STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 16 Agustus 2011

AKHLAK BERTANYA Tafsir Surat Al-Baqarah [2]: 67-73

Aam Amiruddin

(67) Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.”
(68) Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”
(69)Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
(70) Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”
(71) Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
(72) Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.
(73) Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayit itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.

***

Ayat-ayat yang akan dibahas di sini masih menceritakan tentang kedurhakaan Bani Israil. Sejumlah riwayat mengungkapkan bahwa pada zaman Nabi Musa a.s., ada seorang yang terbunuh tapi tidak diketahui siapa pembunuhnya sehingga terjadilah saling tuduh di antara Bani Israil. Akhirnya mereka datang menemui Nabi Musa untuk meminta petunjuk mengenai pembunuh yang sebenarnya. Lalu, atas wahyu Allah Swt., Nabi Musa a.s. memerintahkan agar mereka menyembelih sapi. Kaum Bani Israil menganggap perintah Nabi Musa a.s. itu sebagai bentuk ejekan kepada mereka. Hal ini dijelaskan dalam ayat berikut.

“Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya: ‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.’ Mereka berkata: ‘Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?’ Musa menjawab: ‘Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.’”

Pada ayat ini diungkapkan bahwa Nabi Musa a.s. memerintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi untuk mengungkap sang pembunuh. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” Bani Israil tersinggung dengan perintah ini dan menganggap bahwa perintah menyembelih sapi itu merupakan bentuk ejekan pada mereka, “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Mengapa perintah menyembelih sapi dianggap ejekan? Tidak lain adalah karena kaum Bani Israil pernah menyembah anak sapi saat Nabi Musa a.s. meninggalkan mereka selama empat puluh malam untuk menerima Taurat. Kasus ini dijelaskan dalam Al-Baqarah ayat 51. “Dan ingatlah, ketika Kami berjanji kepada Musa memberikan Taurat, namun sesudah empat puluh malam, kamu menjadikan anak sapi sembahanmu sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.”
Tuduhan Bani Israil dijawab oleh Nabi Musa a.s. dengan berlindung diri pada Allah Swt. “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” Ini pelajaran bahwa kalau suatu saat kita menyampaikan nilai-nilai kebenaran kepada orang lain (misalnya kepada anak, istri, suami, teman, ataupun masyarakat umum) namun diejek atau diolok-olok, maka kita tidak perlu membalas dengan ejekan lagi. Kita cukup berlindung diri kepada Allah agar tidak terpancing pada perbuatan-perbuatan yang tidak elegan dan tidak sopan.

“Mereka menjawab: ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.’ Musa menjawab: ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.’”

Sesudah Bani Israil bisa diyakinkan oleh Nabi Musa a.s. bawa perintah menyembelih sapi itu bukan ejekan tetapi cara untuk bisa mengetahui pelaku pembunuhan, mereka mengajukan permintaan kepada Nabi Musa a.s. “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Sekiranya langsung melaksanakan perintah Nabi Musa a.s., tentu mereka tidak akan mendapatkan kesulitan. Toh perintahnya sederhana, hanya menyembelih seekor sapi. Jadi, sapi macam apa pun sebenarnya bisa disembelih. Namun karena Bani Israil cerewet dan banyak bertanya untuk hal yang tidak perlu, perintah yang tadinya sederhana menjadi makin sulit.

“Musa menjawab: ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu.’” Ayat ini menggambarkan bahwa sapi yang harus disembelih memiliki ciri khusus, yaitu tidak terlalu tua namun juga tidak terlalu muda atau sapi pada usia pertengahan. Coba kita cermati, bukanlah tingkat kesulitan pemilihan sapi yang harus disembelih menjadi bertambah? Tadinya simpel, cukup sembarang sapi saja. Boleh yang muda dan yang tua pun tidak mengapa. Namun sekali lagi, karena Bani Israil banyak bertanya pada hal yang tidak perlu, maka tingkat kesulitannya pun ditambah, yaitu sapi yang usianya pertengahan (tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda).

Ayat ini harus menjadi pelajaran bagi kita bahwa kalau mendapatkan perintah yang sederhana, lakukan saja sesuai perintah tersebut. Jangan mempersulit diri dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu. Misalnya, ada dosen yang memerintahkan agar mahasiswa membuat paper atau makalah. Perintah ini simpel, yaitu membuat makalah. Tetapi kadang ada mahasiswa yang suka mempersulit diri dengan mengajukan pertanyaan yang tidak prinsipil, “Pak, sampul makalahnya warna apa?” “Pak, logo universitasnya perlu dicantumkan atau tidak?” Dan lain sebagainya. Sekiranya mahasiswa tersebut tidak banyak mempertanyakan hal-hal yang bukan prinsipil, tentu tugas tersebut menjadi sangat sederhana. Sampul warna apa pun bisa dipakai dan logo universitas bisa dicantumkan tetapi bisa juga tidak. Namun karena banyak bertanya untuk hal yang tidak perlu, akhirnya sang dosen pun berkata, “Sampul makalahnya berwarna ungu yang tidak terlalu tua tetapi jangan terlalu muda dan harus mencantumkan logo universitas ukuran 5 X 5 cm dan harus proporsional dengan ukuran kertasnya.

“Mereka berkata: ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.’ Musa menjawab: ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.’”

Ayat ini menegaskan bahwa saat Bani Israil diperintah menyembelih sapi, mereka bertanya mengenai warna yang sepebetulnya hal tersebut tidak penting dan akhirnya mereka pun mendapat kesulitan. Bahkan mereka masih berkelit dari perintah Allah dengan cara menganggap gambaran tentang sapi itu samar alias masih belum jelas.

“Mereka berkata: ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu.’”

Pertanyaan Bani Israil semakin mempersulit mereka sendiri karena sapi yang harus disembelih itu sifat-sifatnya menjadi lebih spesifik.

“Musa berkata: ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.’ Mereka berkata: ‘Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.’ Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.”

Sekali lagi mari kita cermati. Perintah dari Allah yang semula sangat sederhana menjadi sangat sulit karena Bani Isral bertanya mengenai sesuatu yang tidak prinsipil, lagi dan lagi. Kali ini, kriteria sapi yang harus disembelih ditambah menjadi “sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Seandainya Bani Israil langsung melaksanakan perintah yang simpel tersebut, maka sapi jenis apapun bisa disembelih. Namun karena mereka mengajukan sejumlah pertanyaan yang tidak perlu, akhirnya mereka sendiri mendapatkan kesulitan dengan sifat-sifat sapi yang makin spesifik meski pada akhir ayat tersebut di atas, “hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.”

“Dan ingatlah, ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: ‘Pukullah mayit itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!’ Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.”

Kedua ayat di atas menjelaskan latar belakang mengapa Bani Israil diperintah untuk menyembelih sapi. Yaitu untuk mengungkap peristiwa pembunuhan. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya kepada Bani Israil melalui Nabi Musa a.s. bahwa orang yang sudah mati bisa dihidupkan kembali dalam sekejap. Karena itu peristiwa ini diakhiri dengan tanda seru (!). “Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.”

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa dan meyakini bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Amin. Wallaahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar