I. Pendahuluan
Mutu pendidikan yang baik
dapat mendorong terciptanya masyarakat yang berkualitas, kreatif dan
produktif. Salah satu ciri dari mutu pendidikan yang baik adalah
terciptanya proses pembelajaran yang baik pula (mulai dari perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi). Sebagai dampaknya Guru yang merupakan
peran sentral dalam proses pembelajaran sudah sewajarnya dituntut untuk
lebih professional dalam menjalankan fungsinya. Selain hal tersebut,
perubahan dan perkembangan masyarakat yang semakin maju juga menuntut
profesi guru menyesuaikan diri dengan perubahan dan kebutuhan
masyarakat.
Seiring dengan hal diatas
komitmen pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermutu dan
berkualitas ditandai dengan lahirnya UU No 20 Th 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU No 14 Th 2005 tentang UU Guru dan Dosen, dan PP
No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam UU dan PP
tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum
dan kompetensi sesuai dengan bidangnya.
A. Kompetensi Guru.
Pentingnya guru professional
yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang
No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat
(1) UUGD tersebut, kompetensi yang dimaksud memiliki arti sebagai
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan.
Lebih dalam lagi pada pasal 10
ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP
dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:
a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional; dan
d. Kompetensi sosial.
B. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No.14 tahun
2005 tentang Guru Dan Dosen pada bab penjelasan pasal 10 ayat (1)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Lebih lanjut pada Bab Penjelasan
Pasal 28 ayat 3 PP 19tahun 2005 tentang SNP yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi:
1. Pemahaman terhadap peserta didik
2. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
3. Evaluasi hasil belajar, dan
4. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Berikut akan dijabarkan mengenai dimensi-dimensi dari kompetensi pedagogik tersebut:
1. Pemahaman terhadap peserta didik.
Secara umum pemahaman peserta
didik dapat berarti kemampuan guru dalam memahami kondisi siswa (baik
fisik maupun mental) dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan begitu
diharapkan dapat tercipta interaksi yang baik antara guru dan peserta
didik dalam rangka menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
Dalam arti guru mengetahui seluk beluk peserta didik yang diajar,
menentukan metode pengajaran, bahan dan alat yang tepat sehingga
memungkinkan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya melalui interaksi dan pengalaman belajar.
Mulyasa (2008:79) menyebutkan
sedikitnya ada empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya,
yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan
kognitif.
a. Tingkat Kecerdasan
Dalam bukunya Psikologi Pendidikan, Alisuf Sabri menyimpulkan arti dari kecerdasan (intelegensi) sebagai berikut [1]:
- kemampuan umum mental individu yang tampak dalam caranya bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam melaksanakan tugas.
- suatu kemampuan mental individu yang ditunjukan melalui kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak/berbuat atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Dari pengertian diatas dapat
dikemukakan bahwa selain ditentukan berdasakan hasil tes IQ, ternyata
tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan seseorang dapat dilihat dari
kecepatan, ketepatan dan keberhasilan seseorang dalam bertindak atau
dalam memecahkan masalah.
Adanya perbedaan IQ atau tingkat
kecerdasan tiap peserta didik sudah barang tentu menunjukkan adanya
perbedaaan kemampuan pula. Perbedaaan kemampuan ini sangat mempengaruhi
peserta didik dalam menerima dan menyerap pelajaran, menyelesaikan
tugas-tugas, kualitas prestasi hasil belajar, maupun aktifitas lain.
Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang perlu disadari oleh seorang
guru. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seorang guru dapat melayani
perbedaan tersebut dengan sikap yang tepat. Diantaranya dengan
memberikan kegiatan belajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik. Hingga hasilnya setiap peserta didik diharapkan dapat
menyesuaikan diri dengan segala masalah yang dihadapi sesuai dengan
tingkat kemampuannya.
b. Kreativitas
Seperti halnya pemahaman
terhadap tingkat kecerdasan peserta didik, guru juga diharapkan dapat
menciptakan kondisi pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta
didik untuk dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Berdasarkan
penelitiannya, Gibbs (Mulyana 2008:88) menyimpulkan bahwa kreativitas
dapat dikembangkan dengan memberikan kepercayaaan, komunikasi yang
bebas, pengarahan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Apa yang
dikemukakan Gibbs diatas tentunya juga harus didukung dengan
kreativitas guru itu sendiri dalam menggunakan pendekatan/metode
pengajaran.
Dalam rangka mengembangkan dan
meningkatkan kreativitas peserta didik Bahri dan Zain (2006:160)
menyebutkan ada tiga aspek keterampilan guru dalam mengadakan variasi
dalam proses belajar mengajar, yaitu variasi dalam gaya mengajar, dalam
menggunakan media/bahan pengajaran serta variasi dalam interaksi antara
guru dan siswa. Salah satu contoh metode pengajaran yang kini sering
digunakan di banyak sekolah adalah metode inquiry (inkuiri), yang
memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk mengeksplorasi
sesuatu sesuai dengan persepsi dan kreativitas peserta didik.
c. Cacat fisik
Dalam bagian ini guru dituntut
untuk dapat memahami kondisi fisik peserta didik yang memiliki
keterbatasan atau kelainan (cacat). Dalam rangka membantu perkembangan
pribadi mereka, sikap dan layanan yang berbeda dapat dilakukan sesuai
dengan kondidi fisik yang dialami peserta didik. Misalkan jenis alat
bantu/media yang berbeda bagi penyandang cacat tuna netra, mengatur
posisi duduk bagi tuna rungu ataupun perlakuan khusus seperti membantu
duduk bagi peserta didik yang mengalami lumpuh kaki.
d. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif
Pada dasarnya proses belajar
mengajar bertujuan menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat
menimbulkan perubahan (pertumbuhan dan perkembangan) struktur kognitif
siswa. Dalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir,
mulai dari jenjang yang terendah sampai jenjang paling tinggi,yaitu:[2]
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan.
2. Pemahaman.
3. Penerapan.
4. Analisis.
5. Sintesis.
6. Penilaian.
Pertumbuhan dan perkembangan
aspek kognitif tersebut merupakan kolaborasi antara potensi bawan dan
lingkungan. Salah satu lingkungan yang mempengaruhi struktur kognitif
siswa adalah pada saat terjadinya interaksi belajar mengajar. Proses
pertumbuhan dan perkembangan kognitif siswa yang menuju kematangan
inilah yang harus terus dipantau dan dipahami guru. Sehingga guru
benar-benar dapat memahami tingkat kesulitan yang dihadapi dengan
menerapkan pembelajaran yang efektif sebagai solusinya.
e. Perancangan pembelajaran
Perancangan pembelajaran
merupakan kegiatan awal guru dalam rangka mengidentifikasi dan
menginventarisasi segala komponen dasar yang akan digunakan pada saat
pelaksanaan pembelajaran. Sedikitnya ada tiga kegiatan yang mendukung
perancangan pembelajaran ini, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan
kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.[3]
1. Identifikasi kebutuhan
Tahap ini merupakan tahap dimana
guru melibatkan peserta didik dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan
belajar, sumber-sumber yang mendukung kegiatan belajar, hambatan yang
mungkin dihadapi serta hal lainnya. Identifikasi kebutuhan bertujuan
antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan
belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa
memilikinya. Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar
tersebut kemudian akan dirumuskan kompetensi yang diharapkan dapat
dicapai peserta didik.
2. Perumusan kompetensi dasar.
Kompetensi
merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran.
Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap
materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran
serta dalam memberi petunjuk penilaian. Dengan dirumuskannya kompetensi
yang akan dicapai peserta didik, diharapkan penilaian pencapaian
kompetensi yang kelak akan dilakukan bersifat objektif, berdasarkan
kinerja peserta didik, dengan mengacu pada penguasaan mereka terhadap
suatu kompetensi sebagai hasil belajar[4]
3. Penyusunan program pembelajaran.
Kegiatan
ini merupakan tahap selanjutnya sebelum menyusun Rencana Pelaksanan
Pembelajaran (RPP). RPP itu sendiri adalah rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di
kelas.[5] Berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan bisa menerapkan
pembelajaran secara terprogram. Supaya RPP yang disusun bisa efektif
dan efisien maka perlu dilakukan kegiatan yang mendukung berikut[6]:
- Melakukan pemetaaan kompetensi per unit.
- Melakukan analisis alokasi waktu, dan
- Menyusun program tahunan dan semester.
4. Pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran
pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya,
baik faktor eksternal maupun faktor internal.Dalam pembelajaran, tugas
guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang
terjadinya perubahan perilaku pembentukan kompetensi peserta didik.
Umumnya pembelajaran menyangkut tiga hal: pre tes, proses, dan post tes ,
sebagai berikut[7]:
1. Pre tes (tes awal).
Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain:
- Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes maka pikiran mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan.
- Untuk mengetahui kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
- Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
2. Proses
Proses
adalah sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh pesera didik
terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosial. Kualitas
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari
segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan
kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau
setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara
fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran disamping
menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan
tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, proses
pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan prilaku yang positif pada
diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil
apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu
tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan
pembangunan.
3. Post Test
Pada
umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test, post test
memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan
pembelajaran. Fungsi post test antara lain :
- Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
- Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai anak didik dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai anak didik. Bagi anak yang belum menguasai tujuan pembelajaran perlu diberikan pengulangan (remedial teaching).
- Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial maupun yang perlu diberikan pengayaan.
- Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan.
f. Evaluasi hasil belajar.
Evaluasi
hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan
kompetensi peserta didik , yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas,
tes kemampuan dasar, dsb.
g. Pengembangan peserta didik.
Pengembangan
peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara
lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan
konseling (BK).
III. PENUTUP
Demikianlah
akhir dari makalah ini semoga dari apa yang diuraikan diatas kita
mendapatkan sedikit banyak pengetahuan, pencerahan ataupun keinginan
untuk dapat menerapkan kompetensi pedagogik dalam rangka menjadi seorang
guru yang qualified.
Daftar Pustaka dan Footnote
DAFTAR PUSTAKA
- Mulyasa E., Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008.
- Muslich, Masnur, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara,2007
- Sabri, Alisuf, psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007
- Bahri Jamarah, Syaiful, Drs. dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006
- Kunandar, S.Pd, M.Si, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, rajawali Press, 2007.
- Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996
- Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga, 2000
- UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
- UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
=========================
[1] Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007, hal.117
[2] Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996, h.49.
[3] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008,hal.100.
[4] Ibid, hal.102.
[5] Masnur Muslich, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara,2007), hal.45.
[6] Ibid, hal.41
[7] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008, hal.103
- Mulyasa E., Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008.
- Muslich, Masnur, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara,2007
- Sabri, Alisuf, psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007
- Bahri Jamarah, Syaiful, Drs. dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006
- Kunandar, S.Pd, M.Si, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, rajawali Press, 2007.
- Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996
- Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga, 2000
- UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
- UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
=========================
[1] Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007, hal.117
[2] Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996, h.49.
[3] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008,hal.100.
[4] Ibid, hal.102.
[5] Masnur Muslich, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara,2007), hal.45.
[6] Ibid, hal.41
[7] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008, hal.103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar