A. Ontologi
Setelah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian ontologi, Amsal Bakhtiar menyimpulkan sebagai berikut.
- Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos = ada, dan Logos = Ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
- Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani (kongkret) maupun rohani (abstrak).
Dalam pemahaman ontologi, ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut.
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakekat yang berasal dari keseluruhan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja
sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa
rohani. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan block universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran yang sering juga disebut dengan naturalisme beranggapan
bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada
hanyalah materi, yang lainnya (jiwa dan ruh) tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh itu hanyalah merupakan
akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara
tertentu.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yang paling tua, paham ini
timbul tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai
oleh filsafat dan agama. Alasan mengapa aliran ini dapat berkembang,
sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakekat adalah:
- Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
- Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani
- Dalam sejarahnya, manusia memang bergantung pada benda seperti padi.
b. Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakekat kenyataan yang beraneka ragam
itu semua berasal dari ruh atau sejenisnya, yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa
hakekat benda adalah ruhani, spirit dan sebagainya adalah:
- Nilai ruh lebih tinggi dari badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakekat sebenarnya.
- Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya
- Materi adalah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
2. Dualisme
Aliran ini memandang bahwa hakekat itu ada dua. Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakekat sebagai asal
sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat ruh. Materi bukan berasal
dari ruh, dan ruh bukan berasal dari benda. Keduanya sama-sama hakekat.
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa
segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti tidak ada. Doktrin
tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada
pandangan Gorgias yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
- Tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
- Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
- Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
5. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat
benda, baik itu hakekat materi maupun hakekat ruhani. Kata agnostosisme
berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. Timbulnya
aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas menyangkal adanya suatu
kenyataan mutlak yang bersifat trancendent. Jadi agnostisisme
adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia
mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani.
B. Epistimologi
Epistimologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
berurusan dengan hakekat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode
tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah.
1. Metode Induktif
Induksi adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan
hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2. Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal
yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis
antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis
teori itu dengan tujuan apakah teori itu bersifat empiris atau ilmiah,
ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan
jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik
dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme
Metode yang dikeluarkan oleh August Comte ini berpangkal dari apa
yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan
segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena
itu, metode ini menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif,
adalah segala yang tampak dan segala gejala.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia
untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan
berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut
dengan intuisi.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk
mencapai kejernihan filsafat. Kini, dialektika berarti tahap logika,
yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga
analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung
dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari, dialektika berarti
kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan, ini
merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran, tetapi
pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua
kutub.
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai, dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut
Suriasumatri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Amsal bakhtiar telah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai
definisi aksiologi dan menyimpulkan bahwa dalam aksiologi, permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada
permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti. Pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, etika merupakan suatu predikat yang
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau
manusia-manusia yang lain.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan
bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia. Dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau
dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif,
yaitu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Menurut Kattsoff (2004) estetika merupakan suatu teori yang meliputi,
(1) penyelidikan mengenai yang indah, (2) penyelidikan mengenai
prinsip-prinsip yang mendasari seni, dan (3) pengalaman yang bertalian
dengan seni, termasuk di dalamnya masalah penciptaan seni, penilaian
terhadap seni dan perenungan terhadap seni.
Daftar Rujukan
Jama, Jalius. 2011. Filsafat Ilmu (bahan ajar). Padang. Universitas Negeri Padang.
Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar