STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Senin, 13 Agustus 2012

KOMPETENSI PEDAGOGIK

I. Pendahuluan

Mutu pendidikan yang baik dapat mendorong terciptanya masyarakat yang berkualitas, kreatif dan produktif. Salah satu ciri dari mutu pendidikan yang baik adalah terciptanya proses pembelajaran yang baik pula (mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi). Sebagai dampaknya Guru yang merupakan peran sentral dalam proses pembelajaran sudah sewajarnya dituntut untuk lebih professional dalam menjalankan fungsinya. Selain hal tersebut, perubahan dan perkembangan masyarakat yang semakin maju juga menuntut profesi guru menyesuaikan diri dengan perubahan dan kebutuhan masyarakat.

Seiring dengan hal diatas komitmen pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermutu dan berkualitas ditandai dengan lahirnya UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Th 2005 tentang UU Guru dan Dosen, dan PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam UU dan PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan kompetensi sesuai dengan bidangnya.

A. Kompetensi Guru.

Pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat (1) UUGD tersebut, kompetensi yang dimaksud memiliki arti sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:
a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional; dan
d. Kompetensi sosial.

B. Kompetensi Pedagogik

Dalam Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pada bab penjelasan pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

Lebih lanjut pada Bab Penjelasan Pasal 28 ayat 3 PP 19tahun 2005 tentang SNP yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi:

1. Pemahaman terhadap peserta didik
2. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
3. Evaluasi hasil belajar, dan
4. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


Berikut akan dijabarkan mengenai dimensi-dimensi dari kompetensi pedagogik tersebut:

1. Pemahaman terhadap peserta didik.

Secara umum pemahaman peserta didik dapat berarti kemampuan guru dalam memahami kondisi siswa (baik fisik maupun mental) dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan begitu diharapkan dapat tercipta interaksi yang baik antara guru dan peserta didik dalam rangka menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Dalam arti guru mengetahui seluk beluk peserta didik yang diajar, menentukan metode pengajaran, bahan dan alat yang tepat sehingga memungkinkan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui interaksi dan pengalaman belajar.

Mulyasa (2008:79) menyebutkan sedikitnya ada empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif.

a. Tingkat Kecerdasan

Dalam bukunya Psikologi Pendidikan, Alisuf Sabri menyimpulkan arti dari kecerdasan (intelegensi) sebagai berikut [1]:
  • kemampuan umum mental individu yang tampak dalam caranya bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam melaksanakan tugas.
  • suatu kemampuan mental individu yang ditunjukan melalui kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak/berbuat atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa selain ditentukan berdasakan hasil tes IQ, ternyata tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan seseorang dapat dilihat dari kecepatan, ketepatan dan keberhasilan seseorang dalam bertindak atau dalam memecahkan masalah.

Adanya perbedaan IQ atau tingkat kecerdasan tiap peserta didik sudah barang tentu menunjukkan adanya perbedaaan kemampuan pula. Perbedaaan kemampuan ini sangat mempengaruhi peserta didik dalam menerima dan menyerap pelajaran, menyelesaikan tugas-tugas, kualitas prestasi hasil belajar, maupun aktifitas lain. Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang perlu disadari oleh seorang guru. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seorang guru dapat melayani perbedaan tersebut dengan sikap yang tepat. Diantaranya dengan memberikan kegiatan belajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Hingga hasilnya setiap peserta didik diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan segala masalah yang dihadapi sesuai dengan tingkat kemampuannya.

b. Kreativitas

Seperti halnya pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik, guru juga diharapkan dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Berdasarkan penelitiannya, Gibbs (Mulyana 2008:88) menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberikan kepercayaaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Apa yang dikemukakan Gibbs diatas tentunya juga harus didukung dengan kreativitas guru itu sendiri dalam menggunakan pendekatan/metode pengajaran.

Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kreativitas peserta didik Bahri dan Zain (2006:160) menyebutkan ada tiga aspek keterampilan guru dalam mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar, yaitu variasi dalam gaya mengajar, dalam menggunakan media/bahan pengajaran serta variasi dalam interaksi antara guru dan siswa. Salah satu contoh metode pengajaran yang kini sering digunakan di banyak sekolah adalah metode inquiry (inkuiri), yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk mengeksplorasi sesuatu sesuai dengan persepsi dan kreativitas peserta didik.

c. Cacat fisik

Dalam bagian ini guru dituntut untuk dapat memahami kondisi fisik peserta didik yang memiliki keterbatasan atau kelainan (cacat). Dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka, sikap dan layanan yang berbeda dapat dilakukan sesuai dengan kondidi fisik yang dialami peserta didik. Misalkan jenis alat bantu/media yang berbeda bagi penyandang cacat tuna netra, mengatur posisi duduk bagi tuna rungu ataupun perlakuan khusus seperti membantu duduk bagi peserta didik yang mengalami lumpuh kaki.

d. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif

Pada dasarnya proses belajar mengajar bertujuan menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan (pertumbuhan dan perkembangan) struktur kognitif siswa. Dalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang yang terendah sampai jenjang paling tinggi,yaitu:[2]
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan.
2. Pemahaman.
3. Penerapan.
4. Analisis.
5. Sintesis.
6. Penilaian.

Pertumbuhan dan perkembangan aspek kognitif tersebut merupakan kolaborasi antara potensi bawan dan lingkungan. Salah satu lingkungan yang mempengaruhi struktur kognitif siswa adalah pada saat terjadinya interaksi belajar mengajar. Proses pertumbuhan dan perkembangan kognitif siswa yang menuju kematangan inilah yang harus terus dipantau dan dipahami guru. Sehingga guru benar-benar dapat memahami tingkat kesulitan yang dihadapi dengan menerapkan pembelajaran yang efektif sebagai solusinya.

e. Perancangan pembelajaran

Perancangan pembelajaran merupakan kegiatan awal guru dalam rangka mengidentifikasi dan menginventarisasi segala komponen dasar yang akan digunakan pada saat pelaksanaan pembelajaran. Sedikitnya ada tiga kegiatan yang mendukung perancangan pembelajaran ini, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.[3]

1. Identifikasi kebutuhan

Tahap ini merupakan tahap dimana guru melibatkan peserta didik dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber yang mendukung kegiatan belajar, hambatan yang mungkin dihadapi serta hal lainnya. Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar tersebut kemudian akan dirumuskan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik.

2. Perumusan kompetensi dasar.
Kompetensi merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran serta dalam memberi petunjuk penilaian. Dengan dirumuskannya kompetensi yang akan dicapai peserta didik, diharapkan penilaian pencapaian kompetensi yang kelak akan dilakukan bersifat objektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan mengacu pada penguasaan mereka terhadap suatu kompetensi sebagai hasil belajar[4]

3. Penyusunan program pembelajaran.
Kegiatan ini merupakan tahap selanjutnya sebelum menyusun Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP). RPP itu sendiri adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.[5] Berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Supaya RPP yang disusun bisa efektif dan efisien maka perlu dilakukan kegiatan yang mendukung berikut[6]:

- Melakukan pemetaaan kompetensi per unit.
- Melakukan analisis alokasi waktu, dan
- Menyusun program tahunan dan semester.

4. Pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor eksternal maupun faktor internal.Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pembentukan kompetensi peserta didik. Umumnya pembelajaran menyangkut tiga hal: pre tes, proses, dan post tes , sebagai berikut[7]:

1. Pre tes (tes awal).
Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain:
  • Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes maka pikiran mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan.
  • Untuk mengetahui kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
  • Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
2. Proses
Proses adalah sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh pesera didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosial. Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran disamping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.

3. Post Test
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test, post test memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post test antara lain :
  • Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
  • Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai anak didik dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai anak didik. Bagi anak yang belum menguasai tujuan pembelajaran perlu diberikan pengulangan (remedial teaching).
  • Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial maupun yang perlu diberikan pengayaan.
  • Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan.
f. Evaluasi hasil belajar.
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan kompetensi peserta didik , yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, dsb.

g. Pengembangan peserta didik.
Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan konseling (BK).

III. PENUTUP
Demikianlah akhir dari makalah ini semoga dari apa yang diuraikan diatas kita mendapatkan sedikit banyak pengetahuan, pencerahan ataupun keinginan untuk dapat menerapkan kompetensi pedagogik dalam rangka menjadi seorang guru yang qualified.
Daftar Pustaka dan Footnote
DAFTAR PUSTAKA



- Mulyasa E., Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008.

- Muslich, Masnur, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara,2007

- Sabri, Alisuf, psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007

- Bahri Jamarah, Syaiful, Drs. dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006

- Kunandar, S.Pd, M.Si, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, rajawali Press, 2007.

- Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996

- Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga, 2000

- UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

- UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

- PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

=========================

[1] Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007, hal.117

[2] Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996, h.49.

[3] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008,hal.100.

[4] Ibid, hal.102.

[5] Masnur Muslich, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara,2007), hal.45.

[6] Ibid, hal.41

[7] Dr, E Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda Karya, 2008, hal.103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar