Ittiba’ adalah mengikuti pendapat (ijtihad) orang lain dengan mengetahui argumen, dalil-hujjahnya, sedangkan taqlid adalah mengikuti pendapat (ijtihad) orang lain tanpa mengetahui argumen, dalil-hujjahnya.
Imam Ghazali dalam Al Mustafa mengatakan : “Ittiba’ dalam agama disuruh, sedangkan taqlid dilarang”.
Imam Ghazali dalam Al Mustafa mengatakan : “Ittiba’ dalam agama disuruh, sedangkan taqlid dilarang”.
Hukum Taqlid :
- Taqlid yang wajib : taqlid kepada Rasulullah, dalam istilah kaum salaf taqlid kepada Rasulullah disebut ittiba’.
- Taqlid yang haram : (1.) Tidak menghiraukan nash syara’ semata-mata lantaran mengikuti orang tua, moyang-leluhur. (2.) Taqlid kepada seseorang yang belum muktabar diakui apakah punya kompetensi untuk meng istinbath-kan hukum fiqih. (3.) Taqlid buta karena fanatik terhadap orang tertentu walaupun ada hujjah dan argumen yang lebih kuat yang bertentangan dengan pendapat orang tersebut.
- Taqlid yang dibolehkan : mengikuti pendapat ulama mujtahid yang sudah muktabar mempunyai kompetensi meng istinbathkan hukum fiqih, terutama bagi orang awam yang tidak punya kemampuan mengetahui hukum hukum syara’ secara mendalam.
Periode Taqlid :
- Periode pertama (pasca masa Imam Mazhab, abad ke-IV H – jatuhnya Baghdad abad ke-VII H),
- Periode kedua dari abad ke-IV H – abad ke-X H.
- Periode ketiga dari abad ke-X H sampai masa Muhammad Abduh.
- Periode keempat dari masa Muhammad Abduh – sekarang.
Dalam masa maraknya masa taqlid tetapi masih ada juga ulama ulama mujtahid yang tetap menghidupkan api ijtihad diantaranya :
- Izzudin bin Abdis Salam (578-660 H).
- Ibnu Daqiqil Ied (615-702 H).
- Ibnu Rif’ah (645 – 710 H).
- Ibnu Taimiyah (661-728 H).
- Ibnu Qoyyim Al Jauziah (691-751 H).
- An Nawawi
- Al Bulqini (724 – 805 H).
- Ibnu Hajar Atsqolani (773-858 H).
- Al Asnawi (714-784 H)
- Al Jalalul Mahalli (791-864 H).
- Al Jalalus Suyuthi (846 –911 H).
- Ash Shan’ani (abad XII H) pengarang Subulussalam.
- Asy Syaukani (abad XII H) pengarang Nailul Authar.
- Muhammad Abduh, dari Al Azhar menerbitkan tabloid Al Manar.
- Rasyid Ridha.
Sumber: http://ahmadfaruq.blogdetik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar