STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 18 November 2011

RESPON MASYARAKAT ARAB DI INDONESIA TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN KOLONIAL BELANDA

 Latar Belakang
Masuknya islam ke indonesia terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahiran islam di jazirah Arabia. Ada dua faktor yang menyebabkan Indonesia dikenal bangsa – bangsa lain, khususnya oleh bangsa-bangsa Timur Tengah dan Timur Jauh, yaitu :
a.    Faktor letak geografisnya yang strategis , yaitu berada dipersimpangan jalan raya internasional dari jurusan Timur Tengah menuju Tiongkok, melalui lautan dan jalan menuju benua Amerika dan Australia.
b.   Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain, misalnya rempah-rempah.
Di samping yang bermula dari perbenturan dalam dunia dagang, sejarah juga menunjukkan bahwa penyebaran islam kadang-kadang terjadi pula dalam suatu kontak intelektual, ketika ilmu-ilmu dipertentangkan atau dipertemukan, ataupun ketika kepercayaan pada dunia lama mulai menurun.
Oleh karena itu ketika kaum kolonial belanda berhasil menancapkan kukunya dibumi Nusantara dengan misinya yang ganda (antara imperialis dan kristenisasi) justru sangat merusak dan menjungkir balikkan tatanan yang sudah ada.
  
B.       Rumusan Masalah  
1.      Sistem pendidikan kolonial Belanda
2.      Respon Masyarakat Arab terhadap pendidikan Belanda di Indonesia
3.      Organisasi-organisasi yang didirikan oleh masyarakat arab di Indonesia
4.      Kontribusi Masyarakat Arab terhadap pendidikan islam di Indonesia



  
A.      Sistem Pendidikan Kolonial Belanda
Seperti penjajahan bangsa Barat atas bangsa Timur lainnya, belanda juga melakukan proses westernisasi di Indonesia. Di bidang pendidikan, mereka memperkenalkan sistem dan metode baru, walaupun hanya sekedar untk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka mendatangkan tenaga dari Barat. Pembaharuan pendidikan yang mereka lakukan dikenal dengan istilah westernisasi dan kristenisasi, yakni untuk kepentingan Barat dan Nasrani.   Dua
motif ini mewarnai kebijaksanaan penjajah Barat di Indonesia selama kurang lebih 3.5 abad. Sebagai bangsa penjajah, mereka menganut pikiran Machiavelli yang mengatakan bahwa:
a.    Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah.
b.    Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat.
c.  Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah belah dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah.
d.   Janji dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan
e.    Tujuan dapat menghalalkan segala cara.[1]

Belanda berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama yang mereka sesuaikan dengan prinsip-prinsip yang mereka pegang sebagai kaum imperialis dan kolonialisme, yaitu kebarat-baratan (westernisasi) dan misi kristenisasi.
Kebijaksanaan Belanda dalam mengatur jalannya pendidikan tentu saja dimaksudkan untuk kepentingan agama Kristen. Hal ini terlihat jelas, misalnya ketika Van Den Boss menjadi Gubernur Jenderal di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah Gereja di anggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Sedang departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan di jadikan satu, sementara di setiap daerah Keresidenan didirikan satu sekolah Agama Kristen.
Dengan demikian jelas terlihat meskipun Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk kalangan pribumi, tapi semua adalah demi kepentingan mereka semata. Jiwa dari surat edaran yang dibuat Van Den Capellan tersebut diatas adalah menggambarka tujuan dari didirikannya sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan agama Islam yang telah ada dipondok pesantren masjid dan mushalla atau yang lainnya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok  masih dianggap buta huruf latin, yang secara resmi menjadi acuan pada waktu itu.
Dengan adanya Belanda berkuasa pada masa itu maka Belanda pun menguasai dan mengatur penuh sistem pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai dengan prinsip-prinsip kolonialisme, westernisasi, dan kristenisasi. Adapun kebijakan pemerintah Belanda dalam membendung bidang pendidikan islam telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. [2]

B.       Respon Masyarakat Arab terhadap Sistem Kolonial Belanda
Untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masa itu dalam bidang pendidikan, maka dalam hal ini masyarakat Arab di Indonesia memberikan suatu respon negatif dengan menolak terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang diskriminatif, hal ini ditandai ketika kedatangan dan aksi Belanda yang pada waktu itu dilawan oleh sultan agung mataram yang nergelar sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayyidin Panotogomo dimana beiau adalah salah satu keturunan Arab yang ada di Indonesia. Salah satunya respon lainnya yaitu, dengan mendirikan organisasi-organisasi yang dijiwai dengan perasaan nasionalisme yang tinggi, dimana organisasi-organisasi tersebut mendirikan lembaga pendidikan yang tidak bersifat diskriminatif. Dengan kesadaran yang penuh, para pemimpin pergerakan nasional berusaha merubah keterbelakangan rakyat indonesia melalui penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional.
Adapun organisasi yang terbentuk didalamnya, adalah mereka yang beranggotakan orang-orang Arab, tapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa ada diskriminasi asal-usul.

C.      Organisasi-organisasi yang didirikan oleh masyarakat Arab di Indonesia
Lahirnya beberapa organisasi Islam yang didirikan oleh masyarakat Arab di Indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta berbagai respon terhadap kepincangan-kepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat dari eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Adapun organisasi yang didirikan oleh masyarakat Arab adalah sebagai berikut:
1.        Al-Jami’at Al-Khairiyah
Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal, 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab. Umumnya anggota dan pimpinannya terdiri dari orang-orang yang berada, yang memungkinkan penggunaan waktu mereka untuk perkembangan organisasi tanpa mengorbankan usaha pencarian nafkah.
Ada dua bidang yang diperhatikan dalam organisasi ini, yaitu:
a.    Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar.
b.    Pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Pada organisasi ini kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah tersusun dan terorganisir.

2.        Al-Islah Wal Irsyad
Pada tahun 1914 M, Syeikh Surkati mendirikan perkumpulan Al-Islah Wal Irsyad yang kemudian terkenal dengan sebutan Al-Irsyad dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam (reformasi). Anggotanya terdiri dari golongan-golongan Arab bukan golongan Alawi.
Gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab. Kelompok sayyid yaitu kelompok yang mengaku keturunan Nabi tetap mengelola Jamiatul Khair, sedangkan kelompok yang bukan keturunan sayyid mendirikan perkumpulan Al-Irsyad pada tahun 1914. Dengan bantuan seorang alim bernama Syekh Ahmad Surkati, asal Sudan, yang semula mengajar di Jamiyatul Khair meneruskan usaha di bidang pendidikan Al-Irsyad. Keturunan Arab di Indonesia jumlahnya cukup banyak sehingga perlu diberi wadah dalam partai khusus, lebih-lebih karena mereka merasa di lahirkan di Indonesia dari wanita Indonesia pula. Karena itulah A.R Baswedan mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun 1934.
Organisasi ini mengorientasikan perhatian pada bidang pendidikan, terutama pada masyarakat Arab, atau pun pada permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat Arab, walau pun orang-orang Indonesia Islam bukan Arab, ada yang menjadi anggotanya.[3]

3.    Kontribusi masyarakat Arab terhadap pendidkan Islam di Indonesia
Organisasi-organisasi yang telah didirikan oleh masyarakat Arab seperti Al-Jami'iyah al-Khairiyah dan Al-Irsyad  merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai mempunyai kontribusi dan peranan penting dalam pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1911 Al-jami'iyah al-Arabiyah al-datang mnkan beberapa guru dari Mesir, dan Palestina, sedang Jami'at Khoir (antara 1911-1913) mendatangkan guru-guru dari Sudan, Mesir, Maroko dan Arab Saudi.
Para guru-guru tersebut membawa pembaharuan dalam sistem pengajaran yaitu, dengan memasukan pengetahuan umum sehingga mampu menyaingi sekolah-sekolah yang dilaksanakan oeh pemerintah Belanda. Dalam kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas sudah diatur dan disusun secara teroganisir. Organisasi-organisasi  tersebut menyebarluaskan paham dan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan mereka dengan tetap berpedoman pada al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah.

A.      Kesimpulan
Sebagai bangsa penjajah, Belanda menganut pikiran Machiavelli yang mengatakan bahwa:
a.       Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah.
b.      Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat.
c.       Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah belah dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah.
d.      Janji dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan
e.       Tujuan dapat menghalalkan segala cara
Adapun respon yang diberikan masyarakat Arab terhadap Pendidikan Belanda adalah negatif dengan menolak terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang diskriminatif, hal ini ditandai ketika kedatangan dan aksi Belanda yang pada waktu itu dilawan oleh Sultan Agung mataram yang bergelar sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayyidin Panotogomo dimana beiau adalah salah satu keturunan Arab yang ada di Indonesia.
Organisasi-organisasi yang didirikan masyarakat arab di antaranya adalah Al-Jami’at Al-Khairiyah dan Al-Islah Wal Irsyad.
Adapun Kontribusi masyarakat Arab terhadap pendidikan di indonesia adalah melalui Organisasi-organisasi yang telah didirikan oleh masyarakat Arab tersebut seperti Al-Jami'iyah al-Khairiyah dan Al-Irsyad  merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai mempunyai kontribusi dan peranan penting dalam pendidikan di Indonesia.

B.       Saran
Bagi para pembaca apabila terdapat kesalahan di dalam makalah ini kami penulis mengharapkan partisipasinya untuk memberikan kritik dan saran yang membangun guna terciptanya makalah yang lebih baik lagi.



     [1]Dr. Andewi Suhartini, Sejarah pendidikan Islam. Direktorat jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia. ( Jakarta: 2009 ). Hal, 146
     [2]Drs Hasbullah, Sejarah Pendidika Islam Di Indonesia. ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995). Hal. 51-51
     [3] Dr. Andewi Suhartini, Sejarah pendidikan Islam. Direktorat jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia.  hal 156-157

Tidak ada komentar:

Posting Komentar