Pengalaman pendidikan Islam di indonesia sebagai pendidikan berbasis
masyarakat menunjukan bahwa proses akulturasi budaya pendidikan islam
kedalam sistem pendidikan nasional ternyata tidak terjadi dalam satu
tahap secara mudah. Akan tetapi berjalan secara bertahap dan seringkali
tidak mudah.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia mula-mula hanyalah pendidikan
keagamaan untuk penyebaran Agama. Ketika zaman penjajahan datang,
terjadi politik pendidikan diskriminatif karena pemerintah penjajahan
memandang rendah pendidikan pribumi. Kondisi itu berubah setelah umat
Islam mengembangkan sekolah umum. Termasuk dalam tradisi pendidikan
Islam tumbuh tradisi madrasah yang akhirnya berubah menjadi sekolah umum
berciri Agama Islam.
Dari catatan proses akulturasi pendidikan Islam, dengan manajemen
pendidikan nasional, terdapat catatan yang perlu digaris bawahi,
diantaranya adalah dengan satu sistem pendidikan, sebenarnya isu
dualisme pengelolaan pendidikan tidaklah ada, dan sebenarnya merupakan
ungkapan yang tidak benar. Selain itu, dalam satu sistem pendidikan,
pemerintah, mempunyai daya untuk mengawasi dan membina pendidikan yang
diselenggarakan oleh siapapun di negeri ini, maka pemerintah bertanggung
jawab umtuk membinanya agar sesuai tujuan pendidikan nasional.
- RUMUSAN MASALAH
- Apa yang dimaksud Filsafat Pendidikan Islam?
- Apa yang dimaksud Tujuan Pendidikan Nasional?
- Bagaimana cara Pandang Filsafat Pendidikan Islam terhadap Tujuan Pendidikan Nasional?
- PEMBAHASAN
- Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam mengandung tiga komponen kata, yaitu
“Filsafat, Pendidikan dan Islam”. Untuk memahami pengertian Filsafat
Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna
masing-masing komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari
keterpaduan ketiga kata tadi.
Kata Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi berasal dari bahasa Yunani kuno Philosophia yang
secara harfiah bermakna “kecintaan akan kearifan”. Makna kearifan
melebihi dari pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya
pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman.
Sedangkan menurut John S. Brubacher, Filsafat berasal dari kata Yunani
yaitu Filos dan Sofia yang berarti “cinta kebijakan
dan Ilmu pengetahuan”. Secara istilah menurut Hasbullah Bakry filsafat
adalah Ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan badaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui
pengetahuan itu.[1]
Kata Pendidikan dapat diartikan suatu ikhtiar atau usaha manusia
dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan
bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu diluar
dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Sedangkan kata Islam menurut
Harun Nasution adalah agama yang ajaran-ajarannya di wahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam adalah agama
yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam
rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam semesta.
Jadi dapat diambil pengertian bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah
suatu aktifitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan
konsep, menyelenggarakan dan mengatasi berbagai problem pendidikan
Islam dengan mengkaji makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai
Ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan
makna dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Al-Hadits guna merumuskan konsep
dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar
menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran Islam.[2]
- Pengertian Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional terdiri dari dua kata yaitu “pendidikan dan
nasional”. Pendidikan dalam arti bahasa adalah proses melatih dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, pikiran, perilaku dan lain
sebagainya.[3]
Jadi pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai proses transfer nilai,
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan kata Nasional menurut bahasa
berarti suatu kesatuan dalam negara yang berasaskan Undang-undan Dasar.
Dengan demikian pendidikan nasional berarti pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk
mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan
masyarakat.
Secara bahasa tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Dalam
skala yang lebih besar pendidikan diatur oleh Pemerintah baik sistem
maupun managemennya. Di Indonesia berdasarkan Undang-Undang nomor 20
tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan Mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk brkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Paulo Freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan bahwa tujuan
akhir dari preses pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi).
Tidak jauh berbeda dengan pandangan di atas M.Arifin berpendapat bahwa
proses pendidikan pada akhirnya berlangsung pada titik kemampuan
berkembangnya tiga hal, yaitu mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head), kedua, mendidik akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati (heart) dan ketiga, adalah mendidik kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya terletak pada kemampuan tangan (hand). Berangkat dari arti pentingnya pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “human investment”
yang berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut
mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan
pemberdayaan jati diri bangsa.
Pendidikan dimanapun dan kapanpun pada esensinya adalah sama. Hal ini
di ungkapakan oleh Robert Maynard Hutchins yaitu bahwa: Satu tujuan
pendidikan adalah mengeluarkan unsur-unsur kemanusiaan yang sama dalam
diri kita. Unsur unsur itu pada dasarnya tidak berbeda meski tempat dan
waktunya berlainan. Jadi, anggapan bahwa manusia harus dididik untuk
hidup di tempat atau di zaman tertentu, menyesuaikan manusia dengan
lingkungan tertentu, adalah gagasan asing dan tidak sesuai dengan
konsepsi pendidikan sejati. Pendidikan mengisyaratkan pengajaran.
Pengajaran mengisyaratkan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran.
Kebenaran, dimanapun, kapanpun, sama saja. Pendidikan dapat dikatakan
berhasil jika sudah mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh
dengan tindakan-tindakan yang jelas pula.
Bila kita kembali kepada hakekat pendidikan maka pendidikan pada
esensinya juga bertujuan untuk membantu manusia menemukan hakekat
kemanusiaannya. Proses humanisasi ini adalah –meminjam istilah Freire-
pembebasan. Pembebasan manusia dari belenggu struktur sosial, cara pikir
yang salah, doktrin tertentu dan sebagainya.[4]
Jadi dapat disimpulkan bahwa secara umum pendidikan nasional
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[5]
- Cara Pandang Filsafat Pendidikan Islam terhadap Tujuan Pendidikan Nasional
Menurut “Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[6]
Para filusuf mengemukakan pandangan berbeda mengenai tujuan pendidikan secara menyeluruh, antara lain:
- Plato (427-347 SM)
Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
- Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan
yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat dan total, meliputi
aspek jasmaniyah, emosi, dan intelek. Ia juga mengakui bahwa kebahagiaan
tertinggi adalah “kehidupan berpikir”.
- Thomas Aquinas
Thomas berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun kemampuan –
kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada
kesadaran tiap –tiap individu. Seorang guru bertugas untuk menolong
membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak didik agar
menjadi aktif dan nyata.
- John Dewey
Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan
kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal.[7]
Pendekatan yang dilakukan oleh filosofis terhadap hakekat tujuan
pendidikan nasional yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada
pengalaman.
Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas,
kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman
inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau
oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan
pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai
pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun
pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan
oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui
metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang
pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model:
- Model filsafat spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala
yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan
manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia
memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan
menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan
pengalaman
- Model filsafat preskriptif
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran
(standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan
manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan
buruk, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya
inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran
kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep
tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat.
- Model filsafat analitik
Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata,
istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu
ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang
dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu
mazhab dalam sistem berfikir.[8]
Pendekatan filosofis pada dasarnya bertujuan untuk menjelaskan inti,
dan hakikat, mengenai sesuatu yang berada di balik suatu objek
tertentu.
Inti Tujuan Pendidikan:
Inti dari Tujuan pendidikan adalah Keimanan kepada Tuhan YME. Ibarat
pohon besar ranting-ranting adalah semua cabang ilmu pengetahuan, dan
badan pohon di ibaratkan sebagai filsafat merupakan induk dari cabang
ilmu pengetahuan. Serta akar sebagai inti/dasar induk cabang ilmu
pengetahuan yaitu iman. Jadi kesimpulannya bahwa apapun ilmu yang kita
peroleh dasarnya adalah iman (tauhid). Dasar pancasila kita saja dalam
sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merujuk pada keimanan, merupakan
pembungkus dari empat sila yang lain.
Hakekat Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius
yang diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses
pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau
kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan
agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan.
Menurut Freire hakekat tujuan pendidikan adalah membebaskan. Freire
mendobrak bahwa pendidikan haruslah mencermati realitas sosial.
Pendidikan tidaklah dibatasi oleh metode dan teknik pengajaran bagi anak
didik. Pendidikan untuk kebebasan ini tidak hanya sekedar dengan
menggunakan proyektor dan kecanggihan sarana tekhnologi lainnya yang
ditawarkan sesuatu kepada peserta didik yang berasal dari latar belakang
apapun. Namun sebagai sebuah praksis sosial, pendidikan berupaya
memberikan bantuan membebaskan manusia di dalam kehidupan objektif dari
penindasan yang mencekik mereka . Hal senada juga di ungkapkan oleh Ki
Hajar Dewantara, bahwa pendidikan seharusnya memerdekakan.[9]
Dari pemaparan diatas, telah dijelaskan secara panjang lebar mengenai
pandangan para filosof terhadap tujuan pedidikan nasional. Dengan
demikian, pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap tujuan pendidikan
nasional dapat dikatakan bahwasanya tujuan utama pendidikan adalah
membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya
dalam semua aspek kehidupan. Sedangkan kebahagiaan tertinggi adalah
“kehidupan berpikir”, menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur
menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap –tiap individu,
efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan
bersama secara bebas dan maksimal.
Pendidikan Islam maupun pendidikan nasional membutuhkan filsafat
karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan
semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan
muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam,
yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual,
yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains, Nilai dan tujuan hidup
memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan
menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan
suatu perenungan yang lebih mendalam.
- KESIMPULAN
Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas berfikir menyeluruh
dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan
mengatasi berbagai problem pendidikan Islam dengan mengkaji makna dan
nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dari sisi lain, Filsafat
Pendidikan Islam diartikan sebagai Ilmu pengetahuan yang mengkaji secara
menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai Al-Qur’an dan
Al-Hadits guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan
dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan
ajaran Islam.
Pendidikan nasional bertujuan Mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk brkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Secara umum pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap tujuan pendidikan
nasional dapat dikatakan bahwasanya tujuan utama pendidikan adalah
membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya
dalam semua aspek kehidupan. Sedangkan kebahagiaan tertinggi adalah
“kehidupan berpikir”, menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur
menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap –tiap individu,
efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan
bersama secara bebas dan maksimal.
Pendidikan Islam maupun pendidikan nasional membutuhkan filsafat
karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan
semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan
muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam,
yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual,
yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains, Nilai dan tujuan hidup
memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan
menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan
suatu perenungan yang lebih mendalam.
- PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya buat. Saya menyadari dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan sedikit
manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Azizy, A. Qodri, Pendidikan (agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003)
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000)
Karnadi, Hasan, Jurnal Dinamika Islam dan Budaya Jawa. (IAIN Wali Songo: Pusat Pengkajian Islam Strategis)
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: P.T. Media Iptek, 1994)
Syar’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005)
Undang-undang Dasar, No. 20, Tahun 2003, Tentang Sisdiknas, (Surabaya: Wacana Intelektual, 2009)
http://blog.umy.ac.id/sitirohana/2012/01/04/pendekatan-filosofis-terhadap-hakekat-tujuan-pendidikan/
[1] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 1-2
[2] Ibid, hlm. 4-5
[3] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan (agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 19
[4]http://blog.umy.ac.id/sitirohana/2012/01/04/pendekatan-filosofis-terhadap-hakekat-tujuan-pendidikan/
[6] Undang-undang Dasar, No. 20, Tahun 2003, Tentang Sisdiknas, (Surabaya: Wacana Intelektual, 2009), hlm. 339
[7] Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hlm. 46
[8] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: P.T. Media Iptek, 1994), hlm. 39-40
[9] Hasan Karnadi, Jurnal Dinamika Islam dan Budaya Jawa. (IAIN Wali Songo: Pusat Pengkajian Islam Strategis). Hlm. 56-58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar