PENDAHULUAN
‘amm adalah lafadh yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan. Para Ulama’ berbeda pendapat tentang “makna umum”, apakah di dalam bahasa ia mempunyai sighat (bentuk lafadh) khusus untuk menunjukkan atau tidak. Sebagian besar Ulama’ berpendapat, didalam bahasa terdapat sighat- sighat tertentu yang secara hakiki dibuat untuk menunjukkan makna umum dan dipergunakan secara majaz pada selainnya. Untuk mendukung pendapatnya ini mereka mengajukan sejumlah argument dari dalil-dalil nassiyah, ijma’iyah dan ma’nawiyah.
Dalil nassiyah, seperti firman Allah:
ونادى نوح ربه فقال رب انابنى مناهلى وان وعدك الحق وانت احكم الحاكمين، قال يانوح إنه ليس من أهلك.
Dan Nuh berseru kepada tuhannya seraya berkata: Ya Tuhan-ku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim paling adil. Allah berfirman: Hai Nuh, sesungguhnya ia tidak termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). (Hud 11: 45-46).
Dalil nassiyah, seperti firman Allah:
ونادى نوح ربه فقال رب انابنى مناهلى وان وعدك الحق وانت احكم الحاكمين، قال يانوح إنه ليس من أهلك.
Dan Nuh berseru kepada tuhannya seraya berkata: Ya Tuhan-ku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim paling adil. Allah berfirman: Hai Nuh, sesungguhnya ia tidak termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). (Hud 11: 45-46).
PEMBAHASAN
A. Devinisi ‘Amm
Yang dimaksud dengan ‘Amm adalah suatu lafadh yang menunjukkan pengertian umum menurut makna yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu.
B. Tanda-tanda ‘Amm
Tanda-tanda ‘Amm antara lain:
1. Isim mufrod yang memakai alif lam harfiyah seperti al-Insan. Contohnya firman Allah (103:2): ان الانسان لفي خسر
Artinya: seluruh manusia tanpa terkecuali. Dalam pada itu lafadh Allah bukan ‘am karena alif lamnya bukan harfiyah tetapi ismiyah.
2. Isim jamak yang memakai alif lam, contohnya firman Allah (5:63):والله لا يحب المفسدين
3. Lafadh yang di idhafahkan kepada ma’rifat, contoh firman Allah (14:34):
وان تعدوانعمةالله….
4. Isim maushul, contoh firman Allah (2:4): الذين يؤمنون بماانزل…
5. Isim nakirah yang didahului dafi, contoh firman Allah (92:163) لاالهالاهو
6. Isim isyarat yang memakai jawab dengan huruf istifhamiyah, contoh firman Allah (4:123):من يعمل سوا يجزبه dan firman Allah (2:214) متى نصرالله الاان نصرالله قريب
7. Lafadh kullun dan jami’un, contohnya firman Allah (3:185):هوالذي خلقكم ما في الارض جميعا
8. Lafadh ma’syara dan kaffah, contoh firman Allah (59:185): يامعشر الجن والانس dan firman Allah (9:36): وقاتلوا المشركين كافة
9. Nafyul musawah bainasy sya-isini, contohnya firman Allah (59:20):
لايستوى اصحاب النار واصحاب الجنة…
10. Fi’il Amr dalam bentuk jamak, contohnya firman Allah (2:110):واقيموا الصلاة واتوا الزكاة…
Dengan memakai huruf: la, lan, laisa dan lam. Contohnya firman Allah (60:10):
ولاجناعليكم…, firman Allah (3:92): لن تنال البر ان تولوا, firman Allah (2:186):
فمن لم يجد فصيام ثلاثة ايام
Semua kata-kata diatas menentukan keumuman terkecuali dikhususkan untuk hal lain. Banyak juga yang memberikan pengertian khusus, sehingga sebagian Ulama’ sulit memperkirakan bentuk-bentuk keumuman yang tidak terkena pengkhususan.
Adapun lafadh-lafadh yang tidak menunjukkan umum, antara lain:
Pertama: Isim nakirah, lafadh rajulun (23:25), (23:38) dan lain-lain.
Kedua: Isim tatsniyah, lafadh rojulani (5:23).
Ketiga: Isim jamak, rijaalun (4:34) dan lain-lain.
Keempat: Isim ‘adad, tsalasatu (2:196) dan lain-lain.
Kelima: Isim musytarak, lafadh quru’ (2:228).
Keenam: Isim musytarak, raqabatin (5:89) dan lain-lain, tidak dibatasi kurus, pandai, dan lain sebagainya. Tetapi tetap menunjukkan seorang budak saja.
C. Macam-macam ‘Amm
1. ‘Amm yang tetap pada keumumannya (al-’Amm al-Baqi ‘ala ‘Ummiyyah). Qadi jalaludin al-abqini mengatakan: ‘Amm seperti ini jarang ditemukan, sebab tidak satupun lafadh ‘Amm kecuali didalamnya terdapat takhsis. Zarkasy mengatakan bahwa ‘Amm demikian banyak terdapat dalam al-Qur’an. Ia mengajukan beberapa contoh, antara lain: والله بكل شيء عاليم an-Nisa’ 4:176, ولايظلم ربك أحدا al-kahfi 18:49, خرمت عليكم أمهاتكم an-Nisa’ 4:23. ‘Amm dalam ayat-ayat ini tidak mengandung kekhususan.
2. ‘Amm yang dimaksud khusus (al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus). Misalnya firman Allah الذين قال لهم الناس إن الناس قدجمعوا لكم فاخشوهم al-imron 3:173. yang dimaksud dengan an-nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang an-nas yang kedua adalah Abu Sufyan. Kedua lafadh tersebut adalah tidak dimaksudkan untuk mengetahui untuk makna umum.
3. ‘Amm yang dikhususkan (al-’Amm al-Makhsus). ‘Amm seperti ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an, firman Allah: وكلوا واشربوا حتىيتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسواد من الا فجر al-Baqarah 2:187, والله على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيلا al-imron 3:97.
D. Perbedaan antara al-’Amm murad bil-khusus dengan al-’Amm al-Makhsus
Perbedaan antara al-’Amm murad bil-khusus dengan al-’Amm al-makhsus dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain:
1. Yang pertama tidak dimaksudkan untuk mencakup semua satuan atau individu yang dicakupnya sejak semula, baik dari segi cakupan makna lafadh maupun dari hukumnya. Lafadh tersebut memang mempunyai individu-individu namun ia digunakan hanya untuk satu atau lebih individu. Sedang yang kedua dimaksudkan untuk menunjukkan makna umum, meliputi semua individunya, dari segi cakupan makna lafadh tidak dari segi hukumnya. Maka lafadh “an-nas” dalam firman Allah: الذين قال لهم الناسmeskipun bermakna umum tetapi tidak dimaksudkan baik secara lafadh maupun secara hokum, kecuali hanya seorang saja. Lafadh “an-nas” dalam ayat والله على الناس حج البيت Maka ia adalah lafadh umum yang dimaksudkan untuk mencakup satuan-satuan yang terjangkau olehnya, meskipun kewajiban haji hanya meliputi orang yang mampu diantara mereka secara khusus.
2. Yang pertama adalah Majaz secara pasti, karena ia telah beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk sebagian satuan-satuannya saja. Sedang yang kedua, menurut pendapat yang lebih shahih adalah hakikat. Inilah pendapat sebagian besar Ulama’ Syafi’I, mayoritas Ulama’ Hanafi dan semua Ulama’ Hambali. Pendapat ini dinukil pula oleh Imam Haromain dari semua Fuqaha’.
3. Qarinah bagi yang pertama pada umumnya bersifat ‘aqliyah dan tidak pernah terpisah, sedang qarinah bagi yang kedua bersifat lafdhiyah dan terkadang terpisah.
Dari sini, bisa diketahui perbedaan mendasar dari al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus dan al-’Amm al-Makhsus adalah dari segi maknanya, lafadhnya serta hukumnya.
E. Khass
Khass adalah lawan kata ‘Amm, karena ia tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup lafadh ‘Amm. Dan muKhassis (yang mengkususkan) adakalanya muttasil, yaitu yang diantara ‘Amm dengan muKhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal, dan adakalanya munfassil, yaitu kebalikan dari muttasil.
F. Takhsis Sunnh dengan Qur’an
Takhsis dapat di fahami dari ucapan Ibnu Abbas adalah teks yang dibatasi, bukan hokum yang ditakhsisi terpaku pada realitas parsial tertentu yang menjadi sebab turunnya ayat. Terkadang ayat al-Qur’an mentakhsis, membatasi, keumuman sunnah. Para Ulama’ mengemukakan contoh dengan hadits riwayat Abu Waqid al-Laisi. Ia menjelaskan: Nabi berkata:
ماقطع من البهيمة وهي حية فهو ميت (احرجه ابو داود والترميذى)
“bagian apa saja yang dipotong dari hewan ternak hidup maka adalah bangkai”
Hadits ini di Takhsis oleh surat an-nahl 80:ومن اصوافها واوبارها واشعارها اثاثا ومتاعا إلى حين “Dan (di-jadikannya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat tangga dan perhiasan yang kamu pakai sampai waktu (tertentu)”. An-Nahl (16:80).
G. Sah berhujjah dengan ‘Amm sesudah ditakhsis terhadap sisanya
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang sah-tidaknya berhujjah dengan lafadh ‘Amm sesudah ditakhsis terhadap sisanya. Pendapat yang dipilih oleh ahli ilmu menyatakan, sah berhujjah dengan ‘Amm terhadap makna yang termasuk dalam ruang lingkupnya yang di luar kategori yang dikhususkan. Mereka mengajukan argumentasi berupa ijma’ dan dalil ‘aqli.
Salah satu dalil ijma’ adalah bahwa Fatimah r.a menuntut kepada Abu Bakar hak waris dari ayahnya berdasarkan keumuman, يوصيكم الله في اولا دكم للذكر مثل حظ الانثيين an-nisa’ 4:11. maka ayat ini ditakhsis dengan orang kafir dan orang yang membunuh. Namun tidak seorang sahabatpun yang mengingkari keabsahan hujjah Fatimah, padahal apa yang dilakukan Fatimah ini cukup jelas dan mashur, karenanya hal demikian dipandang ijma’. Oleh karena itu dalam berhujjah bagi ketidakbolehannya Fatimah akan ahli waris beralih hujjah sabda Nabi Muhammad SAW: نحن معاشر الا نبياء لانورث ما تركناه صدقة (رواه اشيخان)
H. Cakupan khitab
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang khitab (seruan) yang ditujukan secara khusus kepada Nabi Muhammad SAW, seperti ياايهاالنبي اتقت الله ولا تطع الكافرين والمنافقين al-ahzab 33:1, dan يايها الرسول لايحزنك الذين يسارعون فى الكفر al-Ma’idah 5:41.
1. Segolongan Ulama’ berpendapat, mencakup seluruh umat karena Rasulullah adalah panutan (qudwah) mereka.
2. Golongan lain berpendapat, tidak mencakup mereka karena sighatnya menunjukkan kakhususan bagi Rasulullah.
Disamping itu, mereka juga tidak sependapat mengenai khitab Allah dengan “Ya ayyuhan-nas”, misalnya ياايها الناس اتقواربكم الذي خلقكم من نفس واحدة an-Nisa’(4:1). Menurut pendapat shahih, khitab tersebut mencakup Rasulullah juga mengingat maknanya yang umum, meskipun khitab itu sendiri datang melalui lisannya untuk disampaikan orang lain (umat).
Ulama’ lain memberikan garis pemisah. Jika disertai kata “qul” (katakanlah) maka ia tidak mecakup Rasul. Karena secara lahir khitab tersebut untuk disampaikan. Misalnya قل ياايها الناس إنى رسوال الله جميعا al-a’raf 7:158. Dan jika tidak disertai dengan “qul” maka ia mencakup Rasulullah.
Demikian juga terjadi silang pendapat tentang khitab yang ditujukan kepada “manusia” atau kepada “orang-orang mukmin”. Misalnya ياايها الناس خلقكناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقباءل لتعارفوا al-hujarat 49:13, ياايها الذين أمنوا إنما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبواه al-Ma’idah 5:90. menurut pendapat terpilih khitab jenis pertama mencakup pula (disamping orang mukmin) orang kafir, hamba sahaya dan perempuan. Sedang khitab jenis kedua hanya mencakup dua golongan terakhir disamping orang mukmin laki-laki.
Yang dimaksud dengan ‘Amm adalah suatu lafadh yang menunjukkan pengertian umum menurut makna yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu.
B. Tanda-tanda ‘Amm
Tanda-tanda ‘Amm antara lain:
1. Isim mufrod yang memakai alif lam harfiyah seperti al-Insan. Contohnya firman Allah (103:2): ان الانسان لفي خسر
Artinya: seluruh manusia tanpa terkecuali. Dalam pada itu lafadh Allah bukan ‘am karena alif lamnya bukan harfiyah tetapi ismiyah.
2. Isim jamak yang memakai alif lam, contohnya firman Allah (5:63):والله لا يحب المفسدين
3. Lafadh yang di idhafahkan kepada ma’rifat, contoh firman Allah (14:34):
وان تعدوانعمةالله….
4. Isim maushul, contoh firman Allah (2:4): الذين يؤمنون بماانزل…
5. Isim nakirah yang didahului dafi, contoh firman Allah (92:163) لاالهالاهو
6. Isim isyarat yang memakai jawab dengan huruf istifhamiyah, contoh firman Allah (4:123):من يعمل سوا يجزبه dan firman Allah (2:214) متى نصرالله الاان نصرالله قريب
7. Lafadh kullun dan jami’un, contohnya firman Allah (3:185):هوالذي خلقكم ما في الارض جميعا
8. Lafadh ma’syara dan kaffah, contoh firman Allah (59:185): يامعشر الجن والانس dan firman Allah (9:36): وقاتلوا المشركين كافة
9. Nafyul musawah bainasy sya-isini, contohnya firman Allah (59:20):
لايستوى اصحاب النار واصحاب الجنة…
10. Fi’il Amr dalam bentuk jamak, contohnya firman Allah (2:110):واقيموا الصلاة واتوا الزكاة…
Dengan memakai huruf: la, lan, laisa dan lam. Contohnya firman Allah (60:10):
ولاجناعليكم…, firman Allah (3:92): لن تنال البر ان تولوا, firman Allah (2:186):
فمن لم يجد فصيام ثلاثة ايام
Semua kata-kata diatas menentukan keumuman terkecuali dikhususkan untuk hal lain. Banyak juga yang memberikan pengertian khusus, sehingga sebagian Ulama’ sulit memperkirakan bentuk-bentuk keumuman yang tidak terkena pengkhususan.
Adapun lafadh-lafadh yang tidak menunjukkan umum, antara lain:
Pertama: Isim nakirah, lafadh rajulun (23:25), (23:38) dan lain-lain.
Kedua: Isim tatsniyah, lafadh rojulani (5:23).
Ketiga: Isim jamak, rijaalun (4:34) dan lain-lain.
Keempat: Isim ‘adad, tsalasatu (2:196) dan lain-lain.
Kelima: Isim musytarak, lafadh quru’ (2:228).
Keenam: Isim musytarak, raqabatin (5:89) dan lain-lain, tidak dibatasi kurus, pandai, dan lain sebagainya. Tetapi tetap menunjukkan seorang budak saja.
C. Macam-macam ‘Amm
1. ‘Amm yang tetap pada keumumannya (al-’Amm al-Baqi ‘ala ‘Ummiyyah). Qadi jalaludin al-abqini mengatakan: ‘Amm seperti ini jarang ditemukan, sebab tidak satupun lafadh ‘Amm kecuali didalamnya terdapat takhsis. Zarkasy mengatakan bahwa ‘Amm demikian banyak terdapat dalam al-Qur’an. Ia mengajukan beberapa contoh, antara lain: والله بكل شيء عاليم an-Nisa’ 4:176, ولايظلم ربك أحدا al-kahfi 18:49, خرمت عليكم أمهاتكم an-Nisa’ 4:23. ‘Amm dalam ayat-ayat ini tidak mengandung kekhususan.
2. ‘Amm yang dimaksud khusus (al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus). Misalnya firman Allah الذين قال لهم الناس إن الناس قدجمعوا لكم فاخشوهم al-imron 3:173. yang dimaksud dengan an-nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang an-nas yang kedua adalah Abu Sufyan. Kedua lafadh tersebut adalah tidak dimaksudkan untuk mengetahui untuk makna umum.
3. ‘Amm yang dikhususkan (al-’Amm al-Makhsus). ‘Amm seperti ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an, firman Allah: وكلوا واشربوا حتىيتبين لكم الخيط الابيض من الخيط الاسواد من الا فجر al-Baqarah 2:187, والله على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيلا al-imron 3:97.
D. Perbedaan antara al-’Amm murad bil-khusus dengan al-’Amm al-Makhsus
Perbedaan antara al-’Amm murad bil-khusus dengan al-’Amm al-makhsus dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain:
1. Yang pertama tidak dimaksudkan untuk mencakup semua satuan atau individu yang dicakupnya sejak semula, baik dari segi cakupan makna lafadh maupun dari hukumnya. Lafadh tersebut memang mempunyai individu-individu namun ia digunakan hanya untuk satu atau lebih individu. Sedang yang kedua dimaksudkan untuk menunjukkan makna umum, meliputi semua individunya, dari segi cakupan makna lafadh tidak dari segi hukumnya. Maka lafadh “an-nas” dalam firman Allah: الذين قال لهم الناسmeskipun bermakna umum tetapi tidak dimaksudkan baik secara lafadh maupun secara hokum, kecuali hanya seorang saja. Lafadh “an-nas” dalam ayat والله على الناس حج البيت Maka ia adalah lafadh umum yang dimaksudkan untuk mencakup satuan-satuan yang terjangkau olehnya, meskipun kewajiban haji hanya meliputi orang yang mampu diantara mereka secara khusus.
2. Yang pertama adalah Majaz secara pasti, karena ia telah beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk sebagian satuan-satuannya saja. Sedang yang kedua, menurut pendapat yang lebih shahih adalah hakikat. Inilah pendapat sebagian besar Ulama’ Syafi’I, mayoritas Ulama’ Hanafi dan semua Ulama’ Hambali. Pendapat ini dinukil pula oleh Imam Haromain dari semua Fuqaha’.
3. Qarinah bagi yang pertama pada umumnya bersifat ‘aqliyah dan tidak pernah terpisah, sedang qarinah bagi yang kedua bersifat lafdhiyah dan terkadang terpisah.
Dari sini, bisa diketahui perbedaan mendasar dari al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus dan al-’Amm al-Makhsus adalah dari segi maknanya, lafadhnya serta hukumnya.
E. Khass
Khass adalah lawan kata ‘Amm, karena ia tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup lafadh ‘Amm. Dan muKhassis (yang mengkususkan) adakalanya muttasil, yaitu yang diantara ‘Amm dengan muKhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal, dan adakalanya munfassil, yaitu kebalikan dari muttasil.
F. Takhsis Sunnh dengan Qur’an
Takhsis dapat di fahami dari ucapan Ibnu Abbas adalah teks yang dibatasi, bukan hokum yang ditakhsisi terpaku pada realitas parsial tertentu yang menjadi sebab turunnya ayat. Terkadang ayat al-Qur’an mentakhsis, membatasi, keumuman sunnah. Para Ulama’ mengemukakan contoh dengan hadits riwayat Abu Waqid al-Laisi. Ia menjelaskan: Nabi berkata:
ماقطع من البهيمة وهي حية فهو ميت (احرجه ابو داود والترميذى)
“bagian apa saja yang dipotong dari hewan ternak hidup maka adalah bangkai”
Hadits ini di Takhsis oleh surat an-nahl 80:ومن اصوافها واوبارها واشعارها اثاثا ومتاعا إلى حين “Dan (di-jadikannya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat tangga dan perhiasan yang kamu pakai sampai waktu (tertentu)”. An-Nahl (16:80).
G. Sah berhujjah dengan ‘Amm sesudah ditakhsis terhadap sisanya
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang sah-tidaknya berhujjah dengan lafadh ‘Amm sesudah ditakhsis terhadap sisanya. Pendapat yang dipilih oleh ahli ilmu menyatakan, sah berhujjah dengan ‘Amm terhadap makna yang termasuk dalam ruang lingkupnya yang di luar kategori yang dikhususkan. Mereka mengajukan argumentasi berupa ijma’ dan dalil ‘aqli.
Salah satu dalil ijma’ adalah bahwa Fatimah r.a menuntut kepada Abu Bakar hak waris dari ayahnya berdasarkan keumuman, يوصيكم الله في اولا دكم للذكر مثل حظ الانثيين an-nisa’ 4:11. maka ayat ini ditakhsis dengan orang kafir dan orang yang membunuh. Namun tidak seorang sahabatpun yang mengingkari keabsahan hujjah Fatimah, padahal apa yang dilakukan Fatimah ini cukup jelas dan mashur, karenanya hal demikian dipandang ijma’. Oleh karena itu dalam berhujjah bagi ketidakbolehannya Fatimah akan ahli waris beralih hujjah sabda Nabi Muhammad SAW: نحن معاشر الا نبياء لانورث ما تركناه صدقة (رواه اشيخان)
H. Cakupan khitab
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang khitab (seruan) yang ditujukan secara khusus kepada Nabi Muhammad SAW, seperti ياايهاالنبي اتقت الله ولا تطع الكافرين والمنافقين al-ahzab 33:1, dan يايها الرسول لايحزنك الذين يسارعون فى الكفر al-Ma’idah 5:41.
1. Segolongan Ulama’ berpendapat, mencakup seluruh umat karena Rasulullah adalah panutan (qudwah) mereka.
2. Golongan lain berpendapat, tidak mencakup mereka karena sighatnya menunjukkan kakhususan bagi Rasulullah.
Disamping itu, mereka juga tidak sependapat mengenai khitab Allah dengan “Ya ayyuhan-nas”, misalnya ياايها الناس اتقواربكم الذي خلقكم من نفس واحدة an-Nisa’(4:1). Menurut pendapat shahih, khitab tersebut mencakup Rasulullah juga mengingat maknanya yang umum, meskipun khitab itu sendiri datang melalui lisannya untuk disampaikan orang lain (umat).
Ulama’ lain memberikan garis pemisah. Jika disertai kata “qul” (katakanlah) maka ia tidak mecakup Rasul. Karena secara lahir khitab tersebut untuk disampaikan. Misalnya قل ياايها الناس إنى رسوال الله جميعا al-a’raf 7:158. Dan jika tidak disertai dengan “qul” maka ia mencakup Rasulullah.
Demikian juga terjadi silang pendapat tentang khitab yang ditujukan kepada “manusia” atau kepada “orang-orang mukmin”. Misalnya ياايها الناس خلقكناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقباءل لتعارفوا al-hujarat 49:13, ياايها الذين أمنوا إنما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبواه al-Ma’idah 5:90. menurut pendapat terpilih khitab jenis pertama mencakup pula (disamping orang mukmin) orang kafir, hamba sahaya dan perempuan. Sedang khitab jenis kedua hanya mencakup dua golongan terakhir disamping orang mukmin laki-laki.
PENUTUP
‘Amm merupakan suatu lafadh yang menunjukkan pengertian umum menurut makna yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu. Sedangkan Khass adalah lawan kata ‘Amm itu sendiri. ‘Amm itu adakalanya al-’Amm al-Baqi ‘ala ‘Ummiyyah, al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus dan al-’Amm al-Makhsus.
Perbedaan al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus dan al-’Amm al-Makhsus. Jika al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus makna lafdhiahnya khusus, sifat maknanya metaforis, perangkat takhsisnya rasional bersambung dan hukumnya khusus. Sedang al-’Amm al-Makhsus adalah makna lafdhiahnya umum, sifat maknanya hakiki, perangkat takhsisnya terpisah dan hukumnya khusus. Tentang cakupan khitab yang ditujukan khusus kepada Nabi Muhammad SAW disini para Ulama’ berbeda pendapat, adakalanya yang berpendapat bahwa ini mencakup seluruh umat dan ada pula yang berpendapat tidak, karena sighatnya menunjukkan kekhususan pada Rasulullah SAW.
Perbedaan al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus dan al-’Amm al-Makhsus. Jika al-’Amm al-Murad Bihi al-Khusus makna lafdhiahnya khusus, sifat maknanya metaforis, perangkat takhsisnya rasional bersambung dan hukumnya khusus. Sedang al-’Amm al-Makhsus adalah makna lafdhiahnya umum, sifat maknanya hakiki, perangkat takhsisnya terpisah dan hukumnya khusus. Tentang cakupan khitab yang ditujukan khusus kepada Nabi Muhammad SAW disini para Ulama’ berbeda pendapat, adakalanya yang berpendapat bahwa ini mencakup seluruh umat dan ada pula yang berpendapat tidak, karena sighatnya menunjukkan kekhususan pada Rasulullah SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar