Pengertian Motivasi
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif
(motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan
sesuatu.
Namawi (1998: 351) menyimpulkan bahwa motivasi adalah “suatu kondisi
yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan susuatu) hanya
melakukan suatu kegiatan, yang menyenangkan untuk dilakukan perbuatan/
kegiatan, yang berlangsung secara sadar”.
Sedangkan menurut Robbert A. di dalam Mangkunegara (2005: 93), motivasi
dapat pula dikatakan sebagai “energi untuk membangkitkan dorongan dalam
diri (drive arousal)”.
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner di dalam H. B. Siswanto (2009: 119)
mendefenisikan motivasi sebagai “all those inner striving conditions
variously described as wishes, desires, needs, drives and the like”.
Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves),
dan mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang
memberi kepuasan atau mengurangi ketidakpuasan.
Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi
yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta
meningkatkan kegairahan bersama. Masing-masing pihak bekerja menurut
aturan atau ukuran yang ditetapkan dengan saling menghormati, saling
membutuhkan, saling mengerti , serta menghargai hak dan kewajiban
masing-masing dalam keseluruhan proses kerja opersional.
Berdasarkan kedua aspek itu, motivasi pasif yang telah dikemukakan di atas, motivasi kerja tampak sebagai kebutuhan pokok manusia, dan yang kedua motivasi kerja sebagai insentif yang diharapkan memenuhi pokok yang diinginkan. Selanjutnya berdasarkan pandangan tersebut, motivasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Berdasarkan kedua aspek itu, motivasi pasif yang telah dikemukakan di atas, motivasi kerja tampak sebagai kebutuhan pokok manusia, dan yang kedua motivasi kerja sebagai insentif yang diharapkan memenuhi pokok yang diinginkan. Selanjutnya berdasarkan pandangan tersebut, motivasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Setiap perasaan, atau kehendak dan keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk berperilaku dan bertindak.
- Pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu.
- Setiap tindakan atau kejadian yang menyebabkan berubahnya perilaku seseorang.
- Proses yang menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan (goal).
Di sisi lain, motivasi menjadikan bawahan sebagai objek dan dengan
sendirinya yang menjadi subjek atau pelakunya adalah pimpinan atau
manajer dalam organisasi. Hal ini juga mengindikasikan bahwa motivasi
dapat dikaatakan memiliki hubungan dengan kepemimpinan dalam sebuah
organisasi.
Pemaparan sebagaimana dimaksudkan di atas, sejalan dengan pendapat
Malayu S.P. Hasibuan (2000: 141) yang menyatakan bahwa: “Motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan,
agar mau berkerjasama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan
tujuan yang telah ditentukan”.
Selain pendapat tersebut, pengertian motivasi sebagai konsep manajemen
dalam kaitanya dengan kehidupan berorganisasi dan kepemimpinan,
dinyatakan oleh Fillmore H. di dalam Mangkunegara (2005: 93), bahwa
motivasi adalah “sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia kearah
suatu tujuan tertentu”.
Dari kedua pendapat para ahli sebagaimana dipaparkan di atas,
dapat disimpulkan bahwa motivasi memiliki nilai penting dalam sebuah
organsasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan serta
mendukung perilaku orang-orang dalam organisasi, supaya bekerja dengan
giat dan antusias sehingga mencapai hasil yang optimal.
Motivasi akan semakin penting karena setiap pemimpin dalam sebuah
organisasi membagikan pekerjaan pada bawahannya dengan tujuan agar
dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang dinginkan.
Untuk memotivasi pegawai atau bawahan, setiap pimpinan atau manajer
organisasi harus mengetahui motif dan motivasi diinginkan pegawai.
Pada hakekatnya orang mau bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan,
baik kebutuhan yang disadari (conscious need), maupun kebutuhan yang
tidak disadari (unconscious need), berbentuk materi maupun non materi,
kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.
Organisasi pada hakekatnya merupakan wadah atau tempat
berkumpulnya orang-orang yang saling bekerja sama dan berinteraksi untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu sebagai proses pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan sehingga keberadaannya harus betul-betul
diperhatikan oleh pimpinan atau manajer, terutama perilaku kerjanya.
Pemberian motivasi oleh seseorang pimpinan atau manajer kepada
bawahannya harus dilakukan karena beberapa hal sebagai berikut:
- Pimpinan atau manajer membagi-bagi pekerjaannya kepada para bawahan dengan harapan pekerjaan-pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.
- Ada diantara para bawahan yang sebenarnya mampu mengerjakan pekerjaannya, tetapi yang bersangkutan terlihat malas atau kurang bergairah mengerjakannya.
- Untuk memelihara dan atau meningkatkan kegairahan kerja bawahan dalam myelesaikan tugas-tugasnya.
- Untuk memberikan penghargaan dan kepuasan kerja kepada bawahannya.
A. Model Tradisional
Motivasi model tradisional mengisyaratkan bahwa manajer atau
pimpinan organisasi menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus
dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insetif untuk memotivasi
para pekerja. Pemberian insetif kepada para pegawai di dasarkan suatu
pemikiran bahwa dengan lebih banyak berproduksi maka dengan sendirinya
akan lebih banyak menerima penghasilan.pandangan model tradisional
menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya adalah malas dan hanya dapat
dimotivasi dengan penghargan berwujud uang yang terkadang dalam situasi
tertentu pendekatan ini dirasakan cukup efektif.
Sejalan dengan meningkatnya efesiensi, pegawai yang dibutuhkan untuk
tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, seorang manajer atau
pimpinan organisasi mengurangi besarnya upah insetif. Pemutusan hubungan
kerja menjadi biasa dan pekerja akan mencari keamanan/ jaminan kerja
dari pada hanya kenaikan upah kecil dan bersifat sementara.
B. Model Hubungan Manusiawi
Motivasi model hubungan manusiawi pada dasarnya memandang bahwa
kontak-kontak sosial pegawai pada pekerjaannya adalah juga penting dan
kebosanan serta tuga-tugas yang bersifat pengulangan adalah
faktor-faktor pengurang motivasi.
Dalam model hubungan manusiawi ini menekankan motivasi pada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan sosial para pegawai sekaligus membuat mereka merasa
berguna dan penting.
Sebagai hasilnya, para pegawai diberi berbagai kebebasan untuk membuat
keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar
diarahkan pada kelompok-kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak
informasi disediakan untuk pegawai tentang perhatian manajer atau
pimpinan dan operasional organisasi.
Motivasi model sumber daya manusia ini pada akhirnya menciptakan suatu
teori yang disebut “Human Science Theory”, yang dikemukakan oleh Elton
Mayo di dalam Malayu S. P. Hasibuan (2000: 145) dengan uraian:
- Masalah manusia hanya dapat diselesaikan secara manusiawi apabila menggunakan informasi dan alat-alat kemanusiaan pula
- Moral kerja atau semangat kerja memiliki peranan dan pengaruh besar terhadap produktifitas kerja para perkerja. Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan erat sekali dengan kondisi mental seseorang.
- Perlakuan yang baik/ wajar terhadap para pegawai lebih besar pengaruhnya produktifitas dari pada tingkat upah yang besar, walaupun upah yang merupakan hal penting.
C. Model Sumber Daya Manusia
Motivasi model sumber daya manusia menyatakan bahwa para pegawai
dimotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk
mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi serta
memperoleh pekerjaan yang berarti. Kebanyakan orang telah dimotivasi
untuk melakukan pekerjaan secara benar dan bahwa para pegawai tidak
secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuattu yang tidak dapat
menyenangkan.
Pandangan sumber daya manusia juga menekankan bahwa para pegawai lebih
menyukai pemenuhan kebutuhan dari suatu prestasi kerja yang baik dan
para pegawai dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk
pembuatan keputusan-keputusan dalam pelaksanaan tugas-tugas.
Para manajer atau pimpinan organisasi dapat menggunakan model motivasi
hubungan manusiawi dan sumber daya manusia secara bersamaan.
Dengan adanya bawahan, manajer atau pimpinan organisasi cenderung
menerapkan model hubungan manusiawi dimana dalam pengimplementasianya
diupayakan untuk mengurangi penolakan bawahan terhadap
pekerjaan-pekerjaan melalui perbaikan moral dan kepuasan kerja.
Dengan tidak mengesampingkan beberapa pendapat dari para ahli mengenai
motivasi, G. R. Terry di dalam Malayu S. P. Hasibuan (2007: 145)
mengemukakan bahwa motivasi adalah “keinginan yang terdapat dalam diri
seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan”.
Dari pendapat yang disampaikan G. R. Terry dapat disimpulkan bahwa
motivasi tampak dalam 2 (dua) segi yang berbeda, yaitu:
Pertama, bila motivasi dilihat dari segi aktif/ dinamis, motivasi tampak
sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan
mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif
berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Kedua, jika dilihat dari segi pasif/ statis, motivasi akan tampak
sebagai kebutuhan sekaligus juga sebagai perangsang untuk dapat
menggerakkan, mengarahkan dan mengerahkan potensi serta daya kerja
manusia tersebut ke arah yang di inginkan.
Keinginan dan kegairahan kerja dapat ditingkatkan berdasarkan
pertimbangan tentang adanya 2 (dua) aspek motivasi yang bersifat statis.
Aspek statis yang pertama tampak sebagai kebutuhan pokok manusia yang
menjadi dasar bagi harapan yang akan diperoleh lewat tercapainya tujuan
organisasi. Aspek motivasi statis yang kedua adalah berupa alat
perangsang atau insentif yang diharapkan dapat memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan pokok yang diharapkan.
Sementara Dr. David Mc. Clelland di dalam Malayu S. P. Hasibuan (2007:
145) menambahkan bahwa terdapat pola motivasi yang menonjol, yaitu:
- Achievement motivation, yaitu suatu keinginan untuk mengatasi/ mengalahkan suatu tantangan untuk kemajuan dan pertumbuhan;
- Affiliation motivation, yaitu dorongan untuk melakukan hubungan dengan orang lain;
- Competence motivation, yaitu dorongan untuk melakukan pekerjaan yang bermutu;
- Power motivation, yaitu darongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan. Dalam hal ini ada kecenderungan untuk mengambil resiko dan menghancurkan rintangan yang terjadi. Sifat ini banyak dilakukan/ terdapat pada orang yang berkecimpung dalam bidang politik. Power motivation ini tidak akan berakibat buruk apabila di ikuti oleh achievement, affiliation dan competence motivation.
Teori-teori Motivasi
Sobat pembaca, proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan.
Tujuan yang ingin direalisasikan dipandang sebagai kekuatan (power) yang menarik individu. Tercapainya tujuan sekaligus dapat mengurangi kebutuhan yang belum dipenuhi.
Terdapat beberapa teori motivasi
dan hasil penelitian yang berusaha mendeskripsikan hubungan antara
perilaku dan hasilnya.
John P. Campbell, dkk. di dalam H. B. Siswanto (2009: 128),
mengelompokkan teori motivasi menjadi tiga kelompok teori, yakni sebagai
berikut:
- Teori Kepuasan (content theories). Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut:
Teori Motivasi |
- Teori Hierarki Kebutuhan. Menurut Abraham H. Maslow Hierarki kebutuhan yang paling tinggi adalah fisiologis (physiological needs) karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat sampai kebutuhan tersebut terpuaskan. Sedangkan hierarki kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). Hierarkhi kebutuhan tersebut secara lengkap meliputi lima hal berikut: 1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kepuasan kebutuhan fisiologis biasanya dikaitkan dengan uang. Hal ini berarti bahwa orang tidak tertarik pada uang semata, tetapi sebagai alat yang dapat dipakai untuk memuaskan kebutuhan lain. Termasuk kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan; 2) Kebutuhan keselamatan atau keamanan (safety or security needs). Kebutuhan keselamatan atau keamanan dapat timbul secara sadar atau tidak sadar. Orientasi ketidak sadaran yang kuat kepada keamanan sering dikembangkan sejak masa kanak-kanak. Yang termasuk kebutuhan ini adalah kebebasan dari intimidasi baik kejadian atau lingkungan; 3) Kebutuhan sosial atau afiliasi (social or affiliation needs). Yang termasuk kebutuhan ini adalah kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi dan cinta; 4) Kebutuhan penghargaan atau rekognisi (esteems or recognation needs). Motif utama yang berhubungan dengan kebutuhan penghargaan dan rekognisi, yaitu sebagai berikut: Gengsi/ harga diri (prestige), Kekuasaan (power); 5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). Kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, keterampilan dan potensi.
- Teori Dua Faktor Menurut Frederick Herzberg Dua faktor mengenai motivasi yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg di dalam H. B. Siswanto (2009: 129) adalah faktor yang membuat individu merasa tidak puas (dissatisfied) dan faktor yang membuat individu merasa puas (satisfied). Kesimpulan yang dihasilkannya yakni pertama, terdapatnya serangkaian kondisi ektrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas diantara para bawahan apabila kondisi tersebut tidak ada. Apabila kondisi tersebut ada, hal itu tidak perlu memotivasi bawahan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat invidu merasa tidak puas karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan hierarki yang paling rendah, yaitu tingkat ketidak adanya ketidak puasan. Kedua, serangkaian kondisi intrinsik kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat sehingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor tersebut disebut satisfied.
- Teori Kebutuhan. Menurut David C. McClelland Teori motivasi dari David C. McClelland di dalam H. B. Siswanto (2009: 130) dihubungkan dengan konsep belajar. Oleh karena itu, banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan yakni: 1) Kebutuhan akan kinerja (needs for achievement, disingkat n-Ach); 2) Kebutuhan akan afiliasi (needs for affiliation, disingkat n-Aff); 3) Kebutuhan akan kekuasaan (needs for power, disingkat n-Pow) Saran khusus yang diberikan oleh mcClelland adalah mengenai pengembangan kebutuhan akan kinerja yang positif tinggi yaitu n-Ach yang tinggi, ketika tidak ada ketakutan akan sukses. Sarannya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Individu mengatur tugas sedemikian rupa sehingga mereka menerima umpan balik secara berkala atau hasil karyanya. 2) Individu hendaknya mencari modal kinerja yang baik, pahlawan kinerja individu yang berhasil, dan pemenang serta menggunakan mereka sebagai teladan; 3) Individu hendaknya memodifikasi citra diri mereka sendiri; 4) Individu hendaknya mengendalikan imajinasi, berpikir secara realistis dan positif mengenai cara mereka merealisasikan tujuan yang diharapkan.
- Teori Proses (process theory). Teori proses mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perilaku dikuatkan, diarahkan, didukung, dan dihentikan. Tiga teori proses yang merupakan karya dari Victor H. Vroom di dalam H. B. Siswanto (2009: 130) mendeskripsikan pada bagian berikut:
- Teori Harapan (Expectancy theory). Dalam suatu organisasi, setiap individu memiliki harapan usaha kinerja. Harapan tersebut menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya mencapai perilaku tertentu dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku tersebut.
- Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini menekankan bahwa bawahan membandingkan usaha mereka dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam iklim kerja yang sama. Dasar dari teori motivasi ini dengan dimensi bahwa individu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil. Dalam pekerjaan, individu bekerja untuk memperoleh imbalan.
- Teori Penguatan (reinforcement theory). Penguatan merupakan prinsip belajar yang sangat penting. Tanpa penguatan tidak akan terjadi modifikasi perilaku yang dapat diukur. Para manajer seringkali menggunakan pengukuh positif untuk memodifikasi perilaku. Dalam banyak hal pengukuh bekerja sesuai dengan diprakirakan sebelumnya. Adapun dalam hal ini pengukur tidak memodifikasi perilaku dalam arah yang diinginkan karena terdapatnya kemungkinan penguatan yang berkompetisi. Apabila penguat tersebut tidak disatukan pada perilaku yang diinginkan oleh manajer, perilku yang diinginkan tidak akan terjadi. Demikian pula apabila pengukuh baru diberikan jauh sesudah terjadinya perilaku yang diinginkan, kemungkinan terjadi perilaku yang diinginkan menjadi berkurang. Penguatan negatif berhubungan dengan bertambahnya frekuensi respons yang timbul sesudah disingkirkannya pengukuh negatif, segera setelah ada respons. Suatu kejadian merupakan pengukuh negatif hanya apabila kejadian tersebut disingkirkan sesudah suatu respon menaikkan penampilan dari suatu respons.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar