Menurut Hasan Langgulung, ada lima sumber nilai yang diakui dalam Islam,
yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi, itulah yang asal. Sumber ketiga yaitu qiyas,
artinya membandingkan masalah yang disebutkan al-Qur’an dan Sunah
dengan masalah yang dihadapi oleh umat Islam pada masa tertentu, tetapi nash yang tegas tidak ada dalam al-Qur’an, di sini digunakan qiyas.
Kemudian sumber keempat adalah kemaslahatan umum pada suatu ketika yang
dipikirkan patut menurut pandangan Islam. Sedang sumber yang kelima
adalah kesepakatan atau ijma’ ulama dan ahli fikir Islam pada suatu ketika yang dianggap sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah.
Pendidikan Islam merujuk pada tiga sumber, yakni al-Qur'an, hadits, dan
ijtihad. Ijtihad adalah usaha yang dilakukan oleh para ulama (mujtahid)
untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam terhadap
hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al-Qur’an dan
sunnah. Hal ini sejalan dengan pendapat Zakiah Daradjat bahwa “landasan
pendidikan Islam itu terdiri dari al-Qur’an dan sunnah Nabi yang dapat
dikembangkan dengan ijtihad.
Ijtihad dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk
aspek pendidikan. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah
yang diatur oleh para mujtahid, tidak boleh bertentangan dengan
al-Qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber
dari al-Qur’an dan sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para
ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi
dan situasi tertentu. Teori-teori baru dari hasil pendidikan harus
dikaitkan dengan ajaran Islam yang sesuai dengan kebutuhan hidup.
Ijtihad di bidang pendidikan semakin dibutuhkan, sebab ajaran yang
terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah hanya sebatas pokok-pokok dan
prinsip-prinsip. Bila diperinci, maka perincian itu sekedar contoh dalam
menerapkan yang prinsip itu karena sejak diturunkan sampai Nabi
Muhammad saw. wafat, ajaran Islam telah tumbuh dan berkembang melalui
ijtihad yang seirama dengan tuntutan perkembangan jaman.
Dalam hal ini pemikiran para filsafat, pemimpin dan intelektual muslim
yang berijtihad dalam bidang pendidikan menjadi referensi (sumber)
pengembangan pendidikan Islam. Hasil pemikiran itu baik dalam bidang
filsafat, ilmu pengetahuan, fikih Islam, sosial budaya, pendidikan dan
sebagainya menyatu sehingga membentuk suatu pemikiran dan konsepsi
komprehensif yang saling menunjang khususnya bagi pendidikan Islam.
Dalam usaha modernisasi pendidikan Islam, pemikiran kalangan intelektual
pembaharu yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan pendidikan
Islam.
Pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, yang bermuara kepada perubahan kehidupan sosial, telah
menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembali
prinsip-prinsip ajaran Islam, apakah ia boleh ditafsirkan dengan yang
lebih relevan dengan lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak boleh
diubah, maka lingkungan dan kehidupan sosial yang perlu diciptakan
sehingga sesuai dengan prinsip tersebut. sebaliknya, jika ditafsir, maka
ajaran-ajaran itulah yang menjadi kehidupan muslim. Zaman sekarang
sudah berbeda dengan zaman ketika ajaran Islam pertama kali diterapkan.
Di samping itu diyakini pula bahwa ajaran Islam berlaku di segala zaman
dan tempat (shalih li kulli zaman wa makan), di segala situasi
dan kondisi lingkungan sosial. Kenyataan yang dihadirkan oleh perubahan
zaman dan perkembangan IPTEK menyebabkan kebutuhan manusia semakin
meningkat.
Sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial, manusia
tentu saja mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial menurut
tingkatannya. Dalam kehidupan bersama mereka mempunyai kebutuhan bersama
untuk kelanjutan hidup kelompoknya. Kehidupan itu meliputi berbagai
aspek kehidupan individu dan sosial. Seperti sistem politik, ekonomi,
sosial budaya dan pendidikan, yang tersebut terakhir adalah kebutuan
yang terpenting karena ia menyangkut pembinaan generasi mendatang dalam
rangka memenuhi kebutuhan yang tersebut sebelumnya.
Sistem pembinaan di satu pihak dituntut agar senantiasa sesuai dengan
perkembangan zaman, ilmu dan teknologi yang berkembang pesat. Di pihak
lain dituntut agar tetap bertahan dalam hal sesuai dengan ajaran Islam.
Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab bagi para mujtahid di bidang
pendidikan untuk selalu berijtihad sehingga teori pendidikan Islam
senantiasa relevan dengan tuntutan zaman dan perubahan.
Kepustakaan:
Azra, Azyumardi. 1998. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Marimba, Ahmad D. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’arif
Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Al-Ma’arif, Bandung
Azra, Azyumardi. 1998. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Marimba, Ahmad D. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’arif
Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Al-Ma’arif, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar