Kerja keras sekaligus yang menentukan manusia sebagai manusia, tentunya ada pelibatan Allah Swt Awj, adalah olah pikir dalam menemukan kebenaran.
Socrates meyakini bahwa "tanpa teruji (penderitaan) hidup tak bermakna". Bagi Socrates --seperti halnya para bapak filsafat dari Yunani-- Martabat manusia ditentukan oleh olah pikir dalam menemukan kebenaran. Namun perlu disadari bahwa manusia juga makhluk yang penuh rasa ingin tahu. Hal yang merisaukan, seperti ditulis oleh Aristoteles, ketika manusia berfilsafat. Filsafat merupakan induk dari dan sejalan dengan ilmu pengetahuan (sains). Bahkan, filsafat secara umum merupakan ilmu pengetahuan dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada. (Milton D. Hunnex, terj., 2004 p. 1-2).
Olah pikir merupakan aktualisasi potensi akal, sehingga menyiratkan perlu dan dapat dididikan hal yang berkaitan dengan olah pikir tersebut. Ilmu Manthiq (logika) merupakan alat berpikir agar pemikiran itu benar, baik, dan tepat, yang memungkinkan turut mendukung ke arah perolehan kebenaran.
Pencarian dalam kerangka penemuan kebenaran adalah salah satu kerja pikir filsafi; yang pangkal-penghujungnya pengetahuan tentang ilmu (pengetahuan), yakni pengetahuan filsfat, di mana pengetahuan filsafat itu adalah ilmu (pengetahuan) yang utuh dan menyeluruh itu sendiri, yang bersifat untuh menyeluruh dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada.
Uraian tersebut di atas menunjukkan perlu dan dapatnya "Mempelajari Ilmu Manthiq (Logika)". Sedangkan "Mempelajari Ilmu Manthiq (logika), seperti halnya mempelajari ilmu-ilmu lainnya, tidak terlepas dari tujuan dan kegunaan.
Tujuan "Mempelajari Ilmu Manthiq (Logika)", dilihat dari karakter yang terkandung dalam Ilmu Manthiq (logika) itu sendiri, ialah "Memelihara, melatih, mengajar, dan memdidik yang bermuatan mengembangkan potensi akal dalam mengkaji objek pikir dengan menggunakan metodologi berpikir".
Tujuan "Mempelajari Ilmu Manthiq (Logika)" yang diajukan oleh Muhammad Nur Al-Ibarahim tersebut di atas (Khalimi, 2011 p. 18) menunjukkan bahwa,
1. Ilmu Manthiq (logika) sebagai ilmu buatan (artifisial) sebagai hasil pengembangan dari potensi akal, dapat memelihara kemampuan dasar akal yang bersifat potensial tadi dari pengaruh luar (lingkungan) yang memungkinkan potensi akal tadi ke arah kesesatan; untuk itu, metodologi berpikir sebagai produk dan terdapat secara inhern dalam Ilmu Manthiq (logika) turut menjaga dan mengurusnya serta meluruskan potensi akal dalam mengkaji objek pikirnya.
2. Ilmu Manthiq (logika) yang memuat prinsip-prinsip berpikir benar, baik, dan tepat, kerangka pikir benar, baik, dan tepat, serta rancangbangun (sitematika) berpikir, dengan sendirinya, melatih orang berpikir sehingga suatu ketika orang tersebut berketerampilan mengapliksikan prinsip, rangka, dam sistematika berpikir dalam mengkaji objek pikir; lantas setelah begitu itu orang tersebut terbiasa berpikir teoritis dan praktis: aplikasi - praktris - mekanistik bermanthiq.
3. Ilmu Manthiq (logika) yang memuat format berpikir seperti tashawwur (pengertian), tashdiq (keputusan), dn istidlal (penuturan) memiliki sisI dinamis, sehingga memungkinkan mengajar kepada orang dalam kerangka mempertajam potensi akal (intelektualitas) serta pengetahuan, kemauan, dan kemampuan berpikir itu sendiri secara actus. Walhashil, Ilmu Manthiq (logika) mengajar manusia menuju kemahiran intelektualitas sebagai hasil pengajaran Ilmu Manthiq (logika) tersebut berupa berpikir ilmiah baik bersifat saintifik, logis-filosofis, mupun mistik-sufistik.
4. Ilmu Manthiq (logika) sebagai ilmu yanag bertolak dari pengembangan potensi akal; sedangkan akal mencakup akal potentia maupun akal actus, yang keduanya merupakan alat kerja ruhani yang menjadikan jasmani sebagai jembatan untuk merealisasikan berpikir di tengah-tengah alam semesta sekaligus berhadapan denagan diri sendiri dan Allah Swt Awj, maka Ilmu Manthiq (logika) dengan hal berkaitan dengannya seperti telah disinggung di atas, pada sisi dasar dan fungsinya bagi manusia sebagai diri sendiri (individu), sosial, dan makhluk Allah Swt Awj, mendidik manusia dapat berpikir secara universal, sistematis, dan radikal. Ilmu Manthiq (logika) disebut mendidik ke arah mewujud pribadi yang berpikir secara universal, sistematis, dan radikal, bahkan total, komprehensif, dan integral, karena Ilmu Manthiq (logika) itu di samping sebagai alat yang memungkinkan dapat turut mengembangkan manusia ke arah itu juga sebagai filsafat berpikir. Sedangkan filsafat itu sendiri berpikir universal, sistematis, dan radikal, yang berfungsi sebagai cara berpikir kritik dan konstruktif.
Filsafat, tentu logika (Ilmu Manthiq) di dalamnya, berusaha untuk memhami kehidupan dan dunia secara keseluruhan. Metode yang digunakan adalah metode kritik dan konstruktif. Dalam fungsinya sebagai alat kritik, filsafat, logika (Ilmu Manthiq) berusaha menguji asumsi-asumsi dan ide-ide dengan tujuan untuk mengklarifikasi dan memahaminya. Fungsi kritik ini banyak digunakan dalam masalah-masalah seperti teori ilmu pengetahuan dan teori tentang nilai. Intinya adalah analisis. Sementara dalam fungsinya yang konstruktif, filsafat (logika, Ilmu Manthiq) berusaha menelaah dan mengorganisir seluruh fakta yang ada supaya dapatt menemukan satu pandangan tentang dunia secara keseluruhan. Pada dasarnya kedua fungsi ini bersifat sinopsis dan spekulatif. Hal ini akan melibatkan sejumlah kajian seperti kajian metafisika dan teori tentang realitas. Sejumlah filosof meyakini bahwa filsafat (logika, Ilmu Manthiq) membatasi diri hanya dalam fungsinya sebagai alat kritik saja. Biasanya, filsafat (logika, Ilmu Manthiq) memberi semacam ekspresi pada kepentingan spekulatif manusia --suatu usaha untuk memahami dirinya sendiri dalam hubungannya dengan alam semesta sebagai satu kesatuan. (Milton D. Hunnex, terj., 2004 p.3).
Dengan demikian pantaslah "mendidik dalam kerangka mengembangkan potensi akal dalam mengkaji objek berpikirnya dengan menggunakan metodologi berpikir" itu, menjadi tujuan "mempelajari Ilmu Manthiq (logika)".
Tujuan dari sisi keperiadaan manusia itu sendiri, yang dituntut untuk tahu, mau, dan mampu berpikir kritis dan konstruktif yang sinoptik lagi kontemplatif, maka tujuan "Mempelajari Ilmu Manthiq (logika)" bagi manusia digambarkan tersebut berikut, adalah: Orang yang mempelajari Ilmu Manthiq (logika) diharapkan dapat:
1. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang tepat dan benar;
2. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar dari yang salah.
Ilmu Manthiq (logika), seperti telah disebutkan di muka, merupakan Ilmu Alat berpikir teoretis dan praktis secara baik, benar, dan tepat untuk mencari kebenaran dan menemukannya, maka sisi kegunaan mempelajari Ilmu Manthiq (logika) tidak bersifat langsung; artinya kegunaannya terasa ada tatkala kita menimbang ilmu-ilmu apakah benar, berbobot ilmiah atau tidak.
Khalimi (2011 p. 18-19) menjelasakan bahwa, Jadi, mempelajari Ilmu Manthiq (logika) itu sama dengan mempelajari Ilmu Pasti dalam arti sama-sama tidak langsung memperoleh faedah dengan ilmu itu sendiri, tetapi ilmu-ilmu itu sebagai perantara yang merupakan suatu jembatan untuk ilmu-ilmu yang lain juga untuk menimbang sampai di mana kebenaran ilmu-ilmu itu. Dengan demikian, maka Ilmu Manthiq (logika) juga boleh disebut Ilmu Pertimbangan atau Ukuran, dalam bahasa Arab disebut 'Ilmu Mizan atau Mi'yaru 'l-'Ulum... Ilmu Manthiq (logika) merupakan lampu obor penerang jalan menuju arah yang dituju; yang karenanya Ilmu Manthiq (logika) dinamakan ilmu dari segala ilmu, Ilmu Timbangan dan Ukuran dari segala ilmu.
Kegunaan Mempelajari Ilmu Manthiq (logika) berdasarkan beberapa ahlinya adalah bahwa, Ilmu Manthiq (logika) itu dapat:
1. Membantu manusia untuk dapat tahu, mau, dan mampu berpikir rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis, dan koheren;
2. Melatih jiwa manusia, sehingga menjadikan ia mampu memperhalus jiwa pikirannya;
3. Mendidik kekuatan akal pikiran serta memperkembangkannya ke arah wujud yang terbaik; yang diperolehnya melalui pelatihan dan pembiasaan mengadakan penyelidikan-penyelidikan tentang cara berpikir yang digariskan Ilmu Manthiq (logika). Pelatihan dan pembiasaan berpikir sebagaimana yang dituntut dan dituntun Ilmu Manthiq (logika), manusia akan mudah dan cepat mengetahui di mana letak kesalahan yang menggelincirkannya dalam upaya menuju hukum-hukum yang diperbolehkan dengan pemikiran itu;
4. Meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan manusia dalam berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif;
5. Menambah kecerdasan dan meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri;
6. Menjadi tuntutan dan tuntunan serta pendorong manusia untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis;
7. Meningkatkan rasa cinta manusia akan kebenaran sekaligus menghindari kesalahan-kesalahan berpikir serta kekeliruan dan kesesatannya;
8. Menjadi tuntutan dan tuntunan kepada manusia agar tahu, mau, dan mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian, sehingga menghindari klenik;
9. Meningkatkan citra diri manusia sebagai konsekuensi tahu, mau, dan mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis, dan analitis sebagaimana dituntut dan dituntun oleh Ilmu Manthiq (logika).
Imam Al-Ahdhari bersenandung bahwa, Fa Ya'shimu 'l-Afkara 'an Ghayyi 'l-Khatha-i; wa 'an Daqiqi 'l-Fahmi Yaksyifu 'l-Ghitha-a: Manthiq (logika) dapat memelihara pikiran dari kesalahan berpikir; memperdalam pemahaman dan menyingkap selimut kebodohan.
Al-Imam Al-Ghazali menandaskan bahwa, Anna Man La Ma'rifata lahu bi 'l-Manthiqi La Yuwtsaqu bi 'Ilmihi: Sungguh orang yang tidak memiliki pengetahuan dalam Ilmu Manthiq (logika) tidak dapat dipercaya ilmunya.
Pernyataan Al-Imam Al-Ghazali tersebut di atas manakala dipertautkan dengan uraian mengenai tujuan dan kegunaan "mempelajari Ilmu Manthiq (logika)', maka:
1. Ilmu Manthiq (logika dapat memenuhi harapan orang yang mempelajarinya, yakni orang mempelajari Ilmu Manthiq (logika) berharapan dapat bernalar dengan baik, benar, dan tepat.
2. Prinsip-prinsip abstrak dari dan dalam Ilmu Manthiq (logika) dapat diaplikasikan atau diimplementasikan dalam semua bidang ilmu bahkan pada seluruh lapangan kehidupan.
3. Ilmu Manthiq (logika) yang memuat prinsip-prinsip abstrak itu dapat membantu kita untuk tahu, mau, dan mampu berpikir abstrak, yang menjadi tuntutan dan tuntunan guna mengembangkan pemikiran.
4. Ilmu Manthiq (logika) bila dipelajari secara tepat dapat membantu kita untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur; di samping itu Ilmu Manthiq (logika) juga dapat membantu kita untuk:
a). menginterpretasikan secara tepat fakta dan persepsi orang lain;
b). melacak penalaran yang sesat dan tidak logis kemudian menunjukkan di mana letak kesalahannya;
c). mengembangkan pemikiran ilmiah dan reflektif dengan tetap setia pada kebenaran, yang merupakn ciri khas pencari kebenaran atau pencinta kebijaksanaan;
d). menjalani suatu disiplin intelektual yang perlu untuk memandu kita dalam proses menarik kesimpulan (natijah, konklusi);
e). menghindarkan: 1. berbagai macam kesalahan berpikir (fallacia) yang muncul etah karena otoritas (kuasa), emosi, prasangka, keindahan, bahasa, atau kebiasaan. Logika (manthiq) adalah logos yang dipertentangkan dan melawan mythos; 2. terlalu gampang melakukan generalisasi dan kecenderungan menarik kesimpulan (natijah, konklusi) yang salah karena melebihi apa yang dinyatakan dalam premis-premis (muqaddamat) sebelumnya.
Dengan demikian pantaslah "mendidik dalam kerangka mengembangkan potensi akal dalam mengkaji objek berpikirnya dengan menggunakan metodologi berpikir" itu, menjadi tujuan "mempelajari Ilmu Manthiq (logika)".
Tujuan dari sisi keperiadaan manusia itu sendiri, yang dituntut untuk tahu, mau, dan mampu berpikir kritis dan konstruktif yang sinoptik lagi kontemplatif, maka tujuan "Mempelajari Ilmu Manthiq (logika)" bagi manusia digambarkan tersebut berikut, adalah: Orang yang mempelajari Ilmu Manthiq (logika) diharapkan dapat:
1. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang tepat dan benar;
2. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar dari yang salah.
Ilmu Manthiq (logika), seperti telah disebutkan di muka, merupakan Ilmu Alat berpikir teoretis dan praktis secara baik, benar, dan tepat untuk mencari kebenaran dan menemukannya, maka sisi kegunaan mempelajari Ilmu Manthiq (logika) tidak bersifat langsung; artinya kegunaannya terasa ada tatkala kita menimbang ilmu-ilmu apakah benar, berbobot ilmiah atau tidak.
Khalimi (2011 p. 18-19) menjelasakan bahwa, Jadi, mempelajari Ilmu Manthiq (logika) itu sama dengan mempelajari Ilmu Pasti dalam arti sama-sama tidak langsung memperoleh faedah dengan ilmu itu sendiri, tetapi ilmu-ilmu itu sebagai perantara yang merupakan suatu jembatan untuk ilmu-ilmu yang lain juga untuk menimbang sampai di mana kebenaran ilmu-ilmu itu. Dengan demikian, maka Ilmu Manthiq (logika) juga boleh disebut Ilmu Pertimbangan atau Ukuran, dalam bahasa Arab disebut 'Ilmu Mizan atau Mi'yaru 'l-'Ulum... Ilmu Manthiq (logika) merupakan lampu obor penerang jalan menuju arah yang dituju; yang karenanya Ilmu Manthiq (logika) dinamakan ilmu dari segala ilmu, Ilmu Timbangan dan Ukuran dari segala ilmu.
Kegunaan Mempelajari Ilmu Manthiq (logika) berdasarkan beberapa ahlinya adalah bahwa, Ilmu Manthiq (logika) itu dapat:
1. Membantu manusia untuk dapat tahu, mau, dan mampu berpikir rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis, dan koheren;
2. Melatih jiwa manusia, sehingga menjadikan ia mampu memperhalus jiwa pikirannya;
3. Mendidik kekuatan akal pikiran serta memperkembangkannya ke arah wujud yang terbaik; yang diperolehnya melalui pelatihan dan pembiasaan mengadakan penyelidikan-penyelidikan tentang cara berpikir yang digariskan Ilmu Manthiq (logika). Pelatihan dan pembiasaan berpikir sebagaimana yang dituntut dan dituntun Ilmu Manthiq (logika), manusia akan mudah dan cepat mengetahui di mana letak kesalahan yang menggelincirkannya dalam upaya menuju hukum-hukum yang diperbolehkan dengan pemikiran itu;
4. Meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan manusia dalam berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif;
5. Menambah kecerdasan dan meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri;
6. Menjadi tuntutan dan tuntunan serta pendorong manusia untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis;
7. Meningkatkan rasa cinta manusia akan kebenaran sekaligus menghindari kesalahan-kesalahan berpikir serta kekeliruan dan kesesatannya;
8. Menjadi tuntutan dan tuntunan kepada manusia agar tahu, mau, dan mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian, sehingga menghindari klenik;
9. Meningkatkan citra diri manusia sebagai konsekuensi tahu, mau, dan mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis, dan analitis sebagaimana dituntut dan dituntun oleh Ilmu Manthiq (logika).
Imam Al-Ahdhari bersenandung bahwa, Fa Ya'shimu 'l-Afkara 'an Ghayyi 'l-Khatha-i; wa 'an Daqiqi 'l-Fahmi Yaksyifu 'l-Ghitha-a: Manthiq (logika) dapat memelihara pikiran dari kesalahan berpikir; memperdalam pemahaman dan menyingkap selimut kebodohan.
Al-Imam Al-Ghazali menandaskan bahwa, Anna Man La Ma'rifata lahu bi 'l-Manthiqi La Yuwtsaqu bi 'Ilmihi: Sungguh orang yang tidak memiliki pengetahuan dalam Ilmu Manthiq (logika) tidak dapat dipercaya ilmunya.
Pernyataan Al-Imam Al-Ghazali tersebut di atas manakala dipertautkan dengan uraian mengenai tujuan dan kegunaan "mempelajari Ilmu Manthiq (logika)', maka:
1. Ilmu Manthiq (logika dapat memenuhi harapan orang yang mempelajarinya, yakni orang mempelajari Ilmu Manthiq (logika) berharapan dapat bernalar dengan baik, benar, dan tepat.
2. Prinsip-prinsip abstrak dari dan dalam Ilmu Manthiq (logika) dapat diaplikasikan atau diimplementasikan dalam semua bidang ilmu bahkan pada seluruh lapangan kehidupan.
3. Ilmu Manthiq (logika) yang memuat prinsip-prinsip abstrak itu dapat membantu kita untuk tahu, mau, dan mampu berpikir abstrak, yang menjadi tuntutan dan tuntunan guna mengembangkan pemikiran.
4. Ilmu Manthiq (logika) bila dipelajari secara tepat dapat membantu kita untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur; di samping itu Ilmu Manthiq (logika) juga dapat membantu kita untuk:
a). menginterpretasikan secara tepat fakta dan persepsi orang lain;
b). melacak penalaran yang sesat dan tidak logis kemudian menunjukkan di mana letak kesalahannya;
c). mengembangkan pemikiran ilmiah dan reflektif dengan tetap setia pada kebenaran, yang merupakn ciri khas pencari kebenaran atau pencinta kebijaksanaan;
d). menjalani suatu disiplin intelektual yang perlu untuk memandu kita dalam proses menarik kesimpulan (natijah, konklusi);
e). menghindarkan: 1. berbagai macam kesalahan berpikir (fallacia) yang muncul etah karena otoritas (kuasa), emosi, prasangka, keindahan, bahasa, atau kebiasaan. Logika (manthiq) adalah logos yang dipertentangkan dan melawan mythos; 2. terlalu gampang melakukan generalisasi dan kecenderungan menarik kesimpulan (natijah, konklusi) yang salah karena melebihi apa yang dinyatakan dalam premis-premis (muqaddamat) sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar