“Ia dinamakan Al-Quran karena ia ‘dibaca’ dengan lisan, dan dinamakan Al-Kitâb karena ia ‘ditulis’ dengan pena. Kedua kata ini menunjukkan makna yang sesuai dengan kenyataannya”. (Dr. Muhammad Ad-Darraz)
Al-Quran adalah kitab suci terbesar, terlengkap, teragung, dan akan terjaga otentisitasnya hingga akhir zaman. Al-Quran adalah kitab rujukan yang selalu up to date dan mampu memberikan aneka solusi bagi segenap permasalahan manusia. Karena kedudukannya tersebut, Al-Quran pun memiliki banyak sebutan atau nama yang disesuaikan dengan fungsi dan peranan yang dimilikinya. Nama-nama tersebut diambil dari firman-firman Allah yang disebutkan dalam Al-Quran itu sendiri, ataupun yang dinisbatkan Rasulullah saw. kepada Al-Quran.
Dapat kita sebutkan di sini beberapa nama Al-Quran, di antaranya: (1) Al-Kitâb atau Kitab Allah (QS 6:114); (2) Al-Furqân yang berarti pembeda antara yang benar dan batil (QS 25:1), (3) Az-Zikr yang berarti peringatan (QS 15:9); (4) At-Tanzîl yang berarti diturunkan (QS 26:192). Selain itu, nama lain yang dinisbatkan kepada Al-Quran adalah (5) Al-Huda (Petunjuk); (6) Ar-Rahmân (Kasih); (7) Al-Majîd (Mulia), (8) An-Nazîr (Pemberi Peringatan); (9) Al-Basyr (Pembawa Kabar Gembira); (10) Asy-Syifa’ (Obat Penawar); (11) Al-Mau’izah (Nasihat); (12) Al-Mubarak (Yang Diberkati); (13) Ar-Rûh (Semangat); (14) Al-Haq (Kebenaran); (15) An-Ni’mah (Karunia); (16) Al-Bayân (Keterangan); (17) Al-Burhân (Alasan atau Hujjah); (18) Habyullah (Tali Allah); (19) Al-Muhaimin (penjaga); (20) Al-Khaîr (Kebaikan); (21) Al-Qaul (Perkataan atau Ucapan); dan (22) Al-Busyra (Pembawa Kabar Gembira). Imam As-Suyuti dalam kitabnya Al-Itqân fi ‘Ulumul Qur’ân juga menyebut beberapa nama lain, yaitu (23) Al-Mubîn (Penjelas), (24) Al-Karîm (Yang Mulia), (25) Al-Kalâm (firman Allah), dan (26) An-Nûr (Cahaya). (i)
Dari semua nama tersebut, Al-Qurân dan Al-Kitâb adalah yang paling popular dan paling banyak digunakan. Terkait hal ini, Dr. Muhammad Ad-Darraz mengatakan, “Ia dinamakan Al-Quran karena ia ‘dibaca’ dengan lisan, dan dinamakan Al-Kitâb karena ia ‘ditulis’ dengan pena. Kedua kata ini menunjukkan makna yang sesuai dengan kenyataannya”. (ii)
Dengan demikian, penamaan Kalamullâh dengan kedua nama tersebut memberikan isyarat bahwa ia selayaknya dipelihara dalam bentuk hapalan dan tulisan. Apabila salah satunya ada yang melenceng, yang lain akan meluruskannya. Kita tentu saja tidak dapat menyandarkan kebenaran atau keotentikan Al-Quran hanya dengan hapalan seseorang sebelum hapalannya itu sesuai dengan tulisan yang telah disepakati para sahabat, yang dinukilkan kepada kita dari generasi ke generasi menurut keadaan sewaktu disusun untuk pertama kali. Sebaliknya, kita pun tidak dapat menyandarkan keotentikan Al-Quran hanya kepada tulisan saja sebelum tulisan itu sesuai dengan hapalan yang didasarkan pada isnad yang shahih dan mutawwatir. (iii)
Melalui penjagaan berlapis ini, Al-Quran tetap terjaga dalam benteng yang kokoh sejak awal mula diwahyukan sampai sekarang. Al-Quran tidak mengalami penyimpangan, perubahan, dan keterputusan sanad sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab terdahulu. Mahabenar Allah dengan firman-Nya, “Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami (pula yang akan) benar-benar memeliharanya”. (QS Al-Hijr, 15:9).
Catatan Kaki:
(i) Emsoe Abdurrahman & Apriyanto Rd., The Amazing Stories of Al-Quran: Sejarah yang Harus Dibaca (Bandung: Salamadani, 2009), hlm.16
(ii) Ibid., hlm. 16
(iii) Op.cit., hlm. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar