STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Senin, 04 Juli 2011

EPISTIMOLOGI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Secara etimologi, kata “epistimologi” berasal dari bahasa Yunani “epistime” dan “logos”, epistime berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan, Jadi epistimologi adalah sebuah teori tentang pengetahuan dalam bahasa inggris dikenal dengan “Theori of Knowledge”.
Secara terminology Dagobert D. Runes dalam bukunya Dictioniry of Philosophy yang dikutip Armai Arief mengatakan bahwa Epistimologi adalah sebagai cabang filsafat yang menyelidiki tentang keaslian pengertian struktur, mode, dan validitas pengetahuan. Dalam pendapat lain adalah D. W Hamlyn sebagaimana yang dikutip Mujamil, mendefinisikan epistimologi sebagi cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Dengan demikian maka epistimologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari hal-hal yang bersangkutan denagn pengetahuan dan dipelajari secar substantive.
Oleh karena itu, epistimologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang bersangkutan dengan:
1. Filsafat, sebagai cabang ilmu dalam mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
2. Metode, memiliki tujuan untuk mengantarkan manusia mencapai pengetahuan.
3. Sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.

Sebagai cabang ilmu filsafat, Epistimologi bermaksud untuk mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari seorang mahkluk yaitu manusia.Bagaiman pada dasarnya pengetahuan itu diperoleh dan diuji kebenarannya?. Dimana saja ruang linkup atau batasan-batasan kemampuan manusia untuk mengetahui?. Di dalam epistimologi juga berlaku pengandaian-pengandaian dan sarat-sarat logis mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggung jawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan obyektifitasnya.
Epistimologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri lingkungfan sosial, dan alam sekitarnya, maka epistimologi adalah suatu disiplin yang bersifat evaluatif, normative dan kritis.
Efaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu kayakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar.
Normatif: berarti menentukan norma atau tolak ukur dan dalam hal ini tolak ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistimologi sebagi cabang ilmu filsafat tidak cukupo hanya memberi deskripsi atau paparan tentang bagaimana proses manusia mengetahui itu terjadi tetapi perlu menbuat penentuan mana yang betul dan mana yang salah berdasarkan norma empirik.
Kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanykan adalah baik asumsi-asumsi cara kerja atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dalam berbagai kegiatan kognitif manusia.


B. METODE DAN MACAM-MACAM EPISTEMOLOGI
Dasar bagi konsepsi kebenaran umum sebagi kesesuaian antar pikiran dan dengan kenyataan. Jika apa yang saya nyatakan baik, maka pertimbangan saya katakan sesuai dengan kenyataan, maka benar.
Berdasarkan cara kerjanya atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan epistemologi dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1. Epistemologi Metafisis
Epistemologi metafisis berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaiman manusia mengetahui kenyataan tersebut. Misalnya tentang keyakinan Plato yang meyakini bahwa kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunia ide-ide, sedangkan kenyataan sebagaimana kita alami adalah kenyataan yang fana dan gambaran kabur saja dari kenyataan dalam dunia ide-ide.

2. Epistemologi Skeptis
Epistemologi skeptis pernah dikerjakan oleh Decrates, kita perlu membuktikan dulu apa yang dapat kita ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan.

3. Epistemologi Kritis
Epistemologi kritis memprioritaskan metafisika atau epistimologi tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan, lalu kita coba tanggapi secara kritis asumsi, prosedur dan kesimpulan tersebut.

C. JENIS-JENIS PENGETAHUAN
Filsafat merupakan usaha untuk memasuki persoalan tertentu daripada sebagai penguasaan terhadap seperangkat jawaban yang terumuskan, filsafat merupakan pembukaan mata terhadap apa yang telah dialami, filsafat yang utama merupakan refleksi.
Dari beberapa refleksi kita bisa membedakan pengetahuan manusia menjadi 3 jenis pengetahuan yaitu:
1. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan Ilmiah adlah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kewrja atau metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarakan atas persepsi indrawi dan melibatakan uji coba hipotesis serta teori secara terkendali.

2. Pengetahuan Moral
Kalau adanya pengetahuan ilmiah sering tidak begitu biperdebatkan, lain halnya dengan adanya pengetahuan moral cukup banyak orang menganggap bahwa dalam hal moral todak ada kebenaran yang bersifat obyektif dan universal. Penilaian dan putusan moral adalah soal perasaan pribadi atau paling-paling produk budaya tempat orang lahir dan dibesarkan, dalam hal moral tidak ada klaim kebenaran yang abasah.

3. Pengetahuan Religius
Persoalan tentang kemungkinan adanya penmgetahuan, religius sedikit berbeda dari persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan moral. Kendati begitu beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi titik terang pada persoalan tentang pengetahuan religius.

D. PENDEKATAN PEROLEHAN ILMU PENGETAHUAN
Salah satu masalah teori pengetahuan yang tertua adalah tentang sumber pengetahuan. Masing-masing kita memiliki khasanah pengetahuan tertentu, misalnya tentang alam sekitar, kehidupan yang kita alami, prinsip- prinsip matematika, tentang baik buruk tentang indah dan jelek dan sebagainya.
Didalam sejarah filsafat lazim dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh melalui salah satu dari 4 jalan sebagai berikut:
1. Pengetahuan diperoleh dari budi.
2. Pengetahuan diperoleh dari bawaan lahir.
3. Pengetahuan diperoleh dari indera-indera khusus, yaitu penglihatan, pendengaran, ciuman dan rabaan.
4. Pengetahuan berasal dari penghayatan langsung atau ilham.

Secara garis besar arah tujuan hidup manusia dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap:
• Pertama, mengetahui kebenaran.
• Kedua, memihak kepada kebenaran,
• Ketiga, berbuat ikhsan secara individual maupun sosial yang terealisasidalam perbuatan ibadah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah:
1. Bantuan kajian ilmu secara ontologism ilmu membatasi pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup manusia tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transcendental.
2. Cara menyusun pengetahuan: untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode ilmiah.
3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologism dan aksiologis ilmu itu sendiri.
4. Penjelasan diarahkan pada diskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang terikat dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya.
5. Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit.
6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan pada pengetahuan yang tidak tergolong pada kelompok ilmu tersebut.
7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal.
8. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis:
a. Ilmu eksakta: deduktif, rasio, kuantitatif.
b. Ilmu sosial: induktif, empiris, kuantitatif.

Para filosuf islam menyebutkan islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan , yaitu :
1. Alam tabi’at atau alam fisik
2. Alam akal
3. Analogi (Tamsil)
4. Hati dan ilham

Beberapa pra-syarat untuk memiliki pengetahuan, yaitu :
a. Konsentrasi
b. Akal yang sehat
c. Indra yang sehat

E. KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Ilmu pengetahuan berasal dari kata ilm dan pegetahuan. Dalam pandangan James K.Feiblenan pengetahuan (ma’rifah / knowledge) adalah hubungan antar obyek dan
Subyek (relation between obyek and sabyect). Dengan kata lain, pengetahuan adalah paham suatu subyek mengenai obyek yang dihadapi.
Sedangkan ilmu (al-ilmu/science) dalam pandangan para ahli mempunyai pengertian sebagai berikut:
1. Ilmu adalah sesuatu yang empiris, rasional, umum, dan komulatif,dan keempat-empatnya serempak.
2. Ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalan dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi, dan pengalaman untuk menentukan hakekat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang dipelajari.
3. Ilmu adalah seperangkat rumusan pengembangan pengetahuan yang dilaksanakan secara obyektif, sistimatis, baik dengan pendekatan deduktif maupun induktif, yang dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaandan ,danpengalaman manusia yang beraslal dari tuhan, dan disimpulkan oleh manusia melalui hasil penemuan pemikiran dari para ahli.
Dari beberapa difinisi diatas, ilmu pengethuan mempunyai ciri -ciri khusus, yaitu :
1. Obyek ilmu pengetahuan adalah empiris, yaitu fakta- fakta empiris yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan panca indranya.
2. Ilmu pengetahuan mempunyai karakteristik sendiri, yaitumempunyai sistimatika hasil yang diperoleh bersifat rasional dan obyektif, universal dan komulatif.
3. Ilmu dihasilkan dari pengamatan,pengalaman , studi, dan pemikiran.
4. Sumber dari segala ilmu adalah Tuhan.
5. Fungsi ilmu adalah keselamatan, kebahagiaan,pengamanan manusia dari segala sesuatu yang menyulitkan.
Disamping ilmu pengetahuan dapat dibuat sebagai setandar kualitas stratifikasi manusia, ilmu pengetahuan juga mempunyai kedudukan tertinggi dalam pandangan islam, diantaranya adalah :
1. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mencari kebenaran.
2. Ilmu pengetahuan sebagai prasarat amal shaleh.
3. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam guna mencapai ridho alloh SWT.
4. Ilmu pengetahuan sebagai alat penghubung daya piker.
5. Ilmu pengetahuan sebagai hasil pengembangan daya fakir.

Sesungguhnya ilmu pengetahuan dan agama keduanya tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan fitroh yang saling membimbing dengam mesra antara keduanya, tanpa adanya perbedaan dan pertentangan karena keduanya sebagaimana disampaikan oleh Muhammad Qutud yang dikutip oleh M. Ja’far yaitukarena:
1. Menghadapkan wajah kepada Allah SWT pencipta dalam melaksanakan ibadah.
2. Kegemaran melakukan penelitian ilmiah pada alam sekitar kita adalah fitroh.
3. Berusaha menggali sumber-sumber energi dan menaklukkannya untuk kepentingan kehidupan umat manusia adalah fitroh, karena Allah telah menyerahkan semuanya kepada umat manusia untuk menunjang pelakasanaan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.
4. Dalam ayat pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Allah berfirman “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.

Menurut Ismail Roji al-Faruqi, kewajiban pemikir muslim adalah melakukan islamisasi, untuk mendefinisikan dan menerapkan relefansi islam hingga ke item-item nya di dalam kehidupan sehari-hari. Dia menawarkan konsep operasionalnya berupa langkah-langkah proses islamisasi pengetahuan:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris.
2. Survey disiplin ilmu.
3. Penguasaan khasanah islam: sebuah antologi.
4. Penguasaan khasanah ilmiah islam tahap analisis.
5. Penentuan relefansi islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu.
6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern tingkat perkembangannya di masa kini.
7. Penilaian kritis terhadap khasanah islam: tingkat perkembangannya dewasa ini.
8. Survey permasalahan yang dihadapi umat islam.
9. Analisis kreatif dan sintesis.
10. Perenungan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka islam: buku-buku dasar tingkat universitas.
11. Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamkan.
Terjadinya dikotomi dalam pendidikan islam mengakibatkan hal-hal sebagi berikut:
1. Kegagalan dalam merumuskan prinsip at-tauhid.
2. Lahirnya syirik akibat dari dikotomi firqoh islam.
3. Dikotomi firqoh (ideologi) islam mengakibatkan dikotomi dalam kurikulum.
4. Dikotomi kurikulum menyebabkan terjadinya dikotomi dalam proses pencapaian tujuan pendidikan islam.
5. Dikotomi proses pencapaian tujuan pendidikan islam dalam interaksi sehari-hari menyebabkan dikotomi abituren pendidikan dalam bentuk split personality ganda dalam arti kemusyrikan, kemunafikan yang melembaga dalam sistem keyakinan, sistem pemikiran, cita-cita, dan perilaku yang sering disebut sekularisme.
6. Suasana dikotomi ini melembaga dalam sistem pengelolaan lembaga pendidikan islam yang ternodai oleh tradisi mengulurkan tangan untuk minta bantuan dana atau fasilitas tertentu dan dukungan secara politis dngan alasan, obyektif atau subyektif.
7. Lembaga pendidikan islam akan melahirkan manusia yang berkepribadian ganda, atau justru melahirkan dan memperkokoh sistem kehidupan umat yang sekularistis, rasionalistis, intuitif dan materialistis.
8. Tata kehidupan umat yang demikian itu akan melahirkan peradapan barat sekuler yang dipoles dengan nama Islam.
9. Dalam proses regenerasi umat, tampilah da’i yang berusaha merealisasikan islam dalam bentuknya yang memisahkan kehidupan sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi untuk urusan dunia.



F. IMPLIKASI ILMU PENGETAHUAN DALAM PROSES PENDIDIKAN ISLAM
Tugas pokok ilmuwan dalam realisasi pendidikanislam dapat disimpulkan menjadi 6, yaitu:
1. Tugas intelektual (al-amal al-fikri).
2. Tugas bimbingan keagamaan.
3. Tugas komunikasi umat.
4. Tugas menegakkan syariat islam.
5. Tugas mempertahankan hak-hak umat.
6. Tugas berjuang melawan musuh-musuh islam.

Fungsi ilmu antara lain:
1. Mengetahui kebenaran untuk ini bisa menggunakan dasar wahyu atau ilmu pengetahuan atau kedua-duanya.
2. Menjelaskan ajaran atau akidah islamiah.
3. Menguasai alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.
4. Meningkatkan kebudayaan dan peradaban islamiah.

Dalam kaitan dengan keilmuan keislaman maka juga tidak bisa kita lepas dari budaya dan peradaban sebagaimana yang disebutkan oleh Abdurrahman antara lain:
1. Konsep at-tauhid atau Onenes of God. Dimana saja kapan saja islam selalu menampilkan ajaran ajaran satu Tuhan.
2. Universalitas pesan dan misi peradaban, Al-Qur’an menekankan persaudaraan manusia dengan tetap memberi ruang pada perbedaan ras, keluarga, Negara dan sebagainya.
3. Prinsip moral yang selalu ditegakkan dalam budaya ini.
4. Budaya toleransi yang cukup tinggi.
5. Prinsip keutamaan belajar dan memperoleh ilmu.

Dengan demikian peningkatan ilmu harus dibarengi oleh peningkatan kebijaksanaan (suatu konsepsi yang benar melalui tujuan hidip), yang sementara ini belum diberikan oleh sains, sehingga tidaklah cukup untuk menjamin semua kemajaun sejati meskipun sains ini telah memberikan formulasi yang diperlukan dalam kemajuan.

DAFTAR PUSTAKA:

Aziz, Abdul, Filsafat Pendidikan Islam, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Filsafat (eLKAF). 2006.
Mujamil, Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: ERLANGGA. 2002.
J,Sudirman, Epistimologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta, Kanisius,2002.
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, Yogyakarta, Spress, 1993
Ismail Roji Al-Faruqi, IslamisasiPengetahuan, Anas Mahyudin, Bandung, Pustaka, 1984.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar