STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 28 Juni 2011

HADITS NABAWI DAN HADITS QUDSI

Pada dasarnya Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama terhadap al-Qur`ân. Tetapi secara filosofis keduanya berbeda atau paling tidak mempunyai perbedaan. Perhatikan uaraian berikut ini!

1. Hadits Nabawi
Hadits Nabawi adalah hadits yang isi dan redaksinya semata-mata merupakan otoritas Nabi Muhammad saw. Yang demikian itu tentunya jika merupakan hadits shahih, dan jika tidak maka tidak. Ungkapan hadits nabawi (الحديث النبويّ) mempunyai arti hadits yang bernisbat pada nabi, yakni berupa khabar tentang ucapan, perbuatan, keputusan/ ketetapan, dan sifat yang datang dari nabi, baik isi maupun redaksinya. Hadits Nabawi inilah yang menjadi obyek kajian dalam buku ini. Ketentuan dan sifat-sifatnya sangat kompleks hingga menuntut para pengkajinya untuk bersungguh-sungguh.


2. Hadits Qudsi
Secara harfiah, kata qudsi berarti “suci” (thuhr = طهر). Dengan demikian yang dimaksud dengan hadits qudsi (الحديث القدسيّ) adalah hadits yang duhubungkan dengan Dzat Yang Maha Suci (al-Dzat al-Qudsiyyah, الذات القدسية), yaitu Allâh SWT. Adapun menurut para ahli di bidangnya, Hadits Qudsi didefinisikan sebagai berikut:

ما نقل إلينا عن النبي صلى الله عليه وسلم مع إسناده إياه إلى ربه عز وجل [1]
(Apa yang kita terima dari Nabi Muhammad saw. berdasarkan isnad yang sampai pada Allâh Yang Maha Mulia dan Agung)

Definisi tersebut perlu dipahami secara teliti bahwa hadits qudsi adalah hadits yang merupakan ucapan nabi tetapi isi dan redaksinya dari Allâh. Meskipun demikian hadits qudsi bukan merupakan wahyu yang apabila dibaca akan mendatangkan nilai ibadah. Inilah yang membedakannya dengan al-Qur`ân. Secara definitif perbedaannya dengan al-Qur`ân dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut:
No
AL-QUR`ÂN
HADITS QUDSI
1
Redaksi dan isi dari Allâh
Isi dari Allâh, redaksi dari Nabi saw.
2
Membacanya termasuk ibadah
Membacanya tidak termasuk ibadah
3
Eksistensinya pasti mutawatir
Adanya tidak harus mutawatir
Adapun perbedaannya dengan hadits nabawi adalah sebagai berikut:
NO
HADITS NABAWI
HADITS QUDSI
1
Redaksi dan isi dari Nabi saw.
Isi dari Allâh, redaksi dari Nabi saw.
2
Jumlahnya tidak terbatas
Jumlahnya terbatas

Kembali lagi ke pengertian hadits qudsi. Mahmud Yunus menerangkan bahwa hadits qudsi adalah hadits yang merupakan khabar yang diberikan oleh Allâh melalui ilham atau mimpi, yang kemudian isinya dikhabarkan oleh nabi saw. dengan redaksinya sendiri.[2] Keadaan tersebut jelas berbeda dengan al-Qur`ân yang diterima dari Allâh sebagai barang jadi, baik isi maupun redaksi melalui Malaikat Jibril as.
Menurut al-Kirmani, hadits qudsi disebut pula sebagai hadits ilahi (الحديث الإلهيّ) dan hadits rabbani (الحديث الربانيّ).[3] Hadits qudsi diketahui dengan ciri dimulai dengan ungkapan qâla Allâh (قال الله) atau Allâh yaqulu (الله يقول).
Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi yang lazim digunakan oleh perawi, yaitu sebagai berikut:
a. Dengan pernyataan قال رسول الله ... sebagai berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل
(Rasul Allâh saw. bersabda sesuai dengan apa diterima dari Tuhannya Yang Maha Mulia dan Agung)
b. Dengan ungkapan قال الله ... sebagai contoh berikut:
قال الله تعالى فيما رواه عنه رسوله صلى الله عليه وسلم
(Allâh berfirman sesuai dengan apa yang telah diterima oleh rasul-Nya saw.)

Contoh hadits qudsi dengan bentuk periwayatan seperti di atas adalah empat hadits sebagai berikut:
عن أبي ذر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم فيما روى عن الله تبارك وتعالى أنه قال يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسي وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا … [4]
(Dari Abu Dzar ra., dari Nabi saw. sesuai dengan apa yang diterima dari Allâh bahwa Dia berfirman: Hai hamba-Ku, sungguh Aku telah mengharamkan kelaliman terhadap diri-Ku sendiri dan telah Aku menjadikannya sebagai larangan bagi kamu semua. Maka janganlah saling beraniaya … )
قال النبي قال الله عزّ وجلّ : أنا عند ظنّ عبدي بي وأنا معه حيث يذكرني (رواه البخاري عن أبي هريرة)
(Nabi saw. bersabda: Allâh berfirman: Aku berada pada persangkaan hamba-Ku terhadap Aku, dan Aku bersamanya selama ia mengingat Aku)

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ [5]
(dari Ibrahim ibn Musa dari Hisyam ibn Yusuf melalui ibn Juraij (yang berkata, aku mendapat khabar) dari ‘Atha` dari Abi Shalih al-Zayyat, bahwa ia mendengar Abu Hurairah ra. berkata, (bahwa) Rasul Allâh saw. bersabda, (bahwa) Allâh berfirman: “Setiap amal dari anak-cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku, dan Aku akan memberikannya balasan, dan puasa merupakan benteng. Dan jika ada hari puasa di antaramu tiba, maka hendaklah tidak berbuat dosa dan tidak bertengkar. Maka jika ia dicacimaki oleh seseorang atau (diancam) dibunuh, maka hendaklah berkata “Sesungguhnya aku adalah seorang yang berpuasa”. Demi hamba-Ku Muhammad, perubahan (suasana) mulutnya orang yang berpuasa sungguh lebih baik bagi Allâh daripada aroma misil, bagi orang berpuasa (disediakan) dua kegembiraan, yakni ketika berbuka maka bergembira dan ketika bertemu Tuhannya maka bergembira karena puasanya)


Hadits senada dapat diperhatikan pada contoh berikut ini.
قال النبي قال الله تعالى: الصوم جنة والصوم لي وأنا أجزي به إذا كان يوم صوم أحدكم فلايرفث …
(Nabi saw. bersabda: Allâh berfirman: Puasa merupakan perisai. Puasa itu milik-Ku, dan Aku akan membalasnya. Jika hari puasa di antara kalian tiba, hendaklah ia tidak berbuat dosa … )
قال النبي قال الله تعالى: يا عبادي كلكم ضالّ إلا من هديته فاستهدوني أهدكم
(Nabi bersabda: Allâh berfirman: Hai hamba-Ku, semua kamu akan sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk. Maka mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk kepadamu)


Dengan demikian jelaslah sudah bahwa Hadits Nabawi bersumber pada nabi, sedangkan hadits qudsi bersumber pada Allâh, tetapi ia tidak sama dengan wahyu yang dikenal sebagai al-Qur`ân.
Secara kwantitas jumlah Hadits Qudsi memang tidak sebanyak jumlah Hadits Nabawi. Namun demikian tidak sedikit dari ‘ulama yang berupaya membukukannya. Di antara mereka adalah ibn Taimiyah dengan judul bukunya al-Kalim al-Thayyib li ibn Taimiyah (الكلم الطيب لابن تيمية). Sedangkan dari golongan Muta`akhirin disebut nama Mulla Ali al-Qari yang tidak kalah terkenalnya pada zamannya. Adapun buku yang secara khusus berisi hadits qudsi antara lain adalah al-Ittihâfât al-Saniyyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah (الاتحافات السنيّة بالأحاديث القدسيّة) karya Abdur Rauf al-Munawi. Buku ini memuat 272 hadits.[6]% والله أعلم بالصواب %

[1]Mahmud Thahhan, Taysir Mushthalah al-Hadits, h. 127.
[2] M. Yunus, ‘Ilm Mushthalah al-Hadits, Jakarta: Sa’diyyah Putera, h. 94.
[3]Perhatikan ta’rif yang ditawarkan oleh Abu al-Baqa` dalam al-Kulliyyat, h. 288. Baca juga Ahmad ibn al-Mubarak dalam al-Ibriz, h. 66.
[4]Muslim, Syarh al-Nawawi, h. 131.
[5] Hadits Riwayat al-Bukhari dalam Kitab Shahihnya hadits nomer 1771.
[6] Mahmud Thahhan, Op. Cit., h. 128.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar