STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Sabtu, 29 Oktober 2011

MODEL DAN ORGANISASI KURIKULUM

A.    Model Kurikulum
  1. Model Humanistik
  1. Konsep Dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J.Rousseau (Romantic Education. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana menagajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.
Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan: Konfluen, Kritikisme, Radikal, dan Mistikisme modern. Kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau. Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
  1. Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi afektif.

  1. Beberapa Ciri Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen mempunyai beberapa ciri utama yaitu:
·         Partisipasi.
·         Integrasi.
·         Relevansi.
·         Pribadi anak.
·         Tujuan.
Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif, berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep Gesalt bahwa sesuatu itu dikatakan berarti (penting-red) apabila bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen sangat mengutamakan kesatuan dan keseluruhan.
  1. Model-Model Belajar Konfluen
Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah diujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut diajarakan dengan teknik afektif. Berbeda dengan pengembang kurikulum yang lain, para penyusun kurikulum konfluen tidak menuntut para guru melaksanakn pengajaran seperti yang mereka kerjakan.
Dalam memilih kegiatan belajar beberapa cara dapat ditempuh, pertama, mengindentifikasi tema-tema atau topik-topik yang mengandung self judgment. Kedua, materi disajikan dalam bentuk yang belum selesai (open ended), tema atau issue-issue diharapkan muncul secara spontan dari prosedur serta perlengkapan pengajaran yang ada. Pengajaran humanistik memfokuskan proses aktualisasi diri (self actualization).
Kurikulum humanistik dapat membantu mereka memperlancar proses aktualisasi diri ini. Melalui berbagai kegiatan pengajaran model humanistik para siswa dapat menyatakan diri, berekspresi, bereksperimen, berbuat, memperoleh umpan balik dan menemukan dirinya. Menurut Abraham Maslow (1968, hlm. 685-686) kita dapat belajar lebih banyak tentang diri kita melalui pengujianrespons-respons menuju puncak pengalaman (peak experiences).
Menurut Philip H. Phenix (1971, hlm. 271-283) kurikulum harus dapat mengembangkan kesadaran dan mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix kesadaran merupakan kunci perkembangan diri dalam membina hubungan dan penyesuaian diri dengan orang lain, kelompok, budaya, dan lain-lain.
  1. Karakteristik Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi, dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman (pengetahuan-red) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik anatara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptaka hubungan yang hangat dengan murid, juga mampu memberi sumber.
Sesuai prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi, yang kesatuan prilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindaka. Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuaens murid-murid kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett (1975, hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Menysun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
  • Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
  • Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
  • Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya.
  1. Model Subjek Akademik
Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan.
Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Karena kurikulum sangat mengutamkan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangnnya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Jerome Bruner dalam The Process of Education menyatakan bahwa desain kurikulum hendaknya didasarkan atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa kurikulum suatu mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman yang mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan yang memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu. Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man: A Course oof Study (MACOS) Macos adalah kurikulum untuk sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditunjukan untuk mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan pengarahan dan bimbingan Bruner.
Sasaran utama kurikulum model MACOS adalah perkembangan kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan memberikan serangkaiann car kerja yang memungkinkan anak walaupun dengan cara sederhana mampu menganalisis kehidupan sosial. Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum Subjek Akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.
  • Menetukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme).
  • Menyatukan kegiatan belajar dari bebrapa disiplin ilmu.
·         Menyatukan berbagai cara/ metode belajar.
Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
a.        Ciri-ciri Kurikulum Subjek Akademik
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulm subjek akademis adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan)siswa sampai mereka kuasai. Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berfikir dan mengamatin digunakan dalam ilmuj kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan dalam seni dan koherensi dalam sejarah.
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
·         correlated curriculum adalah pola organisasi materi tau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
·         Unified atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
·         Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
·         Problem Solving Curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajarn atau disiplin ilmu.
Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) daripada tes objektif. Para ahli disiplin ilmu sering memilki sifat ambivalen terhadap evaluasi. Satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Evaluasi yang dilakukan dalam waktu singkat tidak akan memberikan gambaran yang benar tentang perkembangan dan penguasaan siswa. Kekhawatiran mereka dapat sedikit dikurangi dengan dikembangkannya model evaluasi formatif dan sumatif.
b.        Pemilihan Disiplin Ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada  beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
  • Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
  • Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
  • Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.
c.         Penyesuaian Mata Pelajaran dengan Perkembangan Anak
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyususnan bahan secara logis dan sistematis daripada menyalaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan. Pertama, untuk mengimbangi penekannya pada proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan. Kedua, adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.
  1. Model Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial berada dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhataian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat.
Para rekonstruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaiman masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesnus sosial.
a.        Desain Kurikulum Rekonstruksi sosial
Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini.
  • Asumsi.  
  • Masalah-masalah sosial yang mendesak.
  • Pola-pola organisasi.
b.        Komponen-komponen Kurikulum
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
  • Tujuan dan isi kurikulum.
  • Metode.
  • Evaluasi.
c.         Pelaksanaan Pengajaran Rekonstruksi Sosial
Pengajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut.
Salah satu badan yang banyak mengembangkan baik teori maupun praktik pengajaran rekonstruksi sosial adalah Paulo Freize. Mereka banyak membantu pengembangan daerah-daerah Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan budaya akal budi (conscientization). Dengan gerakan Conscientization mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks kondisi masyarakat mereka. Keterbatasan dan potensi yang mereka miliki.
Harold G. Shane seorang profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-temannya para Futurolog menggunakan perencanaann masa yang akan datang (future planning) sebagai dasar penyususnan kurikulum. Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
  1. Model Teknologis
Abad dua puluh ditandai dengan perkembangaan teknologi yang pesat. Perkembangan teknologi mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangnnya yang digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette, overhead projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-rom dan internet. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools tecnology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisien dan efektivitas pendidikan. Dalam arti teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini bisa semata-mata program sistem, bisa program sistem yang ditunjang dengan alat dan media, dan bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan media pengajaran.
Pada bentuk pertama, pengajaran tidak membutuhkan alat dan medis yang canggih, tetapi bahan ajar dan proses pembelajaran disusun secara sistem. Pada bentuk kedua, pengajaran disusun secara sistem dan ditunjang dengan penggunaan alat dan media pembelajaran.
a.        Beberapa Ciri Kurikulum Teknologis
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:
  • Tujuan.
  • Metode.
ü  penegasan tujuan.
ü  Pelaksanaan pengajaran.
ü  Pengetahuan tentang hasil
  • Organisasi bahan ajar.
·         Evaluasi.
Program pengajaran teknologis sangat menekankan efesiensi dan efektivitas. Program dikembangkan melalui bebrapa kegiatan uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat dicapai. Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan, kurikulum teknologis tidak terlepas dari beberapa keterbatasan atau kelemahan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi) juga bahan ajar yang bersifat efektif.
b.        Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum model lama, menurut para ahli teknologi pendidikan, penyusunan kurikulum, penyusunan buku-buku serta perangkat kurikulum lainnya lebih bersifat seni dan didasarkan atas kepentingsn politik daripada landasn-landasan ilmiah dan teknologis. Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu: (1) prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain, (2) hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama. Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi.
Pemecahan masih dapat dilakukan dengan menerapkan model kurikulum yang lebih menekankan pada teknologi sistem dan kurang menekankan pada teknologi alat.
Pengembangan kurikulum teknologis terutama yang menekankan teknologi alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, formulasi perlu dirumuskan terlebih dahulu apakah pengembangan alat atau media tersebut benra-benar diperlukan. Kedua, spesifikasi, diperlukan adanya spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi kegunaan maupun ketetapan penggunaannya. Spesifikasi juga meliputi spesifikasi situasi lingkungan tempat belajar, standar perilaku belajar, serta keterampilan-keterampilan untuk mencapai tujuan. Ketiga, prototipe sekuens-sekuens pengajran perlu diujicobakan dalam bentuk prototipe-protipe, demikian juga format-format media, dan organisasi. Keempat, percobaan pertama unit-unit pengajaran diujicobakan pada sejumlah sampel siswa untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahannya. Kelima, mencoba hasil, hasil dan pengembangan dicoba diterrapkan di dalam sistem pengajaran yang berlaku.
B.     Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan menunjuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalm bahasan ini bisa mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri. Dilihat dari cakupan pengembangannya apakah curriculum construction atau curriculum improvement, ada dua pendekatan yang dapat diterapakan dalam pengembangan kurikulum.
1.    Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen ataun para kepala Kantor Wilayah. Dilihat dari cakup pengembangnnya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benra-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
·         Langkah Pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
·         Langkah Kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
·         Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi.
·         Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikankurikulum yang telah tersusun itu.
2.    Pendekatan Grass Roots
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembanagn kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implemmentator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama, manakala  kurikulum itu benaar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbaharui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan.
Kedua, pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki setiap profesioanl yang tinggi disertai kemampuan yang memadai.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah.
Kedua, mengadakan refleksi.
Ketiga, menunjukan hipotesis atau jawaban sementara.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass root.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar