STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 11 November 2011

PROFESIONALITAS GURU PENDIDIKAN QUR’AN HADITS

  1. PENDAHULUAN
Qur’an Hadits merupakan dua hal yang sangat penting dalam dunia Islam karena merupakan sumber utama dalam mempelajari dan mengajarkan agama Islam. Meregenerasikan nilai-nilai yang termuat dalam kedua sumber tersebut merupakan fungsi utama dalam proses pendidikan Islam. Pemeran utama dalam proses pendidikan Islam adalah pendidik yang salah satunya adalah guru. Secara formal guru pendidikan Qur’an Hadits hanya ada dalam sekolah di lingkungan Departemen Agama, diluar departemen itu tugas tersebut merupakan tugas implisist dari guru pendidikan agama Islam. Dalam pendidikan secara makro Guru pendidikan Qur’an Hadits (termasuk guru pendidikan agama Islam) masih dianggap sebagai “the second teacher” pada hal secara yuridis formal adalah sama. Untuk itu perlu diungkap tentang profesionalitas guru pendidikan Qur’an Hadits.
  1. PENGERTIAN
Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut tentang profesionalitas guru pendidikan Qur’an Hadits, maka perlu terlebih dahulu dikemukakan tentang beberapa pengertian terkait.

Al-Qur’ān(ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suciagama Islam. Umat Islampercaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allahyang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.[1]Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni:[2]



“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.


 


Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:[3]


“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizatyang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.


Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:[4]


"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabidan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibrila.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihahdan ditutup dengan surat An-Nas"


Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Tauratyang diturunkan kepada umat Nabi MusaAS atau Kitab Injilyang diturunkan kepada umat Nabi IsaAS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.


Disamping sebagai mu’jizat Rasulullah dan sebagai korektor maupun penyempurna terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya, fungsi al-Qur’an adalah sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Oleh karena itu setiap muslim wajib untuk melakukan seluruh tata nilai yang tersebut dalam al-Qur’an di dalan segala sendi aspek kehidupannya. Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian yang lain dipandang sebagai bentuk pelanggaran dan termasuk kategori perbuatan dosa. Melaksanakan tata nilai al-Qur’an dinilai sebagai ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karenanya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi, dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai dhalim, fasiq dan kafir.[5]


Hadits(bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.[6]Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islamistilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadits di sini semakna dengan sunnah. Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAWyang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[7]Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[8]maka kata tersebut adalah kata benda.[9]


Dilihat dari keterkaitan dengan al-Qur’an maka hadits memiliki beberapa fungsi, yakni:[10]


  1. Sebagai Bayan, yakni menerangkan ayat-ayat al-Qur’an yang sangat umum.

  2. Sebagai Taqrir, yakni memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an.

  3. Sebagai Taudhih, yakni menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an.


Qur’an – Haditsberarti dua sumber utama dalam ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu dalam setiap kajian tentang keislaman, maka tidak akan pernah lepas dari pemahaman yang merujuk pada kedua sumber utama tersebut.  Secara khusus, qur’an-hadits merupakan sebuah nama mata pelajaran pada institusi pendidikan fofmal keagamaan seperti madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah.


Pendidikan,yang merupakan kata benda yang berartihal (perbuatan, cara, dsb) mendidik,[11]adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaranagar peserta didiksecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.[12]Kata pendidikan itu sendiri berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan member latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Berubah menjadi pendidikan yang memiliki arti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, perbuatan, cara mendidik.[13]Sedangkan menurut undang-undang pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[14]Dalam konteks Islam, pendidikan banyak dikenal dengan menggunakan term at-tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib dan ar-riyadhah.[15]


Pendidikan Qur’an-Hadits merupakan sebuah upaya sistematis untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits pada anak didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan baik secara informal keluarga, formal sekolah, maupun non formal masyarakat.


Guru(dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnyaadalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu.[16]Dalam bahasa Indonesia, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. [17]Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.[18]Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain: Dosen, Mentor, Tentor, Tutor.


Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddhaatau Bodhisattva. Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini. Orang India, China, Mesir, dan Israelmenerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.[19]


Dalam konteks Islam pendidik sering disebut dengan murobbi, mu’allim, muaddib, al-ustadz dan asy-syaikh.[20]Pendidik adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi kognitif maupun potensi psikomotorik.[21]Juga merupakan orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkebangan jasamani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah Swt dan mampu sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri. [22]


Guru pendidikan Qur’an Hadits memiliki makna sebagai seseorang yang berperan sebagai pendidik informal, formal dan non formal dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik agar dapat selalu membaca, memahami, mengamalkan dan mendakwahkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits sehingga menjadikan kedua hal tersebut sebagai pedoman asasi dan pandangan hidup sehari-hari.


Profesiadalah pekerjaanyang membutuhkan pelatihandan penguasaan terhadap suatu pengetahuankhusus.[23]Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasidan lisensiyang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdandesainerSeseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinjusendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.


Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya. Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional. Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar-benar menguasai, sungguh-sungguh kepada profesinya.[24]


Profesionalitas guru pendidikan Qur’an Hadits dapat mengandung makna tentang berbagai perihal yang berkaitan sehingga guru pendidikan Qur’an Hadits adalah merupakan guru yang benar-benar professional.


  1. PERINTAH MENDIDIK DALAM ISLAM


Perintah merupakan tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan yang dating dari atasan kepada bawahan sebagaimana sebuah definisi yang menyatakan bahwa: [25]


وَهُوَ طَلَبُ الْفِعْلِ مِنَ الْاَعْلَى إِلَى الْاَدْنَى


Segala sesuatu yang telah diperintahkan pada dasarnya merupakan sesuatu yang wajib sehingga harus dikerjakan kecuali ada petunjuk yang memberikan sebuah indikasi tentang pengecualian atau keringanan terhadap perintah tersebut sebagaimana sebuah kaidah fiqhiyah yang menyatakan bahwa: [26]


الْاَصْلُ فِى الْاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ اِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى خِلَافِهِ


Manakala Allah swt telah mengeluarkan pernyataan yang berupa perintah, berarti tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya tersebut. Jika tidak mengindahkan perintah tersebut maka berdosalah dia dan akan mendapatkan ancaman berupa siksa yang teramat dahsyat, sebaliknya jika mengindahkan perintah dengan sekuat tenaga serta ikhlas maka baginya pahala yang berlipat ganda, insya Allah. Diantara perintah Allah yang wajib untuk ditaati adalah sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an:[27]


يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَاَرًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةِ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ


Artinya:


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.


Dalam ayat tersebut Allah swt memerintahkan siapa saja yang beriman untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari ancaman neraka yang berbahaya, baik neraka dunia maupun neraka akhorat. Neraka merupaka symbol kerusakan, kehancuran, penderitaan, kenistaan, kesengsaraan, kebinasaan, kejelekan dan lain-lain. Terhadap ayat tersebut Sayid Sabiq berkomentar bahwa yang dimaksud dengan menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan pendidikan yang baik, menumbuhkan mereka di atas akhlak yang utama, serta menunjukkan kepada mereka tentang hal-hal yang bermanfaat serta dapat membahagiakan.[28]Sementara itu Athiyah Al-Abrasyi berpendapat bahwa apapun keadaan dan upaya orang tua menjaga anaknya dari bahaya api neraka dunia adalah lebih utama disbanding menjaganya dari api neraka akhirat.[29]Senada dengan pendapat tersebut maka penulis memahami bahwa untuk bisa terjaga dari api neraka akhirat maka haruslah bisa menjaga dari api neraka dunia. Jika tidak bisa menjaga dari api neraka dunia maka jeleklah dunianya, akibatnya jelek pula akhiratnya karena tidak bisa terjaga dari api neraka akhirat. Itulah barangkali rahasia dari do’a sapu jagat yang sering kita pintakan kepada Allah swt yang berbunyi:[30]


رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِ الاَخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَبَ النَّرِ


Artinya:


Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.


Jadi untuk bisa selamat dan sukses serta bahagia di akhirat hendaklah terlebih dahulu bisa selamat dan sukses serta bahagia di dunia. Adapun jalan untuk bisa meraih keselamatan dan kesuksesan serta kebahagiaan di dunia tiada lain kecuali seperti apa yang diungkapkan oleh Sayid Sabiq tersebut, yakni menjaga diri dan keluarga dari api neraka dengan pengajaran dan pendidikan yang baik, menumbuhkan mereka di atas akhlak yang utama, serta menunjukkan kepada mereka tentang hal-hal yang bermanfaat serta dapat membahagiakan.[31]


Adapun dalam hal memberikan pengajaran dan pendidikan serta bimbingan kebaikan kepada keluarga kita, Nabi Muhammad saw telah memberikan dorongan yang besar seperti  sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah:[32]


اَكْرِمُوْا أَوْلَادَكُمْ وَ أَحْسِنُوْا أَدَبَهُمْ


Artinya:


Mulyakanlah anak-anakmu dan baguskanlah pendidikan mereka


Jadi kemuliaan anak-anak kita dan kebagusan mereka adalah merupakan tanggung jawab yang harus kita emban dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian serta ketelitian dan kesabaran. Umar Ibn Khaththab mengingatkat tanggung jawab tersebut bahwa:[33]


مِنْ حُقُوْقِ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدَانِ اَنْ يُعَلِّمَهُ الْكِتَابَةِ وَ الرِّمَايَةِ وَ اَنْ لَّا يَرْزُقُهُ إِلَّا حَلَالًا طَيِّبًا


Artinya:


Termasuk hak anak yang menjadi kewajiban orang tua, adalah mengajarnya menulis, memanah dan tidak memberinya rezeki kecuali yang halal lagi baik.


Jika kita terlalu terlena dan lepas dari tanggung jawab tersebut maka berdosalah kita karena itu merupakan sebuah kewajiban, akan tetapi jika kita laksanakan dengan sekuat tenaga serta penuh keikhasan maka insya Allah pahala yang besar akan kita dapatkan.  Allah swt menjanjikan seperti berikut:[34]


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ


Artinya:


Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.


Namun jika kita mengingkari tanggung jawab tersebut maka kitapun tidak akan pernah lepas dari ancaman Allah swt sebagaimana firman-Nya berikut:[35]


وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى


Artinya:


Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".


 


 


  1. PROFESIONALITAS GURU PENDIDIKAN QUR’AN HADITS


Profesiadalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:[36]


  1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuantersebut dan bisa diterapkan dalam praktek. Sebagai guru pendidikan Qur’an Hadits seseorang harus menguasai beberapa ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan Qur’an dan Hadits yang dikenal dengan ‘ullumul qur’an[37]dan ‘ullumul hadits,[38]disamping beberapa ilmu alat pendukungnya. Hal tersebut untuk mendukung terpenuhinya syarat-syarat  menjadi guru, antara lain:[39]

  2. Taqwa kepada Allah Swt. Guru, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertaqwa kepada Allah Swt, jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya sebagaimana Rasulullah menjadi teladan bagi umatnya.

  3. Memiliki ilmu. Di Indonesia, untuk menjadi guru (secara formal) disyaratkan untuk memiliki ijazah sebagai bukti bahwa ia memiliki ilmu pengetahuan.

  4. Sehat jasmani. Guru dituntut untuk selalu prima dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar maupun pendidik. Karena kesehatan jasmani akan sangat mempengaruhi semangat kerja seorang guru.

  5. Berkelakuan baik. Seorang guru adalah suri tauladan bagi muridnya baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Oleh karena itu diperlukan metode keteladanan baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas. Di dalam kelas dipraktekkan ketika proses pembelajaran, sedangkan di luar kelas dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti kegiatan pramuka, kesenian, keagamaan dan lain sebagainya.

  6. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesitersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya. Secara formal, bagi guru pendidikan Qur’an Hadits harus masuk dalam organisasi profesi, seperti PGRI, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Kelompok Kerja Guru, sedangkan diluar formal ada semacam asosiasi seperti Badan Koordinasi Ustadz-ustadzah, Korp Da’I, Persatuan Muballigh, dan sebagainya.

  7. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikanyang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Untuk menjadi guru pendidikan Qur’an Hadits harus telah menempuh pendidikan guru jurusan terkait dengan jenjang minimal setara D4/S1.[40]Hanya saja pada lembaga pendidikan formal dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, masih sedikit yang dapat menghasilkan calon guru al-Qur’an Hadits yang menguasai bacaan secara benar dan baik menurut kaidah ilmu tajwid apalagi seni baca dan seni tulisnya, justeru keahlian para praktisi ahli qiro’ah dan kitabah dihasilkan dari produk pendidikan non formal dan informal.

  8. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis. Bagi guru pendidikan Qur’an Hadits yang telah memenuhi persyaratan tertentu maka dapat mengikuti seleksi program sertifikasi guru sehingga dinyatakan sebagai guru professional. Untuk itu ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki olehnya yangmeliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[41]Musabaqah Tilawatil-Qur’an (MTQ) merupakan sebuah upaya pemerintah untuk memberikan stimulus secara sosiologis maupun politis agar tumbuh motivasi dalam diri para guru pendidikan Qur’an Hadits untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya.

  9. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. Pelatihan guru adalah jenis pelatihan keprofesionalan guru yang bertujuan untuk memelihara dan/atau meningkatkan kemampuannya sebagai guru sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau perubahan kurikulum dan perkembangan masyarakat. Pelatihan dapat dilakukan di pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan, lembaga penjaminan mutu pendidikan, kelompok kerja guru, musyawarah guru mata pelajaran, gugus, atau lembaga lain yang melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. [42]Guna pengembangan dan peningkatan kompetensi guru dilakukandalam berbagai kegiatan keprofesionalan yang diselenggarakan antara lain melalui Kelompok Kerja Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Kelompok Kerja PengawasSekolah, dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah.[43]

  10. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru.[44]Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada Guru sebagai tenaga profesional. Diantara bukti fisik sebagai bukti formal tersebut seperti ijazah (STL/STTB) program D4/S1, akta mengajar, sertifikat professional, dan sebagainya. Beberapa hal yang sering dijadikan pertimbangan dalam pemberian sertifikat adalah penilaian dokumen yang mendeskripsikan:[45]


a. Kualifikasi Akademik;


b. pendidikan dan pelatihan;


c. pengalaman mengajar;


d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;


e. penilaian dari atasan dan pengawas;


f. prestasi akademik;


g. karya pengembangan profesi;


h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;


i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan


j. penghargaan yang relevan dengan bidang kependidikan.


Wibowo (Mulyasa, 2008:35), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:[46]


  1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga pendidikan.

  2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga pendidikan.

  3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.

  4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

  5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

  6. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. Oleh karena itu harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. [47]

  7. Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

  8. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;

  9. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

  10. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;

  11. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan

  12. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

  13. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

  14. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;

  15. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan

  16. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

  17. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Sebagai seorang pendidik harus memiliki etika sebagai berikut:


Sebenarnya adalah sama bagi guru pendidikan Qur’an Hadits maupun guru selainnya dalam hal kode etik, yakni dengan adanya kode etik Pegawai Negeri Sipil maupun kode etik Guru, hanya saja berikut ini akan dikemukakan secara spesifik dalam dimensi pendidikan Islam tentang beberapa hal yang mendeskripsikan tentang etika yang menunjukkan profil seorang guru profesional:[48]


  1. Berjiwa Robbani. Seorang guru harus menjadikan Robb (Tuhan) sebagai tempat berangkat, tempat berpijak dan tempat kembali segala aktivitasnya. Tujuan dan tingkah laku serta pola berfikirnya senantiasa berpijak dari Tuhan, pada Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan.

  2. Niat yang Benar dan Ikhlas. Islam mengajarkan hendaknya setiap guru melandasi dirinya dalam mendidik peserta didiknya dengan niat yang benar, yaitu ikhlas semata-mata mencari ridho Allah Swt, bukan mencari imbalan materi, gaji, jasa, pujian, kemasyhuran, kedudukan atau lainnya yang datang dari selain Allah. Andaikan kemudian dia mendapat imbalan gaji misalnya, pastilah gaji itu digunakannya untuk mempermudah jalan meraih keridhoan Allah Swt. Jadi tidak dijadikannya sebagai tujuan (ghayah) , melainkan justru dijadikan sebagai sarana (wasilah) untuk menuju lebih tinggi yaitu keridhoan Allah Swt.

  3. Tawadhu’(Rendah Hati). Setiap guru sudah seharusnya bila menghiasi diri dengan jiwa dan sikap tawadhu’ atau rendah hati, serta menjauhkan diri dari sifat riya’, sombong, takabur dan tinggi hati. Karena betapapun luasnya ilmu yang telah dicapai, pada hakekatnya hanyalah sedikit dibandingkan ilmunya Allah.

  4. Khosyyah(Takut kepada Allah Swt). Salah satu ciri orang yang berilmu adalah bila ia memiliki rasa takut kepada Allah. Realitas dari takut kepada Allah Swt ini, untuk para guru adalah senantiasa berusaha mengosongkan dirinya dari maksiat kepada Allah Swt. Keberhasilan mendidik para peserta didik, bukanlah semata-mata ditentukan oleh baiknya system dan keterampilan guru, tetapi juga oleh keberhasilan hati guru itu sendiri.

  5. Zuhud(Tidak Materialistis). Sifat zuhud ini sebenarnya masih berkaitan erat atau bahkan merupakan bentuk nyata dari empat sifat diatas. Sudah seharusnya seorang guru untuk tidak memiliki sifat materialistis, tidak rakus terhadap dunia dan tidak mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi.

  6. Sabar dan Tabah Hati. Tugas sebagai guru bukanlah suatu tugas yang mudah dan ringan, melainkan tugas yang berat dan rumit. Sebagai guru tentu akan berhadapan dengan para peserta didik yang memiliki berbagai persoalan, watak dan tingkat kecerdasan yang beraneka macam.

  7. Menguasai Bidang Studinya. Seorang guru, bagaimanapun pandai dan luas ilmunya, tidaklah mungkin menguasai berbagai bidang ilmu yang ada. Adanya penguasaan yang cukup terhadap bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, adalah menjadi kebutuhan mutlak. Terlebih bagi guru yang mengajarkan Al-Qur’an maupun Hadits, dia dituntut untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih, menguasai ilmu tajwid, bacaan-bacaan gharib, dan adab-adab membaca Al-Qur’an. Bagaimana mungkin guru yang tidak fasih akan mampu membawa para peserta didiknya memiliki kefasihan dalam membaca Al-Qur’an.

  8. Tetap Terus Belajar. Guru dituntut untuk tetap terus menerus meningkatkan pengetahuannya, terutama ilmu-ilmu yang diajarkannya. Hal ini disamping karena memang watak ilmu itu sendiri yang terus berkembang juga adanya kekhawatiran bila terjadi kekeliruan didalam memahami ilmu yang bersangkutan. Sebab bila terjadi kekeliruan, bisa berakibat fatal. Dia bisa terjerumus dalam kesesatan, dan secara berurutan diapun bisa menyesatkan peserta didiknya.

  9. Segera Kembali kepada Kebenaran. Seorang guru dituntut untk menguasai bidang studinya dan terus berhati-hati jangan sampai melakukan kekeliruan. Namun sebagai manusia biasa tentunya dia bukanlah orang yang makshum yang terjaga dari salah dan dosa., sihingga wajar bila suatu ketika melakukan kesalahan, baik dalam perilakunya maupun ilmu yang disampaikannya.

  10. Gemar Bermusyawarah. Bermusyawarah adalah salah satu kunci untuk mencapai kebenaran. Untuk itu setiap orang yang berkecimpung di dunia ilmu, lebih-lebih sebagai guru, dituntut untuk gemar bermusyawarah. Rasulullah saw yang oleh Allah swt dibekali wahyu dan sifat fathanah (otak yang cerdas) masih juga diperintahkan untuk bermusyawarah dalam berbagai hal dengan para sahabatnya.

  11. Mengedepankan Kejujuran. Setiap guru harus senantiasa komitmen kepada kejujuran, antara lain harus berani berkata di depan peserta didiknya “Saya tidak tahu” manakala memang tidak mengetahui dan tidak perlu mengelak serta menutupi ketidaktahuannya dengan memberikan informasi yang tidak benar.

  12. Bisa Diteladani. Semua ulama maupun ahli pendidikan sependapat bahwa seorang guru haruslah seorang yang bisa dijadikan sebagai contoh tauladan bagi parra peserta didiknya baik dalam hal tingkah lakunya, ucapannya, kebersihan hatinya, pergaulannya, maupun ketaatannya kepada Allah swt. Tugas guru bukanlah sekedar sebagai pengajar di depan kelas melainkan dituntut untuk dapat menjadikan dirinya sebagai wujud nyata dari apa yang diajarkannya dalam kehidupan sehari-hari.

  13. Bersikap Adil. Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya, tentu akan dihadapkan pada persoalan-persoalan yang dia harus mengambil sikap dan keputusan, baik berupa penilaian, hukuman, pujian, pemilihan, ataupun yang lainnya. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk bersikap adil, artinya ia tidak boleh bersikap pilih kasih dengan membeda-bedakan para peserta didiknya kecuali atas dasar kebenaran.

  14. Penyantun dan Pemaaf. Salah satu keberhasilan dakwah Rasulullah saw kepada umatnya, antara lain disebabkan adanya sifat penyantun dan pemaaf. Setiap guru hendaknya memiliki sifat penyantun dan pemaaf bila menginginkan misinya berhasil seperti Rasulullah saw.

  15. Mengetahui dan Memahami Tabiat Peserta Didik. Adanya pengetahuan yang mendalam mengenai watak dan tabiat para peserta didiknya, adat kebiasaannya, pembawaannya, kecenderungannya, lingkungannya, tingkat perkembangannya, rasa dan pola pemikirannya, dan lain sebagainya, menyebabkan seorang guru tidak akan keliru dalam menghadapi peserta didik. Ia akan dapat menyampaikan materi pelajarannya secara pasti dalam waktu yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta didiknya.

  16. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. Dalam hal ini guru professional harus mengimplementasikan tentang fungsi-fungsi manajemen sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.[49]

  17. Fungsi Perencanaan (Planning). Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal.

  18. Fungsi Pengorganisasian (organizing). Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.

  19. Fungsi Pengarahan (directing). Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

  20. Fungsi Pengawasan (Controlling). Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.

  21. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik. Ada empat pilar pendidikan yang akan membuat manusia semakin maju sebagai tuntutan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat:[50]

  22. Learning to know(belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.

  23. Learning to do(belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.

  24. Learning to be(belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.

  25. Learning to live together(belajar hidup bersama). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.

  26. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat. Guna peningkatan status tersebut maka perlu diberikan kelonggaran dalam meningkatkan karir. Pengembangan karir guru terkait dengan profesionalisme dan daya tarik jabatan guru memerlukan kebijakan sebagai berikut (mulyasa, 2008: 39).[51]

  27. Menumbuhkembangkan kesadaran guru terhadap kode etik sebagai guru profesional, serta mencintai tugasnya, dan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.

  28. Menyederhanakan prosedur dan penilaian kenaikan jabatan fungsional guru, dan sedapat mungkin masyarakat dapat dimintai pendapatnya, agar hasilnya lebih objektif.

  29. Beban yang tidak terkait dengan fungsi dan tugs guru sebaiknya dihilangkan, karena akan mengganggu perhatian guru terhadap tugasnya.

  30. Pengangkatan kepala sekolah perlu dilakukan melalui seleksi yang ketat dan adil, mempertimbangkan latar belakang mental dan prestasi kerja, serta melibatkan orang tua murid dan masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah atau madrasah.

  31. Pengawasan kepada semua jenjang pendidikan harus dilaksanakan secara teratur, terkendali, dan terus menerus dengan menggunakan paradigma penilaian yang akademik.


Guru professional berhak mendapatkan imbalan yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, maslahat tambahan dan/atau tunjangan khusus.[52]Diluar financial, imbalan juga diberikan berupa penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasinya atas pelaksanaan tugas yang penuh komitmen, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang jauh melampaui tuntutan tanggung jawab yang ditetapkan dalam penugasan[53]


Perlindungan juga merupakan bentuk imbalan lain terhadap guru sehingga pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas yang meliputi perlindungan hukum (mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain), perlindungan profesi (mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas), serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain).[54]

  1. KESIMPULAN


Mendidik merupakan sebuah tanggung jawab mulia bagi seorang guru, terlebih memberikan pendidikan Qur’an Hadits karena kedua hal tersebut merupakan sumber pokok dalam mempelajari dan mengamalkan agama Islam. Predikat ”the second teacher” tampaknya masih melekat pada guru pendidikan Qur’an Hadits dalam pandangan publik pada hal sebenarnya jika ditelusuri secara jujur justeru pada peringkat tertinggi dalam urutan formal. Guru pendidikan Qur’an Hadits dapat dinyatakan sebuah profesi yang profesional karena memenuhi kriteria-kriteria profesionalitas, yakni


  1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis.

  2. Asosiasi profesional.

  3. Pendidikan yang ekstensif.

  4. Ujian kompetensi.

  5. Pelatihan institutional.

  6. Lisensi.

  7. Otonomi kerja.

  8. Kode etik.

  9. Mengatur diri.

  10. Layanan publik dan altruisme.

  11. Status dan imbalan yang tinggi.


Wallohu a’lam.




DAFTAR PUSTAKA


Abdul Hamid Hakim, Mabaadiy Awwaliyyah (Jakarta: Sa’adiyah Putra, tt.)


Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992. Hlm. 74-75.


Al-A'zami, M.M., (2005), Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi, (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, ISBN 979-561-937-3dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Qur%27anSelasa, 28 des 2010 pk. 12:21 PM


al-Kuliyat by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais dalam http://id.wikipedia.org/wiki/HaditsSelasa, 28 Des 2010 pk. 12:23 PM


Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008


"Hadith," Encyclopedia of Islam dalam http://id.wikipedia.org/wiki/HaditsSelasa, 28 Des 2010 pk. 12:23 PM


Haedar Nashir dkk, Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, Yogyakarta: BPK PP Muhammadiyah 1994


Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition dalam http://id.wikipedia.org/wiki/HaditsSelasa, 28 Des 2010 pk. 12:23 PM


M. Budiyanto, Profil Ustadz Ideal (Etika Guru dalam Pendidikan Islam), Yogyakarta: Yayasan Team Tadarus AMM Yogyakarta, 2003.


Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: Pustaka, 1993


Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya, 2003.


Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.


 


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru


Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas


Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen


Zakiah Daradjat, Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004


 



http://www.apb.or.id/?p=188Kamis 23 des 2010 10:47 am


http://id.wikipedia.org/wiki/GuruSelasa, 28 des 2010 pk. 12:14 PM


http://id.wikipedia.org/wiki/Qur%27anSelasa, 28 des 2010 pk. 12:21 PM


http://id.wikipedia.org/wiki/ProfesiSelasa, 28 Des 2010 pk. 12:11 PM






[2] QS. Al-Qiyamah (75) ayat 17 – 18.

[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Qur%27an Selasa, 28 des 2010 pk. 12:21 PM

[4] Ibid

[5] Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: Pustaka, 1993, hlm. 8-10
Lihat pula Haedar Nashir dkk, Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, Yogyakarta: BPK PP Muhammadiyah 1994, hlm 7-9

[6] Lihat pula Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: Pustaka, 1993, hlm. 19

[7] "Hadith," Encyclopedia of Islam dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits
Sela, 28 Des 2010 pk. 12:23 PM

[8] Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits
Selasa, 28 Des 2010 pk. 12:23 PM

[9] al-Kuliyat by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits
Selasa, 28 Des 2010 pk. 12:23 PM

[10] Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: Pustaka, 1993, hlm. 20-21

Lihat pula Haedar Nashir dkk, Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, Yogyakarta: BPK PP Muhammadiyah 1994, hlm 17-18

[11] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm. 253

[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan Selasa, 28 Des 2010 pk 12:17 PM

[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia; Jakarta, Balai Pustaka, 1995. Hlm. 232

[14] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

[15] Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya, 2003. Hlm. 127

[16] http://id.wikipedia.org/wiki/Guru Selasa, 28 des 2010 pk. 12:14 PM

[17] Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen  Bab I pasal 1 ayat 1

[18] http://id.wikipedia.org/wiki/Guru Selasa, 28 des 2010 pk. 12:14 PM

[19] Ibid

[20] Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya, 2003. Hlm. 167

[21] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992. Hlm. 74-75.

[22] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang, 1987. Hlm. 135-136.

[23] http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi Selasa, 28 Des 2010 pk. 12:11 PM

[25] Abdul Hamid Hakim, Mabaadiy Awwaliyyah (Jakarta: Sa’adiyah Putra, tt.) hlm. 8

[26] Ibid

[27] QS. At-Tahrim ayat 6

[28] Abu Tauhied MS, Beberapa Aspek Pendidikan Islam (Yogyakarta: IAIN Suka, 1990) hlm. 1

[29] Ibid

[30] QS. Al-Baqarah: 201

[31] Abu Tauhied MS, loc. cit

[32] Ibid, hlm. 8

[33] Ibid, hlm. 3

[34] QS. An-Nahl: 97

[35] QS. Thaahaa: 124

[36] http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi Selasa, 28 Des 2010 pk. 12:11 PM

[37] Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: Pustaka, 1993, hlm. 12-13

[38] Ibid, hlm. 31-32

[39] Zakiah Daradjat, Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hlm. 40-44.

[40] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Bab II Bagian kedua Pasal 5 Ayat 1-2.

[41] Ibid, Bagian kesatu Pasal 3 Ayat 2.

[42] Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 5 ayat 5

[43] Ibid, Pasal 47 Ayat 4

[44] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Bab 1 Pasal 1 Ayat 3

[45] Ibid, Pasal 12 Ayat 4

[47] Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab XI Pasal 40 Ayat 1-2

[48] M. Budiyanto, Profil Ustadz Ideal (Etika Guru dalam Pendidikan Islam), Yogyakarta: Yayasan Team Tadarus AMM Yogyakarta, 2003.

[50] http://www.apb.or.id/?p=188 Kamis 23 des 2010 10:47 am

[51] Ibid

[52] Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 51 Ayat 1

[53] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Bab III Bagian Keenam Pasal 30 Ayat 1-3

[54] Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen  Bab IV Bagian keenam Pasal 39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar