Beberapa pendapat tentang pengertian Administrasi Pendidikan telah dikemukakan oleh para pakar pendidikan berdasarkan sudut pandang mereka. Pengertian dan definisi administrasi pendidikan atau administrasi sekolah telah dirumuskan oleh Gregorio (1978: 1) yang menekankan pada seting proses pendidikan sebagai berikut:
School Administration is not an end by it self, but as a means to achieve the goals of instruction. It is essentially a service activity, a tool or agency by which the aims of education may be full and efficiently realized. In other word, school administration is the act of getting thing done, of seeing that processes and methods which assure action are employed, and obtaining concentrated action from different individuals. Whatever division of labour different people working together.
Sutisna (1993:19) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan dapat kiranya dilukiskan sebagai “mengkoordinasikan upaya orang-orang ke arah tercapainya tujuan-tujuan organisasi dengan efektif dan efesien”. Rumusan ini menyoroti aspek-aspek penting dari organisasi. Dalam hal ini administrasi dilukiskan memiliki arti yang lebih luas dari apa yang biasa orang kerjakan sehari-hari atau “pekerjaan klerk”. Administrasi yang dimaksud menyangkut peranan dan fungsi pimpinan yang meliputi berbagai kegiatan, yang semuanya diarahkan untuk tercapainya tujuan organisasi.
Engkoswara (1987:25) memandang Administrasi Pendidikan sebagai suatu ilmu. Dalam hal ini dapat diartikan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya pendidikan (manusia, sumber belajar, dan fasilitas) untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal, dan produktif, serta bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta dalam pencapaian tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Ditegaskan di sini bahwa pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kemandirian manusia. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan banyak dipengaruhi oleh Administrasi atau Manajemen Pendidikan, yang dalam hal ini berarti mengelola, mengatur, atau menata pendidikan.
Nasution (1994: 245) mendefinisikan administrasi pendidikan sebagai “proses keseluruhan semua kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia baik personal, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan”.
Sedangkan Nawawi (1998:11) memandang Administrasi Pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan, yang selanjutnya dikemukakan bahwa “Administrasi Pendidikan adalah serangkaian kegiatan atau seluruh proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Tilaar (2001:4) menyamakan istilah administrasi pendidikan dan manajemen pendidikan. Istilah manajemen pendidikan diartikan sebagai “suatu kegiatan yang mengimplikasikan adanya perencanaan dan rencana pendidikan serta kegiatan implementasinya”. Istilah manajemen ini disebut juga “pengelolaan”.
Konsep administrasi merujuk pada proses penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan sumberdaya melalui usaha kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efeisien. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Pfiffner (1953) bahwa “administration may be defined as the organization of human and material resource to achieve desired ends”.
Selanjutnya Sergiovanni et al (2000) mengemukakan bahwa administrasi umumnya didefinisikan sebagai “the process of working with and through others to accomplish organizational goals efficiently”. Hal ini menunjukkan bahwa definisi administrasi mengacu pada proses bekerja sama dan bekerja melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Paling menarik adalah teori yang dahulu dikemukakan oleh Bernard (1938), Simon (1945), dan Griffiths (1959) bahwa administrasi adalah suatu pergeseran dari doing to deeding. Teori tersebut menunjukkan suatu proses pergeseran yang juga melibatkan sumberdaya manusia bekerjasama dengan sumberdaya lain yang melahirkan berbagai keputusan. Dalam hal ini dikemukakan bahwa cakupan prinsip administrasi adalah:
1. memprioritaskan tujuan di atas pertimbangan pribadi dan mekanisme organisasi (priority of objectives over machinery and personal considerations).
2. adanya koordinasi wewenang dan tanggung jawab
3. adanya penyesuaian tanggung jawab terhadap karakter pribadi (adaptation of responsibility to the character of the personal)
4. pengakuan terhadap faktor-faktor psikologis manusia, dan
5. relativitas nilai-nilai (relativity of values)
Merujuk kepada pendapat para ahli tentang definisi Administrasi Pendidikan, dapat dipahami bahwa Administrasi pendidikan dapat dipandang melalui pendekatan ilmu, proses, tugas, atau kata-kata perilaku kepemimpinan yang pada dasarnya semua berkenaan dengan penataan dan pengelolaan sumber daya pendidikan dan berbagai perilaku dalam organisasi guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam konsep administrasi pendidikan, antara lain adanya : (a) tujuan yang hendak dicapai, (b) proses kerjasama dalam menata, (c) proses kegiatan, (d) pemanfaatan sumberdaya, (e) suatu sistem, (f) adanya sumber belajar, dan (g) fasilitas.
Disimpulkan bahwa keberadaan administrasi pendidikan sangatlah penting dalam menjamin terlaksananya proses pendidikan secara maksimal. Dalam hal ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994: 9), mengklasifikasikan fungsi administrasi pendidikan sebagai berikut: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengawasan, dan substantif adalah: (a) tenaga pendidik, (b) siswa, (c) sarana prasarana, (d) kurikulum-pengajaran, (e) pembiayaan, (f) ketatausahaan, (g) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (h) lingkungan sekolah.
Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan Engkoswara (1999:26) bahwa dalam pengelolaan suatu lembaga pendidikan dilihat dari sudut administrasi pendidikan terdapat tiga fungsi utama dari perilaku manusia dalam organisasi, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, dan (3) Pengawasan.
Ketiga fungsi tersebut menyangkut tiga bidang garapan utama, yaitu:
1. Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi: peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan.
2. Sumber Belajar (SB), berupa alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, diantaranya kurikulum.
3. Sumber Fasilitas dan Dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Fungsi dan garapan manajemen pendidikan tersebut merupakan media atau perilaku organisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan. Untuk lebih jelasnya wilayah kerja (ruang lingkup) Administrasi Pendidikan, secara skematik dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2-1
Ruang Lingkup (wilayah Kerja) Administrasi Pendidikan
Engkoswara (2001:2)
Perorangan | ||||||
Garapan Fungsi | SDM | SB | SFD | |||
Perencanaan | ||||||
Pelaksanaan | ||||||
Pengawasan | ||||||
Kelembagaan | ||||||
Keterangan:
Sumberdaya Manusia (peserta didik, tenaga kependidikan, dan
masyarakat pemakai jasa pendidikan).
Sumber belajar (alat atau rencana yang akan dipergunakan sebagai
media)
Sumber fasilitas dan dana (pendukung agar pendidikan berjalan sesuai
harapan)
Tujuan Pendidikan Produktif baik untuk perorangan maupun
kelembagaan.
Bagan di atas menggambarkan keterpaduan antara fungsi dan garapan kerja manajemen pendidikan. Fungsi utama perilaku berorganisasi dalam bidang pendidikan yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan pengawasan (evaluating) pendidikan yang menyangkut tiga bidang garapan utama yaitu: (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2) Sumber belajar (SB) adalah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas dan dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semua fungsi dan garapan manajemen pendidikan ini merupakan media (teknologi pendidikan) atau perilaku berorganisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan. Ini mempunyai arti bahwa kriteria keberhasilan suatu manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan.
Produktivitas pendidikan dapat dilihat dan diukur dari sudut efektivitas dan efisiensi pendidikan. Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi dan proses pendidikan. Prestasi dapat dilihat dari masukan dan keluaran yang merata dan banyak, bermutu, relevan dan memiliki nilai ekonomi yang berarti. Pemerataan dalam arti dapat menampung masukan dan banyak dan menghasilkan tamatan dan hasil pendidikan yang banyak pula dan bermutu sesuai dengan prinsip demokrasi pendidikan. Mutu atau kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan baik dalam produk dan jasa atau pelayanan yang mampu bersaing di pasaran atau di lapangan kerja yang ada dan yang diperlukan. Relevan dalam arti ada keterkaitan (link) dan kesepadanan (match) dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun baik yang berkenaan dengan ketenagaan maupun dengan ilmu yang dihasilkan. Nilai ekonomis adalah barang dan jasa atau tamatan yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan itu memiliki makna ekonomi minimal mendapat penghargaan yang baik atau layak.
Proses pendidikan diharapkan dengan memanfaatkan tenaga, fasilitas, dana dan waktu yang sesedikit mungkin tetapi hasilnya banyak, bermutu, relevan dan bernilai ekonomi tinggi. Dengan demikian produktivitas pendidikan adalah salah satu kriteria keberhasilan manajemen pendidikan yang diharapkan dapat membekali kualitas kemandirian manusia Indonesia seutuhnya dan kualitas kemandirian masyarakat Indonesia.
Penggunaan pendekatan perspektif terpadu bisa digunakan dengan suatu paradigma, yaitu alur berpikir atau kerangka acuan yang dapat dipergunakan sebagai pola dasar dalam manajemen pendidikan baik pada tingkat lokal, nasional, maupun global. Paradigma itu dibagi ke dalam paradigma manajemen pendidikan secara makro, messo, dan mikro.
Paradigma manajemen pendidikan secara makro adalah manajemen yang mengkaji keterkaitan utuh antara rona kecenderungan kehidupan dengan kemampuan kualitas kemandirian manusia Indonesia dan rambu-rambu pembekalan dalam suatu sistem pendidikan. Paradigma ini sebagai dasar perencanaan pendidikan baik pada tingkat pusat maupun daerah. Paradigma nasional adalah perencanaan pendidikan pada tingkat nasional sebagai panduan atau acuan dalam membangun keutuhan bangsa dalam NKRI. Sedangkan paradigma pada tingkat daerah adalah perencanaan pendidikan di daerah yang memiliki karakteristik khusus, tetapi tetap dalam kerangka acuan nasional.
Paradigma manajemen pendidikan secara meso ialah manajemen pendidikan kelembagaan atau satuan pendidikan baik pendidikan dalam keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Paradigma ini adalah salah satu alat pegangan untuk pelaksanaan pendidikan. Paradigma ini diutamakan untuk pengelola pendidikan khususnya kepala satuan/lembaga pendidikan dan stafnya dalam menggerakkan segenap komponen lembaga pendidikan, di antaranya tenaga kependidikan khususnya guru atau dosen dan pendamping atau komite pendidikan bagi pendidikan di sekolah dan wali amanat dalam perguruan tinggi.
Paradigma manajemen pendidikan secara mikro ialah manajemen proses pendidikan unit kecil dalam waktu yang relatif singkat misalnya dalam tiap pertemuan individu atau kelompok/kelas sekitar satu atau tiga jam. Paradigma ini diutamakan bagi guru/dosen , instruktur, tutor, laboran secara profesional.
B. Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia menduduki tempat yang strategis guna menjadikan organisasi lebih kompetitif dan menguntungkan dalam mempertahankan hidupnya untuk tumbuh dan berkembang. Disamping itu, memungkinkan organisasi untuk mempertinggi kualitas kehidupan kerja para pegawai, karena pengelolaan sumber daya manusia yang efektif harus menghormati dan memperhatikan hak-hak individu dan preferensi.
Pemahaman terhadap sumber konsep Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) diawali dengan suatu pemahaman terhadap manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Didalam manajemen itu sendiri terkandung enam unsur, yang meliputi : man, money, methode, matrials, machines, dan market. Dari keenam unsur tersebut berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), yang merupakan terjemahan dari Man Power Management ( Malayu Hasibuan, 2001 )
Selanjutnya Siagian (1999) mengemukakan bahwa fungsi manajemen SDM meliputi : perencanaan SDM, analisis dan rancang bangun pekerjaan, rekrutmen tenaga kerja, seleksi kepegawaian, penempatan pegawai, pengembangan SDM perencanaan karier, penilaian prestasi kerja, sistem imbalan, pemeliharaan hubungan dengan karyawan.
Werther dan Davis dalam Hasibuan (1997:67) mengemukakan tujuan manajemen sumber daya manusia meliputi: (a) tujuan kemasyarakatan, yaitu secara sosial bertanggung jawab akan kebutuhan masyarakat dan tantangan serta meminimalisir pengaruh negatif dari tuntutan terhadap organisasi; (b) tujuan organisasional, yaitu mengakui adanya pengelolaan sumber daya manusia dalam memberikan sumbangan terhadap aktifitas organisasi, dan mengakui bahwa pengelolaan sumber daya manusia bukanlah sebagai tujuan tetapi merupakan alat untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan, (c) tujuan fungsional yaitu memelihara agar kontribusi dari manajer sumber daya manusia memberikan pelayanan yang sepadan dengan kebutuhan organisasi, (d) tujuan pribadi, yaitu membantu pegawai dalam mencapai tujuan pribadinya sejauh tujuan itu membantu kontribusinya terhadap organisasi.
Filipo dalam Hasibuan (1990:5) merumuskan administrasi personil sebagai “proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integritas, pemeliharaan dan pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan atau sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.” Sebelumnya Walter et al (1971: 2) menyatakan bahwa manajemen personalia dan sumber daya manusia adalah “a set of organization wide function or activities that are designed to once influence the effectiveness its employees in the organization.”
Fungsi administrasi personil menurut Castetter (1996:94) terdiri atas: planning, recruitment, selection, induction, appraisal, development, compensation, collective bargaining, justice, continuity, dan information. Kesebelas langkah tersebut secara ringkas dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Manpower planning (perencanaan tenaga manusia) adalah proses awal yang paling penting. Seorang administrator perlu memahami misi dan tujuan lembaga pendidikan. Perencanaan tenaga kerja memerlukan kebijakan sumberdaya manusia, kemampuan memprediksi masa depan, struktur organisasi personil, desain posisi atau jabatan (job design). Ada tiga dimensi dalam perencanaan sumberdaya manusia, yakni jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (dimensi waktu), dimensi struktural dan dimensi tingkah laku.
b. Recruitment (perekrutan) adalah kegiatan yang direncanakan untuk menarik sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk mengisi kegiatan lembaga. Proses penarikan ini dapat dibuat dalam jangka pendek maupun panjang sehingga memperoleh sumberdaya manusia yang benar-benar dibutuhkan. Perekrutan ini bisa didapatkan melalui sumber intern dalam bentuk transfer, mutasi ataupun promosi. Perekrutan bisa juga diperoleh dari sumber ekstern yang sering disebut bursa tenaga kerja, rekomendasi, atau iklan.
c. Selection (seleksi) merupakan pengambilan keputusan untuk memilih seseorang mengisi lowongan atau jabatan yang telah tersedia. Seleksi ketat dimungkinkan untuk memperoleh orang-orang yang tepat dan berkualitas. Seleksi bisa dilakukan melalui tes, mempelajari data pelamar, wawancara maupun rekomendasi.
d. Induction (induksi atau orientasi) diselenggarakan secara sistematis untuk membantu sumberdaya manusia dalam menyesuaikan diri secara efektif dalam tugasnya sehingga dapat lancar dan memberikan kontribusi maksimal terhadap lembaga. Kegiatan ini berupa pemberian informasi yang diperlukan, adanya pengakuan dan penerimaan dari kelompok personil yang sudah ada, sehingga yang bersangkutan merasa betah dan senang bekerja. Dengan demikian, suasana kerja yang kondusif bisa tercapai.
e. Appraisal (penilaian) dibuat dengan maksud membantu sumber daya manusia agar bekerja lebih baik dan bermanfaat bagi lembaga. Penilaian sumberdaya manusia diarahkan pada prestasi individu dan peran sertanya pada lembaga. Dalam penilaian ini bisa digunakan bentuk ranking perbandingan kinerja antara sumber daya manusia, skala checklist, dan sebagainya dalam batas-batas aturan yang ada.
f. Development (pengembangan) merupakan proses yang dibuat untuk memperbaiki kualitas sumberdaya manusia yang diperlukan untuk memecahkan berbagai persoalan dalam pencapaian tujuan lembaga. Pengembangan ini biasanya difokuskan pada self-realization atau self-development.
g. Compensation (kompensasi) merupakan proses pengalokasian sumber-sumber keuangan untuk menarik dan mempertahankan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan lembaga, dan memotivasi sumberdaya manusia untuk menunjukkan kinerja yang optimal. Bentuk kompensasi ini antara lain meliputi transaksi ekonomi (gaji), transaksi psikologis (kepuasan kerja), transaksi sosial (hubungan sosial yang lebih luas), transaksi politis (memperoleh kekuasaan dan pengaruh), dan transaksi etik (kejujuran antara dua pihak).
h. Collective Bargaining (kesepakatan bersama) biasanya merupakan kegiatan dalam bentuk pertemuan antara wakil lembaga dengan wakil personil untuk mengadakan negosiasi mengenai kondisi sumberdaya manusia dalam periode tertentu. Kesepakatan bersama ini meliputi tahap bentuk negosiasi dan tahap administratif.
i. Security (keamanan) merupakan kegiatan yang bertujuan agar sumberdaya manusia memperoleh rasa aman dalam melakukan pekerjaannya sehingga sumber daya manusia tersebut mampu melaksanakan kerjanya dengan baik. Kegiatan ini meliputi berbagai hal, antara lain peraturan sistem kerja, pemberhentian kebebasan, jaminan perlindungan untuk menyampaikan keluhan.
j. Continuity (kesinambungan) merupakan kegiatan yang dibuat dengan tujuan untuk menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dalam menjalankan pekerjaannya, mutasi dan promosi personil dan pensiun.
k. Information (keterangan) tidak dapat dilepaskan dari proses perencanaan dan pengorganisasian, keterampilan dan pengawasan dalam sistem organisasi atau lembaga. Informasi administrasi personil mencakup data sejak personil masuk kerja sampai keluar kerja dari lembaga tersebut.
Untuk kepentingan tesis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai fungsi appraisal, khususnya mengenai performance appraisal
2. Manajemen Sumber Daya Manusia Pada Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi memiliki kedudukan khusus dalam mengembangkan kemampuan, bakat dan minat individu setinggi tingginya sesuai kebutuhan individu dan kepentingan masyarakat. Kekhususan perguruan tinggi ini terutama sekali tercermin di dalam misinya yang majemuk dan luas yang mengarah kepada pembinaan dan pengembangan tenaga ahli dalam berbagai kehidupan serta pembinaan para calon pemimpin di masyarakat.
Sumber daya manusia di Perguruan Tinggi terdiri dari dosen dan tenaga penunjang akademik (PP No. 30 Tahun 1990 pasal 38).
Tenaga penunjang akademik dimaksud adalah peneliti, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Sumber daya manusia perlu dikelola secara profesional
Dalam seminar Kesetaraan Mutu Perguruan Tinggi tanggal 12 Maret 1999, dirumuskan bahwa aspek utama penentu kualitas lembaga pendidikan adalah sumber daya termasuk di dalamnya sumber daya dosen, proses belajar mengajar dimana peran penentu salah satunya adalah kinerja dosen dan hasil pendidikan atau kualitas lulusan.
Dalam kerangka kecenderungan perguruan tinggi sebagaimana dinyatakan di atas, peranan dosen menjadi penting. Pentingnya fungsi dan posisi dosen dalam peningkatan mutu pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, dijelaskan sebagai berikut : Pertama, dosen merupakan seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar, meneliti dan melakukan pengabdian pada masyarakat pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Kedua, kompetensi profesional dosen yang dicerminkan dalam bentuk kinerja yang efektif merupakan elemen utama pendukung kelancaran misi perguruan tinggi. Artinya, ketersediaan berbagai sarana dan kelengkapan proses Pendidikan di perguruan tinggi belum merupakan jaminan yang memadai apabila tidak dimbangi dengan dosen yang bermutu
Sumber daya yang paling utama dalam setiap organisasi adalah manusia tanpa mengesampingkan sumber lain, oleh karena itu dalam suatu organisasi manusia memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam mencapai tujuan. Sumber daya manusia (Human Resourcess) adalah the people who are ready, willing and able to contribute to organizational goals (Werther dan Davis, 1996:596). Sumber daya manusia merupakan orang yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. SDM dimaksud dalam penelitian ini yaitu dosen.
Unsur unsur SDM meliputi (a) kemampuan-kemampuan (capabilities) yang terdiri dari keahlian, potensi, intelegensi, keterampilan, bakat; (b) sikap (attitudes); (c) nilai-nilai (values); (d) kebutuhan, dan karakteristik-karakteristik demografisnya (penduduk.
Mengingat sangat pentingnya peran SDM bagi kepentingan organisasi dalam hal ini organisasi Perguruan Tinggi, maka pengembangan SDM dan peningkatan kualitas SDM dalam setiap perguruan tinggi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh setiap manajer. Dalam hal ini pengembangan diri (self development) dan peningkatan diri (self improvement) oleh setiap dosen dalam rangka mencapai tujuan pribadi, maupun tujuan perguruan tinggi secara optimal
Pembahasan fungsi dan tujuan manajemen SDM adalah pengelolaan dosen di perguruan tinggi dapat berjalan dengan baik dalam arti memenuhi tuntutan individual dosen dan juga tujuan oraganisasi perguruan tinggi itu sendiri. Hal utama yang menjadi fungsi manajemen SDM dalam sistem Pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Castetter (1996:5) adalah
“…are to attract, develop, retain and motivate personnel in order to (a) achieve the system purposes, (b) assist members in satisfying position and group performance standars, (c) maximize personnel career development, and (d) reconcile individual an organizational objectives”.
Fungsi utama manajemen SDM dalam sistem pendidikan adalah menarik, mengembangkan, mempertahankan dan memotivasi karyawan/dosen agar (a) mencapai tujuan-tujuan dari sistem tersebut; (b) membantu anggota-anggota dalam memenuhi standar kinerja posisi/jabatan dan kelompok; (c) mengembangkan karir personil/dosen dan (d) menyelaraskan tujuan-tujuan individu dan perguruan tinggi.
Menurut Filipo (1988:6) fungsi operasional manajemen SDM pada dasarnya meliputi pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompenssi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. Adapun Cascio (1995:7) menyatakan kegiatan-kegiatan utama dalam manajemen SDM meliputi penarikan, seleksi, pemeliharaan, pengembangan, penilaian dan penyesuaian. Dengan mengacu kepada beberapa pendapat tersebut di atas, dalam penelitian ini manajemen SDM dibatasi untuk fungsi perencanaan, penggunaan, pengembangan, pemeliharaan dan penilaian dosen.
a. Perencanaan Dosen
Perencanaan sumber daya manusia memungkinkan para pimpinan untuk mengembangkan rencana pengadaan staf (staffing) yang mampu mendukung sinergi dan strategi perguruan tinggi melui pengisian jabatan yang kosong secara proaktif. Perencanaan dosen dalam perguruan tinggi perlu disusun dengan baik guna keberhasilan jangka panjang perguruan tinggi itu sendiri. Dengan kata lain bila perguruan tinggi memeiliki dosen dalam jumlah dan jenis serta kualifikasi yang tepat, maka tujuan strategis, operasional dan fungsional perguruan tinggi tercapai secara baik.
Menurut Cascio (1995), perencanaan sumber daya manusia adalah suatu upaya untuk mengantisipasi perkembangan bisnis dan tuntutan lingkungan di masa yang akan datang atau suatu organisasi dan untuk menyediakan dosen dalam menjalankan bisnis dan memenuhi tuntutan tuntutan lingkungan tersebut. Menurut Mondy & Noe (1995:146) perencanaan sumber daya manusia adalah proses secara sistematis mengkaji keadaan sumber daya manusia untuk memastikan bahwa jumlah dosen dengan keterampilan yang tepat, akan tersedia saat mereka dibutuhkan. Dari pendapat di atas maka perencanaan dosen adalah proses penentuan jenis atau kualitas dan jumlah dosen pada perguruan tinggi secara tepat dalam upaya untuk mencapai tujuan perguruan tinggi tersebut. Sistem perencanaan dosen secara terpadu terdiri dari : (a) persediaan dosen sekarang (b) peramalan (forcast) suplai dan permintaan dosen; (c) rencana rencana untuk menambah jumlah individu yang qualified; dan (d) berbagai prosedur pengawasan dan evaluasi untuk memberikan umpan balik kepada sistem.
b. Rekruitmen Dosen
Perencanaan Sumber Daya Manusia dapat meprediksi kesenjangan antara kebutuhan atau permintaan tenaga dosen dengan tersedianya tenaga dosen yang dimiliki. Seandainya ketersediaan dosen lebih kecil dari kebutuhan atau skala dosen dan mahasiswa dirasakan kurang maka perlu dilakukan rekruitmen dosen untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Rekruitmen dimaksud dalam sebuah perguruan tinggi merupakan proses untuk mendapatkan dosen tersebut baik kuantitas maupun kualitas sesuai keperluan. Istilah rekruitmen dalam administrasi kepegawaian menunjukkan pada kegiatan menyiapkan sejumlah dosen dengan kualifikasinya yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan tugas Tri darma perguruan tinggi pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Rekruitmen dosen meliputi rencana jangka pendek yang menyangkut kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan terhadap kebutuhan dosen secara terus menerus terutama saat adanya kekosongan posisi yang tidak dapat diisi oleh tenaga yang ada atau sumber internal. Perencanaan jangka panjang ditujukan untuk terlaksananya kontinuitas dosen yang dapat mendukung dan memiliki kemampuan yang profesional.
Proses rekruitmen dosen dimulai pada waktu diambil langkah mencari pelamar dan berakhir ketika pelamar mengajukan lamarannya. Artinya secara konseptual dapat dikatakan bahwa langkah yang segera mengikuti proses reqruitmen, yaitu seleksi. Jika proses rekruitmen ditempuh dengan tepat dan baik, hasilnya ialah adanya sekelompok pelamar yang kemudian di seleksi guna menjamin bahwa hanya yang paling memenuhi semua persyaratanlah yang diterima sebagai dosen pada perguruan tinggi tersebut.
c. Seleksi Dosen
Proses seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia.
Dikatakan demikian karena dalam organisasi apakah terdapat sekelompok pegawai yang memenuhi tuntutan organisasi atau tidak sangat tergantung pada cermat tidaknya proses seleksi itu dilakukan. Seleksi secara umum merupakan proses atau kegiatan identifikasi dan pemilihan orang orang dalam sekelompok pelamar yang paling tepat atau cocok serta memenuhi syarat untuk jabatan atau posisi tertentu. Proses seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Langkah langkah antara proses dimulai dan proses diakhiri merupakan usaha pengkaitan antara kepentingan calon pegawai dengan kepentingan organisasi. Tujuan utama seleksi adalah mengisi posisi yang lowong dengan orang yang sesuai dengan kualifikasi yang telah ditentukan. Menurut Cascio (1995), tujuan dari setiap program seleksi adalah untuk mengidentifikasi para pelamar yang memiliki skor tinggi pada aspek aspek yang diukur, yang bertujuan untuk menilai pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau karakteristik lain yang penting untuk menjalankan suatu pekerjaan dengan baik.
Seleksi biasanya dipengaruhi oleh lingkungan organisasi, aturan yang berlaku, kecepatan pengambilan keputusan, hierarki organisasi, jumlah pelamar, jenis organisasi dan masa percobaan. Sejauh mana perguruan tinggi menyadari akan pengaruh pengaruh di atas merupakan hal yang esensial bagi organisasi. Terdapat dua sistem seleksi yaitu sistem gugur (successive hurdles) dan sistem kompensasi (compensatory approach). Dalam sistem gugur, peserta mengikuti tahap seleksi satu demi satu secara berjenjang. Jika tidak lulus pada tahap tertentu, maka para peserta dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya.
Pada sistem kompensasi, peserta mengikuti seluruh tahap seleksi atau seluruh tes yang diberikan, kelulusan peserta ditentukan dengan mengevaluasi nilai atau hasil dari seluruh tahap atau tes tersebut, dimana bila mendapat nilai tinggi pada tahap tertentu dapat mengkompensasi nilai rendah pada tahap tes lain. Dengan menerapkan basis yang rasional dan uniform dalam seleksi pegawai apabila dilaksanakan dengan tetap akan memberikan kepada pelamar, masyarakat dan perguruan tinggi jaminan bahwa kompetensi adalah faktor kunci dalam penerimaan atau penolakan seorang pelamar.
Hal yang perlu dilaksanakan dalam proses seleksi adalah mendesain “personnel selection desain” dan intinya adalah kebijakan pekerjaan. Hal ini mengurangi kekeliruan dam proses seleksi. Seperti yang dikemukakn oleh Castetter (1996:136) bahwa “… a need for great commitment to design that delineate specific strategies for selection and placement …” . (kebutuhan akan komitmen tinggi terhadap desain yang memiliki strategi strategi khusus bagi seleksi dan penempatan).
d. Penggunaan Dosen
Makna penggunaan dosen dalam manajemen Sumber Daya Manusia pada dasarnya adalah pelantikan dan penempatan dosen pada perguruan tinggi.
Penempatan merupakan penugasan atau penugasan kembali pada sebuah pekerjaan atau jabatan baru yang terkait dengan perencanaan karir, perluasan pekerjaan dan audit tenaga dosen. Hal yang perlu ditempuh dalam penggunaan dosen adalah persiapan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilain. Yang terpenting dari proses ini adalah mengasimilasikan dosen yang terpilih ke dalam sistem dan dimensinya sejak rekruitmen sampai pada masa pensiub. Tujuannya adalah untuk memberi kesempatan penyesuaian bagi dosen baru tehadap lingkungan kerjanya yang baru guna mengabdikan dirinya.
Perencanaan karir adalah proses yang digunakan oleh seseorang untuk memilih tujuan-tujuan karir dan jalur untuk mencapai tujuan itu (Werther dan Davis, 1996). Dengan perencanaan karir seseorang mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan berbagai peluang karir, menetapkan tujuan karir dan merencanakan kegiatan kegiatan pengembangan yang bersifat praktis. Kegiatan SDM yang terkait dengan perencanaan karir untuk jangka panjang antara lain dalam mengembangkan sistem jangka panjang untuk mengelola berbagai kebutuhan individual dan organisasional baik untuk fleksibilitas maupun stabilitas, mengkaitkan dengan strategi kependidikan. Kegiatan untuk tingkat manajerial (jangka menengah) terkait dengan perencanaan karir antara lain mengidentifikasi berbagai jalur karir, menyediakan pelayanan pengembangan karir, serta memadukan karir individu dengan kebutuhan perguruan tinggi. Kegiatan SDM untuk tingkat operasional (jangka pendek) terkait dengan perencanaan karir adalah mencocokkan karakteristik dosen dengan spesifikasi pekerjaan, serta merencanakan perpindahan karir berikutnya.
e. Pemeliharaan Dosen
Pemeliharaan dosen pada dasarnya adalah usaha mempertahankan dan meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap dosen, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk mencapai tujuan perguruan tinggi. Menurut Flippo dalam Hasibuan (1990:15) fungsi pemeliharaan adalah menyangkut perlindungan kondisi fisik, mental dan emosional dosen. Tujuan pemeliharaan dosen adalah untuk (a) meningkatkan produktivitas kerja dosen (b) meningkatkan disiplin dan (c) meningkatkan loyalitas dan menurunkan turnover dosen, (d) memberikan ketenangan, keamanan, dan kesehatan dosen, (e) meningkatkan kesejahteraan dosen dan keluarganya, (f) memperbaiki kondisi fisik, mental dan sikap dosen, (g) mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis dan (h) mengefektifkan pengadaan dosen.
Menurut Cascio (1995), fungsi pemeliharaan dalam manajemen dosen meliputi kegiatan-kegiatan (1) pemberian imbalan bagi dosen yang telah menjalankan pekerjaannya secara efektif, dan (2) pemeliharaan dan penciptaan kondisi kerja yang aman dan sehat. Sedangkan Handoko (1994:8) menyatakan bahwa kegiatan kegiatan personalia yang terkait dengan fungsi pemeliharaan dalam manajemen dosen antara lain (1) pemberian kompensasi, mencakup evaluasi pekerjaan, pengupahan, program program intensif, kompensasi pelengkap- Tringe benefits; (2) hubungan perburuhan, mencakup perundingan kolektif, perjanjian kerja; (3) pelayanan dosen, mencakup rekreasi, pelayanan on- the-job, pelayanan of-the-job; dan (4) kemanan dan kesehatan. Dari kedua pendapat itu pemeliharaan dosen sebagai salah satu fungsi manajemen SDM dalam penelitian ini adalah kegiatan personalia dalam bidang pemberian kompensasi, hubungan industrial, keselamatan dan kesehatan kerja.
f. Penilaian Kinerja Dosen
Proses penilaian adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk membantu personil memperoleh keuntungan baik secara individual, kelompok dan keorganisasian. Prosedur peninjauan presentasi formal akan berupa keuntungan baik bagi dosen maupun perguruan tinggi. Sasaran sistem penilaian yaitu : (1) untuk mengakui kontribusi individu-individu, dan (2) untuk menciptakan manfaat staf yang paling efektif (Mc Kenna & Nic Beech, 2000:156).
Berkaitan dengan penilaian dosen, pimpinan perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan penilaian unjuk kerja dan survey semangat kerja dosen. Menurut Mondey dan Noe (1995), penilaian unjuk kerja adalah sebuah sistem formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi secara berkala untuk kerja seseorang. Cascio (1912) mendefinisikan penilaian unjuk kerja sebagai uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok.
Dari dua pendapat di atas berarti penilaian kinerja dosen berkait dengan proses mengevaluasi atau menilai prestasi kerja dosen dengan memperhatikan : (1) yang dinilai adalah manusia yang memiliki kelebihan atau kekurangan; (2) penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara objektif; (3) hasil penilaian harus disampaikan kepada dosen yang dinilai; (4) hasil penilaian yang dilakukan secara berkala tersebut didokumentsikan dengan rapih dalam arsip kepegawaian; serta (5) hasil penilaian dosen menjadi bahan masukan dalam setiap keputusan mengenai dosen.
C. Konsep Kinerja
- Pengertian Kinerja
Secara etimologis kinerja (performance) berarti kerja ( Badudu, 1994:34). Performance diartikan daya guna melaksanakan kewajiban atau tugas (Echols dan Shadily,1995:425). Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud,1994:503)
Dipandang dari sudut terminologis ada beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai kinerja atau performance diantaranya : Westra dkk (1977:246) mengatakan bahwa “Performance adalah pelaksanaan tugas pekerjaan pada waktu tertentu”. Sementara itu Simamora (1995:327) menyatakan bahwa : “…kinerja karyawan (employee performance) adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan persyaratan pekerjaan”. Selanjutnya Prawirosentono (1999:2) merumuskan pengertian kinerja sebagai sesuatu yang terkait dengan hukum, moral dan etika.
Menurut LAN (1992:3), kinerja terjemahan dari Bahasa Inggris performance artinya prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja. Selanjutnya Mangkunegara (2000:67) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Nawawi (1997:235) menyatakan bahwa kinerja diistilahkannya sebagai karya adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik atau material maupun non fisik atau non material. Selanjutnya Robbins (1994) mengemukakan bahwa kinerja atau performance is the measurement of result. Its asks the simple question:Did you get the job done?. Kinerja berkaitan dengan pelaksanaan dari pekerjaan. Pendapat Anwar (1984:86) berikut ini :
Kinerja sama dengan performance kerja yaitu berapa besar dan berapa jauh tugas tugas yang telah dijabarkan telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggungjawab yang menggambarkan pola prilaku sebagai aktualisasi dari kompetensi yang dimiliki.
Kriteria kinerja menurut Schuler dan S.E. Jackson (1999:11-12) menjelaskan bahwa tiga jenis dasar kriteria kinerja, yaitu kriteria berdasarkan sifat, kriteria berdasarkan prilaku dan kriteria berdasarkan sifat, prilaku, dan kriteria berdasarkan hasil.
a. Kriteria berdasarkan sifat : kriteria ini memusatkan diri pada karekteristik pribadi seseorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin merupakan sifat sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada “bagaimananya” seseorang, bukan “apa yang dicapai atau tidak dicapai” seseorang dalam pekerjaannya.
b. Kriteria berdasarkan prilaku; kriteria ini berfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personil. Kriteria perilaku dikombinasikan dengan umpan bali kinerja sangat bermanfaat bagi pengembangan pegawai. Dengan perilaku yang teridentifikasi dengan jelas seorang karyawan dimungkinkan memperlihatkan perbuatan yang membawanya ke puncak prestasi.
c. Kriteria berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria berdasarkan hasil mungkin tepat jika perusahaan tidak peduli bagaimana hasil yang dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap pekerjaan.
Penetapan kriteria kinerja dalam implementasinya perlu memperhatikan pengendalian kinerja yang diadaptasi dari Drucker (1977:237-242) bertumpu pada lima dimensi, yaitu:
a. Dimensi fisiologis yaitu manusia akan bekerja dengan baik apabila ia bekerja dalam konfigurasi operasional bersama tugas dan ritme kecepatan sesuai keadaan fisiknya
b. Dimensi psikologis yaitu bekerja merupakan ungkapan kepribadiannya karena seseorang yang mendapatkan kepuasan kerja akan berdampak pada kinerja lebih baik
c. Dimensi sosial yaitu bekerja dapat dipandang sebagai relasi antara sesame pegawai.
d. Dimensi ekonomi yaitu bekerja merupakan penghidupan pegawai yang dihasilkan dari jasanya. Ketidaksepadanan imbalan dengan jasa yang diberikan dapat menghambat prestasi pegawai.
e. Dimensi keseimbangan. Beban dan volume kerja seimbang dengan penghasilan yang diperoleh. Hendaknya imbalan sepadan dengan jasa yang diberikan karena kalau terjadi kesenjangan akan memicu konflik dan sebaliknya dapat meningkatkan prestasi.
Kinerja pada dasarnya adalah unjuk kerja personil yang timbul dari representasi dirinya sebagai seorang pribadi yang memiliki kemampuan profesional dan sekaligus seorang yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Unjuk kerja yang baik menunjukan tingkat profesionalisme yang tinggi yang didukung oleh sikap positif dan perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, maka secara etimologis, kinerja dosen (performance) bisa diartikan sebagai prestasi, hasil, atau kemampuan yang dicapai tau diperlihatkan dalam pelaksanaan kerja, kewajiban, atau tugas. Sehubungan dengan hal ini, kinerja dosen dapat diartikan sebagai prestasi, hasil, atau kemampuan yang dicapai atau diperlihatkan oleh dosen dalam melaksanakan tugas Pendidikan dan pengajaran.
Kinerja dilihat dari sudut terminologis dapat diartikan sebagai penampilan yang ditunjukkan atau hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dosen, kelompok dosen pada waktu tertentu dalam melaksanakan tugas Pendidikan dan pengajaran yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan prosedur dan aturan yang berlaku untuk kepentingan pencapaian tujuan pendidikan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai definisi dan pendapat para ahli di atas, bahwa pengertian kinerja atau performance sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika
2. Kinerja Dosen Sebagai Aktualisasi Rumusan Tridharma Perguruan Tinggi
Dosen adalah guru yang memiliki kompetensi teknis keguruan, disamping itu dosen dituntut pula untuk menjadi ilmuwan, penasehat akademik dan organisator/administrator (Depdikbud:1982:110). Castetter (1991:278) mengemukakan bahwa knowledge, skills, attitudes are required for effective performance. Artinya pengetahuan, keterampilan dan sikap diperlukan untuk mewujudkan kinerja yang efektif. Kemudian Gaffar (1987:159) mengemukakan bahwa performance based teacher memerlukan penguasaan content, knowledge, behavioral skills, dan human relation skills.
Dosen merupakan profesi yang memiliki persyaratan dasar, keterampilan teknik serta didukung kepribadian yang mantap. Ini berarti dosen yang profesional memiliki kompetensi-kompetensi dasar yang melandasi pekerjaannya.
Kompetensi-kompetensi itu (diolah dari Depdikbud, 1984:14) adalah :
a. Kompetensi profesional artinya ia memiliki pengetahuan yang luas dalam subjek matter (bidang studi) yang akan diajarkannya dan penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan dan konsep teoritik, mampu memilih metoda yang tepat serta mampu menggunakan berbagai metoda dalam proses belajar mengajar.
b. Kompetensi personal artinya memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi peserta didik. Artinya ia memiliki kepribadian yang patut diteladani.
c. Kompetensi sosial artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi osial, baik dengan mahasiswa dengan sesama dosen dengan pimpinan dan dengan masyarakat.
Komisi Kurikulum Bersama P3G menetapkan dan merumuskan 10 kompetensi guru/dosen di Indonesia, yaitu :
a. menguasai bahan pelajaran
b. mengelola program pembelajaran
c. mengelola kelas
d. menggunakan media dan sumber belajar
e. menguasai landasan Pendidikan
f. mengelola interaksi belajar mengajar
g. menilai prestasi belajar
h. mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan
i. mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah;
j. memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Anwar (2003: 95) menambahkan bahwa dalam kaitannya, “kualitas perguruan tinggi sangat ditentukan oleh kemampuannya menyediakan sumberdaya manusia dengan kualifikasi ‘tinggi’ yang tangguh”. Ditegaskan di sini bahwa pengertian “tinggi” tersebut mengandung tiga kompetensi, yaitu (1) kompetensi akademik, (2) kompetensi profesional, dan (3) kompetensi intelektual. Kompetensi akademik berkaitan dengan kiat dan kemampuan metodologi keilmuan untuk menguasai dan mengembangkan ilmu dan teknologi. Kompetensi profesional berhubungan dengan wawasan, perilaku, dan kemampuan menerapkan ilmu dan teknologi dalam kehidupan masyarakat luas. Yang terakhir, kompetensi intelektual sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap masalah-masalah lingkungan sekitar, baik fisik maupun sosial yang ada serta wawasan terhadap kebenaran dan kepentingan orang banyak.
Disamping itu ukuran efektivitas suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu dapat dilihat dari ketercapaiaan tujuan yang dikehendaki atau ditetapkan. Hal ini didasari oleh pendapat Barnard yang dikutip Prawirosentono (1999:27) bahwa : When the specific desired end is attained we shall say that the action is effective”. Artinya apabila suatu tujuan dapat tercapai, kita akan menyatakan bahwa kegiatan tersebut efektif. Sejalan pula dengan pendapat Blocher (1974:7) bahwa :Efective human behavior can be defined as that behavior giving an individual the greatest possible longterm his environment and the effective respon within him that are awaked by that environment.
Pendapat lain dari Cullingford (1995:11-12) mengemukakan lima karakteristik dari kinerja yang efektif dalam proses belajar mengajar, diolah sebagai berikut :
a. Integrity (paripurna), berbuat yang terbaik atau selalu berusaha untuk lebih baik, rendah hati dan tanpa pamrih.
b. Learning (pembelajaran), memiliki kualitas pembelajaran yang menyenangkan dan membangkitkan rasa ingin tahu pengajaran.
c. Organization (organisasi), kualitas pengelolaan pembelajaran, persiapan yang baik, aturan dan harapan yang jelas, perhatian yang mendalam, mengelola kelas dengan baik.
d. Communication (komunikasi), penampilan yang menarik perhatian baik bagi peserta didik maupun rekan sejawat serta mampu mendemonstrasikan perhatian tersebut melalui ide-ide cerita yang bernilai positif.
e. Humour (Humoris) memiliki rasa humor untuk menghidupkan suasana proses belajar mengajar.
Dari pendapat di atas, maka dianalogikan bahwa kinerja dosen yang efektif merupakan unjuk kerja dosen pada saat melaksanakan tugasnya, menyesuaikan dengan visi dan misi perguruan tinggi tempat ia bekerja dan sesuai pula dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Kemampuan dalam mengelola sumber daya manusia bagi perguruan tinggi salah satunya bagaimana perguruan tinggi tersebut menyediakan dosen sebagai tenaga pengajar. Dosen berkedudukan sebagai (1) pejabat fungsional dengan tugas utama mengajar (2) dosen di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah hanya dapat dijabat oleh seseorang yang telah berstatus Pegawai Negeri Sipil dan berkemampuan melaksanakan Pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi.
Kinerja dosen berkenaan dengan kemampuan-kemampuan dalam bidang pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sedangkan tugas pokok dosen adalah melaksanakan Pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian masyarakat, lebih dikenal dengan sebutan Tridharma Perguruan Tinggi dan penjabarannya (diolah dari Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999) adalah:
1. Melaksanakan Pendidikan dan pengajaran, meliputi :
- melaksanakan perkuliahan/tutorial dan menguji serta menyelenggarakan kegiatan Pendidikan di laboratorium, praktik keguruan, praktek bengkel/studio/kebun percobaan/teknologi percobaan;
- membimbing seminar mahasiswa;
- membimbing kuliah kerja nyata (KKN), praktek kerja nyata (PKN), praktek kerja lapangan;
- membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk membimbing pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir
- penguji pada ujian akhir;
- membina kegiatan mahasiswa dibidang akademik dam kemahasiswaan;
- mengembangakan program perkuliahan;
- mengembangkan bahan pengajaran
- menyampaikan orasi ilmiah;
- membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik dan kemahaiswaan
- membimbing Dosen yang lebih rendah jabatannya;
- melaksanakan kegiatan datasering dan pencangkokan Dosen
2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta menghasilkan karya ilmiah, karya teknologi, karya seni monumental/seni pertunjukan dan karya sastra, meliputi :
a. menghasilkan karya penelitian;
b. menerjemahkan/menyadur buku ilmiah;
c. mengedit/menyunting karya ilmiah;
d. membuat rancangan dan karya teknologi;
e. membuat rancangan dan karya seni.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, meliputi:
a. menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga pemerintah/pejabat negara sehingga harus dibebaskan dari jabatan organiknya;
b. melaksanakan pengembangan hasil Pendidikan dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat;
c. memberi latihan/penyuluhan/penataran pada masyarakat;
d. membuat/menulis karya pengabdian kepada masyarakat.
Sedangkan unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok Dosen, meliputi :
1. menjadi anggota dalam suatu panitia/badan pada perguruan tinggi;
2. menjadi anggota panitia/badan pada lembaga pemerintah;
3. menjadi anggota organisasi profesi;
4. menjadi anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional;
5. berperan serta aktif dalam pertemuan ilmiah
6. mendapat tanda jasa/penghargaan;
7. menulis buku perlajaran SLTA ke bawah;
8. mempunyai prestasi dibidang olah raga/kes.
D. Sistem Penilaian Kinerja
- Pengertian Penilaian Kinerja
Menurut R.S Schuller (1987:211) bahwa : “performance appraisals are generally useful as a means of measuring accomplishments”. Secara umum penilaian kinerja berguna untuk mengukur keterampilan dan kepandaian. Menurutnya kinerja pegawai dapat diukur dan dievaluasi, khususnya aspek kritis produktivitas yaitu prestasi kerja, misalnya kualitas dan kuantitas pegawai dan ketidakhadiran.
Secara sederhana, Simamora (1995: 327) mengemukakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) itu adalah “proses yang mengukur kinerja karyawan”. Dinyatakan juga bahwa penilaian kinerja ini pada umumnya mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan.
Pada dasarnya, penilaian kinerja merupakan salah satu fungsi mendasar personalia. Di pihak lain penilaian kinerja ini disebut juga dengan review kinerja, penilaian karyawan, evaluasi kinerja, evaluasi karyawan, atau rating personalia. Semua istilah tersebut berkenaan dengan proses yang sama. Walau begitu ada juga beberapa pihak yang menyatakan bahwa penilaian kinerja itu berbeda dengan evaluasi kerja (job evaluation). Castetter (1996: 270) mendefinisikan penilaian kinerja atau performance appraisal sebagai “a process of arriving at judgments about an individual’s past or present performance against the background of his/her work environment and about his/her future potential for an organization”.
Ditegaskan di sini bahwa proses penilaian itu merupakan suatu aktivitas yang dirancang untuk membantu personil untuk mencapai tujuan individu, kelompok, dan organisasi. Castetter (1996) juga menekankan pentingnya pendekatan formal dan sistematis dalam penilaian kinerja.
Beberapa pendapat lainnya tentang penilaian kinerja yang dikemukakan oleh para pakar manajemen sumber daya manusia, diantaranya menurut Schuler dan Jackson (1999:3) bahwa penilaian kinerja adalah suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, prilaku dan hasil termasuk tingkat ketidak hadiran. Kemudian ia menyatakan bahwa “Istilah Penilaian kinerja (performance appraisal) dan evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian”. Zweig sebagaimana dikutip Prawirosentono (1999:214-215) mengemukakan bahwa :
“Performance appraisal is the process used by management to inform employees individually how well they are doing in the eyes of the company …Formal performance appraisal is a process established to evaluate employee performance regulary and systematically at all levels”.
Dari definisi tersebut diartikan bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang digunakan oleh pihak manajemen untuk memberikan informasi kepada mereka tentang hasil kerja mereka dipandang dari kepentingan organisasi atau perusahaan. Penilaian kinerja formal merupakan proses untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara teratur dan sistematis pada seluruh tingkatan pekerjaan.
Pendapat lainnya dari Prawirosentono (1999:217), bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian formal atas hasil kerja seseorang karyawan yang dilaksanakan oleh seorang penilai, dimana hasilnya disampaikan kepada direksi, atasannya dan kepada karyawan itu sendiri, kemudian dimasukan kedalam file dokumen kepegawaian.
Menurut Nawawi dalam Handayani (1999:35) penilaian kinerja dilaksanakan sebagai proses mengungkapkan kegiatan manusia dalam bekerja, yang sifat dan bobotnya ditekankan pada prilaku manusia sebagai perwujudan dimensi kemanusiaan, maka pengukuran yang dilakukan bukan secara eksak bersifat pasti. Pengukuran secara matematis tidak mungkin dilakukan dalam penilaian kinerja, karena objeknya adalah prilaku manusia yang unik/rumit dan kompleks. Nawawi menyimpulkan pengertian penilaian kinerja yang diramu dari berbagai versi sebagai berikut :
a. Performance Appraisal adalah mendeskripsikan secara sistematik tentang relevansi antara tugas yang diberikan dengan pelaksanaannya oleh seorang pegawai
b. Performance Appraisal adalah usaha mengidentifikasikan, mengukur/menilai dan mengelola pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pegawai di lingkungan suatu organisasi/perusahaan.
c. Performance Appraisal adalah kegiatan mengidentifikasi pelaksanaan pekerjaan dengan menilai aspek-aspek yang difokuskan pada pekerjaan yang berpengaruh pada kesuksesan organisasi/perusahaan.
d. Performance Appraisal adalah kegiatan pengukuran/measurement sebagai usaha menetapkan keputusan tentang sukses atau gagalnya dalam melaksankaan pekerjaan oleh seorang pegawai.
Untuk itu diperlukan perumusan standar pekerjaan sebagai pembanding/tolak ukur.
Sikula (1991) mengemukakan bahwa ruang lingkup pengukuran yaitu 5 W+ 1 H, yaitu Who, What, Why, When, Where dan How. Who (siapa). Pertanyaan ini menyangkut 1) siapa yang harus dinilai? hal ini berkait dengan dosen yang ada pada perguruan tinggi, mulai dari dosen yang memiliki jabatan akademik terendah hingga tertinggi; dan 2) siapa yang harus menilai? Penilaian kinerja dosen dilakukan oleh atasan langsung atau tidak langsung atau orang yang memiliki keahlian dalam bidangnya ditugaskan oleh pimpinan atau perguruan tinggi yang bersangkutan. What (apa). Ini menyangkut apa yang harus dinilai, artinya unsur apa yang menjadi aspek penilaian dari dosen tersebut. Why (mengapa), menjelaskan mengapa penilaian perlu dilakukan. When (kapan), menjelaskan waktu yang tepat untuk dilaksanakannya penilaian kinerja. Where (dimana), menjelaskan tempat penilaian dilakukan, apakah ditempat kerja atau di luar tempat bekerja. How (bagaimana), menjelaskan bagaimana penilaian dilakukan.
Dua alternative metoda yang digunakan, yaitu metoda tradisionil atau modern. Metoda tradisional antara lain rating scale (skala peringkat), checklist, employ comparison. Metoda modern antara lain: management by objective (manajemen berdasarkan sasaran), assessment center (pusat penilaian), penilaian diri sendiri dan penilaian psikologikal.
Untuk efektivitas penilaian dosen diperlukan dua syarat utama yaitu 1) adanya kriteria yang dapat diukur secara objektif, dan 2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi.
Secara elektik, dengan melihat pendapat Sikula dan Cascio di atas, standarisasi penilaian dosen adalah : (1) secara kontinue dan periodik melakukan proses penilaian terhadap prestasi kerja setiap dosen, 2) penilaian kinerja dilakukan oleh atasan langsung dan tidak langsung ataupun orang tertentu yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidangnya yang mendapat tugas atau ditunjuk oleh perguruan tinggi, 3) menetapkan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif, serta 4) penilaian dilakukan secara objektif.
Memahami kinerja memerlukan penilaian seksama terhadap kinerja. Hal ini didasarkan pada apa yang dikemukakan Smith (1982:279) yang mengungkapkan tentang penilaian kinerja pegawai bahwa :
Kinerja dapat diketahui dengan baik berdasarkan suatu proses penilaian jika semua tugas yang akan dilaksanakan oleh seseorang benar-benar dapat dijabarkan sebagai suatu keseluruhan tugas organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, bahwa kinerja bukan hanya menggambarkan suatu bagian saja dari organisasi, tetapi secara keseluruhan.
Gibson (1985:124) berpendapat bahwa terdapat empat faktor yang dijadikan ukuran penilaian kinerja yaitu:
(1) Performance berkaitan dengan kemampuan untuk mempromosikan pegawai, prestasi dalam melaksanakan pekerjaan.
(2) Conformance berkaitan dengan kemampuan individu dalam bekerja sama dengan setiap personil, dan menunjukan loyalitas terhadap organisasi.
(3) Dependability berkaitan dengan dedikasi pegawai dalam bekerja, berdisiplin dan patuh terhadap aturan yang disepakati.
(4) Personal adjustment berkaitan dengan adaptasi pegawai terhadap lingkungan kerja.
Sedangkan Castetter (1996:245) menyatakan bahwa penilaian kinerja ditunjukan untuk:
(1) Peningkatan efektifitas individu, kelompok dan organisasi
(2) Ditekankan pada keberhasilan sampai batas-batas tertentu dimana besaran dai berbagai variable terkoordinasi secara produktif
(3) Tidak didasarkan kepada suatu pendekatan yang universal yang dipertimbangkan agar berhasil dalam semua situasi dan kenyataan
(4) Harus didekati dari sudut pandang deskriptif daripada perspektif
(5) Bertujuan agar lebih berorientasi pada hasil dan dilaksanakan secara ilmiah.
Penilaian kinerja personil diarahkan pada pengukuran kompetensi dan kapabilitas personil dalam kaitannya dengan profesionalisme kerja dosen. Oleh karena itu, penilaian terhadap kinerja personil tidak terbatas pada aspek pengetahuan dan skill tetapi juga pada keseluruhan aspek personality yang membentuk suatu kesatuan kepribadian utuh personil.
Mengacu kepada beberapa pendapat di atas dan sebagai rujukan dalam penelitian yang dilaksanakan, maka rumusan penilaian kinerja dosen dapat disimpulkan sebagai proses penilaian secara formal dan sestematis yang dilaksanakan oleh pihak perguruan tinggi melalui tim penilai, dimana hasilnya dijadikan sebagai bahan informasi bagi dosen dan perguruan tinggi yang bersangkutan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pencapaian tujuan pendidikan.
Penilaian kinerja dosen diharapkan menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan kinerjanya. Semakin akurat dan valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya terhadap perguruan tinggi.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Manajemen menggunakan penilaian kinerja untuk keputusan sumberdaya manusia. Penilaian menyediakan input ke dalam putusan-putusan penting seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. Penilaian mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Dewasa ini, setiap organisasi hendaknya menggunakan sistem penilaian formal dan informal. Sistem penilaian informal adalah sistem yang penilaiannya dilakukan dalam hal-hal yang berkaitan dengan efektivitas kinerja personil tanpa menggunakan sistematika penilaian (Castteter, 1996: 275). Sedangkan sistem evaluasi formal ini adalah penilaian yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, didukung oleh pemerintah, dan dilaksanakan secara sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan sistem penilaian tersebut telah dicapai.
Lebih lanjut Castteter (1996:276) menguraikan penggunaan penilaian kinerja dalam fungsi sumberdaya manusia. Dalam hal ini, proses penilaian kinerja digunakan sebagai umpan balik untuk putusan personil, yang meliputi:
1) Lemahnya proses penilaian (Appraisal process deficiency)
2) Pengembangan karier (Career development)
3) Kompensasi (Compensation)
4) Konseling (Counseling)
5) Penurunan pangkat (Demotion)
6) Menemukan bakat khusus (Detect special talent)
7) Kedisiplinan (Discipline)
8) Mendeteksi diskriminasi pegawai (Employment discrimination detection)
9) Mendeteksi pengaruh external (External influences detection)
10) Umpanbalik untuk fungsi sumberdaya manusia (Feedback to human resources function)
11) Dokumentasi informasi keluhan (Grievance information documentation)
12) Perencanaan sumberdaya manusia (Human resources planning)
13) Penelitian sumberdaya manusia (Human Resources research)
14) Pemberhentian sementara (Layoff)
15) Kesadaran pada peraturan (Legal compliance)
16) Motivasi (Motivation)
17) Peningkatan kinerja (Performance improvement)
18) Sistem informasi kepegawaian (Personnel information system)
19) Penempatan (Placement)
20) Kenaikan Pangkat (Promotion)
21) Penugasan kembali (Reemployment)
22) Retensi/pemberhentian (Retention/termination)
23) Pengakuan, sistem balas-jasa (recognition, reward system)
24) Komunikasi atasan-bawahan (Supervisor-employee communication)
25) Jabatan tetap (Tenure)
26) Pemindahan (Transfer)
27) Pengembangan staff (Staff development)
28) Validasi prosedur penseleksian (Validation of selection procedures)
Castteter (1996) juga mengusulkan kerangka yang bisa dipertimbangkan dalam tujuan sistem penilaian kinerja, yang menunjukkan bahwa tujuan yang bisa dicapai oleh penilaian ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: (1) diagnostic, (2) formative, dan (3) summative. Putusan diagnostik dibuat dalam tahap pra-operasional penilaian kinerja dan diterapkan dalam putusan diagnostik sebelum seorang calon pegawai bekerja, seperti seleksi, penempatan, dan pengembangan. Tujuan formatif berkaitan dengan putusan selama tahap awal dan menengah saat seorang pegawai bekerja. Tujuan formatif ini diarahkan pada pengembangan personil. Tujuan sumatif dari sistem penilaian adalah yang memfokuskan pada putusan untuk mengimplementasikan tindakan personil, seperti kompensasi, jabatan tetap, penolakan/pemecatan, kenaikan pangkat, dan penugasan kembali.
Lebih dari itu, kembali Simamora (1995: 328) menyatakan bahwa penilaian kinerja itu secara keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari evaluasi pekerjaan (job evaluation). Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan/diberikan. Evaluasi pekerjaan menentukan seberapa tinggi suatu pekerjaan itu berharga bagi organisasi, dan dengan demikian, pada rentang berapa gaji harus diberikan pada pekerjaan tersebut. Penilaian kinerja ini tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Simamora (1995), beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja adalah: (1) karakteristik situasi; (2) deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja pekerjaan; (3) tujuan-tujuan penilaian kinerja; dan (4) sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi. Walaupun semua organisasi memiliki tujuan utama yang sama, terdapat berbagai variasi yang cukup besar dalam penggunaannya. Tujuan-tujuan khusus tersebut pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua bagian: (1) evaluasi (evaluation), dan (2) pengembangan (development).
Tabel 2.1. Pendekatan Ganda terhadap Penilaian Kinerja
Pendekatan evaluasi | Pendekatan pengembangan | |
Tujuan | · Untuk menilai kinerja masa lalu sebagai basis untuk pelaksanaan keputusan-keputusan personalia | · Untuk memotivasi dan mengerahkan kinerja individu dan upaya-upaya pengembangan karir |
Fokus metode | · Telaah masa lalu · Penilaian · Pemberian peringkat / deskripsi | · Perencanaan untuk konseling di masa yang akan datang · Penetapan tujuan dan telaah |
Tanggung jawab | · Manajer dan penilai | · Manajer dan karyawan berbagai tanggung jawab bersama |
Aplikasi subjek permasalahan | · Pencapaian pada masa lalu · Perencanaan kerja · Meningkatkan kinerja · Mengembangkan aneka kemampuan · Perencanaan aktivitas pelatihan | · Berbagai tujuan dan rencana untuk masa depan · Pemberian gaji · Transfer, promosi, terminasi, pemberhentian, dan berbagai personalia lainnya |
Sumber: Simamora (1995).
Aspek penilaian rangkap (evaluasi dan pengembangan) jelas membutuhkan karakteristik yang berbeda agar efektif. Tabel 2-2 di atas menyoroti perbedaan kunci dalam penekanan yang berkenaan dengan tujuan, fokus, metode, tanggung jawab, subjek masalah, dan penerapan.
Robbins (2001) menambahkan pendekatan lain dalam evaluasi kinerja dengan menggunakan evaluasi 360-derajat. Evaluasi ini menyediakan suatu umpan balik kinerja dari siklus lengkap kontak sehari-hari yang dimiliki pegawai, mulai dari pegawai itu sendiri sampai ke kustomer sampai ke atasan sampai ke rekan kerja.
Hal-hal yang diukur bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Penilaian kualitatif seringkali melibatkan penulisan narasi tak-terstruktur mengenai kinerja orang yang dinilai. Selain itu, penilai juga bisa diberi semacam pedoman penilaian. Namun, masalah yang terdapat pada penilaian kualitatif ini adalah bahwa penilaian tersebut melewatkan hal-hal penting yang seharusnya dinilai.
Bila mengukur secara kuantitatif, penilaian itu biasanya menggunakan sejenis bentuk skala (misalnya skala Likert). Memang menilai orang itu bukan suatu tugas yang mudah, tetapi hal tersebut bisa disusun sedemikian rupa sehingga bisa diupayakan seobjektif mungkin.
Rue & Byars (2003: 325) menyarankan bahwa dalam penilaian kinerja harus diperhatikan hal-hal berikut:
a. Komponen-komponen dari proses penilaian kinerja
b. Perbedaan kinerja dengan usaha (effort)
c. Metode-metode yang digunakan dalam penilaian kinerja
i. Evaluation By Objective - MBO
ii. Production Standards Approach
iii. Essay Appraisal
iv. Critical Incident Appraisal
v. Graphic Rating Scale
vi. Checklist
vii. BARS
viii. Forced Choice Rating
ix. Ranking Methods
d. Perbedaan antara balas jasa (reward) intrinsik dan ekstrinsik
- Berbagai jenis kompensasi.
Dari perspektif perilaku organisasi, Robbins (2001: 485-486) menyatakan bahwa penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam organisasi, antara lain adalah (1) kompensasi, (2) umpanbalik kinerja, (3) pelatihan, (4) promosi, (5) perencanaan sumberdaya manusia, (6) retensi/ pemberhentian, dan (7) penelitian. Manajemen menggunakan penilaian untuk keputusan sumberdaya manusia. Penilaian menyediakan input ke dalam putusan-putusan penting seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. Penilaian mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Hal tersebut juga senada dengan apa yang dinyatakan Torrington & Hall (1991: 480) bahwa “appraisal, performance assessment, performance evaluation, individual assessment, job appraisal and a number of other terms are used to refer to a similar organizational process”. Di sana diakui bahwa istilah tersebut seringkali menunjukkan pendekatan yang diambil, dan pendekatan itu memang sangat beragam, tetapi penilaian (appraisal) itu lebih sekedar daripada proses organisasi.
Randall S. (1987: 214) menyebutkan bahwa “tujuan penilaian prestasi adalah penurunan pangkat, pengakhiran, perekrutan internal dan riset. Tujuan-tujuan tersebut diringkas ke dalam dua kategori umum: evaluatif dan pengembangan. Tujuan evaluatif meliputi keputusan gaji, promosi, penurunan pangkat, pemberhentian dan terminasi. Tujuan pengembangan meliputi riset, umpan balik, pengembangan karir dan manajemen, dan komunikasi. Tujuan Penilaian Kinerja menurut Castetter (1981:231) adalah untuk 1) menentukan status jabatan; 2) mengimplementasikan kegiatan-kegiatan; 3) memperbaiki kinerja individual; 4) mencapai tujuan-tujuan institusi; dan 5) menerjemahkan sistem otoritas ke dalam control-kontrol yang mengatur kinerja.
Berbagai tujuan penilaian kinerja lainnya yang diolah dari Nawawi (1997:248-249), bahwa penilaian kinerja memiliki tujuan-tujuan tertentu, diantaranya :
a. Untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan mempergunakan potensi yang dimilikinya, secara maksimal dalam melaksankan misi organisasi melalui pelaksanaan pekerjaan masing masing.
b. Menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manajer dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan bisnis organisasi di tempat bekerja.
c. Inventarisasi Sumber Daya Manusia di lingkungan organisasi, yang dapat digunakan dalam mendasain hubuangan antara atasan dan bawahan guna mewujudkan saling pengertian dan penghargaan dalam rangka mengembangkan keseimbangan antara keinginan pekerja secara individual dengan sasaran organisasi.
d. Meningkatkan motivasi kerja yang berpengaruh pada prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya;
Sedangkan tujuan khusus penilaian kinerja, Nawawi menyebutkan :
a. Menjadi dasar di dalam melakukan promosi, penghentian pekerjaan yang keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan pemberian penghargaan/balas jasa dan merupakan ukuran dalam mengurangi atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM.
b. Menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai kriteria dalam membuat tes yang validitsnya tinggi, atau dengan kata lain dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan rekruitmen dan evaluasi.
c. Menghasilkan informasi sebagai umpan balik (feed back) bagi pekerja dalam memperbaiki kekurangan atau kekeliruan dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik yang berkenaan dengan pengetahuan dalam keterampilan/keahlian dalam bekerja, maupun yang menyentuh sikap dalam pekerjaannya.
e. Menghasilkan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut pembidangannya maupun berdasarkan perjenjangannya dalam memecahkan masalah organisasi.
f. Meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antar atasan dan bawahan.
Dari berbagai rujukan di atas, maka tujuan penilaian kinerja dosen dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut: (a) menentukan status kepegawaian dosen yang bersangkutan, (b) implementasi tindakan pegawai, (c) meningkatkan kinerja individu dosen yang bersangkutan , (d) mencapai tujuan perguruan tinggi, dan (e) mewujudkan sistem otoritas ke dalam kontrol yang mengatur kinerja dosen . Singkatnya, sistem penilaian kinerja memiliki berbagai tujuan. Bila dirancang secara tepat, sistem penilaian kinerja itu akan bermanfaat bagi dosen yang bersangkutan dan perguruan tinggi dimana dosen bertugas.
Castteter (1996: 279-281) mengungkapkan bahwa desain sistem penilaian kinerja meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) asumsi dasar mengenai perilaku manusia yang akan diikuti dalam pendesainan sistem, (b) tujuan pendesainan sistem, (c) karakteristik dan cakupan proses penilaian kinerja, dan (d) nilai-nilai etika yang melekat dalam melaksanakan sistem penilaian kinerja.
Berikut ini adalah contoh dari desain sistem penilaian kinerja.
Tabel 2.2.
Contoh Desain Sistem Penilaian Kinerja
Unsur Desain | Keterangan | A | B | C | D | E |
Tujuan Penilaian? | Diagnostik? Formatif? Sumatif? Kombinasi? | |||||
Peran Desain? | Menyeluruh? Administrasi pusat? Administrator unit? Penilai? Pihak yang dinilai? | |||||
Kebijakan Penilaian? | Asumsi atau keyakinan mengenai sistem penilaian yang akan direncanakan, diorganisakan, dikelola, dan diawasi? | |||||
Siapa yang akan dinilai? | Pegawai tetap? Pegawai Tidak Tetap? | |||||
Apa yang dinilai? | Beban tugas? Pelaksanaan tugas? Karakteristik pribadi? Semuanya? | |||||
Siapa yang akan menilai | Atasan, satuan tugas, rekan kerja, konsultan, orang tua, dewan, siswa, penilaian-diri? | |||||
Metode penilaian | Analisis proses, analisis produk, analisis watak? Frekuensi penilaian? Umpanbalik? Pembahasan kinerja? | |||||
Etika penilaian? | Batasan etika, ketersediaan informasi, kecukupan, relevansi, kegunaan dan kendala? | |||||
Prosedur permohonan | Formal? Komunikasi kepada semua penilai dan yang dinilai? | |||||
Kualifikasi penilai | Pelatihan? Keterlibatan dalam perencanaan? Tinjauan efektivitas? | |||||
Putusan personil | Siapa yang terlibat? Penyusunan proses pembuatan keputusan? Bagaimana formatnya? Siapa yang membuat putusan personil? | |||||
Sistem informasi kepegawaian | Manual? Komputer? Penyimpanan? Akses? Penggunaan? Tanggung jawab? | |||||
Layanan hukum | Ketersediaan? Kesepakatan? | |||||
Evaluasi proses penilaian | Siapa yang akan mengevaluasi efektivitas penilaian? Kriteria evaluasi? Penentuan waktu? Kegunaan? |
A = pengelola lembaga, B = pegawai (dosen) tetap, C = pegawai (dosen) tidak tetap,D = staf administrasi tetap, E = staf administrasi tidak tetap
Model penilaian kinerja yang digambarkan oleh Castetter (1981:246) adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2
Model/Siklus Penilaian Kinerja (Castetter,1981:246)
3. Aspek Yang Dinilai
Mengenai apa yang dinilai, Robbins (2001: 487) mengungkapkan bahwa kriteria umum yang diambil manajemen dalam menilai kinerja adalah:
a. Individual Task Outcome. Jika yang dipentingkan adalah hasil (ends) ketimbang cara (means), maka manajer hendaknya mengevaluasi task outcome pegawai.
b. Behaviors. Penilaian perilaku ini tidak harus selalu dikaitkan dengan produktivitas individu. Di sini juga termuat perilaku yang berkaitan dengan membantu orang lain, membuat saran untuk perbaikan, dan kesediaan individu untuk lembur (melakukan tugas tambahan) secara sukarela agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok dan organisasi. Dapat dikatakan bahwa faktor subjektif atau kontekstual juga termasuk di sini.
c. Trait. Walaupun termasuk kriteria yang paling lemah, trait masih banyak digunakan oleh organisasi. Dikatakan lemah dibandingkan dengan task outcome atau behavior karena trait ini tidak selalu menunjukkan kinerja aktual dari pekerjaan itu sendiri, misalnya memiliki “sikap yang baik”, menunjukkan “keyakinan”, “mandiri”, “tampak sibuk”, atau memiliki “segudang pengalaman” itu mungkin tidak terlalu berkaitan dengan task-outcome yang positif. Walau begitu, kenyataan ini tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai salah satu kriteria dalam menilai tingkat kinerja pegawai.
Sistem penilaian ini mengukur berbagai hal. Sistem ini biasanya dirancang untuk mengukur kepribadian, kadang-kadang perilaku atau kinerja, dan kadang juga pencapaian tujuan (Torrington & Hall, 1991: 486).
Kemampauan kemampuan dosen dalam melaksanakan tugas tridharma perguruan tinggi lebih lanjut dapat menggambarkan standar kinerja dosen. Fortunato dan Waddel (1981) meringkas standar kinerja dosen tersebut dalam tabel di bawah ini.
TABEL 2.3
STANDAR KINERJA DOSEN
TANGGUNG JAWAB | STANDAR KINERJA |
| |
| |
|
Indikator kinerja dosen dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran yang disampaikan Hanafiah (1994), Depdikbud (1976), Gaffar (1987), Margono (1996), dan Sanusi (1991) tentang individu yang produktif, yaitu : (a) tindakannya konstruktif, (b) percaya pada diri sendiri, (c) bertanggung jawab, (d) memiliki cinta terhadap pekerjaan, (e) mempunyai pandangan kedepan, (f) mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah, (g) mempunyai kontribusi dan inovatif, (h) memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya, dan (i) memiliki kemampuan seperti : keterampilan, pengetahuan, kualifikasi, pengalaman serta karakteristik.
Disamping itu, kinerja dosen juga perlu dilihat dari usaha usaha yang dilakukan dosen dalam meningkatkan kemampuan akademik dan profesionalnya melalui berbagai kegiatan yang berkesinambungan dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan dirinya sesuai dengan tuntutan tugas, antara lain: melanjutkan studi pada tingkat pasca sarjana, mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan pengembangan pribadi lainnya. Untuk itu pengukuran kinerja dosen disamping berkaitan dengan tugas utamanya, juga perlu dilihat dari dari kualifikasi akademik dan pengembangan profesionalnya.
4. Alat Yang Dipakai.
Schuler dan Jackson (1999:10-11) menjelaskan ada tiga jenis kriteria dasar penilaian kinerja, yaitu :
a. Kriteria berdasarkan sifat, memfokuskan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan;
b. Kriteria berdasarkan prilaku, memfokuskan diri pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan
c. Kriteria berdasarkan hasil, memfokuskan diri pada apa yang dihasilkan/dicapai.
Dari kriteria di atas selanjutnya Schuler dan Jackson (1999:20-35) menyampaikan klasifikasi yang sederhana dari format penilaian kinerja karyawan adalah sebagai berikut :
a. Format penilaian acuan norma, dilakukan melalui beberapa cara seperti : (1) rangking langsung, (2) rangking alternatif, (3) perbandingan berpasangan dan (4) metoda distribusi paksaan.
b. Format Standar Absolut, terdiri dari berbagai bentuk, yaitu (1) skala rating grafik, (2) skala rating bobot prilaku, (3) skala standar campuran dan (4) skala pengamatan prilaku.
c. Format berdasarkan output, terdiri dari empat jenis, yaitu : (1) manajemen berdasarkan sasaran (2) pendekatan standar kinerja (3) pendekatan indek langsung dan (4) catatan prestasi.
d. Format penilaian kinerja baru, hasil rancangan organisasi yang bersangkutan disesuaikan dengan pertimbangan menyangkut kesesuaian dengan persoalan nilai nilai yang dihadapi, karakteristik organisasi dan proses yang digunakan untuk menentukan sistem penilaian kinerja.
5. Cara Menilai
Langkah yang perlu diambil dalam rangka penilaian kinerja dosen, maka penilai atau pimpinan perguruan tinggi perlu mengambil langkah langkah untuk memastikan bahwa proses penilaian tersebut dirasakan wajar dan adil. Proses penilaian dikatakan adil apabila :
- Konsistensi, yaitu standar kinerja diterapkan secara konsisten bagi semua dosen, keringanan tidak sering diberikan bagi dosen yang mempunyai masalah khusus, karyawan yang berkinerja tinggi juga tidak diharapkan mengemban pekerjaan yang lebih banyak dari kewajibannya sendiri.
- Keakraban, yaitu menggunakan buku harian untuk mencatat hasil pekerjaan, sering melakukan pengamatan kinerja dengan berkeliling untuk meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan yang dinilainya, dan akibat dari cara ini akan menimbulkan kesan bahwa penilaian yang dilakukan adalah adil.
- Pengumpulan masukan, yaitu mengumpulkan iformsi tentang standar kinerja, strategi untuk mencapainya sebelum evaluasi dilaksanakan, informasi ini akan memberikan masukan apakah standar kinerja itu dicapai atau tidak oleh dosen.
Menurut Mondy dan Noe (1995) ada lima langkah dalam proses penilaian kinerja, yaitu :
a. Mengidentifikasi tujuan spesifik penilaian kinerja;
b. Menentukan tugas tugas yang harus dijalankan dalam suatu pekerjaan (analisis) jabatan;
c. Memeriksa tugas tugas yang dijalankan;
d. Menilai kinerja; dan
e. Membicarakan hasil penilaian dengan dosen.
Dalam proses pelaksanaannya penilaian kinerja akan dimulai dengan :
a. Rencana pertemuan antara penilai dengan yang dinilai;
b. Menetapkan target target kinerja;
c. Analisisa terhadap unjuk kerja itu sendiri;
d. Review terhadap kemajuan kinerja;
e. Mendiagnosis kembali kinerja.
Langkah langkah dalam penilaian kinerja menurut Prawirosentono (1999:217-218) sebagai berikut :
a. pihak manajemen membangun kebijakan tentang penilaian kinerja untuk berbagai tingkatan dalam organisasi
b. menentukan petugas yang menjadi penilai kinerja
c. membuat ukuran, kriteria atau standar penilaian kinerja.
Siagian (2003: 224-226) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai di mana terdapat berbagai faktor, yaitu :
a. Yang dinilai adalah manusia, disamping ia memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.
b. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistis, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara objektif.
c. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan tiga maksud, yaitu :
1) Apabila hal penilaian positif, menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.
2) Dalam hal penilain tersebut negative, pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
3) Jika seseorang mendapat penilaian yang tidak objektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatannya sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
d. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya mengunatungkan maupun merugikan pegawai.
e. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
6. Penilai
Individu dinilai oleh bermacam-macam orang, mulai dari atasan langsung, pengawas atasan langsung (atasan tak-langsung), anggota departemen personalia dan sumber daya manusia, mereka sendiri (self-appraisal), rekan sejawat, atau bawahan mereka. Kadang-kadang pusat penilaian (assessment center) juga digunakan untuk melaksanakan penilaian ini. Robbins (2001) menambahkan pendekatan lain dalam evaluasi kinerja dengan menggunakan evaluasi 360-derajat. Evaluasi ini menyediakan suatu umpan balik kinerja dari siklus lengkap kontak sehari-hari yang dimiliki pegawai, mulai dari pegawai itu sendiri sampai ke customer sampai ke atasan sampai ke rekan kerja.
Petugas yang berwenang melakukan penilaian kinerja menurut Prawirosentono (1999:219) yaitu atasan langsung karyawan yang dinilai dan petugas internal yang ditunjuk untuk tugas itu dengan catatan bahwa petugas tersebut harus berlaku objektif dan memahami persis kinerja karyawan yang dinilainya. Sedangkan untuk memperoleh data mengenai kinerja karyawan yang dinilainya, menurut Schuler dan Jackson (1999:15-20) bahwa sumber data penilaian kinerja karyawan dapat diperoleh melalui (1) atasan langsung/penyelia, (2) karyawan yang bersangkutan, (3) rekan sejawat atau anggota tim, (4) bawahan karyawan yang dinilai (5) pelanggan dan (6) hasil pantauan computer. Berdasarkan rujukan tersebut, bila diaplikasikan ke dalam penilaian kinerja dosen pada perguruan tinggi, maka penilai adalah (1) Rektor/Ketua/Direktur, (2) Tim Penilai yang diangkat. Sedangkan yang menjadi sumber data untuk penilaian kinerjanya meliputi : (1) Rektor/Ketua/Direktur (2) Pembantu Rektor/Pembantu Ketua yang membidangi Kepegawaian (3) Dosen yang bersangkutan, (4) Segenap dosen dan staf perguruan tinggi (5) mahasiswa (6) dokumentasi mengenai dosen yang bersangkutan.
7. Waktu Penilaian
Penentuan waktu penilaian kinerja menurut Schuler dan Jackson (1999:14-15) bahwa penetapan waktu penilaian kinerja harus mencerminkan pertimbangan strategis. Penetapan waktu ini melalui dua aspek, yaitu berdasarkan siklus dan berdasarkan tanggal penilaian. Frekuensi penilaian berdasarkan siklus meliputi tiga pendekatan yaitu :
a. Siklus regular, sesi peninjauan kinerja formal dengan interval enam bulan sampai satu tahun.
b. Periode evaluasi berdasarkan rentang waktu pekerjaan alami
c. Periode evaluasi berdasarkan tujuan penilaian
Berdasarkan tanggal penilaian bahwa penilaian kinerja dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu :
a. Model ulang tahun, yaitu berdasarkan kapan karyawan yang bersangkutan mulai bekerja;
b. Sistem Titik Fokus, karyawan dinilai pada waktu yang kira kira sama misalnya akhir tahun fiscal atau kalender.
Diaplikasikan bagi penilaian kinerja dosen tetap yayasan, waktu penilaian bisa dilaksanakan pada minggu efektif terakhir pada akhir semester baik semester ganjil ataupun semester genap dengan pertimbangan : Pertama, kedua pendekatan baik penilaian kinerja reguler maupun fokus bisa dilaksanakan sekaligus. Kedua, berdasarkan tuntutan kurikulum, akhir semester merupakan waktu pekerjaan alami bagi dosen. Ketiga, waktu penilaian tersebut dapat dikaitan dengan evaluasi belajar mahasiswa pada akhir semester (UAS).
E. Pemanfaatan Hasil Penilaian Kinerja
Hasil dari proses penilaian kinerja ini sering digunakan untuk berbagai tujuan, dan seringkali tujuan-tujuan tersebut akan bertentangan. Torrington & Hall (1991: 481) menegaskan bahwa penilaian kinerja dapat digunakan untuk “improve current performance, provide feedback, increase motivation, identify training needs, identify potential, let individual know what is expected of them, focus on career development, award salary increases and solve job problems”. Di sini tersirat bahwa penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk menentukan tujuan pekerjaan (job), menyediakan informasi untuk perencanaan sumberdaya manusia dan suksesi karir, menilai efektivitas dari proses seleksi, dan sebagai imbalan (reward) atau hukuman (punishment) itu sendiri.
Penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Randall S. (1987: 214), mengatakan bahwa sistem evaluasi dan pengendalian yang memungkinkan penilaian prestasi berguna untuk tujuan yang banyak termasuk :
1. Pengembangan manajemen: memberikan kerangka untuk pengembangan pegawai di masa depan dengan mengenalkan dan menyiapkan individu pada tanggung jawab yang meningkat.
2. Pengukuran prestasi membuat nilai relatif, kontribusi individu pada perusahaan dan membantu mengevaluasi penyelesaian individu.
3. Peningkatan prestasi mendorong prestasi keberhasilan kontinyu dan menyangkut kelemahan individu agar pegawai lebih efektif dan produktif.
4. Kompensasi membantu menentukan gaji yang tepat, untuk prestasi dan gaji yang pantas serta insentif bonus yang didasarkan atas jasa atau hasil
5. Identifikasi prestasi mengidentifikasi kandidat untuk promosi.
6. Umpan balik menguraikan apa yang diharapkan dari pegawai melawan tingkat prestasi actual
7. Perencanaan SDM memberikan bekal manajemen untuk mengevaluasi persediaan SDM untuk perencanaan pergantian.
8. Riset untuk pemenuhan hukum, membantu membentuk validitas keputusan pekerjaan yang dibuat berdasarkan informasi berbasis prestasi, sebaliknya dapat meminimalkan kerugian finansial karena ketidakberhasilan di ruang pengadilan karena kurang validnya teknik seleksi
9. Komunikasi, menyediakan format untuk dialog atasan bawahan dan meningkatkan pemahaman tujuan dan kepentingan pribadi. Juga dapat meningkatkan kepercayaan di antara penilaian dan yang dinilai.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Siagian (2003: 227), dikatakannya, bahwa sistem penilaian kinerja yang baik sangat bermanfaat untuk:
1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, ketiga pihak yang terlibat dalam mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja pata pegawai lebih meningkat di masa-masa yang akan datang.
2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. Imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada para anggotanya tidak saja hanya terbatas pada upah dan atau gaji yang merupakan penghasilan tetap bagi para anggota yang bersangkutan, akan tetapi juga berbagai imbalan lain lainnya seperti bonus pada akhir tahun, hadiah pada hari-hari besar tertentu dan juga bahkan oleh banyak organisai niaga pemilikan sejumlah saham perusahaan. Keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut banyak didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas kinerja pegawai yang bersangkutan.
3. Kepentingan mutasi pegawai. Prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya di masa depan, apapun bentuk mutasi tersebut seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun demosi.
4. Menyusun progran pendidikan dan pelatihan, baik yang dimaksud untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian kinerja.
5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentigan organisasi.
F. Hasil Penelitian Yang Relevan
Untuk memperkaya makna penelitian ini, dikaji beberapa penelitian terdahulu yang relevan, bermanfaat secara empiric maupun teoritik sebagai bahan masukan. Beberapa hasil penelitian dimaksud adalah sebagai perikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Emmy Fakry Gaffar (1992) tentang pengelolaan Pengendalian Mutu dalam Proses Pendidikan di IKIP Bandung difokuskan kepada upaya sistemik rasional untuk membangun tenaga edukatif agar memiliki mutu yang dituntut dalam kehidupan masa depan. Kajian yang diteliti anatara lain adalah lima fungsi utama dosen : Pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, pembinaan civiatas akademika dan pelaksanaan administrasi akademik. Kesimpulannya bahwa mutu dosen IKIP Bandung ditinjau dari kualifikasi akademis masih perlu ditingkatkan lagi agar memenuhi persyaratan dosen perguruan tinggi yang minimal berpendidikan S2. Mutu ditinjau dari tugas mengajar (merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar) sangat bervariasi. Umumnya dosen mempersiapkan diri baik secara tertulis ataupun secara psikologis sebelum memasuki kelas; hal ini sangat membantu dosen dalam menguasai materi, dan kepercayaan diri.
Hanya beberapa dosen, umumnya senior tidak mempersiapkan secara tertulis, tetapi garis besar tujuan pengajaran telah dikuasainya. Banyak dosen yang perlu meningkatkan kemampuan metodologis dan penulisan laporan hasil penelitian. Dalam pengabdian masyarakat umumnya masih berupa penyuluhan dan penataran, belum sampai kepada aplikasi hasil penelitian Pendidikan. Disiplin dosen cukup baik, memberikan pelayanan terhadap mahasiswa secara baik. Namun demikian masih pula ditemukan beberapa dosen yang terlambat menyelesaikan tugas administrasi dalam memberikan pengajaran di kelas.
2. Penelitian yang dilakukan Inggridwati Kurnia (1992) yang berjudul Pengembangan Profesional Tenaga Pengajar Tetap FKIP UNIKA Atma Jaya Jakarta 1986-1995. Hasilnya menunjukan bahwa pengembangan tenaga pengajar tetap merupakan strategi pada tingkat universitas yang diarahkan pada pengembangan dosen untuk meningkatkan mutu dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan dan bidangnya masing masing. Temuan lain mengemukakan bahwa tugas mengajar merupakan profesi yang memerlukan persyaratan tertentu dan perlu diperjuangkan agar benar benar profesional.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Buchori Alma yang mengkaji Produktivitas Tenaga Pengajar IKIP Bandung (1986). Produktivitas dibagi dalam mengajar dan karya ilmiah. Kesimpulannya, bahwa produktivitas dosen dalam mengajar cukup tinggi. Variabel yang menjadi kajian penelitian meliputi pelaksanaan perkuliahan, memberi dan memeriksa tugas, tentamen dan membimbing skripsi. Kecenderungan dosen lemah dalam mempersiapkan dan memberi tugas tugas rutin. Produktivitas dalam karya ilmiah dapat dikatagorikan rendah dengan indikator meneliti, menulis penerbitan, artikel di media ilmiah, menterjemahkan literatur asing dan menghindari berbagai seminar ilmiah.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Elisa Lexi Kalumata (1988) mengenai Pengembangan Profesional Tenaga Akademik di IKIP Manado, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan bagi dosen yang telah mengikuti Pendidikan pasca sarjana (S2 dan S3) dan senior dengan kemampuan dosen yunior, khususnya kemempuan dosen senior cenderung menunjukan performance profesional di masyarakat dibanding dengan yunior. Indikator penilaian meliputi: penguasaan materi pengetahuan, keterbatasan dalam mencari dan mendapatkan informasi ilmiah, metodologi, pengajaran dan penulisan karya ilmiah. Dikatakan pula bahwa program pengembangan tenaga edukatif merupakan fungsi strategis administrasi dalam mengembangkan dan mutu lembaga.
Penelitian di atas disimpulkan, bahwa posisi tenaga pengajar menduduki peranan sentral dalam pelaksanaan dan peningkatan mutu pendididkan. Guna meningkatkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dosen perlu selalu meningkatkan diri menyongsong produktivitas kerja di masing masing lembaga. Kaitannya dengan penelitian ini bahwa hasil penelitian di atas memberikan masukan dan sekaligus menggarisbawahi perlunya dilaksanakan penilaian kinerja dosen untuk mengukur efektivitas pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di masing masing lembaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar