STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 05 Juli 2011

PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN MADRASAH

Perpustakaan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dari lembaga pendidikan. Perpustakaan dikatakan sebagai jantung lembaga pendidikan. Artinya, kalau lembaga pendidikan seperti halnya sekolah atau madrasah tidak ada perpustakaan, maka ‘tidak hidup’ atau tidak akan berlangsung pendidikan, ibarat manusia tidak ada jantung maka tidak akan hidup. Perpustakaan jantung sebuah lembaga pendidikan didasarkan pada suatu teori yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan itu sebetulnya hanya memfasilitasi atau mengkondisikan dan memberikan kemudahan orang untuk belajar, bukan mengajarkan orang. Kalau mengajarkan orang, itu terbatas kemampuan yang diberikannya, tetapi kalau memfasilitasi orang untuk belajar, maka orang itu belajar sendiri dan mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Ketika pengajar memfasilitasi peserta didik untuk belajar, maka yang dipelajarinya adalah sumber-sumber belajar. Sumber belajar itu banyak ragamnya, ada buku yang merupakan sumber belajar tercetak atau printed material, ada juga buku elektronik atau e-book ada juga microfilm dan banyak sumber-sumber belajar yang lainnya. Bisa dibayangkan kalau sebuah lembaga pendidikan, seperti sekolah dan madrasah, tidak ada perpustakaannya, berarti tidak ada yang dipelajari oleh peserta didik. Jadi bagaimana pengajar bisa memfasilitasi peserta didik untuk belajar kalau tidak ada yang dipelajarinya.

Bagi sebagian sekolah atau madrasah tertentu, perpustakaan masih merupakan barang mewah, karena untuk pengadaan perpustakaan ini memerlukan biaya yang cukup besar, misalnya untuk pengadaan, pengelolaan, dan pemeliharaan buku. Tapi bukan hanya itu saja sebetulnya yang menjadi persoalan, mereka masih menganggap bahwa yang namanya sekolah dan madrasah itu hanya tempat untuk terjadinya proses pembelajaran ada pengajar yang mengajar, dan ada peserta didik yang belajar. Masih ada pandangan-pandangan bahwa yang namanya sekolah hanya lembaga untuk terjadinya proses pengajaran dari pengajar kepada peserta didik, maka sumber belajarnya adalah pengajar. Pengajar menjadi tokoh utama pembelajaran yang memiliki kewenangan untuk menentukan apa saja yang akan disampaikannya dan tidak mempertimbangkan kebutuhan dan minat belajar peserta didik. Peserta didik tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan materi pelajaran. Inilah yang sangat memprihatinkan. Apalagi kondisi pengajarnya tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh Undang-Undang. Bahkan metode mengajarnya pun sangat terbatas dengan cara ceramah saja, sehingga komunikasi hanya satu arah dari pengajar kepada peserta didik. Akibatnya, peserta didik menjadi pasif hanya menerima materi pelajaran dari pengajar. Peserta didik menjadi tergantung kepada pengajar, tidak memiliki kemandirian. Jadi sepanjang waktu belajar yang digunakan hanya indera telinganya saja, sedangkan belajar hanya menggunakan telinga itu hanya beberapa persen yang bisa ditangkap. Padahal menurut Edgar Dale hasil belajar yang diperoleh melalui indera pendengaran hanya 13%, sedangkan melalui indera penglihatan lebih besar lagi sekitar 75%, dan sisanya melalui indera lainnya. Oleh karena itu belajar perlu melibatkan banyak indera agar mendapatkan hasil belajar yang optimal. Begitu pula pengajar yang mengajarkan hanya menceritakan sesuatu, itu hanya beberapa persen dari kemampuan yang seharusnya dimiliki. Jadi hanya berupa kemampuan yang bisa dimiliki peserta didik kalau lembaga pendidikan dan pengajar seperti itu. Oleh karena itu lembaga pendidikan seperti itu memerlukan bantuan untuk pengadaan perpustakaan, bukan hanya isinya saja, tetapi juga ruangannya itu sendiri. Meskipun ada beberapa lembaga pendidikan yang memang menyediakan ruangannya sendiri, kemudian untuk isinya dari pihak lain dengan harapan terjadi proses pembelajaran yang sebenarnya di mana pengajar atau sekolah memfasilitasi peserta didiknya untuk belajar di perpustakaan.
Belajar di perpustakaan dapat menciptakan proses pembelajaran yang aktif, maka diperlukan lingkungan belajar yang kondusip seperti suasana perpustakaan dan pengelolaan maupun penataan ruang perpustakaan yang dapat merangsang aktivitas belajar. Rangsangan aktivitas belajar yang diberikan pengajar dalam proses pembelajaran merupakan upaya menuntun arah belajar peserta didik yang aktif menuju sasaran yang hendak dicapai, yaitu tujuan pembelajaran. Untuk itu dalam pengelolaan dan penataan ruangan perpustakaan dilakukan meliputi perencanaan kurikulum (rencana belajar), mengorganisasi prosedur dan sumber belajar, menata lingkungan untuk memaksimumkan keefisienan kegiatan belajar, memonitor kemajuan belajar peserta didik, dan meramalkan kesulitan yang mungkin dihadapi dalam belajar.
Selain itu perlu pula dilakukan penataan ruangan yang dapat memperlancar interaksi dan komunikasi. Pembelajaran akan efektif jika terjadi interaksi dan komunikasi yang aktif antara pengajar dengan peserta didik, atau antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Penataan ruangan perpustakaan sepatutnya pula disesuaikan dengan metode pembelajaran yang dilaksanakan, apakah secara perorangan, kelompok, atau klasikal. Selain itu, yang perlu diperhatikan bukan hanya ruangan perpustakaan saja melainkan juga bahan-bahan atau sumber-sumber belajar yang disimpan di perpustakaan yang sekarang bukan hanya buku tetapi semua sumber belajar (learning resources) termasuk media/alat peraga.
E-Book (Buku Elektronik)
Perpustakaan itu seharusnya bukan hanya terdiri dari printed material, tetapi terdiri dari berbagai macam sumber belajar. Di sekolah-sekolah tertentu yang sudah maju, perpustakaan bukan hanya deretan buku tetapi lebih dari itu terdiri dari deretan komputer yang diperuntukan mengakomodasi e-book. E-book ini merupakan salah satu bentuk sumber belajar, yang sesungguhnya e-book itu sendiri adalah printed material yang disimpan dalam bentuk soft ware atau perangkat lunak. Jadi melalui e-book ini bahan-bahan yang biasanya tercetak dalam bentuk buku disimpan di website, hasilnya peserta didik bisa langsung membaca baik di perpustakaan ataupun di bawa ke rumah atau bisa diprint out.
Bentuk buku selama ini diterbitkan dengan cara dicetak di kertas, namun e-book diterbitkan dalam bentuk CD, DVD, atau disket yang terlebih dahulu diunduh (download) dari berbagai situs di internet. E-book memiliki beberapa kelebihan, antara lain penggunaan e-book sangat ekonomis karena biaya produksi dan penyajiannya relatif murah karena tidak perlu dicetak dalam bentuk tulisan pada kertas, sehingga harga e-book lebih mudah dibandingkan dengan buku cetak. Kelebihan lainnya adalah mudahnya e-book untuk diunduh dari berbagai situs, sehingga penggunaannya praktis bisa langsung dibaca tanpa harus datang ke perpustakaan untuk mendapatkan buku tersebut. Kelebihan lainnya adalah relatif lebih aman dan tahan lama dibandingkan dengan buku cetak yang sering dimakan kutu atau rayap, karena melalui e-book, buku tersimpan di kepingan CD.
E-book ada yang tidak lagi memiliki copyright atau hak cipta karena penerbitannya sudah menjadi public domain antara lain karena usia buku yang sudah lama atau klasik, seperti The Adventures of Tom Sawyer karya Mark Twain atau The Jungle Book karya Rudyard Kipling. E-book ini mudah diakses di internet karena banyak situs yang memberikannya secara cuma-cuma atau gratis. Jika sudah banyak mengunduh (down load) e-book, maka lama kelamaan akan bertambah banyaklah e-book itu sehingga membentuk sebuah perpustakaan e-book di komputer atau e-book library.
Fasilitas di perpustakaan seperti itu memerlukan perangkat teknologi. Untuk membaca e-book ini diperlukan media Personal Computer, bisa pula Personal Digital Assistance (PDA), atau perangkat elektronik lainnya. Para pengguna e-book dapat membaca text file computer. Komputer diperlukan untuk membuka internet. Kalau tidak ada maka terpaksa pengajar harus pergi ke warung internet (warnet) dengan mengeluarkan biaya, atau bila ingin memprint outnya juga harus mengeluarkan biaya, ini merupakan kendala-kendala yang dihadapi. Kalau perangkat-perangkat personal komputer tersedia di perpustakaan-perpustakaan pengajar bisa memanfaatkan e-book sangat luar biasa. Pengajar bisa belajar bersama dengan peserta didik di perpustakaan yang lain, bahkan kalau disediakan alat printnya kemudian disediakan kertasnya dan bisa di print secara gratis itu sangat luar biasa. Pokoknya apapun bentuk sumber belajar itu bisa disimpan di perpustakaan.
E-Library (Perpustakaan Elektronik)
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini memunculkan sumber belajar yang dapat membantu proses pembelajaran. Sekarang ada suatu bentuk perpustakaan yang disebut dengan e-library (Electronic Library) atau perpustakaan elektronik. Ada pula yang menyebutnya dengan perpustakaan digital (digital library) atau perpustakaan maya (Cyber Library). E-Library merupakan sumber belajar perpustakaan dalam bentuk elektronik atau digital yang bermanfaat untuk mendukung menyediakan materi pembelajaran yang diperlukan peserta didik untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan baru. E Library menyediakan pelayanan untuk mengakses koleksi informasi secara langsung atau tidak langsung melalui alat elektronik atau dalam format digital. Oleh karena itu E-Library memerlukan fasilitas penunjang yaitu perangkat komputer dengan internetnya. Melalui fasilitas ini materi bacaan atau sumber informasi yang banyak, bervariasi, lengkap akan berguna untuk menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan. Jika fasilitas ini tidak ada, maka pelayanan perpustakaan akan mendapatkan hambatan, sehingga proses pembelajaran pun akan terhambat.
Di negara-negara maju bahkan di Indonesia terutama di perguruan tinggi tertentu sudah menggunakan e-library. Kita bisa mengaksesnya bukan hanya katalognya saja tetapi bukunya juga apabila kita subscriber atau perpustakaan yang ada di Indonesia langganan terhadap e-library, sehingga orang di Indonesia bisa ‘menjarah’ berbagai macam isi perpustakaan yang ada di e-library itu, tapi biasanya ada subscriber. Jadi kalau perpustakaan kita berlangganan, dan peserta didik yang menjadi anggota di perpustakaan itu bisa secara bebas ‘menjarah’ atau menjelajah berbagai isi dari pepustakaan itu. Ini memang modalnya besar, tetapi akan lebih murah bila dibandingan apabila membeli bukunya secara langsung.
Perpustakaan bukan hanya menyimpan bentuk-bentuk sumber belajar, tetapi sekarang juga mengakses bahan-bahan belajar yang diupload atau dimuat di berbagai website yang bisa diambil secara bebas, tapi bukan e-library, itu adalah situs-situs pembelajaran atau website e-learning yang menyimpan bahan belajar. Fasilitas situs pembelajaran pada internet yang dapat diakses oleh peserta didik secara mandri diantaranya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber daya web (melalui searching), e-library, atau informasi lainnya seperti jadwal ujian. Website learning ini harus dapat diakses oleh peserta didik kapan saja tidak terbatas waktu dan di mana saja tidak terbatas tempat.
Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat situs pembelajaran atau website e-learning, antara lain pertama, merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik. Kedua, menentukan materi pembelajaran yang mudah dipelajari oleh peserta didik, sehingga perlu diperhatikan tingkat perkembangan peserta didik dan disampaikannya sesuai dengan standar yang berlaku secara umum. Materi pembelajaran itu disampaikan secara sistematis dan mampu memberikan motivasi belajar. Materi pembelajaran itu pun seharusnya sesuai dengan keadaan atau kenyataan yang dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah dipahami dan dipraktekan langsung dalam kehidupannya sehari-hari. Pada akhir penyampaian materi pembelajaran, biasanya peserta didik membuat rangkuman materi pembelajaran yang telah dipelajarinya. Ketiga, memilih dan menentukan metode pembelajaran yang efektif dan bervariasi disertai dengan contoh atau illustrasi, sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Keempat melakukan evaluasi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dan sekaligus sebagai umpan balik (feedback) bagi pengajar dan peserta didik.
Sistem Pengelolaan E-Library
Perpustakaan sangat besar manfaatnya, sehingga selalu dipadati oleh para pengunjung yang akan membaca buku atau meminjamnya. Untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada para pengunjung itu diperlukan sistem pengelolaan perpustakaan yang lebih memadai, apalagi buku yang tesedia semakin banyak dan bervariasi. Sistem pengelolaan itu berbasis komputerisasi sebagai bagian dari perpustakaan elektronik (e-library) untuk pengelolaan data dan teknis pelayanan perpustakaan, karena jika dilakukan secara manual maka pelayanan tidak effisien dan efektif. Dengan sistem ini akan mudah, cepat, dan akurat untuk mendapatkan buku yang dibutuhkan dengan waktu yang singkat. Begitu pula untuk proses peminjaman dan pengembaliannya menjadi lebih mudah dan cepat. Bagi pengelola perpustakaan pun memberikan manfaat. Pengelola perpustakaan dapat melayani pengunjung dengan lebih cepat dan akurat.  Pengelola pun dapat mengawasi dengan lebih baik koleksi buku di perpustakaan, sehingga mengurangi resiko rusak atau hilangnya buku.
Pengelolaan perpustakaan berbasis komputerisasi melalui beberapa tahap yaitu tahap registrasi yang diawali dengan melakukan input data. Tahap berikutnya melakukan proses input bahan pustaka. Selanjutnya, tahap transaksi peminjaman, perpanjangan, dan pengembalian buku dengan menunjukkan kartu anggota. Untuk pengelolaan perpustakaan berbasis komputerisasi agar efektif dan efsien diperlukan kemampuan pustakawan untuk menyusun dan menyebarkan informasi dan pengetahuan (knowledge) yang terkumpul. Kemampuan pustakawan tidak hanya mengelola bahan tercetak (printed materials) saja seperti buku, majalah, koran, dan dokumen-dokumen tercetak lainnya, tetapi juga mengelola seluruh informasi digital atau elektronik seperti komputer dengan internetnya. Internet merupakan salah satu produk perkembangan teknologi informasi yang membantu mengakses informasi secara lansung. Internet bukan hanya seperangkat komputer (hard ware) yang saling berhubungan satu sama lainnya untuk mengirimkan informasi. Internet pun meliputi perangkat lunak (soft ware) berupa data, teks, grafis, visual, atau audio yang dapat disimpan dan diakses kapan pun dan di manapun pengguna internet itu berada.
Internet telah mengambil alih peran pustakawan dalam mengakses informasi secara langsung dari luar ke dalam perpustakaan, seperti sistem on line, pangkalan data, atau CD-ROM. Untuk itu pustakawan lebih banyak memainkan peranan sebagai mediator atau perantara dalam rangkaian penyebaran informasi dari sumber informasi kepada pengguna informasi melalui perpustakaan. Oleh karena itu, pustakawan perlu mengubah perannya menjadi pakar pencari dan penyaring informasi (information searching and filters expert), sehingga lebih memberikan nilai tambah pada informasi yang diproses tersebut. Pustakawan beralih perannya menjadi fasilitator dengan memanfaatkan kapasitas internet untuk memudahkan mengakses informasi. Oleh karena itu kemungkinannya akan semakin banyak informasi yang hanya bisa didapati dalam media elektronik. Bahan-bahan elektronik itu hanya bisa dibaca dengan bantuan komputer dan infotech lainnya. Pemilihan internet sebagai media penyebaran informasi yang utama karena lebih cepat, murah, lebih luas penyebarannya, bahkan hingga ke seluruh dunia. Memperhatikan kelebihan internet itu, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa prasarana informasi dan komunikasi yang lebih baik adalah internet. Manfaat internet dalam perpustakaan elektronik antara lain dari segi kelengkapan koleksi perpustakaan dengan lebih banyak informasi elektroniknya. Perpustakaan elektronik tentunya semakin bergantung pada komunikasi informasi on-line dan elektronik, sebaliknya semakin berkurang ketergantungannya pada informasi cetak. Namun demikian di samping memiliki banyak kelebihan, internet pun memiliki beberapa kekurangan dalam penyimpanan dan pengiriman informasi, antara lain kekurangan dalam mengorganisir informasi dan kurang akuratnya kualitas informasi karena terlalu banyaknya duplikasi informasi atau informasinya tidak reliabel, hal ini terjadi karena banyak orang yang mudah mengaksesnya.
Pustakawan atau Librarian
Bentuk-bentuk sumber belajar yang ada di perpustakaan itu ternyata bukan hanya buku saja, karena bahan tercetak pun banyak macamnya ada buku teks, buku referensi, jurnal, majalah, dan bahan-bahan tercetak lainnya. Untuk mengelola perpustakaan dan sumber-sumber belajar tersebut dibutuhkan pustakawan.
Pustakawan atau librarian bertugas mengelola bahan-bahan itu sehingga memudahkan para pengguna perpustakaan itu baik untuk mencari maupun memanfaatkannya. Memang seharusnya pengelola perpustakaan secara profesional adalah sarjana perpustakaan yang sekarang itu masuk sebagai salah satu bentuk tenaga kependidikan dan merupakan bentuk jabatan profesional yang ada di lembaga pendidikan, seperti sekolah atau madrasah. Pustakawan itu tugasnya mengelola perpustakaan mulai merencanakan, membuat katalog-katalog perpustakaan. Sistem katalognya pun bermacam-macam ada yang sistem katalognya itu menggunakan kartu. Katalog itu untuk membantu pengguna perpustakaan atau calon pembaca supaya ketika mencari buku-buku di mana lokasinya menjadi mudah, karena di sini ada sistemnya tersendiri dan juga kategori-kategori dari buku dan dimana menyimpannya buku itu. Sehingga kalau misalnya selesai membaca biasanya peserta didik meninggalkan buku yang sudah dibacanya di meja. Pustakawan itulah yang juga menyimpannya di tempat yang jelas, karena disitu ada kode-kode katalognya. Jika jumlah bukunya masih sedikit, masih mudah dalam mengelolanya. Namun bagaimana dengan perpustakaan yang jumlah bukunya banyak ratusan ribu atau jutaan. Maka perlu pustakawan profesional yang memiliki library technologi know-how. Kriteria pustakawan profesional antara lain memiliki kemampuan dalam pengadaan bahan perpustakaan, baik yang tercetak (printed materials) atau audio visual. Bahan perpustakaan itu merupakan bahan ajar, media, teknologi baru yang diperkirakan sangat dibutuhkan oleh para pemakai perpustakaan. Pengadaan bahan perpustakaan hendaknya dilakukan secara efisien dalam penggunaan dana atau tenaga, namun efektif dapat menunjang kegiatan pelayanan kepada para pemakai perpustakaan. Pustakawan pun dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar dapat menunjang terciptanya proses pembelajaran yang bermutu. Tidak kalah penting juga, pustakawan perlu selalu memperbaharui ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengikuti pendidikan atau pelatihan yang kontinyu dan sistematis, baik teori maupun praktek dalam pengelolaan perpustakaan.
Pengelolaan Perpustakaan
Dalam pengelolaannya, perpustakaan harus didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik merasa nyaman belajar. Perpustakaan itu di sekolah lokasinya harus dapat dijangkau dari berbagai penjuru manapun, jadi bukan hanya menyimpan buku tetapi juga ada tempat untuk mereka membaca dan berdiskusi. Untuk itu mejanya pun didesain sehingga peserta didik dapat membaca sendirian bisa juga sebagai tempat berdiskusi bersama teman yang lain.
Desain perpustakaan lainnya yang perlu diatur adalah waktu kunjungan ke perpustakaan. Sistem manajeman perpustakaan harus menjadi bagian yang terpadu dengan sistem manajemen sekolah. Waktu belajar peserta didik yang biasanya kebanyakan masuk pukul 07.00 pagi, istirahat sebentar, ketika selesai belajar pun siang hari mereka cepat-cepat pulang. Jika tidak diatur manajemennya, maka perpustakaan sekolah akan tidak termanfaatkan dan tidak ada yang mengunjunginya. Oleh karena itu perlu diadakan waktu khusus peserta didik untuk mengunjungi perpustakaan. Namun bukan merupakan tugas yang mengekang kebebasan mereka. Mereka berkunjung ke perpustakaan hendaknya didasari karena kebutuhan mereka untuk mendapatkan ilmu pengetahuan atau informasi. Seharusnya di setting sedemikian rupa sehingga memungkinkan ada waktu-waktu di mana mereka bisa belajar di perpustakaan selama kurun waktu tertentu. Cara ini pun bisa dimanfaatkan sebagai variasi metode mengajar yang tidak terpaku di ruang kelas saja, sehingga peserta didik pun menjadi lebih bersemangat belajarnya. Misalnya pada sekolah cyber school, dalam mata pelajaran IPA pengajar hanya memfasilitasi peserta didik dikelompokan dalam satu kelompok dan dihadapkan pada suatu buah laptop yang dilengkapi dengan manual yang harus dilakukan dalam sebuah eksperimen dan didiskusikan oleh kelompok tersebut. Kalau terjadi hal yang dia sendiri tidak menemukan dalam bahan itu, dia akan lari ke perpustakaan untuk mempelajarinya dan pustakawan membantunya, jadi memang sangat dinamis sekali kelas itu. Tidak seperti yang terjadi di kelas yang konvensional yang umumnya begitu masuk kelas tangan di atas meja dan duduk yang rapi, karena belajarnya adalah mendengarkan.
Perpustakaan sebagai Pusat Sumber Belajar
Perpustakaan merupakan bagian penting dari lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi atau sekolah, sebagai pusat sumber belajar. Sumber belajar adalah bahan-bahan apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pengajar maupun peserta didik dalam upaya mencapai tujuan. Dengan kata lain, sumber belajar adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media pembelajaran elektronik, nara sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya.
Proses pembelajaran yang melibatkan sumber belajar memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi langsung di tempat atau lingkungan belajar, sambil berkomunikasi langsung dengan orang yang menjadi nara sumbernya, sehingga menerima informasi tertentu yang berupa pesan melalui bahan yang direncanakan dengan teknik tertentu atau menggunakan berbagai alat yang menunjang. Pemanfaatan sumber belajar dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran karena mengkondisikan peserta didik untuk belajar secara aktif dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang variatif, sehingga meningkatkan minat belajar dan memudahkan peserta didik menerima materi pembelajaran. Keaktifan belajar tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan sumber belajar yang digunakan. Setiap bentuk bahan belajar menuntut digunakannya sumber belajar tertentu yang cocok untuk menunjang keefektifan belajar. Sumber belajar ini termasuk ke dalam lingkungan belajar, yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses belajar. Sumber belajar berupa bahan belajar adalah rujukan, referensi, atau literatur yang digunakan baik untuk menyusun silabus maupun menyusun buku yang digunakan oleh pengajar dalam mengajar, sehingga ketika menyusun silabus akan terhindar dari kesalahan konsep.
Bagi pengajar sumber bahan belajar utama dalam penyusunan silabus adalah buku teks dan buku kurikulum, sumber lainnya seperti hasil-hasil penelitian, buku bacaan, dan sebagainya. Buku dan sumber lain merupakan rujukan. Artinya tidaklah tepat jika pembelajaran hanya menggantungkan diri pada buku teks sebagai satu-satunya sumber bahan. Mengajar bukanlah menyelesaikan penyajian suatu buku, melainkan membantu peserta didik mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya pengajar menggunakan sebanyak mungkin sumber bahan. Sumber utama bahan belajar adalah buku teks dan buku kurikulum. Agar dapat memilih sumber bahan dengan baik, pengajar perlu memiliki keterampilan menganalisis isi suatu buku. Butir-butir yang perlu dianalisis meliputi dua hal, yaitu dilihat dari segi bahasa dan cetakan, serta dilihat dari isi atau materi yang memenuhi unsur kebenaran, relevansi dengan kompetensi, keakuratan, dan sebagainya.
Perpustakaan adalah gudangnya ilmu dan membaca adalah kuncinya. Perpustakaan bermanfaat untuk mendapatkan berbagai koleksi buku-buku bacaan yang dibutuhkan, sehingga dari perpustakaan ini dapat memperluas ilmu pengetahuan. Peserta didik dapat memperoleh dan membaca buku yang dibutuhkannya serta bisa dipinjam tanpa dipungut biaya, sehingga dengan memanfaatkan perpustakaan dapat menghemat biaya pembelian buku. Dengan demikian perpustakaan mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam menunjang keberhasilan belajar, sebab peserta didik harus mempunyai pengetahuan yang luas. Sedangkan kalau diamati lebih jauh terdapat kenyataan, bahwa pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran formal di kelas belum memadai tanpa didukung oleh banyak membaca buku atau studi pustaka. Dengan membaca buku peserta didik akan mendapatkan banyak informasi.
Sekarang ini banyak perpustakaan manual berkembang menjadi perpustakaan elektronik. Namun masih ada yang masih mempertahankan perpustakaan manual. Mereka beralasan bahwa mengakses informasi melalui peralatan elektronik atau komputer tentu berkaitan dengan bahan tercetak. Informasi elektronik dari internet masih memerlukan salinannya ke dalam kertas untuk bisa dibaca atau dibawa ke mana-mana dengan mudah. Sebaliknya, informasi elektronik dari internet dianggap lebih mudah dan cepat dan flesibel dibandingkan dengan informasi tercetak untuk mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan. Walau bagaimanapun, keduanya sama-sama perlunya untuk dikoleksi, disimpan, dan dipelihara. Teknologi informasi tidak akan memaksa perpustakaan manual itu ditutup dan pustakawannya kehilangan pekerjaan. Pustakawan tetap diperlukan selama perpustakaan itu menyimpan dan mengoleksi berbagai bahan tercetak, manuskrip, atau bahan-bahan elektronik lainnya. Kemajuan bidang elektronik dan perkembangan internet tidak akan ada artinya jika tidak ada manusia yang terampil mengoperasikannya.
Pada masa sekarang dan yang akan datang, buku dan bahan ajar elektronik akan bertambah lebih pesat daripada bahan yang tercetak, misalnya buku atau jurnal digital. Tantangannya adalah bahan elektronik itu memerlukan cara pengelolaan secara elektronik yang baru, lebih rumit, dan penuh tantangan dibandingkan dengan informasi dari bahan tercetak. Akibatnya perpustakaan di lembaga-lembaga pendidikan, seperti perguruan tinggi atau sekolah, sudah mulai berubah menjadi perpustakaan elektronik (e-library). Pustakawannya pun menjadi pustakawan elektronik yaitu pustakawan yang terampil menggunakan teknologi sesuai dengan informasi yang selalu baru (up date). Perpustakaan bukan hanya sebagai ruangan pelengkap dalam suatu lembaga pendidikan, namun sudah menjadi keniscayaan atau keharusan karena dibutuhkan. Perpustakaan mampu memeratakan dan memperluas akses pendidikan, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik, dan pengajar serta masyarakat untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau berbagai informasi, sehingga mereka dapat belajar sepanjang hayat.
DAFTAR PUSTAKA
Triastiti, Lely dan Husni S. Sastramihardja. (2008). Pengembangan Knowledge Library sebagai Alat Penunjang Proses Belajar (Makalah pada Konferensi Nasional Sistem Informasi 2008). Bandung: Penerbit Informatika.
Shadagunawi. (2008). Sistem Informasi Perpustakaan Sekolah. (Makalah pada Konferensi Nasional Sistem Informasi 2008). Bandung: Penerbit Informatika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar