STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Senin, 14 November 2011

SISI FILOSOFIS MENGENAI TUJUAN PENDIDIKAN

Tujuan pendidikan menyangkut persoalan dan pemecahan mengenai "apa yang harus dikerjakan?". Lingkup yang mengandung dan mengundang pemecahan "apa yang harus dikerjakan?" adalah bidang filsafat yang disebut aksiologis. Tiga pertanyaan lain yang sangat erat dengan pertanyaan "apa yang harus dikerjakan?", adalah, "apa yang dapat diketahui?", "apa yang boleh diharapkan?", dan "apa manusia itu?".
"Apa yang dapat diketahui?" pemecahannya dapat dibuka dalam bidang metafisika, yang menurut sebagian bahwa metafisika itu adalah epistemologi itu sendiri. "Apa yang boleh diharapkan?" terdapat dalam religi; dan "Apa itu manusia?" terdapat dalam antropologi-filsafi. Keempat pertanyaan itu intinya dan tertumpu pada pertanyaan "Apa itu manusia?'".
Perumusan tujuan pendidikan menjadi aktivitas prinsipil lagi kerja pertama sekali bagi disainer pendidikan. Karena itu yang mendisain pendidikan dalam merumuskan tujuan pendidikan mesti berpangkaltolak dari pandangan hidupnya yang mendasar. Dengan demikian perumusan tujuan pendidikan berdasarkan philosophy of life atau secara politis berdasarkan pada way of life.
Rumusan tujuan pendidikan menentukan rancangan, pembuatan program, dan evaluasi pendidikan; tujuan pendidikan menentukan program, rancangbangun, dan penilaian pendidikan itu sendiri; walhashil mutu pendidikan cepat terlihat pada dan dalam rumusan tujuan pendidikan.
Philosophy of life atau way of life yang menentukan rumusan tujuan pendidikan itu juga mengakibatkan berbeda-bedanya rumusan tujuan pendidikan itu. Di sisi lain tujuan pendidikan itu menyangkut tujuan hidup manusia; sehingga rumusan tujuan pendidikan menyangkut gambaran manusia ideal; manusia yang diharapkan; dengan demikian posisi tujuan pendidikan itu sebagai alat pencapaian manusia ideal termaksud.
Manakala way of life itu adalah agama, maka rumusan tujuan pendidikan bertolak dari pandangan agama; sekaligus manusia yang ideal sebagai yang terdapat dalam rumusan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh tujuan pendidikan itu sendiri, adalah, manusia ideal menurut ajaran agama tertentu. Manakala way of lifenya dalam suatu madzhab dari filsafat, maka rumusan dan manusia ideal tujuan pendidikan itu ditentukan sebagaimana penentuan ajaran madzhab filsafat tersebut; demikian juga way of life yang diperoleh dari nilai-nilai waris nenek moyang. Namun dalam real-faktis terdapat campuran dari ketiga pandangan hidup itu baik dalam merumuskan tujuan pendidikan maupun manusia yang ideal.
Uraian tersebut menyentuh bahwa rumusan tujuan pendidikan mengacu kepada persoalan metafisik, epistemologi, religi, dan aksiologi yang seluruh dan keseluruhan bidang-bidang tersebut merupakan persoalan pokok filosofis; sedangkan filsafat bersifat radikal dan universal. Namun pendidikan termasuk tujuan dan situasi pendidikan itu, bersentuhan dengan masalah yang spesifik. Yang mengakibatkannya rumusan tujuan pendidikan disempitkan oleh keberlangsungan pendidikan itu yang terjadi dalam situasi tertentu dalam wilayah atau negara tertentu.
Bila negara tertentu yang menentukan rumusan tujuan pendidikan dengan berdasarkan filsafat atau pandangan hidup negaranya, maka rumusan tujuan pendidikan itu terbatas; hal ini membawa ke arah saintifik atau ilmu pendidikan. Karena itu tujuan pendidikan pada setiap negara akan berbeda-beda satu sama lain mengingat setiap negara memiliki filsafat negara masing-masing. Perbedaan itu juga terjadi pada satu negara tertentu; mengingat yang merumuskan adalah perwakilan dari masyarakat atau bangsa; yang pangkal dan penghujungnya ada kemungkinan rumusan tujuan pendidikan tidak sama sebagai yang dikehendaki atau menyimpang dari filsafat negaranya.
Namun sifat yang menetap atau sifat universal dan radikal sebagai issue inti filsafat masih melekat dalam perumusan tujuan pendidikan di segala negara, yaitu prinsip antropologis - normatif - yang praktis. Dan bahwa selulurh mausia di mana pun dan kapanpun serta apa dan siapa pun menghendaki manusia yang terbaik; manusia odeal atau manusia yang diharapkan. Dan dalam hal ini tipis hampir tidak ada perbedaan. Namun manakala muncul upaya pemecahan "apa dan siapa manusia yang terbaik itu; apa pula ciri manusia terbaik itu?", akan membawa dan mengakibatkan perbedaan selaras dengan pandangan dunianya, baik menyangkut hakikat manusia, yaitu sisi antropologis, menyangkut sistem nilai, yaitu sisi normatif, maupun pelakasanaannya yang menyangkut sisi praktis.
Ahmad Tafsir (2006) menggariskan bahwa manusia ideal yang perlu ada dalam rumusan tujuan pendidikan itu, adalah, manusia yang tenang dan produktif dalam menjalani hidup bersama; dengan penguraiannya sebagai berikut.

Manusia ideal dalam rumusan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui pendidikan itu, ialah, karakteristik lulusan yang diharapkan, yakni lulusan yang merupakan manusia terbaik, yang cirinya adalah (1) tenang dan (2) produktif dalam kehidupan bersama; spesifikasi dari kedua ciri tersebut meliputi tiga indikator, yaitu: I. Berbadan sehat serta kuat, yang memungkinkan tenang dan produktif. Kuat menyangkut kemampuan otot dan non-otot dalam penyelesaian pekerjaan, yang mengakibatkan berproduksi maksimal. II. Otaknya cerdas serta pandai. Cerdas ialah pintar, yang di dalamnya mengandung kemampuan menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat; biasanya orang pintar jarang memerintah atau menyuruh orang lain. Cerdas merupakan kemampuan dibawa sejak lahir, biasanya ukurannya adalah intellegence quotient (IQ); karena itu cerdas tidak dapat ditingkatkan; namun dapat dilatih agar aktual efektif. Pendidikan di antaranya metatih kecerdasan subjek didik. Sedang padai, cirinya adalah banyak pengetahuan; sedangkan banyak yang diketahui diperlukan IQ. Bila IQ tinggi tapi kurang banyak pengetahuan, maka IQ itu seperti kekurangan onderdil; IQ yang tinggi itu kurang dapat diaktualkan secara maksimal. Kepandaian dapat ditingkatkan. Kepandaian dengan kecerdasan seperti ilmu dan paham yang terdapat dalam ungkapan: Rabbiy Zidniy 'Ilman wa Urzuqniy Fahman... III. Beriman kuat, yang intinya adalah kemampuan mengendalikan diri yang tinggi dan tahan banting; ini berkaitan dengan konsep emotional quotient (EQ). Ketiga indikator dari tenang dan produktif dalam kehidupan bersama tersebut mencakup rincian ciri-cirinya, yaitu 1). disiplin, 2). sifat jujur, 3). kreatif, 4). ulet, 5). berdaya saing tinggi, 6). mampu hidup berdampingan dengan orang lain, 7). demokratis, 8). menghargai waktu, dan 9). memiliki kemampuan mengendalikan diri yang tinggi. Rumusan tujuan pendidikan juga menyangkut I. Pendidikan Berorientasi Kompetensi dan II. Pembangunan Masyarakat Madani. Pendidikan berorientasi kompetensi menyangkut tuntutan dan tuntunan agar pedidikan dilakukan dengan benar; dan menyangkut keterampilan mengalami hidup, yaitu harus mengetahui (knowing), harus tahu cara melaksanakan suatu yang diketahui (doing), dan mengalami hidup seperti yang diketahui itu. Sedangkan pembangunan masyarakat madani mencakup 1). adanya hukum yang mengatur kehidupan masyarakat manusia sesuai dengan kemanusiaannya, 2). hukum itu ditaati, dan 3). ada penegak hukum. Adapun langkah-langkahnya: 1). membuat hukum yang manusiawi, yakni hukum yang sesuai dengan dengan hakikat manusia, 2). menciptakan masyarakat yang taat hukum, dan 3). pengadaan dan kemengadaan hingga adanya penegak hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar