STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 10 Mei 2013

Masail Fiqhiyah: Ruang Lingkup dan Langkah Penyelesaiannya

Pengertian

Masail Fiqhiyah terurai dari kata mas’alahmasail fiqihiyah ialah persoalan – persoalan yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi kompleksitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya.[1] dalam bentuk mufrad (singular) yang dijamakkan (plural) dan dirangkaikan dengan kata fiqih. Masail fiqihiyah adalah masalah yang terkait dengna fiqih, dan yang dimaksud masalah fiqih pada term
Ruang Lingkup
Dengan lahirnya masail fiqihiyah atau persoalan-persoalan kontemporer, baik yang sudah terjawab maupun sedang diselesaikan bahkan prediksi munculnya persoalan baru mendorong kaum muslimin belajar dengan giat mentelaah berbagai metodologi penyelesaian masalah mulai dari metode ulama aklasik sampai ulama kontemporer.
Untuk itu tujuan mempelajari masail fiqhiyah secara garis besar diorientasikan kepada mengetahui jawaban dan mengetahiui proses penyelesaian masalah melalui metodologi ilmiah, sistematis dan analisis. Dari sudut fiqh penyelesaian suatu masalah dikembalikan kepada sumber pokok (Al-Qur’an dan Al-Sunnah), ijma’, qiyas dan seterusnya. Sehingga nilai yang dihasilkan senantiasa berada dalam koridor . penetapan hukum akan difokuskan kepada tiga aspek :
  1. Memperbaiki manusia secara individu dan kolektif agar dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat.
  2. Menegakkan keadilan dalam masyarakat Islam.
  3. Hukum Islam terkandung didalamnya sasaran pasti yaitu mewujudkan kemaslahatan. Tidak ada hal yang sia-sia di dalam syari’at melalui Al-Qur’an dan al-Sunnah kecuali terdapat kemaslahatan hakiki di dalamnya.[2]
Langkah -Langkah Penyelesaian Masail Fiqhiyah[3]
Dasar –dasar penyelesaian masalah dalam bentuk beberapa kidah penting
1. Menghindari sifat taqlid dan fanatisme
Upaya menghindarkan diri dari fanatisme mazhab tertentu dan taqlid buta terhadap pendapat ulama klasik seperti pendapat Umar bin al-Khattab, Zaid bin Tsabit atau pendapat ualama moderen, kecuali ia adalah seorang yang bodoh dan telah melakukan kesalahan. Pelakunya disebut muqallid yang dilawankan dengn muttabi’. Yaitu muttabi’ dengan kriteria sebagai berikut :
  • Menetapkan suatu pendapat yang dianutnya dengan dalil-dalil yang kuat, diakui dan tidak mengundang kontroversi.
  • Memiliki kemampuan untuk mentarjih beberapa pendapat yang secara lahiriyah terjadi perbedaan melalui perbandingan dalil-dalil yang digunakan masing-masing.
  • Diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan berijtihad terhadap hukum persoalan tertentu yang tidak didapati jawabannya pada ulama terdahulu.
2.Prinsip mempermudah dan menghindarkan kesulitan
Kaedah ini patut diperlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan nash qath’i atau kaidah syari’at yang bersifat pasti. Dengan dua pertimbangan sebagai berkut:
  • Bahwa keberadaan syari’at didasarkan kepada prinsip mempermudah dan menghindarkan kesulitan manusia seperti sakit, dalam perjalanan, lupa,  tidak tahu dan tidak sempurna akal. Taklif Allah atas hambanya disesuaikan dengan kadar kemampuan yang dimiliki.
  • Memahami situasi dan kondisi suatu zaman yang dialami pada saat munculnya persoalan. Adapun kriteria maslahat sebagaimana yang biasa dikenal adalah menrealisasikan lima kepentingan pokok dan disebut dengan darurat khomsa, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara harta, memelihara keturunan.
3.Berdialog dengan masyarakat melalui bahasa kondisi masanya dan melalui pendekatan persuasif aktif serta komunikatif.
Ketentuan hukum yang akan diputuskan harus disesuaikan masyarakat yang diinginkannya dan menggunakan bahasa layak sebagaimana bahasa masyarakat dimana persoalan itu muncul. Bahasa masyarakat yang ideal :
  • bahasa yang dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan mampu menjangkau pemahaman umum.
  • Menghindarkan istilah-istilah rumit yang mengundang pengertian kontroversi.
  • Ketetapan hukum bersifat ilmiah karena didasarkan pertimbangan hikmah, illat, filisofis dan Islami.
4.Bersifat moderat terhadap kelompok tekstualis dan kelompok kontekstualis.
Dalam merespon persoalan baru yang muncul, ulama bersandar kepada al-nash sesuai bunyi literal ayat tanpa menginterpretasi lebih lanjut diluar teks itu. Dipihak lain, kelompok kontekstualis lebih berani menginterprestasikan produk hukum al-nash dengan melihat kondisi zaman dan lingkungan. Sementara kelompok ini dinilai terlalu berani bahkan dianggap melampaui kewenangan ulama salaf yang tidak diragukan kehandalannya dalam masalah ini. Menurut mereka perbedaan masa, masyarakat, geografis, pemerintahan dan perkembangan teknologi moderen patut dipertimbangkan serta layak mendapat perhatian.
5.Ketentuan hukum bersifat jelas tidak mengandung interpretasi.
Bahasa hukum relatif tegas dan membutuhkan beberapa butir alternatif keterangan dan diperlukan pengecualian-pengecualian pada bagian tersebut. Pengecualian ini merupakan langkah elastis guna menjangkau kemungkinan lain diluar jangkauan ketentuan yang ada. Misalnya ketentuan hukum potong tangan terhadap pencuri sebuah barang yang telah mencapai nisab. Umar bin Khatthab pernah tidak memberlakukan hukum ”had” atau potong tangan terhadap pencuri barang tuannya, karena sang tuan pelit, dan tidak membayar upah si pelayan, maka ia memcuri barang sang tuan demi kebutuhan mendesak yaitu kelaparan.

Hukum Islam: Pacaran, Pergaulan Bebas, dan Biro Jodoh

Pacaran

pacaran
Pada Zaman-zaman sekarang ini anak muda sekarang sangatlah lumrah mereka saling berpacaran dengan pasangan-pasangan mereka masing-masing. Akan tetapi hendaknya mereka tahu apa alas an mereka melakukan pacaran, bagaimana dinamakan pacaran yang baik atau bagaimana yang dinamakan pacaran yang tidak baik. Dan apa dasar mereka melakukan pacaran atau memilih pacar, apa yang perlu dipikir sebelum serius, bagaimana memahami sifat pasangan , dan batasan-batasan tentang seks yang perlu dihormati dari setiap pasangan

Pacaran Menurut Perspektif Islam

Dalam islam sebelumnya tidak mengenal kata pacaran, namun seiring waktu dan perkenbangan zaman yang di kuasai Barat maka Islam pun mendapatkan pelajaran tersebut melalui beberapa media yang dengan gencarnya memberikan praktek-praktek pacaran.
Suatu kewajaran kalau antara laki-laki dan perempuan saling tertarik satu sama lainnya. Hal ini karena memang Allah menciptakan mereka dari satu jiwa lalu menciptakannya berpasang-pasangan dan kemudian mengembangkannya menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. Annisa : 1) yang artinya:
”Wahai manusia Bertakwalah Kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan perihalah hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.
Penciptaan manusia secara berpasang-pasangan dan menjadikannya berkembang menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, bertujuan untuk saling kenal-mengenal dan berhubungna satu sama lain. Hubungan yang paling baik adalah  yang mampu memelihara diri dan hubungan dengan Allah dan Mahkluknya, dalam konteks memelihara hubungan antar laki-laki dan perempuan, islam menganjurkan perkawinan bagi yang sudah mampu dan melarang mendekati segala perbuatan yang segala bentuk perzinaan.
Kesimpulan saya bahwa pacaran memang sangat rawan dengan perzinaan, oleh karena itu untuk apa kita mendekati pacaran apalagi mencobanya, padahal dengan jalan khitbah saat nanti umur kita memcukupi dan siap lahir batin maka semua itu akan berjalan lebih indah..
karena dalam Islam, hanya mengenal hubungan antara pria dan wanita  yang dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa: 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau wanita yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Maka, yang tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat di atas.
Pergaulan Bebas
Seks adalah proses m enjalani kehidupan bersama dengan suami-isteri. Seks merupakan proses hubungan intim antara 2 orang yang berlainan jenis kelamin atau jenis kelamin yang sama ( Homosexual ) serta melakukan hubungan seks. Istilah seks lebih tepat untuk menunjukan alat kelamin. Namun, seringkali masyarakat awam memiliki pengertian bahwa istilah seks adalah lebih mengarah pada bagaimana hubungan seksual antara 2 oang yang berlainan jenis kelamin. Dan tidak sepantasnya masalah seks dipandang ebagai suatu permasalahan yang sepele, bakan mesti diatasi sesuai dengan solusi yang diturunkan Allah SWT. Kerana Seks bukanlah masalah yang sekunder, pergaulan bebas khususnya melakukan hubungan seks secara bebas telah menghancurkan banyak peradaban yang pernah menguasai dunia.
Perspektif Hukum Islam Terhadap Seks
Pergaulan bebas dan seks bebas merupakan fenomena yang sudah terjadi sejak lama bertentangan dengan etika agama islam dan kesusialaan yang ada dimasyarakat, yang pada akhirnya merusak pemuda-pemudi dikalangan kita. Seks bebas adalah hubungan seksual yang tidak sah, islam telah melarang segala bentuk hbungan seksual yang diluar pernikahan dan menetapkan hukuman yang berat terhadap pelaggaran hukum yang telah ditentukan. Dengan demikian perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan pada perbuatan zina adalah haram. Dan diperkuat denga kaidah-kaidah yang membawa pada hal haram maka hukumnya haram.
Allah Ta’ala berfirman, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin,” (an-Nuur: 2-3).
Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (Qs. al-Israa’: 32)
Ulama Fiqih membagi zina menjadi 2 bagian
  1. Pezina Muhson yaitu: bagi wanita yang sudah bersuami atau pernah bersuami dan bagi laki-laki mereka yang sudah beristeri atau pernah beristeri.
  2. Pezina Ghoiru Muhson Yaitu: mereka yang belum pernah bersuami atau beristeri
Dan yang sering melakukan perzinaan adalah pezina Ghoiru Muhson, antara
remaja laki-laki dengan wanita yang belum menikah atau dengan wanita yang
sudah menikah ataupun sebaliknya.

Biro Jodoh

Biro jodoh adalah tempat untuk membantu orang baik perempuan atau orang baik laki-laki yang mengalami kesulitan dala mencari jodoh ( pasangan ), sehingga adanya biro jodoh ini diharapkan dapat mengatasi hambatan dalam pencarian dan pemilihan jodoh ( pasangan ) sesuai criteria yang diinginkan. Biro jodoh ini dapat berupa badan ataupun orang yang akan mencari jodoh.dan pada zaman ini kebanyakan biro jodoh sering dilakukan dengan suasana hiburan saja sehingga antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bisa dapat berkumpul mungkin tanpa batasan.
Pandangan Islam Dalam Biro Jodoh
Penciptaan manusia secara berpasangan dan menjadikan berkembang menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, untuk saling kenal dan berhubungan satu sama lain. Islam menganjurkan kepada umat islam agar saling mengenal antara satu dengan yang lain. Sesuai dengan rambu-rambu keislaman dan perspektif islam. Untuk sebatas mengenal dan mencintai seseoran karena Allah dan tiak melanggar larangan.

Hukum Biro Jodoh

Hukum biro jodoh ini sama dengan hukum peminangan, karena tidak terdapat dalam Al-qur’an dan Hadist , oleh karena itu, hukumnya MUBAH. Hal ini dikarenakan dari sudut mana kita memandang dan bagaimana cara teknis dari biro jodoh itu sendiri serta niat dari yang mencari jodoh.

[1] Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana, 2003, h.1
[2] Ibid, h.30-31
[3] Dr. Yusuf Qardhawi, Hadyu al-Islam fatawa al-Muasshirah, juz 1, 1996. cet VI, h.10-26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar