STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Minggu, 07 Oktober 2012

KAITAN PSIKOLOGI AGAMA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama berasal dari dua suku kata, yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalaluddin, dkk).
Sedangkan Agama, menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Menurut Harun Nasution, agama berasal darikata Al-Din yang berarti undang -undang/ hukum, religi (latin) atau relege berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata Agama terdiri dari kata akronim dari a ; tidak, gam; per gi yang berarti tetap di tempat dan diwarisi turun menurun.
Menurut Zakiah Darajat, psikologi agama adalah meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang yang mempelajari berapa besar pengaruh kenyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di sampinga itu, psikologi agama jua mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mem pengaruhi kenyakinan tersebut.
http://pujanggawati.blogspot.com/2010/03/makalah-psikologi-agama.html
Dengan demikian dapat didefinisikan, psikologi agama adalah ilmu yang membahas tentang aktivitas dalam diri manusia dan mencakup salah satu aspek jiwa yaitu agama.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat kejadiannya (jalaluddin, 2004: 19).
Pendidikan Agama islam adalah sebuah upaya nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada perkembangan rasa agama. Umat Islam akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa Agama itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan, rasa bertuhan ini meliputi merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa rindu, rasa kagum dan lain -lain. Kedua yaitu rasa taat, rasa taat ini meliputi ada rasa ingin mengarahkan diri pada kehendak -Nya dan ada rasa ingin mengikuti aturan-aturan-Nya.
Adapun unsur-unsur pendidikan (pengajaran) di dalam al-Qur’an seperti: mauizah atau nasihat, dengan bercerita, perumpamaan, mensupport (pahala dan siksa), dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi kejadian. (Mahmud Khalifah, 2009:31)

Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang. Dengan adanya rasa agama seperti yang di ketahui setiap manusia, maka akan timbul perasaan saling menghargai dengan sesama individu lainya, sehingga akan timbul rasa saling toleransi kepada umat manusia beragama, dengan adanya
sifat tersebut manusia dapat menjaga diri pada hal -hal yang di larang dan di anjurkan agama.
Jadi, dalam pengertian ini pendidikan Islam adalah prsoses ataupun usaha sadar untuk mengembangkan potensi Agama manusia dengan memberi sifat keislaman, serta kecakapan sesuai dengan pendidikan yang juga tidak dibatasi oleh institusi (kelembagaan) ataupun pada lapangan pendidikan tertentu.
3. Kaitan Psikologi Agama dengan Pendidikan Islam
Hubungan psikologi agama dan pendidikan Islam sangat terkait dengan tujuan pendidikan yakni menanamkan nilai kebaikan dan keadilan dalam diri seseorang. menurut Menurut Quraish Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an, untuk bertaqwa kepada -Nya.
Pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan psikologi agama, bahkan psikologi agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan islam. Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Rasulullah saw pernah menerapkan kaedah yaitu memperhatikan kondisi psikologis dan bertahap dalam mengajar. Jadi proses belajar mengajarnya didsarkan pada hal tersebut. Pengajar yang dilakukan oleh beliau teratur dan sesuai dengan prinsip tahapan dan kemudahan, sehingga proses belajar mngajar dapat berlangsung tanpa ada kebosanan dan sesaut yang memberatkan bagi orang-orang yang belajar. Dalam hal ini, Abdullah bin Mas’ud berkata “ Rasulullah saw mengosongkan memberikan nasehat kepad akami beberap hari untuk menghindari kebosanan”. Dengan kata lain, Nabi saw menetapkan hari-hari tertentu untuk mengajar mereka. Beliau memilih dan memperhatikan waktu-waktu yang tepat sehingga mereka semangat dan tidak melakukan sesuatu yang membosangkan bagi muri-muridnya. (Muhammad Fathi. 2009:44)
Untuk mencapai keberhasilan itu seorang pendidik perlu memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Pendidikan tanpa agama akan pincang, yaitu terjadi ketidak seimbangan antara moralitas dengan pengetahuan yang dimilikinya. Seperti dicontohkan ada anak yang menguasai teknologi komputer karena tidak dibarengi oleh jiwa keagamaan maka pengetahuannya dipakai mencuri uang di bank. Sebaliknya pengetahuan keagamaan tanpa dibarengi manajemen pendidikan yang baik maka akan percuma. Pendidikan dinilai punya peran penting dalam menanamkan rasa keagamaan pada seseorang. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang.
http://abinafiah.blogspot.com/2009/12/psikologi-agama.html
Agar dapat membawa anak pada perkembangan yang diharapkan, tentu saja pekerjaan itu tidak mudah, kecuali kalau guru agama itu mempunyai bekal yang cukup, diantaranya:
 Pribadi guru Agama itu sendiri; dia harus mempunyai pribadi yang dapat dijadikan contoh dari pendidikan agama yang dibawakannya kepada anak. Dia harus mempunyai sifat-sifat yang diharapkan dalam agama (jujur, benar, berani, dsb). Di samping ia memiliki sifat tersebut, seorang guru harus dapat meningkatkan kapasitas keilmuan yang ia geluti ataupun keilmuan lainnya.
 Pengertian dan kemampuannya untuk memahami perkembangan jiwa anak serta perbedaan perorangan antara seorang anak dan lainnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ia mengerti psikologi anak. Sehingga dalam proses pembelajaran guru dapat mengunakan metode atau strategi yang bervariasi. Di samping itu pula, sarana pendidikan juga harus mendukung proses pembelajaran.
Untuk membina agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan pengertian saja, akan tetapi membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat ia cenderung kepada melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti shalat, doa, membaca Al Qur’an atau menghafal surat pendek, shalat berjamaah disekolah maupun di masjid harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Dengan dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar tapi dorongan dari dalam.
Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan ibadah sosial atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih penting daripada penjelasan dengan kata-kata. Latihan-latihan disini dilakukan melalui contoh yang diberikan oleh guru atau orang tua. Oleh karena itu, guru agama hendaknya memilki kepribadian yang dapat mencerminkan ajaran agama yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Kemudian sikapnya dalam melatih kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya menyenangkan dan tidak kaku.
Berikut ini bentuk bimbingan spritual guru ataupun orang tua yang dapat diberikan kepada kepada anak:
1. Ciptakan suasana religius di rumah
Pribadi anak tergantung pola hidupnya. Anak yang terbiasa dalam nuansa religius, pasti akan terbawa pada saat anak terbawa di lingkungan luar. Jika orang tua menginginkan anak tumbuh menjadi pribadi baik dan beragama, maka menciptakan suasana religius menjadi keharusan orangtua.
2. Berikan hukuman ringan pada anak saat melanggar ajaran agama
Dalam hal ini membiarkan anak dalam kelakuan melanggar agama berarti semakin membuka peluang baginya untuk ingkar terhadap perintah Tuhan. Misal hukumannya menghapal surah-surah pendek, hadist dan lain sebagainya.
3. Ajak anak silaturahmi ke pemuka Agama
Kunjungan seperti ini dapat menanyakan suatu ilmu yang belum diketahui ataupun hanya sekeder “silaturahmi”. Hal ini akan bermanfaat bagi kerohanian anak karena dapat menambah wawasan tentang ilmu agama dan melatihnya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya
4. Ajak anak mengumpulkan artikel-artikel keagamaan
Hal ini dapat membantu anak untuk meningkatkan kereligiuasannya. materinya dapat ditemukan majalah, koran ataupun internet. Dengan membaca, maka pengetahuan anak bertambah.

KESIMPULAN
Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Pendidikan Islam juga sangat erat kaitannya dengan psikologi Agama, bahkan psikologi Agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karenanya orangtua ataupun sebagai seorang pendidik (guru), sudah semestinya memahami model-model keberagamaan perkembangan jiwa peserta didiknya sehingga proses pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah dapat dijadikan pertimbangan.
Untuk mencapai keberhasilan itu seorang pendidik perlu juga memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Pendidikan tanpa agama akan pincang, yaitu terjadi ketidak seimbangan antara moralitas dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan Islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Mahmud Khalifah, dkk. 2009. Menjadi Guru yang Dirindu. Surakarta: Ziyad Visi Media
Muhammad Fathi. 2009. Metode Nabi dalam Mendidik dan Mengajar. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Salsa Az-Zahra. 2009. Membimbing Spiritual Anak. Jogjakarta :D arul Hikmah.
Robert H. Tholuese. 2000. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
http://abinafiah.blogspot.com/2009/12/psikologi-agama.html
http://pujanggawati.blogspot.com/2010/03/makalah-psikologi-agama.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar