umum, pertama adalah metoda deduksi dan metoda induksi. Namun Ibnu Rushd mempergunKn metoda khusus yang disebut metoda demonstrant, metoda inayah ( perhatian ) dan metoda ikhtira ( penciptaan ).metoda pertama digunakan dalam memecahkan masalah-masalah filsafat, sedangkan metoda yang kedua dan ketiga digunakan khusus dalam pembahasan ilmu kalam.
AL KINDI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar