STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Kamis, 29 November 2012

KONSEPSI AL-GHOZALI TENTANG ADAP MURID DAN GURU DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN JUZ I

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam pandangan islam,orang yang paling bertanggung jawab dalam perkembangan anak adalah orang tua,anak adalah bagian aset orang tua yang terpenting yang harus dirawat dan dijaga selama-lamanya.agama islam juga memandang pendidikan memiliki pengaruh yang besar dalam mengembangkan dan mengubah diri manusia.untuk itu, kewajiban terpenting bagi orang tua terhadap anaknya adalah pendidikan,hal ini melibatkan beragam usaha dalam pengertian bahwa seluruh sikap dan tingkah laku orang tua harus diarahkan untuk memberikan pendidikan kepada anak secara tepat dan benar.jadi, anak adalah merupakan wujud dari sikap dan prilaku orang tua,namun bila orang tua tidak ada waktu dalam memberikan pendidikan kepada anaknya,maka wajiblah orang tua memasrahkan kapada orang lain untuk mendidik anaknya,dalam hal ini adalah guru.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3(tiga) komponen yang tidak dapat dipisahkan diantara pendidikan bagi anak,yaitu Murid, Guru, dan orang tua. Dikatakan bahwa guru adalah Abu al-ruh atau abu fi ad-din bagi murid. Sedangkan orang tua adalah Abu al jasad bagi murid itu sendiri. Artinya bila seorang murid hendak mendapatkan ilmu manfaat derajat kemuliaan diakhirat, maka hendaknya berbakti sepenuhnya kepada guru,dan bila hendak mendapatkan kelapangan rizki maka hendaknya berbaktilah sepenuhnya kepada orang tua.[1]
Guru adalah wakil dari orang tua,yang telah memasrahkan kepadanya dan juga merupakan faktor terpenting atas berhasil dan tidaknya murid dalam menekuni pendidikannya,karenanya guru juga ikut bertanggung jawab dalam mengoptimalkan upaya perkembangan seluruh potensi murid,baik potensi kognitif,psikomotorik, maupun afektif. Sesuai dengan nilai-nilai islam. Sehingga selain sebagai pengajar, guru juga sebagai pendidik yang bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi murid dapat teraktualisasikan secara baik dan dinamis.[2]

PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN PAI

  1. Pengertian Perencanaan Sistem Pembelajaran PAI
Ada beberapa definisi tentang perencanaan yang rumusannya berbeda-beda satu dengan yang lain. Perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang dengan bagaimana seharusnya yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program, dan alokasi sumber.
Cunningham mendefinisikan bahwa perencanaan yaitu, menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi-imajinasi dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan urutan kegiatan yang diperlukan dan prilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.[1]
Perencanaan sistem PAI adalah suatu pemikiran/ persiapan untuk melaksanakan tujuan pengajaran atau aktifitas pengajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran serta melalui langkah-langkah dalam pembelajaran yaitu: pelaksanaan perencanaan, penilaian dalam rangka mengatasi tujuan yang telah ditetapkan dalam sistem PAI.
Sedangkan pengertian sistem adalah Kata Sistem awalnya berasal dari bahasa Yunani (sustēma) dan bahasa Latin (systēma). Berikut ini ada beberapa pengertian sistem yang diambil dari berbagai sumber.

SUPERVISI PENDIDIKAN

A. SUPERVISI PENDIDIKAN
1.       Pengertian Supervisi
Pada saat ini, pendidikan untuk semua (education for all) menjadi dambaan setiap orang. Pendidikan seutuhnya (holistic education) juga banyak dibicarakan. Manusia akan menyadari bahwa hidup membutuhkan belajar, untuk memperoleh pengalaman berarti menemukan hakikat kemanusiaannya. Orang yang belajar memerlukan bantuan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran mendambakan orang yang mampu mendapat bantuan (assisting), mendapat suport (supporting), dan diajak untuk tukar-menukar pendapat (Sharing).
Di bidang pendidikan dan pengajaran diperlukan penyelia (Supervisor) yang dapat berdialog serta membantu pertumbuhan pribadi dan profesi agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesi. Dalam bukunya Basic Principle of Supervision, Adams dan Dickey (1959: 2) mendefinisikan supervisi adalah program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran. Program itu pada hakikatnya adalah perbaikan hal belajar dan mengajar. (Sahertian, 2000: 17).


Menurut Burton dan Bruckner (1955: 1), Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memerbaiki secara bersama-sama faktor.faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lebih luas lagi pandangan Kimball Wiles yang menjelaskan bahwa supervisi adalah bantuan yang diberikan untuk memperbaiki situasi belajar mengajar agar menjadi lebih baik. Dijelaskan bahwa situasi belajar-mengajar di sekolah akan lebih baik tergantung kepada keterampilan supervisor sebagai pemimpin. Seorang supervisor yang baik memiliki lima keterampilan dasar, yaitu:

a)       Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan;
b)       Keterampilan dalam proses kelompok;
c)       Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan;
d)       Keterampilan dan mengatur personalia sekolah; dan
e)       Keterampilan dalam evaluasi (Kimball Wiles, 1955).

Tafsir Tarbawi: Pendidikan Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas dan banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses psikologis, pendidikan tak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Dari prespektif mengajar, pelakunya adalah guru/pendidik ataupun pihak yang mendidik. Sedangkan dari prespektif belajar, pelakunya adalah peserta didik /siswa yang melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian, pendidikan adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik yang mempunyai tujuan tertentu. Pendidikan sebagai proses pada dasarnya membimbing peserta didik kepada tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk didalamnya pendidikan dalam keluarga serta lingkungan.
Dalam bingkai nasional, pembangunan pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Oleh sebab itu kearah pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan, garapan pendidikan yang hakikatnya merupakan suatu sistem yang dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu mellibatkan berbagai pihak termasuk lingkungan keluaraga, lingkungan masyarakat, dan pemerintah baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. 

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI TIAP MATA PELAJARAN DI MADRASAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan menigkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat mandiri, beriman,, bertaqwa, berahlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, meguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Maka dengan adanya hal tersebut maka perlu peraturan atau undang- undang tentang sistem pendidikan nasional serta peraturan pemerintah sebagai pelaksanaanya dan madrasah merupakan bagian intregralnya, karena merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.Oleh karena itu kurikulum perlu dirumuskan dan dikembangkan sedemikian rupa supaya tetap relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat dan mencerminkan eksistensi diri serta jati diri madrasah sebagai satuan pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan bahas dalam makalah ini adalah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Tiap Mata Pelajaran Di Madrasah,yang mengangkat kegelisahan akdemik tentang minimnya pengetahuan bagi sebagian calon guru, guru atau tenaga pendidik serta instansi terkait, yang diantaranya:
1. Pengertian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah.
2. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah.
3. Landasan hukum sistem pendidikan pendidikan nasional serta peraturan pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Madrasah.
4. Langkah-langkah perkembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah.

PROSEDUR PENGEMBANGAN MAPEL DI MI

BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
B. PRINSIP PENGEMBANGAN
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungnnya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan keragaman karaktristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status ekonomi, dan gender.
3. Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders), untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direnacanakan dan disajikan secara berkesinambungan antara semua jenjang pendidikan.

Telaah MPAI Al Qur'an Hadits

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam konteks madrasah, agar lulusannya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, maka kurikulum Madrasah perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif  berbagai  perkembagan informasi,  ilmu pengetahuan,  teknologi dan seni,  serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, Madrasah tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya.
Selanjutnya basis kompetensi yang dikembangkan di Madrasah harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt,  pengusaan ketrampilan hidup, pengusaan kemampuan akademik, seni, dan pengembangan kepribadian yang paripurna. Dengan petimbangan ini, maka disusun kurikulum nasional Pendidikan Agama di Madrasah yang berbabasis kompetensi dasar yang mencerminkn kebutuhan keberagaman peserta didik Madrasah secara nasional.
Oleh karena itu, peranan dan efektifitas pendidikan agama di Madrasah sebagai landasan bagi  pengembangan  spiritual  terhadap kesejahteraan masyarakat mutlak harus ditingkatkan, karena asumsinya adalah jika pendidikan agama (Yang meliputi Al-Qur’an dan Hadist, Aqidah dan Aklaq, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam) yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.
Pendidikan Al-Qur’an dan Hadist di Madrasah Ibtidaiyah sebagai landasan yang integral dari pendidikan Agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, tetapi secara substansial mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadist memiliki kontribusi dalam memberikan motifasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan  kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.

APLIKASI METODE PEMBELAJARAN DALAM MATERI AQIDAH AKHLAK MADRASAH ALIYAH KELAS X

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran ( instruction ). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik.
Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
            Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan gaya hidupnya.

B.     Penegasan Istilah
1.      Metode
Metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.[1] Dalam proses pendidikan, metode adalah suatu cara dan siasat penyampaian bahan pelajaran tertentu dari suatu mata pelajaran, agar siswa dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran.[2]
2.      Aqidah Akhlak

Minggu, 25 November 2012

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan
Pendidikan adalah upaya manusia untuk “memanusiakan manusia”. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi di bandingkan dengan makhluk lainnya di sebabkan memiliki kemampuan berbahasa dan akal fikiran/rasio, sehingga manusia mampu megembangkan dirinya sebagai manusia yang berbudaya. Dan kemampuan untuk mengembangkan dirinya adalah dengan melalui intraksi dengan lingkungannya. Lebih jauh daripada itu pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan kemampuan/potensi individu sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Salah satu faktor yang sangat menunjang dalam proses pendidikan dan pengajaran adalah kurikulum, karena kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan arah, isi, peroses pendidikan dan tujuan pendidikan pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu Bangsa atau Negara di tentukan oleh falsafah dan pandangan hidup Bangsa atau Negara tersebut. Berbedanya falsafah atau pandangan hidup suatu Bangsa atau Negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak di capai dalam pendidikan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh pula terhadap kurikulum. Begitu pula dengan perubahan politik pemerintahan suatu Negara mempengaruhi pula bidang pendidikan, oleh sebab itu kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi . Setiap pendidik harus memahami setiap perkembangan ataupun perubahan kurikulum , karena merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan dalam membantu siswa dalam mengembangkan potensinya, berupa fisik, intelektual, emosional dan sosial keagamaan.
Begitu pentingnya memahami dan menguasai kurikulum bagi seorang pendidik agar dapat meyajikannya dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi siswa, lebih jauh dari itu agar tercapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan ini S. Nasution mengatakan pada hakekatnya setiap kurikulum formal yang di keluarkan oleh Pemerintah hanya dapat di realisasikan berkat usaha guru dan karena itulah kurikulum seperti yang di wujudkan dalam kelas tak dapat tiada selalu mengandung unsur keperibadian guru .

PENAFSIRAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Terjemahan dan Pembahasan
Penafsiran yang benar terhadap ragam perbedaan pendapat Islam tentang pengertian pengajaran adalah kita kembalikan saja kepada aliran-aliran rasional, pada satu segi dan para penganut aliran pengajaran ini hanya memegang teguh teguh pada salah satu sisi, tetapi menyelaraskan dengan kondisi masyarakat pada sisi yang lain. Artinya dengan kata lain bahwa penafsiran ini berlangsung melalui dua sisi, yaitu sisi arah rasional dan sisi sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan pandangan baru, ini yang kita kehendaki, dan belum ada orang yang mendahuluinya selain kita telah menulis tentang teori-teori pendidikan dan pengajaran pada kaum muslimin, teori-teori tersebut akan eksis bila ia di kembalikan kepada asasnya yang benar. Maka jelaslah bagi kita bahwa rahasia adanya perbedaan aliran-aliran pendidikan dan adab di kerajaan-kerajaan Islam, pada zaman yang berbeda dan pada pemikiran para ahli di timur dan barat.
Kesimpulan pendapat baru yang kita komentar tadi bahwa Ahlus sunnah memiliki metode khusus di dalam pengajarannya, demikian juga dengan ahli filsafat dan juga para sufi. Bahkan kebanyakan pula setiap pemikir memiliki metode khusus di dalam pengajarannya yang saling mendukung dan sesuai pendapat pada mazhabnya.
Hal ini bukan hal yang aneh karena pendidikan itu di anggap bagian dari aliran filsafat, teori dan peraktikyang di gambarkan dan di yakini seseorang dalam hidupnya. Dan secara alamiyah apa yang di gambarkan oleh para penganut aliran yang berbeda tadi, tetap menyebarkan aliran ini dan pembentukan generasi baru sehingga sampai kepada orang sebagaimana penerapan metode pengajaran karena kecendrungan manusia apabila menyakini suatu kebenaran ia akan menyebarkannya pula kepada orang dan menggiring mereka untuk berpartisipsi di dalamnya. Dan seperti inilah apa yang dilakukan oleh Plato dulu ketika ia berbicara di Negaranya tentang pendidikan agar orang-orang mengikuti pendapatnya dan masyarakat akan menjadi baik.
Dan seperti ini pula apa yang dilakukan oleh Russeu, Spencer dan yang lain. Atau para pemikir kontemporer apabila menginginkan pendapat-pendapatnya tersebar luas di tengah-tengah manusia dengan cara peraktik langsung menggring manusia untuk memegang teguh pendapatnya. Ini adalah metode pengajaran yang cocok untuk menyebarkan atau mengembangkan pendapat-pendapat ini.

Nasikh dan Mansukh

Ilmu Nasikh dan Mansukh, salah satu kajian Ulum al-Quran, lahir sebagai konsekuensi dari turunnya al-Quran secara berangsur-angsur yang seringkali terlihat bertentangan satu dengan lainnya. Pembahasan tentangnya pun telah melahirkan pro dan kontra diantara ulama.
Pendapat yang menyatakan ada atau mungkin terjadinya secara akal dan syara’ dengan yang menyatakan akan kemustahilannya bagaikan dua kutub magnet yang mustahil disatukan. Ulama yang sebenarnya kurang tertarikpun “terpaksa” urun rembug menyumbangkan pemikirannya, baik sebagai penengah atau pun penguat salah satu “kubu” ulama yang berbeda pendapat. Tak heran jika kajian Nasikh dan Mansukh menjadi terhitung urgen disamping kajian Ulum al-Quran lainnya. Berikut bahasan singkat mengenai Nasikh dan Mansukh.
A. Pengertian Naskh
Secara etimologis naskh berarti: pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah yang lain, pengubahan, dsb. Seperti: نسخت الشمس الظل yang berarti menghilangkan dan ان كن نستنسخ ما كمتم تعلمون (الجاشية: 29) yang berarti memindahkan.
Secara terminologis, ulama mutaqoddim (abad I–III H) memperluas arti naskh mencakup: 1) pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian, 2) pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian, 3) penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersfat samar, 4) penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang bersyarat. Ulama muta’akhkhirin mempersempit pengertian naskh terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan atau mencabut masa pemberlakuan hukum terdahulu.
B. Syarat-syarat Naskh
Menurut Manna’ al-Qaththan, syarat-syaratnya ada tiga: 1) hukum yang mansukh adalah hukum syara’, 2) dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’I yang datang lebih kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh, 3) khithab yang mansukh hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu.

Pengertian Isrâ’îliyyât

Pengertian Isrâ’îliyyât
Isrâ’îliyyât adalah bentuk jamak dari isrâ’îliyyah, yaitu cerita yang dikisahkan dari sumber isrâ’îlî (Yahudi, Bani Israil). Dalam ilmu tafsir dan hadis, isrâ’îliyyât diperluas maknanya menjadi cerita yang dimasukkan oleh orang-orang di luar Islam, baik dari Yahudi, Nasrani, atau orang lain. Namun, kebanyakannya memang berasal dari kisah-kisah Yahudi.
Masuknya Isrâ’îliyyât ke dalam Tafsir
Isrâ’îliyyât terutama dimasukkan oleh para mantan pengikut Yahudi dan Nasrani yang sudah masuk Islam yang tetap memelihara baik pengetahuan keagamaan mereka, atau oleh musuh-musuh Islam yang sengaja mengacaukan ajaran Islam dengan melakukan penyusupan.
Para sahabat (juga orang-orang setelah mereka) menaruh atensi terhadap kisah-kisah yang mereka bawakan mengingat pesan Rasulullah saw.:
“Janganlah kamu membenarkan (keterangan) Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami’…” (H.R. al-Bukhârî).
Bahkan, selama tidak bertentangan dengan akidah dan hukum, para sahabat menceritakan cerita-cerita itu pula mengingat sabda Rasul saw.:
“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Dan ceritakanlah dari Bani Israil karena yang demikian tidak dilarang. Tetapi, barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka!” (H.R. al-Bukhârî).
Sebenarnya para sahabat tidak mengambil berita-berita Ahli Kitab yang terperinci untuk menafsirkan al-Qur’an kecuali dalam jumlah sedikit. Namun, semasa tabiin perhatian para mufassir semakin besar.
Kisah-kisah isrâ’iliyyât banyak ditemukan di dalam penjelasan beberapa kisah dalam al-Qur’an, seperti komentar seputar Ya‘jûj dan Ma’jûj (Q.S. al-Anbiyâ’: 96), Dzû al-Qarnayn (Q.S. al-Kahf: 23), dan Ashhâb al-Kahf (Q.S. al-Kahf: 9).

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU DAN KEDUDUKAN ILMUWAN DALAM ISLAM (Kajian Ayat-ayat dan Hadist tentang ilmu pengetahuan dan kedudukan ilmuwan)

A. PENDAHULUAN
Islam memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. AlQuran dan Hadis sebagai pedoman umat Islam banyak sekali mendiskripsikan tentang ilmu pengetuan serta pentingnya memperoleh ilmu baik dengan membaca, menganalisa maupun menuliskannya (mengamalkannya)

Setiap proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan amatlah berharga dalam pandangan Islam, karenanya beberapa ayat dalam AlQuran menjelaskan tentang pentingnya hal ini, sehingga hasil dan manfaat yang amat besar akan diperoleh manusia yang berilmu baik dalam kehidupannya didunia (bermasyarakat) maupun diakhirat kelak,sebagaimana firmanNya dalam Q.S AlMujadalah:11.

Untuk memberikan penjelasan tentang besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan ini dan pentingnya memperoleh imu serta tingginya derajat manusia berilmu disisi Alloh s.w.t dan makhlukNya, makalah ini akan menjabarkan beberapa hal terkait dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan , pentingnya memperoleh dan menuntut ilmu, serta kemuliaan orang-orang berilmu (ilmuwan) dalam kehidupan vertical maupun horizontalnya.

B. KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN

Dalam Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam al-Quran dan bimbingan Nabi Muhammad s.a.w mengenai wahyu tersebut. Demikian dapat diterima karena alQuran merupakan pedoman Umat Islam dalam kehidupan beragama, berilmu dan beramalnya.
Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. (1997:2001). Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilm adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu, ‘ilman.Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonym dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-asfahani dan al-anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (idrak alsyai’ bi haqq qatih). (Ensiklopedi AlQuran, 1997:150)

Kajian Hadis Maudlu'i (Tematik) : Kedudukan Ilmu dalam Perspektif Hadis Nabawi

A. Pendahuluan
Bismi-llahi Ar-Rahmani Ar-Rahiim.
Allah SWT memilih Muhammad saw. untuk diriNya, mendidiknya dengan sebaik-baik pendidikan, serta menyempurnakan akhlaknya. Allah menegaskan bahwa ia merupakan pribadi yang benar-benar berbudi pekerti agung (QS. Al-Qalam: 4). Kemudian Dia mengutusnya kepada seluruh manusia sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan (QS. Al-Ahzaab: 45-46). Dia mewajibkan atas diri Muhammad saw., sebagaimana apa yang Dia wajibkan atas manusia, untuk taat kepada perintahNya dan mengamalkan KitabNya (QS. Al-Ahzaab: 1-2, Al-An’aam: 106, Al-Jaatsiyah: 18). Dia memerintahkan RasulNya agar wahyu yang diturunkan kepadanya disampaikan kepada manusia (QS. Al-Maa’idah: 67).

Maka Allah memberi kesaksian bahwa ia telah menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan kepada manusia (QS. An-Najm: 1-5, Asy-Syuuraa: 52-53). Dan jika Rasulullah saw. tidak menyampaikan risalahNya atau menyampaikan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan kepada manusia, niscaya Allah akan menghukumnya (QS. Al-Haaqqah: 44-47). Allah juga memerintahkan kepadanya agar menjelaskan maksud-maksud Al-Qur’an yang samar kepada manusia dan menerangkan cara-cara melaksanakannya (QS. An-Nahl: 44 dan 64).
Demikianlah Allah menyiapkan RasulNya untuk mengemban misi risalahNya, kemudian Dia memerintahkan manusia untuk taat kepada RasulNya beserta taat kepadaNya (QS. Al-Anfaal: 20, Al-Ahzaab: 36, An-Nisaa’: 69, Al-Hasyr: 7, An-Nisaa’ 65, An-Nuur: 63). Kemudian Allah menetapkan bahwa taat kepada RasulNya berarti taat kepadaNya (QS. Al-Fath: 10, An-Nisaa’: 80).
Amma ba’du, berdasarkan keterangan yang disarikan dari berbagai penegasan ayat Al-Qur’an di atas, jelaslah bahwa Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran agamaNya. Sunnah RasulNya, baik yang berbentuk perkataan maupun perbuatan, merupakan penjelasan bagi hukum-hukum Al-Qur’an, rincian terhadap firman-firman yang masih umum dan petunjuk bagi pelaksanaannya.
Keterangan di atas menegaskan bahwa dalam pribadi Muhammad saw. terdapat jiwa seorang Nabi, Rasul, guru, da'i, dan sekaligus tokoh panutan. Pribadi yang sempurna ini tentu saja mempunyai perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan, sebagaimana Al-Qur’an mempunyai perhatian besar terhadap hal tersebut.

Peran Pendidikan Islam Di Tengah Sinkretisme Agama

Keberhasilan Islam menembus dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, serta menjadikan dirinya sebagai suatu agama mayoritas bangsa ini merupakan prestasi yang menakjubkan. Hal ini mengingat, bahwa secara geografis jarak antara Indonesia dan Jazirah Arab sebagai tempat kelahiran Islam cukup jauh. Apalagi jika diperhatikan bahwa sejak proses penyebaran Islam di kepulauan nusantara yang waktu itu dikuasai kerajaan Hindu-Budha,  belum dapat ditemukan suatu organisani dakwah yang boleh dikatakan mapan dalam merencanakan proyek besar ini, yakni memperkenalkan Islam kepada masyarakan luas.
            Proses tersebarnya Islam kala itu semata-mata mengandalkan kemampuan dan ketekunan tenaga da’i pedagang atau guru sufi. Karena itu dapat dipahami jika proses penyebaran Islam di Indonesia membutuhkan proses cukup panjang, rumit dan waktu berabad-abad.
            Dalam kasus masyarakat Jawa, penyebaran Islam tidak bisa dilepaskan dari peran Walisongo, yaitu suatu gerakan dakwah Islam yang beranggotakan sembilan orang saleh. Jika ada seorang anggota Walisongo meninggal dunia, atau kembali ke negeri seberang, maka akan diganti dengan anggota baru. Songo atau sembilan adalah angka paling tinggi, gerakan  dakwah ini sengaja dinamakan Walisongo untuk menarik simpati masyarakat yang waktu itu masih belum terdidik dengan baik, dan juga belum mengerti hakikat agama Islam (Rahimsyah, 1998: 5).

PEMIKIRAN IMAM SYAFI’I: TENTANG AL-QUR’AN, TAFSIR DAN TA’WIL

Pendahuluan
Melacak pemikiran Imam Syafi’i tentang Al-Quran tidak mudah. Hal ini karena kitab-kitab beliau yang sampai kepada kita merupakan kitab fiqih dan ushul fiqih. Pemikiran- pemikiran Imam Syafi’i tentang Al-Quran dalam makalah ini diambil dari kitab Ar-Risalah karya beliau dan kitab Al-Itqaan karya Imam Suyuthi. Kitab-kitab lain juga menjadi bahan pertimbangan, meskipun sifatnya hanya sekunder.
Dalam penafsiran terhadap Al-Quran, Imam Syafi’i punya kecenderungan kuat pada tafsir bi al-ma’tsur. Ketika menjelaskan makna suatu ayat, beliau selalu memakai ayat-ayat Al-quran. Setelah ayat, beliau mencari keterangan-keterangan dari hadist Nabi dan pendapat sahabat.    
 
Sekilas Sejarah Imam Syafi’i
Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Al-‘Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin ‘Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul-Muthalib bin Abdu Manaf. Ia dilahirkan di Gazza (suatu daerah dekat Palestina) pada tahun 150 H., kemudian dibawa ibunya ke Mekah.
Beliau lahir pada masa Dinasti Bani Abbas, tepatnya pada masa kekuasaan Abu Ja’far Al-Manshur (137-159 H./754-774 M.). Imam Syafi’i berusia 9 tahun ketika Abu Ja’far Al-Manshur diganti oleh Muhammad Al-Mahdi (159-169 H./775-785 M.). Ketika Imam Syafi’i berusia dewasa, 19 tahun, Muhammad al-Mahdi diganti oleh Musa Al-Mahdi (169-170 H./785-786 M.). Ia berkuasa hanya satu tahun, digantikan oleh Harun Ar-Rasyid (170-194 H./786-809 M.). Pada awal kekuasaan Harun Ar-Rasyid, Imam Syafi’i berusia 20 tahun. Harun Ar-Rasyid digantikan oleh Al-Amin (194-198 H./809-813 M.), dan Al-Amin  digantikan oleh Al-Makmun (198-218 H./813-933 M.).[1]

Infiltrasi Israiliyat Dalam Tafsir Al-Qur’an

A. Pendahuluan
Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi manusia agar selalu berada di jalan lurus, yaitu jalan yang mengantarkannya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Realitas sejarah membuktikan bahwa sampai hari ini urgensi Al-Qur’an masih  (dan akan selalu) menempati posisi sentral dalam kehidupan manusia, bahkan senantiasa menjadi inspirator, pemandu dan pemadu berbagai gerakan dan aktifitas umat Islam dalam sejarahnya.
Sebagai petunjuk, Al-Qur’an harus dipahami, dihayati dan diamalkan oleh manusia yang beriman kepadanya. Namun dalam kenyataannya tidak mudah untuk memahami Al-Qur’an, bahkan oleh sahabat-sahabat Nabi sekalipun yang secara umum menjadi saksi atas turunnya wahyu. Tidak jarang mereka berbeda pendapat atau saling bertanya dalam memahami suatu ayat. Karena itu Rasulullah saw mengemban tugas untuk menjelaskan (mubayyin) maksud yang terkandung dalam  firman Allah itu.
Di masa Rasulullah, umat Islam tidak menemui kesulitan dalam memahami kandungan Al-Qur’an. Mereka dapat langsung meminta penjelasan dari Rasulullah saw. Akan tetapi setelah wafat beliau, banyak umat Islam yang menemui kesulitan untuk memahaminya, meskipun mereka memakai dan mengetahui bahasa Arab. Hal ini karena tidak jarang Al-Qur’an mengandung pesan-pesan yang belum bisa dijangkau oleh alam pikiran orang-orang Arab waktu itu.

Untuk memahaminya, mereka lalu mencari hadits-hadits Rasulullah saw, karena mereka berkeyakinan bahwa beliaulah satu-satunya orang yang paling banyak mengetahui makna-makna wahyu Allah. Di samping itu mereka mencoba mencari penjelasan dari ayat-ayat lain yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memahaminya. Cara-cara seperti ini kemudian dikenal dengan tafsir bil ma’tsur.
Langkah selanjutnya yang mereka tempuh ialah menanyakannya kepada sahabat yang menyaksikan asbabun-nuzul ayat. Dan manakala mereka tidak menemukan jawaban dalam keterangan Nabi (hadits) atau sahabat yang memahami bentuk konteks ayat-ayat tersebut, mereka melakukan ijtihad dan berpegangan pada hasil ijtihadnya ini, khususnya mereka yang mempunyai kapasitas intelektual yang memadai, seperti Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka’b dan Abdullah bin Mas’ud.

Qira’at (Versi-Versi Bacaan Al Quran)

GambarA.  Pengertian Qira’at dan Perbedaanya dengan Riwayat dan Tariqah
Menurut bahasa, Qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah yang merupakan isim masdar dari qaraa, yang artinya : bacaan. Pengertian Qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian Qira’at menurut istilah. Qira’at menurut al-Zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain.
Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada lafal-lafal al-Qur’an yang memiliki perbedaan Qira’at saja. Ia tidak menjelaskan bagaimana perbedaan Qira’at itu dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan Qira’at itu.
Adapengertian lain tentang Qira’atyang lebih luas dari pada pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian Qira’at menurut pendapat al-Zarqani.
Al-Zarqani memberikan pengertian Qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.”
Adabeberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus diketahui. Kata kunci tersebut adalah Qira’at riwayat dan tariqah. Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara Qira’at dengan riwayat dan tariqah, sebagai berikut :
  1. Qira’ata dalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti Qira’at Nafi’, Qira’at Ibn Kasir, Qira’at Ya’qub dan lain sebagainya.
  2. Sedangkan Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayat Qalun ‘anNafi’ atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
  3. Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil Qira’at dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan Qira’at Nafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.

Tajwid dan Tilawah

1.    PENGANTAR SINGKAT ILMU TAJWID
Dalam pengantar singkat ilmu tajwid ini, akan kita bahas beberapa hal antara lain : Pengertian Tajwid, Keutamaan Tajwid, Hukum Tajwid serta Objek Pembahasan Ilmu Tajwid.
a. Pengertian Tajwid & Ilmu Tajwid
Tajwid secara bahasa artinya at-tahsiin wal ijaadah : baik dan membaguskan. Secara Istilah Tajwid berarti :
التجويد هو إعطاء الحروف حقوقها و ترتيبها , و رد الحرف إلى مخرجه و أصله, و تلطيف النطق به على كمال هيئة من غير إسراف ولا تعسف ولا إفراط ولا تكلف.
Tajwid adalah : Memberikan setiap huruf hak-haknya dan susunannya, mengembalikan huruf pada makhrojnya dan asalnya, menghaluskan pelafalan pada kondisi yang sempurna, tanpa berlebihan dan pembebanan.
Sedangkan ilmu tajwid diartikan sebagai : ilmu yang menjelaskan hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang harus dijaga pada saat membaca Al-Quran, sesuai dengan apa yang dipraktekkan kaum muslimin, dari generasi ke generasi , dari Rasulullah SAW.
b. Keutamaan Tajwid
 Allah SWt berfirman :
(الله نزل أحسن الحديث كتاباً متشابهاً مثاني تقشعر منه جُلودُ الذين يخشون ربهم، ثم تلين جُلودهم وقُلوبهم إلى ذكر الله  (الزمر ـ 23
Artinya : Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. (QS Az-Zumar 23)

Makhorijul Huruf

Tiap-tiap huruf hijaiyah mempunyai tempat keluarnya masing-masing dari bagian-bagian mulut tertentu. Tempat keluar huruf ini dinamakan Makhraj. Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah (29) itu memang banyak yang berbeda pendapat, namun dari sekian pendapat yang paling banyak diikuti oleh ulama qurro’ dan ahlul ada’ adalah pendapat Syekh Kholil bin Ahmad an-Nahwiy (Guru Imam Sibaweh). Adapun menurut beliau Makhorijul Huruf Hijaiyah itu ada 17 tempat, dan bila diringkas ada 5 tempat, yatu; Al-Jauf (lubang /rongga mulut), Al-Halqu (tenggorokan / kerongkongan), Al-Lisanu (lidah), Asy-Syafatain (dua bibir) dan Al-Khoisyum (janur hidung).
Penjelasan dari masing-masing makhorijul huruf tersebut adalah sebagai berikut:

1. Al-Jauf (الجوف), artinya rongga mulut dan rongga tenggorokan.
Al Jauf secara bahasa adalah “lubang atau lingkaran.” Sedangkan dalam istilah tajwid, al-jauf adalah suara atau bunyi huruf yang keluar dari rongga mulut dan tenggorokan. Al Jauf juga disebut sebagai tempat keluarnya huruf-huruf mad (panjang): (و ي ا ). Huruf-huruf mad ialah:
a. Alif, yang didahului harakat fathah : ا َ-
b. Ya’ sukun yang didahului harakat kasrah : ِ ي-
c. Wawu sukun yang didahului harakat dhummah :ُو -
Contoh-contoh bacaan Al Jauf :
يَاأَيُّهَاالَّذِينَ أَمَنُوا -قُوا أَنفُسَكُم -وَأَهْلِيكُمْ نَارًا – إِذَاجَاءَ نَصْرُاللهِ وَاْلفَتْح ِ – اَلرَّحْمَنِ الَّرحِيمِ – يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللهِ أَفْوَاجًا

Sifat-sifat Huruf

Sifat menurut bahasa adalah suatu keadaan yang menetap pada sesuatu yang lain. Menurut istilah adalah keadaan yang baru datang yang berlaku bagi suatu huruf yang dibaca tepat keluar dari makhrajnya.
Ahli qiraat berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah sifat-sifat huruf hijaiyah. Sebagian menetapkan sebanyak 19 sifat, dan sebagian lagi menetapkan 18 sifat, 17 sifat, 16 sifat 14 sifat, dan bahkan ada yang menetapkan 44 sifat. Dari sifat-sifat huruf yang ada, maka tiap-tiap huruf hijaiyah dalam Al-Qur’an paling sedikit mempunyai 5 sampai 7 sifat. Pada kesempatan ini kita bicarakan sebanyak 19 sifat-sifat huruf yang lebih umum dibicarakan oleh ahli qiraat. Kita bagi menjadi dua kelompok, yaitu :

I. Sifat-sifat huruf yang berlawanan sebanyak 5 sifat ditambah lawannya 5 sifat, sehingga seluruhnya menjadi 10 sifat, yaitu :
1. جَهْرٌ (JAHAR) = Jelas,                 2.  هَمْسُ (HAMAS) = Samar
3. شِدَّةٌ (SIDDAH) = Kuat                 4.  رَخَاوَةٌ (Rakhawah) = Lunak
5. اِسْتِعْلاَءٌ (ISTI’LA’)= Terangkat       6.  اِسْتِفَالٌ (ISTIFAL) = turun
7. اِطْبَاقٌ (ITHBAQ) = Tertutup         8.  اِنْفِتَاحٌ(INFITAH) = Terbuka
9. اِصْمَاتٌ (ISHMAT)= Diam             10.  اِذْلاَقٌ (IDZLAQ) = Lancar

Kesempurnaan Al Quran (Bukti Al Quran Bukan Buatan Manusia)

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang merupakan sebuah Mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi akhir jaman Muhammad. Tidak ada yang menandingi keindahan bahasa Al qur’an dan keindahan ketika kita melantunkan Al qur’an. Banyak orang yang hatinya tergetar jika di bacakan ayat-ayat Al qur’an, sehingga kemudian dia mendapatkan risalah kebenaran. Al qur’an adalah satu-satunya kitab yang terjaga keasliannya walau telah diturunkan 14 abad yang lalu akan tetapi tetap terjaga dalam satu Bahasa dan satu huruf yang terangkai didalamnya.
 
 Banyak usaha-usaha yang di lakukan oleh orang-orang kafir untuk memalsukan Al qur’an, namun usaha itu selalu kandas dan sia-sia. Al qur’an yang berjumlah 30 juz, 114 surat, 6666 ayat dan 51.900 kata itu dengan mudah di hafalkan oleh orang-orang yang beriman dan mempunyai hati yang bersih.
 
Al Qur’an adalah sumber ilmu yang tidak pernah ketinggalan zaman bahkan selalu mendahului zaman, karena kebenarannya baru terbukti ketika zaman sudah mampu menciptakan tekhnologi mulai dari ilmu matetamtika, Biologi, kedokteran, fisika, kimia, bahasa, sejarah dll, segala ilmu telah terbukti sebelum ditemukan al qur’an telah menafsirkan dan menuliskannya. Keajaiban lain dari Al qur’an yang tak kalah mencengangkan adalah bahwa Al qur’an ternyata tersusun menurut perhitungan Matematis yang sangat teliti dan sangat cerdas !!
 
Berikut ini sejumlah perhitungan yang benar-benar merupakan mukjizat.

 
Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk tunggal disebutkan sebanyak 365 kali, yang sama jumlahnya dengan jumlah hari pada tahun Syamsyiyyah.
 
Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk jamak sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan.
 
Kata “Syahr” (Bulan) sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
 
Kata “Sab’u (minggu) disebutkan 7 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu minggu

Rahasia jumlah kata-kata dalam Al-Quran

Kata-kata dalam Al-Qur’an, dengan sejumlah pengulangannya merupakan Mukjizat, jumlah kata-kata dalam Al-Qur’an yang menegaskan kata-kata yang lain ternyata jumlahnya sama dengan jumlah kata-kata Al-Qur’an yang menjadi lawan kata atau kebalikan dari kata-kata tersebut, atau diantara keduanya ada nisbah kontradiktif.



Al-Qur’an tidak hanya terbatas pada ayat-ayat mulianya, makna-maknanya, prinsip-prinsip dan dasar-dasar keadilannya serta pengetahuan-pengetahuan gaibnya saja, melainkan juga termasuk jumlah-jumlah yang ada dalam Al-Qur’an itu sendiri, begitu juga pengulangan kata dan hurufnya, orang-orang yang melakukan ‘ulum’ Al-Qur’an sejak dulu sudah menyadarai adanya fenomena tersebut mempunyai maksud dan tujuan tertentu.


Para peneliti terdahulu sudah mencatat, bahwa surat-surat yang dibuka dengan huruf-huruf ‘muqaththa’ah’ berjumlah 29 surat, sementara jumlah huruf ‘hijaiyah’ Arab ditambah dengan huruf “Hamzah” juga berjumlah 29 huruf hal ini dengan sudut pandang bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.

7 Imam Al Qur’an (Qiroah Sab’ah)

1.  Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dariIsfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H. Ia mempelajari Qira’at dari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah. Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain : Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz. Perawi Qira’at Imam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).

2.  Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari Qira’at dari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Ibn Kasir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).

Minggu, 04 November 2012

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASUL DAN KHALIFAH

Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pada ulama telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah dalam jiwa manusia, membiasakan mereka berpegang teguh kepada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Ilmu di masa Rasul dan khalifah adalah suatu yang paling berharga di dunia. Sedangkan ulama yang beramal adalah pewaris para Nabi, seseorang tidak akan sanggup menjalankan mission (tugas-tugas) ilmiah kecuali bila ia berhias dengan akhlak yang tinggi, jiwanya bersih dari berbagai celaan. Dengan jalan ilmu dan amal serta kerja yang baik, rohani mereka meningkat naik mendekati Maha Pencipta yaitu Allah SWT.
Pendidikan Islam mengutamakan segi kerohanian dan moral, maka segi pendidikan mental, jasmani, matematik, ilmu sosial dan jurusan-jurusan praktis tidak diabaikan begitu saja, sehingga dengan demikian pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang komplit dan pendidikan tersebut telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dibantah dibidang keimanan, aqidah dan pencapaian ilmu karena zat ilmiah itu sendiri. Pada masa Rasul telah memiliki perkembangan diberbagai bidang, misalnya ilmiah, kesusasteraan dan kebendaan, tetapi belum sampai ke tingkah rohaniah dan akhlak yang tinggi seperti yang pernah dicapai oleh kaum muslimin di masa kejayaannya.
A. Lembaga Pendidikan Pada Masa Rasul dan Khalifah
Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.

SISTEM PENDIDIKAN PADA MASA ORDE LAMA

Bangsa Indonesia telah mengalami berbagai bentuk praktek pendidikan: praktek pendidikan Hindu, pendidikan Budhis, pendidikan Islam, pendidikan zaman VOC, pendidikan kolonial Belanda, pendidikan zaman pendudukan Jepang, dan pendidikan zaman setelah kemerdekaan (Somarsono: 1985). Berbagai praktek pendidikan memiliki dasar filosofis dan tujuan yang berbeda-beda. Beberapa praktek pendidikan yang telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah: pendidikan modern zaman kolonial Belanda, praktek pendidikan zaman kemerdekaan sampai pada tahun 1965, yang sering kita sebut sebagai orde lama, praktek pendidikan dalam masa pembangunan orde baru, dan praktek pendidikan di era reformasi sekarang.
PENDIDIKAN PADA MASA KEMERDEKAAN
Perkembangan pendidikan semenjak kita mencapai kemerdekaan memberikan gambaran yang penuh dengan kesulitan. Pada masa ini, usaha penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan adalah tokoh pendidik yang telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam kongres pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa Indonesia sendiri.
Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka sampai tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Diharapkan praktek pendidikan Barat ini akan bisa mempersiapkan kaum pribumi menjadi kelas menengah baru yang mampu menjabat sebagai "pangreh praja". Praktek pendidikan kolonial ini tetap menunjukkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh anak-anak dari lapisan atas. Dengan demikian, sesungguhnya tujuan pendidikan adalah demi kepentingan penjajah untuk dapat melangsungkan penjajahannya. Yakni, menciptakan tenaga kerja yang bisa menjalankan tugas-tugas penjajah dalam mengeksploitasi sumber dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu, dengan pendidikan model Barat akan diharapkan muncul kaum bumi putera yang berbudaya barat, sehingga tersisih dari kehidupan masyarakat kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara pendidikan untuk orang pribumi. Demikian pula bahasa yang digunakan berbeda. Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) memiliki peran yan

PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN

A. Riwayat Hidup ( Biografi ) Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 yang letaknya di Hazara sebelum terpecahnya India, kini merupakan bagian dari Pakistan.[1] Fazlur Rahman di besarkan dalam madzhab Hanafi. Madzhab Hanafi merupakan madzhab yang didasari al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi cara berfikirnya lebih rasional. Dengan demikian tidak dapat di pungkiri Fazlur Rahman juga rasional di dalam berfikirnya, meskipun ia mendasarkan pemikirannya pada al-Qur’an dan sunnah.
Fazlur Rahman dilahirkan dari keluarga miskin yang taat pada agama. Ketika hendak mencapai usia 10 tahun ia sudah hafal al-Qur’an walaupun ia di besarkan dalam keluarga yang mempunyai pemikiran tradisional akan tetapi ia tidak seperti pemikir tradisional yang menolak pemikiran modern, bahkan Ayahnya berkeyakinan bahwa islam harus memandang modernitas sebagai tantangan dan kesempurnaan. [2]
Ayahnya Maulana Shihabudin adalah alumni dari sekolah menengah terkemuka di India, Darul Ulum Deoband . Meskipun Fazlur Rahman tidak belajar di Daril Ulum, ia menguasai kurikulum Dares Nijami yang di tawarkan di lembaga tersebut dalam kajian privat dengan Ayahnya, ini melengkapi latar belakangnya dalam memahami islam tradisional dengan perhatian khusus pada fikih, Ilmu kalam, Hadits, Tafsir, Mantiq, dan Filsafat. Setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar ini, ia melanjutkan ke Punjab University di Lahore dimana ia lulus dengan penghargaan untuk bahasa Arabnya dan di sana juga ia mendapatkan gelar MA-nya. Pada tahun 1946 ia pergi ke Oxford dengan mempersiapkan disertasi dengan Psikologi Ibnu Sina di bawah pengawasan professor Simon Van Den Berg. Disertasi itu merupakan terjemah kritikan dan kritikan pada bagian dari kitab An-Najt, milik filosof muslim kenamaan abad ke-7, setelah di Oxford ia mengajar bahasa Persia dan Filsafat Islam di Durham University Kanada dari tahun 1950-1958. ia meninggalkan Inggris untuk menjadi Associate Professor pada kajian Islam di Institute Of Islamic Studies Mc. Gill University Kanada di Montreal. [3] Dimana dia menjabat sebagai Associate Professor Of Philosophy.

AGAMA DAN HUBUNGAN ANTAR AGAMA

Dalam sebuah masyarakat yang dicirikan oleh kemajemukan agama, tidak ada hal yang sedemikian penting dan mendesak seperti hubungan antarumat beragama.
Berbicara tentang hubungan antar agama, wacana pluralisme agama menjadi perbincangan utama. Pluralisme agama sendiri dimaknai secara berbeda-beda di kalangan cendekiawan Muslim Indonesia, baik secara sosiologis, teologis maupun etis.
Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti.[1] Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya.[2] Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan Islam.[3] Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama.

AKHLAQ DALAM ISLAM


Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik (berakhlak), akan sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahirnya dan batinnya.
Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak, dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya, yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk yang lain, terhadap sesama manusia, yang menjadi hak manusia lainnya, terhadap makhluk hidup lainnya, yang menjadi haknya, terhadap alam dan lingkungannya dan terhadap segala yang ada secara harmonis, dia akan menempati martabat yang mulia dalam pandangan umum. Dia mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela, dia menempati kedudukan yang mulia secara obyektif, walaupun secara materiil keadaannya sangat sederhana.
A. Definisi Akhlak
Ada banyak sekali definisi mengenai akhlak yang dikemukakan oleh para ahli ilmu akhlaq. Sekalipun begitu, pengertian akhlaq tetap terpaku pada satu titik point yaitu tingkah laku.
Akhlak menurut arti bahasa sama dengan adab, sopan santun, budi pekerti atau juga etika.
Menurut pengertian para ilmu akhlaq, akhlaq ialah suatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-perbuatan seseorang dengan mudah.