PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, dengan dua sumber hukum yang harus ditaati oleh setiap pemeluknya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mu’jizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., diriwayatkan secara mutawatir, tertulis dalam mushaf dan membacanya bernilai ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Al-Hadist adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapanya yang ada sangkut pautnya dengan hukum syari’at Islam.
Mengingat begitu pentingnya hadist sebagai sumber hukum Islam maka perlu adanya suatu ilmu yang bisa menjelaskan hadist, baik mengenai tentang sanadnya, kualitasnya maupun asal-usulnya.
Dalam perkembangan keilmuanya kitab-kitab hadist yang menjadi sumber hukum Islam kedua mengalami berbagai masalah terkait dengan sanad, kualitas (tingkatan), maupun asal-usulnya. Maka munculah ilmu takhrij hadist sebagai jawaban atas permasalahan yang muncul terkait dengan kredebilitas hadist. Hal ini baru muncul pada abad ke-8H. sedangkan pembukuanya terjadi pada abad ke-14H.
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, dengan dua sumber hukum yang harus ditaati oleh setiap pemeluknya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mu’jizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., diriwayatkan secara mutawatir, tertulis dalam mushaf dan membacanya bernilai ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Al-Hadist adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapanya yang ada sangkut pautnya dengan hukum syari’at Islam.
Mengingat begitu pentingnya hadist sebagai sumber hukum Islam maka perlu adanya suatu ilmu yang bisa menjelaskan hadist, baik mengenai tentang sanadnya, kualitasnya maupun asal-usulnya.
Dalam perkembangan keilmuanya kitab-kitab hadist yang menjadi sumber hukum Islam kedua mengalami berbagai masalah terkait dengan sanad, kualitas (tingkatan), maupun asal-usulnya. Maka munculah ilmu takhrij hadist sebagai jawaban atas permasalahan yang muncul terkait dengan kredebilitas hadist. Hal ini baru muncul pada abad ke-8H. sedangkan pembukuanya terjadi pada abad ke-14H.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Takhrijul hadits?
2. Bagaimana cara mentakhrij hadits?
3. Apa manfaat mentakhrij hadits?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian dari takhrijul hadits.
2. Mengetahui cara dalam mentakhrij hadits.
3. mengetahui manfaat mentakhrij hadits.
Takhrijul Hadits
A. Pengertian Takhrijul Hadis
Pengertian takhrij ada dua, yaitu berdasarkan bahasa dan istilah:
1. Pengertian Menurut Bahasa
Kata takhrij dari kata kharraja, yukhariju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut mahmud ath-Thahhan, asal kata Takhrij, ialah :
اجتماع امرين متضا دين في شئ واحد
”Berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan”
Dalam arti lain tajrih/takhrij atau jarah dalam pengertian bahasa: melukai tubuh ataupun yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang dasn sebagainya, luka yang disebabkan oleh kena pisau dan sebagainya dinamakan jurh. Dan di artikan pula jarah dengan memawkai dan menistai, baik dimuka ataupun dibelakang.
Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga memiliki beberapa arti, yaitu pertama, berarti al-istinbath ( mengeluarkan dari sumbernya ). Kedua berarti at-tadrib (latihan ) ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan)
2. Pengertian Secara Terminologis
Para ulama ahli hadis dalam hal ini mengemukakan beberapa definisi, seperti di bawah ini :
Menurut satu definisi, arti takhrij sama dengan Al-ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits li an-nas bidzikri mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-bukhari atau kharrajahu al-bukhari ( hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari). Arti takhrij menurut definisi ini banyak dipakai oleh para ulama dalam mengutip atau menyebutkan suatu hadis.
Menurut definisi berikutnya, di sebutkan bahwa kata takhrij berarti ikhraj al-ahadits min buthuni al-kutub wa riwayatuh ( mengeluarkan sejumlah hadis dari kandungan kitab-kitabnya dan meriwayatkannya kembali ). Pengertian ini diantaranya dikemukakan oleh as-sakhawi, ia menambahkan bahwa orang yang mengeluarkan hadis tersebut kemudian meriwayatkannya atas namanya sendiri atau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya kepada penulis kitab yang dikutipnya.
Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti ad-dalalah ala mashadir al-hadits al-ashliyah wa azzuhu ilaihi ( petunjuk yang menjelaskan kepada sumber-sumber asal hadis ). Di sini dijelaskan siapa-siapa yang menjadi para perawi dan mudawwin yang menyusun hadis tersebut dalam suatu kitab.
Menurut mahmud ath-thahhan, definisi yang disebut ketiga ini yang banyak dipakai dan terkenal pada kalangan ulama ahli hadis.
Berdasarkan definisi ini, ia menyabutkan pengertian takhrij sebagai berikut:
ا لدَّ لاَ لَةُ عَلَى مَوْ ضِعِ اْ لحَدِ يْثِ فِيْ مَصَا دِرِهِ اْلاَصْلِيَتِهِ الَّتِيْ أَخْرَجَتِهِ بِسَنَدِهِ ثُمَّ بَيَا نِ مَرْتَبَتِهِ عِِِنْدَ اْلحَا جَةِ
“Petunjuk tentang tempat atau letak hadis pada sumber aslinya, yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat atau kedudukannya manakala diperlukan ".
Berdasarkan definisi di atas, maka me-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu yang pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi, akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi musnadih.
Penyebutan sumber-sumber hadis dalam definisi di atas, bisa dengan menyebutkan sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti kitab-kitab yang termasuk pada kutub as-sittah; atau sunber-sumber yang telah di olah oleh para pengarang berikutnya yang berusaha menyusun dan menggabungkan antara kitab-kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’baina as-shahihain oleh al-humaidi; atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun kitab-kitab hadis dalam masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti masalah fiqih, tafsir atau tarikh.
Kedua, memnberikan penilaian kualitas hadis apakah hadis itu sahih atau tidak. Penilaian ini dilakukan andai kata diperlukan. Artinya, bahwa penilaian kualitas suatu hadis dalam men-takhrij tidak selalu harus dilakukan. Kegaitan ini hanya melengkapi kegiatan takhrij tersebut sebab, dengan diketahui dari mana hadis itu diperoleh sepintas dapat dilihat sejauh mana kaulitasnya.
B. Cara Mentakhrij Hadis
Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu:
1. Melalui pengenalan nama sahabat perawi hadis
2. Melalui pengenalan awal lafaz atau matan suatu hadis
3. Melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata tersebut bisa dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan
4. Melalui pengenalan topik yang terkandung dalam matan hadis
5. Melalui pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis, baik matan atau sanadnya.
1. Mentakhrij Melalui Pengenalan Nama Sahabat Perawi
Cara men-takhrij seperti ini hanya bisa dilakukan apabila telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut. Apabila nama sahabat diketahui maka pentakhrij–an dapat dilakukan dengan bantuan tiga macam kitab hadis, yaitu al-masanid (kitab musnad), al-ma’ajim (kitab-kitab mu’jam), dan kutub al-athraf.
a. Al-Masanid (kitab-kitab musnad)
Al-masanid adalah jamak dari al-musnad yaitu semacam kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama sahabat dalam kitab-kitab musnad tidaklah sama ada yang disusun secara alfabetis,dan ada yang disusun berdasarkan kelompok urutan waktu masuk islam atau keutamaan sahabat, di samping ada pula yang disusun berdasarkan keutamaan kabilah atau kota.
Hasil karya berupa kitab musnad ini cukup banyak. Ath-thahhan menyebutkan sebanyak sepuluh kitab yang diantaranya ialah musnad karya ahmad bin hanbal, musnad karya abu bakr Abdullah bin az-zubair al-humaidi, dan musnad karya abu daud sulaiman bin daud ath-thayalisi. Dari kitab-kitab yang disebutkannya dua di antaranya dibicarakan ath-thahhan lebih lanjut yaitu musnad ahmad bin hanbal dan musnad abu bakr al-humaidi.
b. Al-Ma’ajim (kitab-kitab Al-Mu’jam)
Al-ma’ajim atau kitab-kitab Al-Mu’jam menurut istilah ulama ahli hadis adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad sahabat, guru (suyukh), atau negeri-negeri tertentu. Diantara kitab Mu’jam yang terkenal ialah al-Mu’jam al-Kabi’r oleh abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H) yang memuat sekitar 60,000 buah hadis. Selain itu, al-Mu’jam al-Ausath, yang berisi sekitar 30,000 buah hadis, dengan nama guru-gurunya sebanayak 2000 orang, al-Mu’jam as-Shagir, yang memuat 1000 buah hadis, dan al-Mu’jam Ash-Shahabah karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Maushuli (w.307 H).
c. Kitab-Kitab Al-Athraf
Kata al-athraf jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf al-hadits, berarti bagian dari matan yang menunjukan sisanya. Seperti kata kullukum ra’in, atau kata bunia al-islam ‘ala khamsin. Kalimat yang pertama merupakan bagian atau potongan dari hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan seseorang, seorang imam, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua, merupakan potongan dari hadis tentang dasar-dasar islam.
Pada kitab-kitab seperti ini, penyusun menyebutkan sebagian dari matan hadis dengan menyebutkan sanad-nya, baik secara lengkap atau tidak. Kitab-kitab athraf pada umumnya disusun berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis, di samping ada juga yang menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkan kata-kata awal dari matan hadisnya.
Di antara kitab-kitab athraf ialah:
- Athraf as-shahihain karya abu mas’ud ibrahim bin Muhammad ad-dimasqi (w. 401 H).
- Al-asyraf ‘ala ma’rifat al-athraf karya ibn ‘Asakir (w. 571 H)
- Tuhfah al-Asyraf bi ‘Ma’rifat al-Athraf karya abu al-Hajjaj Yusuf Adurrahman al-Mizzi (w.742 H).
- Dzakhair Mawarits fi ad-Dalalah ‘ala Mawadhi’I al-hadits karya Abd al-Mugni an-Nablusi (1050-1143).
Pada kitab-kitab yang terakhir ini menjadikan kutub as-sittah (dua kitab al-jami ‘ash-shahih dan empat kitab as-sunan) dan al-muwaththa’ sebagai sumbernya.
2. Men-Takhrij Melalui Pengenalan Awal Lafazh Pada Matan
Dengan mengenal awal matan suatu hadis, maka hadis dapat di takhrij dengan menggunakan bantuan beberapa kitab hadis yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya. Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadis-hadis yang terkenal (al-musytaharah)nya disusun secara alfabetis,dan kitab-kitab kunci serta daftar isi kitab-kitab hadis tesebut.
a. Kitab-Kitab Yang Memuat Hadis-Hadis Yang Banyak Dikenal Orang
Yang dimaksud dengan hadis-hadis yang banyak dikenal orang atau al-musytaharah dalam pembicaraan orang banyak, ialah hadis-hadis yang banyak beredar di masyarakat. Hadis-hadis tersebut adakalanya shahih, hasan,atau dha’if, bahkan Maudhu. Untuk itu, para ulama telah menyusun kitab-kitab penunjuk yang menunjukan hadis-hadis yang beredar kepada sumber asalnya. Dengan demikian,akan menjadi jelas nama yang harus menjadi pegangan umat dan mana yang harus ditinggalkan. Kitab-kitab seperti ini banyak disusun oleh para ulama antara abad 10 sampai 13 hijriah. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:
- At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Badr ad-Din Muhammad bin Abdullah az-Zarkyasi (w. 974 H);
- Ad-Durar al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya as-suyuti (w. 911 H).
- Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayan Katsir min al-Ahadits al-musyhurah ‘ala al-Alsinah, karya Muhammad bin Abdurrahman as-sakhawi (w.902 H); dan
- Tashil as-Sabil ila Kasyf al-Iltibas ‘amma dara min al-Ahadits baina an-Nas, karya Muhammad bin Ahmad al-Khalili (w. 1057 H).
b. Kitab Hadis Yang Matan-nya Disusun Secara Alfabetis
Kitab yang demikian berisi hadis-hadis yang diambil dari beberapa kitab dan disusun secara alfabetis, dengan membuang sanadnya. Akan tetapi ditunjukan juga sunber utamanya, yang memuat sanad-sanadnya secara lengkap. Pada kitab-kitab ini identitas sanad hanya dalam wujud huruf-huruf singkatan. Untuk lebih memudahkan dalam mempergunakan kitab-kitab ini, harus diketahui lebih dahulu awal matan dari hadis-hadisnya. Sebab, penyusunan hadis dilakukan berdasarkan huruf pada awal matannya.
Di antara kitab-kitab yang termasuk kelompok ini, ialah al-ja’mi ash-Shagir min Hadits al-Basyir an-Nadzir dan al-jami ‘al-kabir, yang keduanya karya as-Suyuthi. Kitab hadis yang disebut pertama meuat sekitar 10.031 buah Hadis, yang dinukil dari kitab karyanya sendiri, Jam’u al-Jawami.
c. Kitab-Kitab Kunci dan Daftar Isi Kitab Hadis Tertentu
Di antara para ulama, khususnya ulama mutaakhirin, ada juga yang berusaha membuat kitab kunci (al-miftah) dan kitab yang memuat daftar isi (al-fihris). Di antara kitab tersebut ialah miftah ash-shahihain karya Muhammad as-syarif bin Musthafa at-Tauqidi (1312 H). Sistem penyusunannya secara alfabetis, yakni potongan hadis dari shahih al-Bukhari dan Muslim disusun dan diberi keterangan sperlunya saja tentang isi kitab/bab, nomor urut bab, jilid, dan halamannya.
3. Men-takhrij melalui Pengenalan Kata-kata yang tidak banyak Beredar dalam Pembicaraan
Untuk bagian ini, alat yang dipakai ialah al-mu’jam al-mufahras li alfazh al-hadits an-nabawi oleh A.J. Wensink, yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Muhammad fuad Abd al-baqi. Kitab ini disusun dengan merujuk kepada sembilan kitab hadis induk, yaitu dua kitab al-jami ‘ash-shahih, empat kitab as-sunan, al-muwaththa’ Malik bin Anas, musnad Ahmad bin Hanbal, dan musnad ad-darimi.
4. Men-Takhrij Melalui Pengenalan Topic yang Terkandung Dalam Matan Hadis
Cara mentakhrij melalui pengenalan topic ini dapat dipakai oleh mereka yang banyak mengasai matan hadis dan kandungannya. Terdapat banyak kitab yang mentakhrij hadis dengan cara ini, yang pada garis besarnya terdapat pada tiga bagian, yaitu:
a. Akitab-kitab yang memuat seluruh bab dan topik ilmu agama. Kitab seperti ini banyak sekali, di antaranya kitab al-jawami, al-mustakhrajah, al-mustadrakah ‘ala al-jawami’, al-majami’, az-zawaid, dan miftah kunuz as-sunnah.
b. Kitab-kitab yang memuat banyak bab atau topic, akan tetapi tidak mencakup seluruh bab secara lengkap, seperti kitab-kitab as-sunan al-muwaththa’ah, dan al-mustakhrajah ‘ala as-sunan.
c. Kitab-kitab yang hanya membahas bab atau topic-topik khusus, seperti kitab at-tarhib, at-targip, al-akhlak, dan al-ahkam.
Kitab miftah kunuz as-sunnah yang disusun oleh Muhammad fuad Abd al-baqi merujuk kepada 14 kitab, yaitu : shahih al-bukhari, shahih muslim, sunan abu daud., jami’at-turmudzi, sunan an-nasa’I, sunan Ibn Majah, sunan Ibn Malik, musnad Ahmad, musnad Abu Daud ath-thayalisi, sunan ad-Darimi, musnad Zaid bin Ali, sirah Ibn hisyam, Magazi al-waqidi, dan thabaqah Ibn Sa’ad.
5. Mentakhrij Melalui Pengamatan Terhadap Ciri-ciri Tertentu pada Matan atau Sanad
Dengan mengenal ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari mana hadis itu terdapat. Cirri-ciri dimaksud seperti cirri-ciri maudhu’, cirri-ciri hadits qudsi, cirri-ciri dalam periwayatan dengan silsilah sanad tertentu, serta ciri-ciri yang lain.
Suatu contoh, jika diketahui ada matan hadis yang janggal (syadz), maka hadis tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada kumpulan hadis-hadis yang dha’if atau maudhu’, seperti kitab al-maudhu’ah al-kubra’, begitu juga jika diketahui pada hadis tersebut ada cirri-ciri hadis qudsi, dapat dilihat lebih lanjut pada kitab-kitab, seperti pada misykah al-anwar fi’ma’ruwiya’an illahi subhanahu wa ta’ala min al-akhbar. Begitu juga halnya dengan ciri-ciri yang ditemukan pada sanadnya.
C. Manfaat Takhrijul Hadis
Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis sahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak).
3. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SA W. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kata takhrij memiliki beberapa arti, yaitu pertama, berarti al-istinbath ( mengeluarkan dari sumbernya). Kedua berarti at-tadrib (latihan ) ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan) menurut istilah Takhrij sama dengan Al-ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits li an-nas bidzikri mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengelaurkan hadits).
2. Takhrij juga bisa diartikan menunjukan tempat hadist pada sumber-sumbernya yang asli dimana hadist dikeluarkan dengan rangkaian periwayatanya (sanad) kemudian menjelaskan tingkatan (kualitas)nya jika diperlukan.
3. Dalam mentakhrij hadits dapat dilakukan dengan lima cara atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu: Melalui pengenalan nama sahabat perawi hadis, melalui pengenalan awal lafaz atau matan suatu hadis, melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata tersebut bisa dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan, melalui pengenalan topik yang terkandung dalam matan hadis dan melalui pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis, baik matan atau sanadnya.
4. Manfaat dari takhrijul hadis antara lain memberikan informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis sahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya, memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak), menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SA W. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ash-Shiddiqi, Hasbi. 1987.Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadist. Jakarta: Bulan Bintang.
2. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2005. Al-Hadist. Yogyakarta.
3. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2006. Metodologi Penelitian Hadist. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar