Aam Amiruddin
(63) Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
(64) Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.
(65) Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina.”
(66) Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
***
“Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung Thursina di atasmu seraya Kami berfirman: “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
Ayat ini menjelaskan peristiwa yang terjadi pada zaman Nabi Musa a.s., saat Allah Swt. mengadakan perjanjian di Gunung Thursina dengan Bani Israil. Isi perjanjian itu adalah “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
Bani Israil pun berjanji akan berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang termaktub dalam kitab Taurat. Mereka siap berkomitmen untuk melaksanakan perintah-perintah Allah Swt. dan meninggalkan apa pun yang dilarang-Nya. Namun, apa kenyataannya? Ayat berikutnya menjelaskan bahwa,
“Kemudian kamu berpaling setelah adanya perjanjian itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi.”
Bani Israil bukan berpegang teguh pada ajaran-ajaran Taurat, malah melecehkan dan melanggarnya secara terang-terangan. Mereka menjadikan sapi sebagai sembahan padahal Nabi Musa mengajarkan ketauhidan. Mereka menantang Allah agar menampakkan diri secara nyata. Mereka berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan nyata.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 55). Setelah Nabi Musa a.s. wafat, bahkan mereka berani membunuh nabi (penerus Nabi Musa a.s), yaitu Nabi Yahya a.s. Nabi Yahya dibunuh Bani Israil secara keji. Saat Nabi Isa a.s. diutus kepada mereka, hampir saja Nabi Isa pun senasib dengan Nabi Yahya a.s. Bani Israil merencanakan pembunuhan atas Nabi Isa a.s. namun Allah Swt. menyelamatkan dari rencana keji itu. Ketika Nabi Muhammad Saw. berada di Madinah, Bani Israil berkolaborasi dengan kaum kafir Quraisy untuk membunuh beliau.
Tidak berhenti pada zaman nabi saja, saat ini kekejian mereka terus berlangsung. Lihatlah, bagaimana kebiadaban bangsa Israel di Palestina. Anak-anak dan kaum perempuan Palestina dibombardir dengan bom-bom kimia yang mematikan dan kemudian mencaplok sejengkal demi sejengkal tanah Palestina. Walau seluruh bangsa di dunia mengutuknya, tetap saja Israel melakukan perbuatan-perbuatan biadab. Inilah gambaran pelanggaran mereka akan perjanjian itu.
“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina.’”
Ayat ini menggambarkan salah satu bentuk pelanggaran Bani Israil. Sebenarnya mereka dilarang menangkap ikan pada hari Sabtu. Mereka wajib beribadah pada hari Sabtu dan meninggalkan pekerjaan (menangkap ikan) agar lebih fokus beribadah kepada Allah.
Itulah yang diajarkan Nabi Musa a.s. dalam kitab Taurat. Namun apa yang terjadi? Justru mereka lebih mengutamakan menangkap ikan dari pada beribadah, meski Nabi Musa a.s. memperingatkan mereka secara langsung. Mereka melakukan pelanggaran itu di depan Nabi mereka secara terang-terangan tanpa mersah bersalah sedikit pun.
Karena pelanggaran yang dilakukan Bani Israil begitu banyak dan berulang-ulang, akhirnya Allah melaknat mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” Menurut Imam Mujahid dalam riwayat Ibnu Jarir, maksud kalimat “Jadilah kamu kera yang hina” bukan berarti penampilan fisik mereka yang berubah menjadi kera, tetapi kelakukan, keserakahan, dan penghianatan yang mereka lakukan bagaikan seekor kera. Kera adalah binatang yang rakus, licik, dan menyebalkan. Itulah Bani Israel, rakus, licik, dan menyebalkan. Sebagai bukti, silakan lihat bagaimana rakus dan liciknya bangsa Israel di Palestina.
“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
Dalam ayat ke 63-65 surat Al-Baqarah tersebut di atas, Allah Swt. telah jelaskan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bani Israil beserta laknat yang Dia turunkan kepada mereka. Nah di ayat ke 66 ini, Allah menginginkan agar kita berkaca pada perilaku buruk Bani Israil dan menghindarkan diri dari semua perilaku buruk tersebut. Kisah pembangkangan Bani Israil atas perintah Allah tersebut tidak lain merupakan “peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
Ya, kita harus pandai mengambil pelajaran dari sejarah. Perlu diketahui bahwa sepertiga isi Al-Quran adalah sejarah, seperti sejarah para nabi saat menyampaikan dakwah di masyarakat, sejarah bagaimana masyarakat merespon dakwah para nabi, sejarah manusia-manusia yang dzalim dan durhaka, juga sejarah orang-orang shaleh yang penuh komitmen dalam menjalankan ajaran-ajaran-Nya. Semoga Allah Swt. memberikan kekuatan kepada kita untuk bisa mengambil pelajaran dalam setiap detik kehidupan. Amin.
(63) Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
(64) Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.
(65) Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina.”
(66) Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
***
“Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung Thursina di atasmu seraya Kami berfirman: “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
Ayat ini menjelaskan peristiwa yang terjadi pada zaman Nabi Musa a.s., saat Allah Swt. mengadakan perjanjian di Gunung Thursina dengan Bani Israil. Isi perjanjian itu adalah “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
Bani Israil pun berjanji akan berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang termaktub dalam kitab Taurat. Mereka siap berkomitmen untuk melaksanakan perintah-perintah Allah Swt. dan meninggalkan apa pun yang dilarang-Nya. Namun, apa kenyataannya? Ayat berikutnya menjelaskan bahwa,
“Kemudian kamu berpaling setelah adanya perjanjian itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi.”
Bani Israil bukan berpegang teguh pada ajaran-ajaran Taurat, malah melecehkan dan melanggarnya secara terang-terangan. Mereka menjadikan sapi sebagai sembahan padahal Nabi Musa mengajarkan ketauhidan. Mereka menantang Allah agar menampakkan diri secara nyata. Mereka berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan nyata.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 55). Setelah Nabi Musa a.s. wafat, bahkan mereka berani membunuh nabi (penerus Nabi Musa a.s), yaitu Nabi Yahya a.s. Nabi Yahya dibunuh Bani Israil secara keji. Saat Nabi Isa a.s. diutus kepada mereka, hampir saja Nabi Isa pun senasib dengan Nabi Yahya a.s. Bani Israil merencanakan pembunuhan atas Nabi Isa a.s. namun Allah Swt. menyelamatkan dari rencana keji itu. Ketika Nabi Muhammad Saw. berada di Madinah, Bani Israil berkolaborasi dengan kaum kafir Quraisy untuk membunuh beliau.
Tidak berhenti pada zaman nabi saja, saat ini kekejian mereka terus berlangsung. Lihatlah, bagaimana kebiadaban bangsa Israel di Palestina. Anak-anak dan kaum perempuan Palestina dibombardir dengan bom-bom kimia yang mematikan dan kemudian mencaplok sejengkal demi sejengkal tanah Palestina. Walau seluruh bangsa di dunia mengutuknya, tetap saja Israel melakukan perbuatan-perbuatan biadab. Inilah gambaran pelanggaran mereka akan perjanjian itu.
“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina.’”
Ayat ini menggambarkan salah satu bentuk pelanggaran Bani Israil. Sebenarnya mereka dilarang menangkap ikan pada hari Sabtu. Mereka wajib beribadah pada hari Sabtu dan meninggalkan pekerjaan (menangkap ikan) agar lebih fokus beribadah kepada Allah.
Itulah yang diajarkan Nabi Musa a.s. dalam kitab Taurat. Namun apa yang terjadi? Justru mereka lebih mengutamakan menangkap ikan dari pada beribadah, meski Nabi Musa a.s. memperingatkan mereka secara langsung. Mereka melakukan pelanggaran itu di depan Nabi mereka secara terang-terangan tanpa mersah bersalah sedikit pun.
Karena pelanggaran yang dilakukan Bani Israil begitu banyak dan berulang-ulang, akhirnya Allah melaknat mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” Menurut Imam Mujahid dalam riwayat Ibnu Jarir, maksud kalimat “Jadilah kamu kera yang hina” bukan berarti penampilan fisik mereka yang berubah menjadi kera, tetapi kelakukan, keserakahan, dan penghianatan yang mereka lakukan bagaikan seekor kera. Kera adalah binatang yang rakus, licik, dan menyebalkan. Itulah Bani Israel, rakus, licik, dan menyebalkan. Sebagai bukti, silakan lihat bagaimana rakus dan liciknya bangsa Israel di Palestina.
“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
Dalam ayat ke 63-65 surat Al-Baqarah tersebut di atas, Allah Swt. telah jelaskan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bani Israil beserta laknat yang Dia turunkan kepada mereka. Nah di ayat ke 66 ini, Allah menginginkan agar kita berkaca pada perilaku buruk Bani Israil dan menghindarkan diri dari semua perilaku buruk tersebut. Kisah pembangkangan Bani Israil atas perintah Allah tersebut tidak lain merupakan “peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
Ya, kita harus pandai mengambil pelajaran dari sejarah. Perlu diketahui bahwa sepertiga isi Al-Quran adalah sejarah, seperti sejarah para nabi saat menyampaikan dakwah di masyarakat, sejarah bagaimana masyarakat merespon dakwah para nabi, sejarah manusia-manusia yang dzalim dan durhaka, juga sejarah orang-orang shaleh yang penuh komitmen dalam menjalankan ajaran-ajaran-Nya. Semoga Allah Swt. memberikan kekuatan kepada kita untuk bisa mengambil pelajaran dalam setiap detik kehidupan. Amin.
Semoga kita mengambil hikmah dari kisah bani israil
BalasHapus