STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 22 Juli 2011

SOLUSI MASALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi, tetapi peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemimpin boleh jadi manajer yang lemah apabila perencanaannya jelek yang menyebabkan kelompok berjalan ke arah yang salah. Akibatnya walaupun dapat menggerakkan tim kerja, namun mereka tidak berjalan kearah pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan berkaitan dengan proses yang mempengaruhi orang sehingga mereka mencapai sasaran dalam keadaan tertentu. Kepemimpinan telah digambarkan sebagai penyelesaian pekerjaan melalui orang atau kelompok dan kinerja manajer akan tergantung pada kemampuannya sebagai manajer. Hal ini berarti mampu mempengaruhi terhadap orang atau kelompok untuk mencapai hasil yang diinginkan dan ditetapkan bersama

Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam, di beberapa negara telah berupaya untuk melakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi ini termasuk pula dalam hal perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan, terutama dalam hal pola hubungan atasan-bawahan, yang semula bersifat hierarkis-komando menuju ke arah kemitraan bersama. Pada hubungan atasan-bawahan yang bersifat hierarkis-komando, seringkali menempatkan bawahan sebagai objek tanpa daya. Pemaksaan kehendak dan pragmatis merupakan sikap dan perilaku yang kerap kali mewarnai kepemimpinan komando-birokratik-hierarkis, yang pada akhirnya hal ini berakibat fatal terhadap terbelenggunya sikap inovatif dan kreatif dari setiap bawahan. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, mereka cenderung bersikap a priori dan bertindak hanya atas dasar perintah sang pemimpin semata. Dengan kondisi demikian, pada akhirnya akan sulit dicapai kinerja yang unggul.
Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas,baik dari segi komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi keberlangungan suatu pendidikan. Bahkan disatu sisi harus memenuhi SKL, dilain fihak dihadapkan pada keterbatasan sumber daya. Apakah sumber daya manusia ataupun sumberdaya keuangan,sarana dan prasarana. Semua masalah yang muncul dalam dunia pendidikan terus berkembang seperti spiral dynamic. Tapi supaya tidak terjadi chaos dituntut kepemimpinan yang mempunyai basic life untuk memecahkan persoalan.Oleh karena itu keyakinan pengajaran dan pembelajaran. dipandang sebagai sains dan sebagai seni. Persoalan yang muncul bisa sepontan, bisa berulang-ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar guru dan siswa.
II. DEFINISI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. (T. Hani Handoko, 1997:294).
Definisi lain dari kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama (Burhanuddin,1994 :62) . Dalam pengertian ini seseorang yang ingin diakui sebagai pemimpian harus memiliki kelebihan dalam beberapa fungsi diatas, yakni:mempengaruhi, membimbing sampai pada mengelola orang lain.
Sedangkan menurut Wiles dalam Burhanuddin (1994:62) kepemimpinan merupakan segenap bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang bagi penetapan dan pencapaian tujuan kelompok.
Dari beberapa batasan tersebut bila kita garis bawahi bahwa kepemimpinan atau kegiatan memimpin merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang yang dipimpin supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam mencapai tujuannya.
Kepemimpinan menurut Burhanuddin (1994:63) dapat muncul kapan dan dimanapun apabila ada unsur-unsur sebagai berikut :
1. Ada orang–orang yang memimpin, mempengaruhi dan memberikan bimbingan.
2. Ada orang-orang yang dipengaruhi.
3. Ada kegiatan tertentu dalam menggerakkam bawahan.
4. Adanya tujuan.
Definisi tentang pendidikan adalah :
1. Proses dimana seseorang yang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dimasyarakat tempat dia hidup.
2. Proses dimana orang dihadapkam pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol sehingga mereka mengalami perkembangan kemampuan sosial dan individu yang optimal.
(Moch. Idochi Anwar,1991 :)
Dari definisi di atas, maka pengertian dari kepemimpinan pendidikan adalah suatu kesiapan, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong,membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan.
Lebih lanjut kepemimpinan adalah kemampuan seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing beberapa orang untuk mengkordinasikan dan mengarahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk dapat menggerakkan beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dibandingkan orang yang dipimpinnya misalnya kelebihan dalam menggunakan pikirannya,  rohaniah, dan badaniah. Agar dapat menggunakan kelebihanya tersebut, seorang pemimpin suatu organisasi difasilitasi dengan apa yang disebut dengan tugas dan wewenang.
Tugas adalah kewajiban untuk melaksanakan dan wewenang adalah hak untuk bertindak.. Wewenang seorang pemimpin adalah hak untuk menggerakkan orang atau bawahannya supaya suka mengikutinya atau menjalankan tugas yang diperintah kepadanya. Kepengikutan timbul karena pemimpin mempunyai abhiga mika yaitu dapat menarik simpati dari orang lain, pradaya yaitu selalu bertindak bijaksana,; atma sampat yaitu bermoral dan berbudi pekerti yang luhur, Sakyasanmata, yaitu selalu bertindak teliti dan cermat
Sebagaimana telah diuraikan pada terdahulu, bahwa kepemimpinan merupakan salah satu kunci utama yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan efektivitas kerja dalam organisasi perusahaan. apabila pemimpin tidak dapat menjalankan dan mengkoordinir semua sumber daya yang ada di perusahaan maka akan menimbulkan masalah besar, karena dapat mengakibatkan sasaran yang telah ada ditetapkan perusahaan sulit untuk dicapai.
III. KEPEMIMPINAN DI BIDANG PENDIDIKAN
Pemimpin Pendidikan juga memiliki peranan yang hampir sama dengan pemimpin organisasi formal lainnya. Sehingga dalam rangka peningkatan mutu, maka pemimpin pendidikan haruslah memahami budaya-budaya yang telah ada dalam organisasinya sebelum melakukan perubahan-perubahan menuju ke arah perbaikan, sebagaimana disampaikan oleh para ahli diantaranya:
a. Selalu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang dibutuhkan, perlu diketahui bahwa biasanya budaya suatu organisasi sangat menentukan bagaimana orang-orang di dalam organisasi tersebut berperilaku, menanggapi masalah, dan saling berinteraksi. Untuk mengetahui apakah suatu organisasi telah memiliki budaya mutu, maka perlu dilakukan penilaian secara komprehensif apakah organisasi yang bersangkutan telah memiliki karakteristik-karakteristik budaya mutu, seperti:
1) Komunikasi yang terbuka dan terus menerus
2) Kemitraan internal yang saling mendukung
3) Pendekatan kerjasama tim dalam proses dan dalam mengatasi masalah
4) Obsesi terhadap perbaikan atau inovasi terus menerus
5) Pelibatan dan pemberdayaan sumberdaya manusia secara luas
6) Menginginkan masukan dan feedback dari stakeholders
b. Menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan, dimana penilaian komprehensif terhadap budaya organisasi yang ada saat ini biasanya akan mengidentifikasi perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Perbaikan ini membutuhkan perubahan-perubahan dalam status quo. Perubahan-perubahan ini harus diidentifikasi dan didaftar karena akan menjadi bahan kajian guna melakukan perbaikan-perbaikan.
c. Mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan, dimana rencana untuk melakukan perubahan dikembangkan berdasarkan model “siapa”,”apa”,”kapan”, “dimana”, dan “bagaimana”. Masing-masing elemen ini merupakan bagian penting dari rencana. Dimana “siapa” yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? siapa yang harus dilibatkan agar perubahan tersebut dapat berhasil? siapa yang mungkin menentang adanya perubahan?. Sementara tugas “apa” saja yang harus diselesaikan? apa yang menjadi hambatan utama? proses dan prosedur apa yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? Selanjutnya “kapan” perubahan itu harus dilaksanakan? kapan perkembangannya harus diukur? kapan tugas-tugas yang berhubungan dengan perubahan itu harus diselesaikan? kapan pelaksanaannya dirampungkan? Begitu juga “dimana” perubahan itu harus dilaksanakan? orang dan proses mana yang akan dipengaruhi? Dan “bagaimana” perubahan itu seharusnya dilaksanakan? bagaimana pengaruhnya terhadap orang dan proses yang ada saat ini? bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas, produktivitas, dan daya saing?
d. Memahami proses transisi emosional, karena perlu diketahui bahwa pendukung perubahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan perubahan. Keberhasilan pelaksanaan tersebut sangat tergantung pada kemampuan para pendukung perubahan didalam memainkan peranannya. Mereka harus memahami fase-fase transisi emosional yang dilewati seseorang bila menghadapi perubahan, terutama perubahan yang tidak diharapkan. Transisi ini terdiri atas tujuah fase, yaitu goncangan (shock), penolakan (denial), realisasi (realization), penerimaan (acceptance), pembangunan kembali (rebuilding), pemahaman (understanding), dan penyembuhan (recovery). Sehingga bisa mengakomodir dan mengarahkan kondisi emosional ini untuk siap menerima perubahan yang diinginkan.
e. Mengidentifikasi orang-orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan. Orang kunci adalah orang-orang yang dapat mempermudah pelaksanaan perubahan dan orang-orang yang dapat menghambat pelaksanaan perubahan tersebut. Orang kunci harus diidentifikasi, dilibatkan, dan diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan permasalahannya. Agar bisa diketahui apa-apa saja yang diinginkan dan tidak diinginkan dalam perubahan.
f. Menerapkan hearts and minds approach, karena biasanya pada awalnya orang yang cenderung bereaksi terhadap setiap perubahan lebih banyak berdasarkan level emosionalnya (hearts) daripada level intelektualnya (mind). Oleh karena itu para pendukung perubahan perlu menerapkan strategi komunikasi yang rutin dan terbuka. Setiap orang diberi kesempatan (termasuk penentang yang paling ekstrim) untuk menyampaikan persoalan dan keberatannya dalam forum terbuka. Kemudian keberatan tersebut dijawab dengan objektif, sabar, dan tidak bersifat pembelaan atau menepiskan
g. Menerapkan strategi courtship (kemesraan). Courtship merupakan tahap dimana suatu hubungan berjalan secara lamban tetapi berarti, ke arah yang diharapkan. Bila pendukung perubahan menganggap hubungannya dengan penentang potensial sebagai hubungan yang mesra, maka mereka akan dapat melibatkan para penentang tersebut dengan lebih baik dan akhirnya dapat mengubah mereka menjadi pendukung perubahan.
h. Memberikan dukungan, dimana strategi ini meliputi dukungan material, moral, dan emosional yang dibutuhkan orang dalam menjalani perubahan.
IV. TEORI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Keyakinan mengenai pengetahuan, bagaimana Pimpinan Pendidikan melaksanakan fungsi manajemen dan unsur manajemen dapat memandang pengetahuan secara keseluruhan tidak sepotong-sepotong atau  fakta yang terpisah. Keyakinan apa yang perlu diketahui, pemimpian pendidikan menginginkan SKL bisa tercapai. Sekalipun guru masing-masing berbeda  dan perserta didik sebagai individu yang berbeda-beda pula. Dalam meyakini apa yang harus diajarkan dan dilakukan seyogyanya mengkorelasikan atara aliran Rasionalisme yang berpendapat bahwa kebenaran tertinggi bersumber dari akal manusia, dengan aliran Empirisme yang berpendapat bahwa pengetahuan/kebenaran yang sempurna diperoleh dari indera manusia sesui dengan pengalamannya. Kemudian aliran Idealisme yang berpendapat bahwa realistas dasar berkaitan erat dengan ide/jiwa. Sedangkan aliran Materialisme berpendapat bahwa kebenaran ditentukan oleh benda,kemudian aliran Positivisme hanya percaya pada yang riil saja(fakta), tetapi aliran Fenomenologi menyatakan bahwa kebenaran merupakan hasil deskripsi intuitif manusia terhadap suatu objek Eksistensialisme membicarakan keberadaan segala sesuatu termasuk manusia,  Pragmatisme sebagi suatu sikap, metode memahami akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan dalam menetapkan nilai dan kebenaran
Dari beberapa aliran teori filsafat, ternyata yang paling relevan dengan pendidikan adalah
  1. Esensialisme ( idealisem, pisahkan teoritik dan praktek)
  2. Perenialisme ( harus dipelajari, matematik) konstan
  3. Pragmatisme ( Jonh de wey) yang benar harus diakui oleh lingkungan oleh masyarakat, kurikulum harus diakui, sekolah miniatur masyarakat.
  4. Rekonstruktime  makna punya cita-cita misalanya sekitar 7 tahun akan merubah kondisi masyarakat.
Filsafat
Implikasi
Eksistensialisme
(Cara manusia berada di dunia) tokohnya Martin Bober
Konsep belajar adalah dialog, sedangkan kebenaran mutlak hanya satu. Memfokuskan pada pengalaman individu, kreatifitas, subjektivitas,konkrit,rasional,realitas
Kepemimpinan berkaitan dengan beberapa elemen utama
(masnusia sebagai individu, manajemen diri, motivasi internal, penerimaan kelemahan, perubahan, kepercayaan diri) pemimpin memiliki pengalaman luas konprehensif dalam semua bentuk kehidupan, otoritas penuh, bertanggung jawab terhadap nasibnya.
Perenialisme
Wujud absolut, penomena pluralisme agama, pengalaman keagamaan. Tokohnya Frithjof Schoun (memandang adanya kesatuan transenden pada tiap agama dan tradisi otentik, mengedepankan aspek esoperis dan kemampuan mengeleminir sejumlah perbedaan
Pimpinan mengajarkan dasar spiritual dari segala hal untuk mengembalikan keadaan kacau balau ( persoalan nilai adalah persoalan spiritual) kebenaran mutlak hanyalah satu, makanya pemimpin yang demikain bersifat rendah hati, menguasai pengetahuan, memiliki prinsif, mengembangkan pikiran dan kecerdasan, mampu mengintergrasikan nafsu, kemauan dan fikiran ( jasmani, emosi dan intelektual secara seimbang)
Konstruktivisme
Pengatahuan diperoleh secara kognitif interaksi dengan individu, lingkungan, kontrak mental dan refleksi. Tokohnya Jean Fiaget ( sensori motori sejak lahir sampai 2 tahun meng ekplorasi lingkungan) anak punya keterbatasan kognitif dan keterampilan bahawa (umur 3-7 tahun pre operasions berfikir simbolik dalam konsep tual dan bahasa) sedangkan (8-12 tahun berfikir konkrit dan operasions, dan ego sentris) kemudian (12-15 dan seterusnya formal dan operasions memahami bahasa yang abstrak dan rasional)
Pemimpin memahami perubahan konsepsi ( pelajar bukan penerima pasif pengetahuan), terbuka ( membina perubahan ide siswa yang sudah ada) memahami spikologi perkembangan, Cerdas dan tanggap terhadap perubahan sosial ( Pelajar perlu asimilasi ide baru atau menyesuaikan ide yang sudah ada)
Moralisme
Menyoroti thema kebaikan, keadilan, kesenangan, politik, hingga kebahagiaan Tokohnya Jhon R. Moot
Pemimpian menyenangkan hati, ada kalanya marah untuyk komitmen, patience  sabar, tect and  diplomacy bijaksana, inspirasional power, executif ebility , Therafy of listening, The art of nletter writing
Bagaimana pendidikan nilai dikembangkan dalam dunia pendidikan serta berimplikasi terhadap kepemimpinan, marilah kita lihat dibawah ini:
Nilai
Penjelasan
Implikasi pada kepemimpinan
Teologis,
Nilai ketuhaan, agama, iman , islam, ikhsan, dunia akhirat, baik-buruk
Pimpinan melakukan kebijakannya mempertimbangkan akibat  yang muncul apakah besar manfaatnya atau banyak madaratnya
Logika,
Nilai akal sehat, benar-salah, nalar, rasional, matematis, statistik, ilmiah,akademis
Pimpinan dalam melakukan kebijakannya menggunakan pendekatan saintifik dan terstruktur secara sistimatis menurut nalarnya
Etika,
Nilai aturan, sopan santun, moral, hukum, adat, istiadat, tatakrama
Pimpinan melakukan tindakan berdasarkan pola perilaku organisasi yang disepakati menjadi budaya organisasi
Estetika
Nilai keindahan, kecantikan, keserasikan, keteraturan, kenyamanan, berkeluarga, bermasyarakat
Pimpinan melakukan tindakan dan kebijakannya berdasar seni memimpin, memperhatikan keutuhan tim yang sinergis dengan menciptakan kesejukan iklim organisasi
Teleologika
Azas manfaat, kepraktisan keunggulan

Deontoligisme
Diharuskan atau diwajibkan tindakan itu salah atau benar  ditentukan dari akibat yang terjadi pada tindakan
Keputusan pimpinan memperhitungkan implikasi dari tindakan dan menitik beratkan pada keyakinan dasaranya (basic life)
Memahami nilai-nilai terebut akan mampu mendorong pengembangan potensi siswa, karena sifat dan kareakter siswa tidak pernah akan ada yang sama, sehingga guru sebagai pemimpin di dalam kelas harus bijak dalam mendidik dan membimbing pengembangan pola perilaku ke arah Competitifness dengan keyakinan dasar menyeimbangkan antara manfaat dan madarat yang mungkin terjadi dari pendekatan saintifik yang kebenaran tidak mutlak ( tidak absolut). Tetapi ada standar-standar yang disepakati berdasar teori yang shohih.
Filsafat Dasar Filosofi Kepemimpinan Pendidikan secara garis besar meliputi Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman individu, kreativitas, subjektivitas, konkrit, rasional, realistas sehingga berimplikasi pada nilai kepemimpinan yang mampu memanaj diri dari pemimpin yang memiliki pengalaman luas, konprehensif dalam semua bentuk kehidupan dengan otoritas penuh dan bertanggung jawab.
Perenialisme memandang adanya kesatuan transenden pada tiap agama dan tradisi otentik, mengedepankan aspek esoperis dan kemampuan mengeleminir sejumlah perbedaan sehingga nilai yang berkembang dalam kepemimpinan pendidikan mengajarkan dasar spiritual dari segala hal untuk mengembalikan keadan kacau balau pada persoalan nilai persoalan spiritulan mengedepankan kebenaran mutlak hanya satu. Makanya pemimpin yang demikian bersifat rendah hari, menguasai pengetahuan, memiliki prinsif mengembangkan pikiran dan kecerdasan, mampu menintegrasikan nafsu, kemauan dan fikiran, jasmani, emosi dan intelektuasl secara seimbang.
Konstruktivisme secara kognitif menunjukan interaksi individu dengan lingkungan, sehingga refleksi mental melalu snsori motorik sejak lahir sampai 2 tahun anak masih mempunyai keterbatasn kognitif, kemudian berkembang pada usia 3 sampai 7 tahun berfikir simbolik dalam konsep bahasa, sedangkan pada usia 8 sampai 12 tahun mulai berfikir konkrit dan operasional dan ego sentris. Kemudian pada usia 12 sampai 15 tahun secara formal dan operasioanl memahmai bahasa abstrak dan rasional. Karena bahasa itu merupakan alat komunikasi. Maka menurut Sofyan Sauri dalam bukunya  Pendidikan berbahasa Santun (2006: hlm 87) memiliki nilai; 1)kebenaran, 2)kejujuran, 3)keadilan, 4)kebaikan, 5)lurus, 6)halus, 7)sopan, 8)pantas, 9)penghargaan, 10)khidmat, 11)optimisme, 12)indah 13) menyenangkan, 14) logis, 15)fasih, 16)terang, 17)tepat, 18)menyentuh hati, 19)selaras, 20) mengesankan, 21) tenang, 22) efektif, 23)lunak, 24) dermawan, 25)lemah lembut, dan 26)rendah hati.
Nilai universal dengan sikap kepemimpinan seperti halnya pengetahuan (cognizance) berimplikasi pada pengambilan keputusan secara tepat, baik dari segi esensi persoalan, waktu, situasi, subjek, objek mengarah pada Zero defect. Sedangkan comitment dan comfidence berimplikasi pada pemimpin yang bertindak tidak ada keraguan, bertindak melalui proses yang benar dan bertahap, tidak keluh kesah bahkan bersifat progresif mengarah pada apencapaian tujuan strategis yang kan dicapai organisai. Sedangkan compassion dan intergrity memperhitungkan setiap tindakan secara matang, dengan mengendalaikan resiko yang muncul dalam interaksi organisasi. Communication melalukan negoisasi untuk bekerja dalam sebuah tim dengan network pada pemangku kepentingan dan coustomer satisfiction.
Yang paling tepat tentang aliran filsafat pendidikan adalah konstruktivisme, karema mampu merekonstruksi pengalaman dan pengetahuan serta nilai yang diperoleh dalam proses pendidikan pada nilai-nilai baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PEMIMPIN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut :
a. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
b. Harapan dan perilaku atasan.
c. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
d. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
e. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
f. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
a. Sebagai pelaksana (executive)
b. Sebagai perencana (planner)
c. Sebagai seorangahli (expert)
d. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
e. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship)
f. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and punishments)
g. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
h. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
i. Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group)
j. Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility)
k. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)
l. Bertindak sebagai seorang aya (father figure)
m. Sebagai kambing hitam (scape goat).
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
a. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.
b. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
c. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan
VI. SOLUSI MASALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
A. Solusi Kepemimpinan Pendidikan Untuk Mengembangkan Budaya Mutu Organisasinya
Memang banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, namun yang paling esensi dari faktor-faktor penentu ini adalah pemimpin pendidikan itu sendiri. Karena pemimpin pendidikan merupakan perencana/konseptor, manajer/pelaksana, dan supervisor/penyelia.
Sebagai Konseptor/perencana/administrator, maka pemimpin harus memahami betul bahwa perencanaan pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis dalam keseluruhan proses pendidikan. Perencanaan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang berorientasi ke depan. Sehingga dalam memberikan pendidikan yang bermutu, perencanaan pendidikan harus dirumuskan secara menyeluruh, mulai dari tingkat nasional (makro), departemen/daerah (meso), sampai pada tingkat institusi/sekolah (mikro).
Pada tingkat mikro, perencanaan pendidikan diterapkan dalam konteks penyusunan perencanaan sekolah (Mulyono:2008). Dalam penyusunan perencanaan tingkat mikro ini dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan kontekstual, sebagaimana diungkapkan Djam’an Satori (2000) dalam Akdon (2007) mencakup:
1. Analisis pihak-pihak yang berkepentingan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi para guru dan kepala sekolah sebagai stakeholders internal, serta aspirasi siswa dan orang tua, masyarakat, dunia kerja, dan pemerintah sebagai stakeholders eksternal.
2. Perumusan visi, misi, dan tujuan pengembangan sekolah merefleksikan aspirasi para stakeholders, dimana visi, misi, dan tujuan menunjukkan arah dan orientasi pengembangan sekolah seperti yang dikehendaki oleh stakeholders.
3. Perumusan bidang hasil pokok (perluasan dan pemerataan mutu, relevansi, dan efektivitas dan efisiensi pengelolaan) perlu diartikulasikan sebagai rumusan-rumusan yang khas untuk lembaga sekolah tersebut.
4. Analisis posisi mencakup kajian lingkungan internal dan eksternal sekolah.
5. Kajian yang sistematis dan kritis terhadap lingkungan internal dan eksternal lembaga akan melahirkan sejumlah isu-isu strategis sebagai sumber bagi pengembangan sasaran dan program prioritas.
6. Perumusan sasaran pengembangan sekolah menggambarkan nilai-nilai perubahan atau keadaan yang diinginkan oleh lembaga.
7. Perencana perlu merumuskan dengan jelas strategi sasaran-sasaran perencanaan dan pengembangan sekolah, dan melibatkan seluruh komponen pendukung (dalam hal ini stakeholders internal dan stakeholders eksternal) sehingga semua kebutuhan stakeholders ini terakomodir guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
8. Program pengembangan lembaga sekolah diturunkan dari strategi tindakan untuk mencapai sasaran pengembangan.
9. Pelaksanaan atau implementasi suatu program merupakan fase kritis, sehingga dibutuhkan peran seluruh komponen pendukung pelaksana program secara menyeluruh dan optimal.
10. Pengendalian dan umpan balik dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pencapaian sasaran dan mengkaji aspek efisiensinya.
Sebagai Manajer/pelaksana/pengelola, maka pemimpin pendidikan secara operasional melaksanakan pengelolaan kurikulum, peserta didik, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatausahaan. Semua kegiatan-kegiatan operasional tersebut dilakukan melalui seperangkat prosedur kerja yang meliputi; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Berdasarkan tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan di tingkat mikro utamanya, maka pemimpin pendidikan melaksanakan pendekatan-pendekatan baru dalam rangka meningkatkan kapasitas sekolah (Yukl:2009). Dengan demikian dibutuhkan pemimpin pendidikan yang memiliki ketrampilan manajerial yang baik mencakup conceptual skill, human skill, dan technical skill. Menurut Tracey (tanpa tahun) dalam Akhmad Sudrajat (2009), conceptual skill yakni kemampuan seorang pemimpin dalam melihat organisasi sebagai satu kesatuan secara menyeluruh, human skill yakni kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama dilingkungan kelompok yang dipimpinnya, sedangkan technical skill yakni kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan, serta teknik pengetahuan yang spesifik. Dari ketiga skill tersebut, technical skill merupakan karakteristik khas pemimpin pendidikan yang harus didalami dan dimiliki pemimpin pendidikan di tingkat mikro, yang berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 13 tahun 2007, antara lain:
1. Kemampuan menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkat perencanaan (yakni perencanaan strategis, perencanaan operasional, perencanaan tahunan, sampai pada perencanaan anggaran belanja).
2. Kemampuan mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan (yakni kebijakan, struktur, deskripsi tugas personalia)
3. Kemampuan memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumberdaya sekolah secara optimal (baik sumberdaya manusia, sumberdaya dana, dan sumberdaya sarana prasarana).
4. Kemampuan mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
5. Kemampuan menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
6. Kemampuan mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan mutu secara optimal.
7. Kemampuan mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran secara optimal.
8. Kemampuan mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber-sumber belajar, dan pembiayaan pendidikan di sekolah.
9. Kemampuan mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan siswa baru, penempatan, dan pengembangan kapasitas siswa secara optimal.
10. Kemampuan mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran secara optimal sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai, dan Kemampuan memonitoring dan mengevaluasi semua program kegiatan yang dilaksanakan guna perbaikan dan peningkatan kualitas.
Sebagai Supervisor/penyelia/evaluator, maka sebagai pemimpin pengajaran, pemimpin pendidikan di sekolah berfungsi melakukan pembinaan profesional kepada guru dan tenaga kependidikan. Untuk itu kegiatan pemantauan atau observasi kelas mutlak dilakukan secara teratur sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai, melakukan pertemuan guna memberikan pengarahan teknis kepada guru dan staf dan menawarkan solusi bagi permasalahan pembelajaran yang dialami guru (Suryosubroto:2004). Dalam pelaksanaan kegiatan sebagai supervisor (Permendiknas nomor 13 tahun 2007), pimpinan pendidikan diharapkan harus mampu:
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan teknik supervisi yang tepat
3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Sehingga dalam posisi sebagai pengambil keputusan dan kebijakan di tingkat mikro, pemimpin pendidikan di sekolah; sebagaimana diisyaratkan dalam manajemen pendidikan berbasis sekolah diberi keleluasaan melakukan inovasi-inovasi dan kreatif dalam me-manaj institusinya guna peningkatan mutu institusi yang dipimpinnya. Upaya-upaya peningkatan mutu masing-masing institusi berbeda-beda, namun dari beberapa pengalaman kami dalam upaya ke arah ini dapat kami sampaikan seperti:
a. Sumberdaya
Pimpinan pendidikan harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumberdaya sesuai kebutuhan institusinya. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk; (a) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (b) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (c) mengurangi kebutuhan birokrasi.
b. Personil
Pimpinan pendidikan harus; (a) terlibat dan bertanggungjawab dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan, kualifikasi, loyalitas, profesionalisme, performa pedagogic yang diinginkan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya), (b) pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kompetensi semua personil, termasuk pemimpin pendidikan dilakukan secara terus-menerus.
c. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, pimpinan sekolah bertanggungjawab untuk mengembangkan kurikulum tersebut, baik standar materi (content) maupun proses penyampaiannya. Sehingga ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ini, antara lain: (a) pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa, (b) bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumberdaya yang ada, (c) pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
d. Pertanggungjawaban (accountability)
Dimana pada tataran ini, pemimpin pendidikan secara khusus, dan institusi yang dipimpinnya secara umum dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada stakeholders, karena hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan stakeholders.
Namun ada satu hal lagi yang mungkin agak ekstrim, tetapi bisa jadi merupakan sebuah solusi, karena tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu motivasi masyarakat kita dalam mengenyam pendidikan adalah memperdalam berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan berbagai ketrampilan guna persiapan memasuki dunia kerja dan menciptakan lapangan kerja. Sehingga diharapkan ke depannya nanti lembaga-lembaga pendidikan kita sudah harus di desain menjadi lembaga pendidikan yang berorientasi pada penyiapan tenaga kerja terampil, yakni lembaga pendidikan kejuruan yang sudah harus dimulai dari pendidikan dasar setingkat SMP/MTs (mengikuti pola Jepang dalam menyiapkan sumberdaya manusianya) sehingga spesialisasi ini akan terbangun sejak siswa berada di lembaga pendidikan dasar dan pada akhirnya spesialisasi ini akan terbawa sampai ke jenjang pendidikan lanjut sekaligus sampai menuju ke dunia kerja. Kita lebih memilih pola kolaborasi Jerman dan Jepang dalam mepersiapkan sumberdaya manusianya. Dimana Jerman dengan pola magang, sementara Jepang dengan menerapkan industry-based mulai dari tingkat pendidikan dasarnya. Sehingga untuk memperkaya pengetahuan dan ketrampilan, kita juga bisa melanjutkan proses perbaikan pendidikan kita dengan magang (mengikuti pola Jerman dalam mempersiapkan sumberdaya manusianya).
B. Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Pemberdayaan
Dalam menyikapi perkembangan zaman perubahan kebijakan kepemimpinan pendidikan yang dapat memberdayakan pihak bawahan menjadi amat penting untuk dilakukan. Dalam hal ini, Larry Lashway (ERIC Digest, No. 96) mengetengahkan tentang Facilitative Leadership. yang pada intinya merupakan kepemimpinan yang menitikberatkan pada collaboration dan empowerment. Sementara itu, David Conley and Paul Goldman (1994) mendefinisikan facilitative leadership sebagai : “the behaviors that enhance the collective ability of a school to adapt, solve problems, and improve performance.” Kata kuncinya terletak pada collective. Artinya, keberhasilan pendidikan bukanlah merupakan hasil dan ditentukan oleh karya perseorangan, namun justru merupakan karya dari team work yang cerdas.
Dengan model kepemimpinan demikian, diharapkan dapat mendorong seluruh bawahan dan seluruh anggota organisasi dapat memberdayakan dirinya, dan membentuk rasa tanggung atas tugas-tugas yang diembannya. Kepatuhan tidak lagi didasarkan pada kontrol eksternal organisasi, namun justru berkembang dari hati sanubari yang disertai dengan pertimbangan rasionalnya. Kepemimpinan fasilitatif merupakan alternatif model kepemimpinan yang dibutuhkan guna menghadapi tantangan masa depan abad ke-21, yang pada intinya model ini merujuk kepada upaya pemberdayaan setiap komponen manusia yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pendidikan.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan proses pemerdekaan diri, dimana setiap individu dipandang sebagai sosok manusia yang memiliki kekuatan cipta, rasa dan karsa dan jika ketiga aspek kekuatan diri manusia ini mempunyai tempat untuk berkembang secara semestinya dalam suatu organisasi, maka hal ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa bagi kemajuan organisasi. Oleh karena itu, partisipasi dan keterlibatan individu dalam setiap pengambilan keputusan memiliki arti penting bagi pertumbuhan organisasi. Dengan keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan, pada gilirannya akan terbentuk rasa tanggung jawab bersama dalam mengimplementasikan setiap keputusan yang diambil.
Paul M. Terry mengemukakan bahwa untuk dapat memberdayakan setiap individu dalam tingkat persekolahan, seorang pemimpin (baca: kepala sekolah) seyogyanya dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemberdayaan (create an environment conducive to empowerment), memperlihatkan idealisme pemberdayaan (demonstrates empowerment ideals), penghargaan terhadap segala usaha pemberdayaan (encourages all endeavors toward empowerment) dan penghargaan terhadap segala keberhasilan pemberdayaan (applauds all empowerment successes).
Pendapat di atas mengindikasikan bahwa upaya pemberdayaan bukanlah hal yang sederhana, melainkan di dalamnya membutuhkan kerja keras dan kesungguhan dari pemimpin agar anggotanya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang berdaya. Jika saja seorang pemimpin sudah mampu memberdayakan seluruh anggotanya maka di sana akan tumbuh dinamika organisasi yang diwarnai dengan pemikiran kreatif dan inovatif dari setiap anggotanya. Mereka dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya secara leluasa tanpa hambatan sosio-psikologis yang membelenggunya. Semua akan bekerja dengan disertai rasa tanggung jawab profesionalnya.
VII. KESSIMPULAN
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
Solusi dalam mengatasi masalah kepemimpinan pendidikan yaitu dengan menerapakn kepemimpinan berorientasi pada mutu. Dengan model kepemimpinan ini mutu pendidikan akan dapat diperbaiki secara structural. Melalui kepemimpinan berbasis pemberdayaan dapat mendorong seluruh bawahan dan seluruh anggota organisasi dapat memberdayakan dirinya, dan membentuk rasa tanggung atas tugas-tugas yang diembannya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat,Akhmad (2009). Manajemen Kepala Sekolah Dalam Pelayanan Publik (Artikel Jurnal UPI Bandung). Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
Suryosubroto,B (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
http://kawakib06.multiply.com/journal/item/6 (Diakses tanggal 27 Mei 2010 Pukul 07.53)

2 komentar: