PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang Masalah
Manusia  sebagai makhluk yang berpikir akan dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin  tahu inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami, dan menjelaskan  gejala-gejala alam, juga berusaha untuk memecahkan masalah atau  persoalan yang dihadapi, serta berusaha untuk memahami masalah itu  sendiri, ini semua menyebabkan manusia mendapatkan pengetahuan yang  baik.
Pengetahuan  yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala  alam yang ada, kemudian semakin bertambahnya dengan pengetahuan yang  diperoleh dari hasil pemikirannya, setelah manusia mampu memadukan  kemampuan penalaran dengan eksperimentasi ini, maka lahirlah ilmu  pengetahuan yang mantap atau bagus.
Jadi,  perkembangan alam pikiran manusia sampai dengan kelahiran Ilmu  Pengetahuan Alam sebagai ilmu yang mantap, melalui 4 (empat) tahap yaitu  tahap mitos, tahap penalaran deduktif (rasionalisme) atau tahap  pemikiran rasional, tahap penalaran induktif (empirisme) atau tahap  pemikiran empiris, dan akhirnya sampai ke tahap pengkristalan konsep  metode ilmiah.   
1.2          Perumusan Masalah
Berdasarkan  uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka  penulis dapat menyimpulkan perumusan beberapa permasalahan yang akan  dibahas dalam karya ilmiah ini, yaitu: 
1.      Apakah rasa ingin tahu menyebabkan alam pikiran manusia berkembang?
2.      Apakah melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian alam sekitarnya?
3.      Apakah dapat dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan penggabungan antara penalaran empirisme dan penalaran rasionalisme?
1.3          Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
Dalam  penulisan karya ilmiah, tentu memiliki tujuan penulisan dan manfaat  penulisan. Berikut ini merupakan uraian dari tujuan penulisan dan  manfaat penulisan karya ilmiah ini.
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
·         Untuk memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala alam sampai terwujudnya metode ilmiah.
·         Untuk dapat menjelaskan perkembangan alam pikiran manusia dalam memenuhi kebutuhan terhadap rasa ingin tahunya.
·         Untuk memberi alasan yang diterima mitos dalam kehidupan masyarakat.
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
·         Untuk menjelaskan alasan ketidakpuasan masyarakat tentang metode deduksi dalam menjelaskan kebenaran atas gejala alam.
·         Untuk mengungkapkan dengan kata-kata sendiri tentang mulai tumbuhnya Ilmu Pengetahuan Alam.
·         Untuk menyebutkan keunggulan dan keterbatasan serta peranan metode ilmiah.
1.4     Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini, penulis  membaginya  menjadi tiga (III) bab yang masing-masing bab terdiri atas beberapa sub  bab. Maka secara garis besar, perumusan ini dapat dilihat sebagai  berikut:
          BAB I     :   PENDAHULUAN
Pada bab ini akan disajikan tentang latar belakang masalah,   perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
          BAB II    :   PEMBAHASAN MASALAH
Pada  bab ini akan dikemukakan cakupan perkembangan pikiran manusia, cakupan  mitos, penalaran, dan pengetahuan pangkal kelahiran ilmu pengetahuan  alam, dan cakupan metode ilmiah sebagai ciri ilmu pengetahuan alam  sesuai dengan judul yang dipilih.
          BAB III  :   PENUTUP
Pada bab ini akan dimuat tentang kesimpulan dan saran-saran dari hasil pembuatan karya ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1        Perkembangan Pikiran Manusia
A.  Sifat Unik Manusia
Dibandingkan  dengan makhluk lain, jasmani manusia adalah lemah, sedangkan rohani,  akal budi, dan kemauannya sangat kuat. Manusia tidak mempunyai tanduk,  taji, ataupun sengat, maka untuk membela diri terhadap serangan dari  makhluk lain dan untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang  merugikan, manusia harus memanfaatkan akal budinya yang cemerlang.  Kemauannya yang keras menyebabkan manusia dapat mengendalikan  jasmaninya. 
Hal  ini dapat menimbulkan efek yang negatif misalnya, manusia dapat mogok  makan, dapat minum-minuman keras sampai mabuk, dan bahkan dapat  bunuh  diri. Kalau tubuh mendapat pengaruh yang negatif dari lingkungan, maka  timbul reaksi yang mendorong tubuh supaya melepaskan diri dari  lingkungan yang merugikan itu. Tetapi kemauan keras dapat memaksa tubuh  supaya tetap menerima pengaruh yang negatif itu. Jadi, sifat unik  manusia itu adalah akal budi dan kemauannya menaklukkan jasmaninya.  
B.  Rasa Ingin Tahu
Dengan  pertolongan akal budinya, manusia menemukan berbagai cara untuk  melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi  adanya akal budi itu juga menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu  berkembang. Dengan kata lain, rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat  dipuaskan. Akal budi manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan yang  telah dimilikinya. Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan  berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai  persoalan yang muncul di dalam pikirannya. 
Kegiatan  yang dilakukan manusia itu kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya  sehingga tidak dapat menghasilkan pemecahan. Tetapi kegagalan biasanya  tidak menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru membangkitkan  semangat yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan. Dengan  semangat yang makin berkobar ini diadakanlah kegiatan-kegiatan yang  dianggap lebih serasi dan dapat diharapkan akan menghasilkan  penyelesaian yang memuaskan.
Kegiatan untuk mencari pemecahan dapat berupa: 
1.      Penyelidikan langsung.  
2.      Penggalian hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
3.      Kerjasama dengan penyelidik-penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal yang sama atau yang sejenis.
Sebenarnya  setiap orang mempunyai rasa ingin tahu, meskipun kekuatan atau  intensitasnya tidak semua sama, sedangkan bidang minatnyapun  berbeda-beda. Rasa ingin tahu inilah yang dapat diperkuat ataupun  diperlemah oleh lingkungan. 
Jadi  rasa ingin tahu tiap manusia pada setiap saat belum tentu sama kuat,  demikian pula kelompok fenomena yang menimbulkan rasa ingin tahu  biasanya berbeda-beda dan dapat berubah-ubah menurut keadaan. Tidak  mungkin setiap individu mempunyai rasa ingin tahu yang sama kuat  terhadap segala fenomena yang terjadi dari alam.
Rasa  ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu  menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini  tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya  sehari-hari seperti bercocok tanam, tetapi pengetahuan manusia juga  berkembang sampai kepada hal-hal tentang keindahan.
C.  Rasa Ingin Tahu Menyebabkan Alam Pikiran Manusia Berkembang
Ada dua macam perkembangan yang akan kita tinjau, yaitu:
1.      Perkembangan alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini.
2.      Perkembangan alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Perkembangan  alam pikiran dapat juga disebabkan oleh rangsangan dari luar, tanpa  dorongan dari dalam yang berupa rasa ingin tahu. Jadi dengan kata lain,  bahwa alam pikiran manusia berkembang terutama karena ada dorongan dari  dalam, yaitu rasa ingin tahu.
2.2        Mitos, Penalaran, dan Pengetahuan Pangkal Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam
A.  Mitos
Menurut A. Comte, bahwa dalam sejarah perkembangan manusia itu  ada tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap teologi atau tahap metafisika
2.      Tahap filsafat
3.      Tahap positif atau tahap ilmu
Dalam  tahap teologi atau tahap metafisika, manusia menyusun mitos atau  dongeng untuk mengenal realita atau kenyataan, yaitu pengetahuan yang  tidak obyektif, melainkan subyektif. Mitos ini diciptakan untuk  memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran, mitos, rasio atau  penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal, intuisi,  maupun imajinasi. 
Menurut  C.A. van Peursen, mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman  atau arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan,  dapat pula diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang, dan  sebagainya. Inti cerita adalah lambang-lambang yang mencetuskan  pengalaman manusia beserta lambang kejahatan dan kebaikan, kehidupan dan  kematian, dosa dan penyucian, juga perkawinan dan kesuburan.
Pada  tahap teologi ini, manusia menemukan identitas dirinya. Manusia sebagai  subyek yang masih terbuka dikelilingi oleh obyek yaitu alam, sehingga  manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan kekuatan alam. Lewat mitos  inilah, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam  kejadian-kejadian alam sekitarnya, dan dapat menanggapi daya kekuatan  alam.
Berikut ini akan dijelaskan contoh-contoh mengenai mitos, yaitu:
1.      Gunung api meletus hebat, menimbulkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan  awan  panas, sehingga menimbulkan banyak korban manusia. Manusia pada tahap  teologi (menurut A. Comte) atau pada tahap mitos (C.A. van Peursen)  belum dapat melihat realita ini dengan inderanya.
2.      Gempa  bumi diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada  bahunya) memindahkan bumi dari bahu yang satu ke bahu yang lain.
3.      Gerhana bulan disangka terjadi karena bulan dimakan raksasa.
4.      Bunyi guntur dikira ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendarai dewa melintasi langit.
Mencari  jawaban atas masalah seperti itu, dan menghubungkannya dengan  makhluk-makhluk gaib, disebut berpikir secara irasional. Demikianlah  manusia pada tahap mitos atau teologi menjawab keingintahuannya dengan  menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam pikirannya masih  terbatas pada imajinasi atau intuisi.
B.  Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan  bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya  cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa  mengarang mitos. 
Menurut  A. Comte, dalam perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia  berkembang dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah  terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir secara obyektif. Rasio  sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang obyektif. Berbeda dengan pada  tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia mencoba mempergunakan  rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi obyek belum  dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan alam pikiran manusia merupakan suatu proses,  maka  manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga berkembang ke dalam  tahap positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau tahap ilmu ini,  rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi obyek  dengan rasio. 
Dalam  menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang  menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan  selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati  peristiwa itu, mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus,  kemudian berusaha mencari penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang  sesuai dengan hasil pengamatannya. Misalnya, dengan mencegah terjadinya  letusan yang hebat. Untuk mengurangi banyaknya korban, penduduk di  sekeliling gunung api tersebut dipindahkan ke daerah lain. Inilah bukti  bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas dengan mitos sebagai pemikiran  yang irasional, kemudian mencari jawaban yang rasional.
Pemecahan  secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh  pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut  rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan  penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang  bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan  yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini  menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri  atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu  disebut  premis mayor dan premis minor. Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut.
Dengan  demikian, jelas bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai  dengan pernyataan yang sudah pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang  dipakai untuk membangun sistem pemikirannya, diturunkan atau berasal  dari idea yang menurut anggapannya jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran  manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat diperoleh bermacam-macam  pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada kesepakatan yang  dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat kesulitan  untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis.  
C.  Penalaran Induktif (empirisme)
Pengetahuan  yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai  kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman  konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman  konkret disebut penganut empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa  pengetahuan yang  benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut  empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif.  Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum  dari pengamatan, atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada  pengamatan atas logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika  dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang.
Dari  uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh  hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat  abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula dengan pengetahuan yang  diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan  karena kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan pengetahuan yang  diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.   
D.  Pendekatan Ilmiah sebagai Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam
Metode  keilmuan atau pendekatan ilmiah adalah perpaduan antara rasionalisme  dan empirisme. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah  atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian  ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan  terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari  penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Metode keilmuan itu  bersifat obyektif, bebas dari keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi,  serta bersifat terbuka.
Jadi,  suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan  bilamana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan  antara rasionalisme dan empirisme. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa  suatu himpunan pengetahuan dapat disebut Ilmu Pengetahuan Alam bilamana  memenuhi persyaratan berikut, yaitu: obyeknya pengalaman manusia yang  berupa gejala-gejala alam, yang dikumpulkan melalui metode keilmuan  serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia.   
2.3        Metode Ilmiah sebagai Ciri Ilmu Pengetahuan Alam
Berpikir  secara rasional dan berpikir secara empiris membentuk dua kutub yang  saling bertentangan. Kedua belah pihak, masing-masing mempunyai  kelebihan dan kekurangannya. Gabungan antara dua pendekatan rasional dan  pendekatan empiris dinamakan metode ilmiah. Rasionalisme memberi  kerangka pemikiran yang koheren dan logis, sedangkan empirisme dalam  memastikan kebenarannya memberikan kerangka pengujiannya. Dengan  demikian, maka pengetahuan yang dihasilkan yaitu pengetahuan yang  konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, karena telah diuji  secara empiris.
Metode  ilmiah merupakan cara dalam memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Dan  dapat juga dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan antara  rasionalisme dan empirisme. Cara-cara berpikir rasional dan empiris  tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat dalam proses  kegiatan ilmiah tersebut.
Kerangka dasar, prosedurnya dapat diuraikan atas langkah-langkah seperti berikut: 
1.      Penemuan atau penentuan masalah
Dalam  kehidupan sehari-hari, kita menghadapi berbagai masalah. Kesadaran  mengenai masalah yang kita temukan secara empiris tersebut menyebabkan  kita mulai memikirkannya secara rasional.
2.      Perumusan kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk mendeskripsikan permasalahannya secara lebih jelas.
3.      Pengajuan hipotesis
Hipotesis  adalah kerangka pemikiran sementara yang menjelaskan hubungan antara  unsur-unsur yang membentuk suatu kerangka permasalahan.
4.   Deduksi hipotesis  
Kadang-kadang, dalam menjembatani permasalahan secara rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan langkah perantara.
5.   Pengujian hipotesis
      Langkah ini merupakan usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis.
6.      Keterbatasan dan keunggulan metode ilmiah.
Keterbatasan:
Semua  kesimpulan ilmiah atau kebenaran ilmu termasuk Ilmu Pengetahuan Alam  bersifat tentatif, yang artinya kesimpulan itu di anggap benar selama  belum ada kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan itu, sedangkan  kesimpulan ilmiah yang dapat menolak kesimpulan ilmiah yang terdahulu,  menjadi kebenaran ilmu yang baru. Keterbatasan lain dari metode ilmiah  adalah tidak dapat menjangkau untuk membuat kesimpulan yang bersangkutan  dengan baik dan buruk atau sistem nilai, tentang seni dan keindahan,  dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji adanya Tuhan.
Keunggulan:
Ilmu  atau Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik,  sistematik, dan berlaku umum. Dengan sifat-sifat tersebut, maka orang  yang berkecimpung atau selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan  terbimbing sedemikian rupa hingga padanya terkembangkan suatu sikap  ilmiah.
Yang dimaksud dengan sikap ilmiah tersebut adalah sikap:
a.       Mencintai kebenaran yang obyektif, dan bersikap adil.
b.      Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolut.
c.       Tidak percaya pada takhayul, astrologi, maupun untung-untungan.
d.      Ingin tahu lebih banyak.
e.       Tidak berpikir secara prasangka.
f.       Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.
g.      Optimis, teliti, dan berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya adalah benar.
BAB III
PENUTUP
Demikianlah  karya ilmiah ini yang dapat penulis buat mengenai materi berjudul  “Perkembangan Pemikiran Manusia dalam Mensikapi Fenomena Alam” yang  menjadi pokok pembahasan atau intisari permasalahannya. Karya ilmiah ini  penulis buat dengan sebaik mungkin, tetapi penulis menyadari bahwasanya  masih terdapat kekurangan dan kelemahan dari karya ilmiah ini. 
Penulis  berharap para pembaca dapat memberikan masukan dan saran yang membangun  atau konstruktif untuk kebaikan atau kesempurnaan karya ilmiah ini, dan  berguna untuk masa yang akan datang. Akhirnya, tak lupa penulis  sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga  terwujudnya karya ilmiah ini.
Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
3.1        Kesimpulan
Segala  yang diketahui manusia itu adalah pengetahuan. Pengetahuan itu dapat  digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pengetahuan ilmiah dan pengetahuan  non-ilmiah. Pembagian ini sangat tergantung dari cara bagaimana  pengetahuan itu diperoleh.
Pengetahuan  non-ilmiah didapat antara lain dari prasangka, coba-coba, intuisi, dan  tidak sengaja. Pengetahuan ilmiah didapat dari usaha yang dasar  (sengaja) dengan syarat obyektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum.
Langkah metode ilmiah itu adalah: 
1.      Perumusan masalah
2.      Penyusunan hipotesis
3.      Pengujian hipotesis
4.      Penarikan kesimpulan
Kelemahan  metode ilmiah termasuk Ilmu Pengetahuan Alam adalah bahwa metode ini  tidak dapat menjawab atau memperoleh kesimpulan dalam hal-hal yang  menyangkut keindahan, sistem penilaian baik dan buruk, serta agama yang  berasal dari wahyu ilahi.
Keunggulan metode ilmiah antara lain adalah dapat membuat kita menjadi:
1.      Obyektif dan universal
2.      Menceritakan kebenaran
3.      Tidak percaya kepada takhayul
4.      Mempunyai pikiran yang terbuka
5.      Tidak percaya begitu saja kepada pendapat sebelum ada bukti yang nyata
6.      Bersikap optimis, teliti, dan berani karena benar
 
3.2        Saran-saran
1.      Agar kita semua sebagai umat manusia, diwajibkan lebih memperhatikan dan menjaga alam semesta ini dengan sebaik mungkin.
2.      Agar kita semua dapat menumbuhkan rasa keingintahuan kita terhadap sasaran objek yang menjadi perhatian kita.
3.      Agar  umat manusia dapat mengembangkan imajinasi, intuisi, daya khayal, dan  kreatifitasnya masing-masing demi untuk kebaikan alam itu sendiri.
SUMBER REFERENSI
1.   Aly, Abdullah. 2004. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara
2.   Rahma, Eny. 2004. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara

 
.seepp
BalasHapussangat berguna :-)
maaf saya mau tanya, mengapa manusia disuruh berfikir tentang peristiwa dan tatanan alam? ini untuk tugas PAI.
BalasHapusbtw, blog ini bermanfaat sekali :)
sangat terstruktur,cakep.
BalasHapusnumpang copas untuk belajar menyusun makalah.trimakasih