Alquran sebagai pedoman yang
paling utama bagi umat Islam, yang mengajarkan kepada umat manusia agar
senantiasa selalu berbuat baik hal ini menujukkan bahwa setiap ayat
Alquran mempunyai nilai-nilai dan unsur-unsur pendidikan akhlak. Lebih
dari itu isi kandungan Alquran tidak terlepas dari pendidikan, yaitu
pendidikan manusia agar berakhlak mulia, terutama dalam pergaulan antara
sesama muslim, baik sesama umat Islam maupun kepada umat non Islam,
oleh karena itu Islam mengajarkan umat manusia senantiasa berlaku baik
dalam segala hal.
Ajaran yang terkandung dalam
Alquran terdiri dari dua prinsip : yaitu akidah, yang berhubungan dengan
keimanan. Kemudian yang kedua yang berhubungan dengan syariah yang
berhubungan dengan amal perbuatan manusia, termasuk pula masalah
akhlak.[1]
Masalah akhlak merupakan salah
satu masalah yang sangat penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah
SAW nabi yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah Islam
melalui Alquran yang menegaskan masalah akhlak ini.[2]
Terkait dengan hal ini penulis
mencoba mengkaji surat Al-Ahqaf ayat 15-20, membedah secara komprehensif
untuk mengetahui bagaimana peran kedua orang tua sebagai sosok pendidik
nilai-nilai akhlak bagi anak dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20? kemudian
mengetahui substansi nilai-nilai pendidikan akhlak anak dalam surat
al-Ahqaf ayat 15-20 dan untuk mengetahui konsep kewajiban berbakti
kepada kedua orang tua dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20.
Dalam kajian ini penulis
menggunakan metode tafsir tahlili yaitu: "Suatu metode tafsir yang
bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-quran dari seluruh
asfeknya."[3] Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti
kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan
ayat-ayat tersebut satu sama lain
B. TAFSIR AYAT DAN PENJELASAN SURAT AL-AHQAAF : 15-16
Surat Al-Ahqaaf : 15-16
ووصينا الانسان بوالديه احسانا حملته امه كرها ووضعته كرها وحمله وفصله
ثلثون
شهرا حتى اذا بلغ اشده وبلغ اربعين سنة قال رب او زعني ان اشكر نعمتك التى
انعمت علي وعلى والدي وان اعمل صالحا ترضه واصلح لي في ذريتي اني تبت اليك
وا ني من المسلمين ١٥ اولئك الذين نتقبل عنهم احسن ماعملوا ونتجاوزعن
سياتهم في اصحب الجنة وعد الصدق الذي كانوا يوعدون
Artinya : 15. "Kami perintahkan
kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandung dengan susah paya, dan melahirkannya dengan susah paya
(pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabilah ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun
ia berdo'a. "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridai, berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberikan kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri."
(16) Mereka itulah orang-orang
yang Kami terima amal yang baik yang mereka kerjakan dan Kami ampuni
kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga sebagi janji
yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." [4]
1. Penafsiran Kata-Kata Sulit
الا يصا ء: Al-isa dan Al- Wasiyyah merengkan jalan yang lurus kepada orang lain supaya ia menempuhnya
الاحسانAl-Ihsan : Berbuat baik.
Lawan dari al-Isa'ah (berbuat jelek). Sedang al-Husnu artinya adalah
kebaikan, yakni lawan dari al-Qubhu (keburukan). Sedangkan yang
dimaknsud dengan Ihsan perbuatan baik terhadap kedua orang tua.
الكرهAl-Kuruh : (huruf kaf
didammahkan) dan al-karhu (huruf kaf difathakan), wazannya seperti
ad-Du'fu dan ad-Da'fu yang artinya susah paya.
حملهHamluhu - : Masa mengandungnya.
فصا له
الا شد
Fisalihi - : Menyapihnya sedang yang dimaksud ialah masa menyusui yang sempurna, yang sampai saat menyapih.
ا وز عنى
Al-Asyud : Kesempurnaan kekuatan dan akal.
في ا صحب الجنة
القبو ل
Auzi'ni : Jadikan aku menyukai
dan berilah aku petunjuk. Yakni dari kata auzu'tuhu bi kaza, yang
artinya aku menjadikan dia mengemarinya dan memperolehnya.
Al-Qabul : Rida atas suatu perbuatan dan membirinya pahala.
Fi-Ashabil Jannah : Orang-orang yang teratur dalam menempuh jalan penghuni surga. sebagaimana kamu mengatakan.
"Raja memuliakan aku di hadapan sahabat-sahabatnya"[5]
2. Pengertian Secara Umum
Setelah pada ayat-ayat yang
lalu, Allah menyubutkan tentang pengesaan dan pemurnian ibadah
kepada-nya,disamping keteguhan dalam beramal, maka dilanjutkan dengan
wasiat kepada kedua orang tua. Allah menyampaikan hal ini tidak hanya
satu tempat saja dalam al-Qur'an, seperti firma-Nya :
وقضى ربك الا تعبدوا الا اياه وبالوالدين احسانا (الاسراء : ٢٣)
Artinya : "Dan Tuhanmu telah
memerintahkan kepadamu supaya kamu jangan menyembah selain kepada Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya.[6]
Dan firman-Nya:
ان اشكر لي ولوالديك الي المصير ( لقمان : ١٤)
Artinya: "Bersyukurlah kepda-Ku dankedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (Al-Israa : 14)[7]
Ada sebuah riwayat yang
mengatakan bahwa ayat ini mengenai Abu Bakar, karena kedua orang tuanya
masuk islam, hal mana tidak dialami oleh seorang pun di antara sabat
nabi. Ayahnya adalah Abu Kuhafah Usman bin Amr, sedang ibunya Umul Khair
binti Shakhar bin Amr.[8]
3. Tafsir (Penjelasan)
(ووصينا الانسانا بوالديه احسانا)
Kami memerintahkan manusia
supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya serta mengasihi keduanya
dan berbakti kepada keduanya semasa hidup mereka maupun sudah kematian
mereka. Dan Kami jadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai amal
yang paling utama, sedang durhaka kepada keduanya termasuk dosa besar,
sedang ayat-ayat al-Qur'an maupun hadits nabi mengenai bab ini banyak
terdapat.
Kemudian Allah swt, menyebutkan
pula sebab dari wasiat tersebut, dan membicarakan khusus tentang ibu.
Karna ibulah yang lebih lemah kondisinya dan lebih patut mendapat
perhatian. Sedangkan keutamaanya lebih besar, sebagaimana dinyatakan
dalam hadits-hadits sahih. Dan oleh karna itu, ibu memperoleh 2/3
kebaktian. Firman-Nya :
(حملته امه كرها ووضعته كرها)
Sesungguhnya ibu itu ketika
mengandung anaknya mengalami susah paya berupa mengidam, kekacauan
pikiran maupun beban yang berat dan lain sebagainya, yang biasa dialami
oleh orang-orang yang hamil. Dan ketika melahirkan juga mengalami susah
paya yang berupa rasa sakit menjelang kelahiran anak maupun ketika
kelahiran itu berlangsung. Semua itu menyebabkan wajibnya orang berbakti
kepada ibu dan menyebabkan ia berhak mendapat kemuliaan dan pergaulan
yang baik. Kemudian Allah SWT, menerangkan lemahnya mengandung sampai
menyapih anak, firman-Nya :
(وحمله وفصله ثلثون شهرا)
Dan masa mengandung anak dan
menyapihnya adalah 30 bulan, dimana sang ibu mengalami bermacam-macam
penderitaan jasmani dan kejiwaan. Ia tidak tidur di waktu malam sekian
lama apabilah anaknya sakit dan menyelenggarakan makan anak itu,
membersihkan dan memenuhi segala keperluan anak tanpa mengeluh dan rasa
bosan. Dan ibu itu merasa sedih apabilah tubuh anak terganggu atau
mengalami halyang tidak disukai, yang mempengaruhi perkembangan anak
maupun yang menganggu kesehatanya.
Ayat ini merupakan isyrat bahwa
masa mengandung yang paling pendek adalah 6 bulan. Karna masa menyusui
yang paling lama adalah dua tahun penu, berdasarkan firman Allah SWT :
والو الدت يرضعن اولادهن حولين كاملين لمن ارد ان يتم الرضاعة ( البقرة : ٢٣٣
Artinya : "Para ibu hendaklah
menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan." ( Al-Baqarah : 233)[9]
Sisanya untuk mengandung hanya 6
bulan. Dan dengan demikian diketahui masa mengandung yang paling pendek
dan masa menyusui yang paling lama.
Adapun yang pertama-tama
menyimpulakan bahwa ini berdasarkan ayat tersebut ialah Ali karamallah
wajhah yang kemudian disetujui oleh usman dan para sahabat nabi.
Muhammad Ishaq pengarang kitab as-Sirah meriwayatkan dari Ma'mar bin
Abdillah Al-Juhaini, ia berkata, ada seorang lelaki dari kalangan kami
mengawini wanita dari Junainah, maka wanita itu melahirkan anak setelah
perkawinannya genap 6 bulan. Maka suaminya berangkat menemui Usman
ra.dan hal itu ia ceritakan kepadanya. Maka usman pun menyuruh wanita
itu didatangkan, dan wanita itu hendak memakai pakaiannya, maka saudara
permpuannya menagis. Demi Allah tidak seorang pun diantara makhuk Allah
yang telah mencampuri aku sama sekali selain dia.namun Allah membuat
keputusan kepadaku sekehendak Dia.
Dan tatkala wanita itu telah
didatangkan ke hadapan Usman ra, maka usman menyuruh agar wanita itu
dirajam. Namun hal itu didengar oleh ali. Maka ia pun datang kepada
Usman lalu berkata, "apakah yang ada lakukan ? "usman menjawab, wanita
itu melahirkan setelah perkawinannya genap 6 bulan. Mungkinkah hal; itu
terjadi ?"
Maka berkatalah Ali kepadanya,
"Tidakkah engkau membaca Al-Qur'an?" "Tentu,"jawab Usman. Ali berkata,
tidakkah engkau mendengar Allah' Azza wa jallah berfirman,
'mengandungnya smapai menyapihnya adalah 30 bulan.'"
Dan firman-Nya pula, ….. selama enam bulan penuh,' kau dapati sisanya hanya 6 bulan.
Maka Usman pun berkata,"Demi
Allah aku tidak sampai berpikir sejauh ini. Bawalah kemari wanita itu.
"Dan ternyata wanita itu benar-benar telah siap untuk dihukum.
Dan diriwayatkan pula dari Ibnu
Abbas, bahwa ia perna mengatakan apabilah ada wanita melahirkan setelah
mengandung sembilan bulan, maka cukuplah baginya untuk menyusui anaknya
selama 21 bulan.dan apabilah wanita itu melahirkan setelah mengandung
tujuh bulan,maka cukuplah baginya untuk menyusui selama 23 bulan. Dan
apabila ia melahirkan setelah mengandung selama 6 bulan, maka iamenyusui
anaknaya selama dua tahun penuh. Karena Allah berfirman :
(وحمله وفصله ثلثون شهرا حتى اذا بلغ اشده )
Sehingga apabila manusia itu
telah menjadi tua dan sempurna umurnya,dimana kekuatan dan akalnya
menjadi kokoh,yaitu dalam umur antara 30-40 tahu.
(وبلغ اربعين سنة)
Dan mencapai uamur 40 tahun.dan
umur sekian adalah akhir dari kematangan dan kesempurnaan akal. Oleh
karna itu,diriwayatkan dari ibnu Abbas. Barang siapa yang telah mencapai
uamurnaya 40 tahun namun kebaikanya tidak melebihi dari keburukanya,
maka hendaklah ia bersiap-siap untuk masuk neraka. Dan oleh karenanya
orang berkata,bila seseorang telah berumur 40 tahun, sedang ia tidak
berbuat selain yang merendahkan rasa malunya saja,dan ia tidak menutupi
lagi keburukannya yang telah lalu, sekalipun umurnya telah membeikan
berbagi macam sarana hidup.
Para ahli tafsir berkata, Allah
tidak pernah membangkitkan seorang nabi pun sebelum umurnya 40 tahun,
kecuali dua orang anak dari seorang bibi, Isa dan Yahya.
( قال رب اوزعنى ان شكر نعمتك التي انعمت علي وعلى والدي )
Tuhanku, berilah aku taufiq
untuk dapat mensyukuri ni'mat-Mu yang telah engkau curahkan kepadaku
tentang agama maupun duniaku, yantu kelusan penghidupan, kesehatan
tubuh, keamanan dan keenakan yang aku ni'mati, agara aku dapat selalu
beribadah kepada-Mu,disamping meninggalkan larangan-larangan-Mu, dan
mensyukuri ni'mat yang telah engkau anugerahkan kepedaku,kedua ibu
bapakku, berupa belas kasih kepedaku ketika mereka mengasuhku dimasa
kecil.
( وان اعمل صالحا ترضه)
Dan jadikanlah amalanku sesuai dengan rida-Mu agar aku memperoleh pahala dari-Mu.
(واصلح لي في ذريتي )
Dan jadikanlah kesalehan berlaku pada anak cucuku dan menempat pada jiwa mereka, bahkan masuk kedalam hati mereka.
Ibnu Abbas berkata, Allah
mengabulkan do'a Abu Bakar. Dia dapat memerdekakan sebilan orang mukmin
di antaranya adalah Bilal dan Amir bin Mugirah. Tidak ada kebaikan yang
dikehendaki oleh Abu Bakar kecuali Allah memberikan pertolongan
kepadanya. Sehingga ia dapat melaksanakannya.dan ia berdo'a dengan
mengatakan aslih li fi zurriyyati. Maka Allah mengabulkan do'anya.
Sehingga tidak seornagpun
anaknya keculai beriman semuanya.pada Abu Bakar berhimpun nikmat berupa
islamnya kedua orang tunya dan anak-anaknya seluruhnya. Ayahnya dan
anaknya, Abdurahman dan anaknya yang lain, Abu Atik, mengalami masa Nabi
SAW, dan mereka beriman kepada beliu. Hal itu tidak terjadi pada
seorang pun di antara sahabat nabi.
( اني تبت اليك واني من المسلمين )
Sesungguhnya aku bertaubat
kepada-Mu dari dosa-dosaku yang telah terlanjur aku lakukan pada
hari-hari yang lalu, dan sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang
tuduk kepada-Mu dengan melakukan ketaatan, dan tergolong orang-orang
yang merima perintah dan larangan-Mu, yang tunduk kepada-Mu.
Abu Daud dalam As-Sunan
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, pernah mengajari para sahabatnya
supaya mengucapkan dalam tasyahud. "Ya Allah satu kanlah di antara
hati-hati kami,dan perbaikilah hubungan diantara kami dan tunjukilah
kami jalan kedamaian, dan selamatkanlah kami dari kegelapan-kegelapan
menuju cahaya, dan hindarkanlah kami dari kekejian-kekejian yang nyata
maupun yang tidak nyata, dan berkatilah kami dalam pendenagran,
penglihatan dan hati kami,istri dan anak cucu kami, dan berilah taubat
kepada kami, sesungguhnnya engkau maha penerima taubat dan maha
penyayang, dan jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu dan
orang-orang yang memujikan nikmat itu kepada-Mu, dan sempurnakanlah
nikmat itu kepada kami."
Kemudian Allah SWT, menyebutkan balasan bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang luhur tersebut dengan firman-Nya :
( اولئك الذين نتقبل عنهم احسن ماعملو اونتجاوزعن سياتهم في اصحب الجنة )
Orang-orang yang mempunyai
sifat-sifat tersebut itulah orang-orang yang Allah menerima dari mereka
perbuatan baik di dunia, berupa amal-amal saleh, lalu Allah memberi
balasan kepada mereka atas amal saleh itu, dan memberi pahala kepada
mereka atasnya, bahkan memberi maaf terhadap amal-amal mereka yang buruk
yang kadang-kadang terlanjur mereka lakukandi dunia dan tidak menjadi
adapt kebiasaan mereka, akan tetapi amal buruk itu dilakukan karna
dorongan kekuatan syawat atau kekuatan marah. Maka Allah tidak menghukum
mereka atas keburukan-keburukan tersebut, dan mereka mengatur diri
dalam menempuh jalan penghuni surga dan termasuk dalam golongan mereka.
Kemudian Allah SWT, menegaskan janji tersebut dengan firman-Nya :
( وعد الصدق الذي كانوا يوعدون )
Allah berjanji kepada mereka
dengan janji yang benar yang tidak perlu dengan tidak oerlu diraguakan
lagi, Dia pasti menunaikannya.
Ayat ini di samping berkaitan
dengan Sa'ad bin Abi Waqas dan dengan Abu Bakar As-Siddiq, yang konon
ayat ini turun karana mereka masing-masing, ayat ini juga berkaitan
dengan setiap mukmin. Maksudnya bahwa setiap mukmin menerima wasiat
tentang kedua ibu bapaknya, dan supaya mensyukuri nikmat Allah yang
dianugrahkan kepadanya dan kepada kedua ibu bapaknya, dan agar ia
melakukan amal saleh dan berusaha untuk mensalehkan anak cucunya,
disamping supaya berdo'a kepada Allah, mohon kiranya Dia membrikan
taufik untuk melakukan amal perbuatan penghuni surga.
C. TAFSIR AYAT DAN PENJELASAN SURAT AL-AHQAAF : 17-20
Surat Al-Ahqaaf : 17-20
( والذي قال لوالديه اف
لكما اتعدانني ان اخرج وقد خلت القرون من قبلي وهما يستغيثن الله ويلك امن
ان وعد الله حق فيقول ما هذا الا اساطير الاولين ١٧ اولئك الذين حق عليهم
القول في امم قد خلت من قبلهم من الجن والا نس انهم كانوا خسرين ١٨ ولكل
درجت مما عملوا وليوفيهم اعمالهم وهم لايظلمون ١٩ ويوم يعرض الذين كفروا
على النار اذهبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها فاليوم تجزون عذاب
الهون بما كنتم تستكبرون في الارض بغير الحق وبماكنتم تفسقون٢٠
Artinya : (17). "Dan orang yang
berkata kepada dua orang ibu bapaknya, Cis, bagi kamu keduanya, apakah
kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkaitkann
padahal sudah berlalu beberapa umat sebelumku, lalu kedua orang ibu
bapaknya memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, "Celakalah
kamu,berimanlah ! sessungguhnya janji Allah adalah benar" Lalu dia
berkata, ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang dahulu belak.''
(18). "mereka itulah orang-orang
yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang
telah lalu dari jin dan manusia."sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang merugi."
(19). "dan bagi masing-masing
mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakandan agar Allah
mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang
mereka tiada dirugikan."
(20). "dan (ingatlah) hari
(ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan), 'kamu telah mengahabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan
duniawimu (saja) dan kamu telah bersenag-senag denganya, maka pada
hariini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karna
kamumenyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.'
"[10]
1. Penafsiran Kata-Kata Sulit
اف - Uffin - : Suara yang keluar dari seseorang ketika gusar.
اخرج- Ukhraja - : Saya dibangkitkan dari kubur untuk di hisab.
خلت
القرون من قبلى- Khalatil qurunu min qabli - : Umat-umat sebelumku telah
lewat, namun tidak ada seorang pun diantara mereka tak pernah yang
dibangkitkan.
يستغيثان الله - Yastagisanillah -
: Kedua orang tua itu berkata, "Semoga Allah menolong kami darimu.
Orang menagtakan Istagasallah dan Istagasa billah, yang artinya mementak
tolong kepada Allah. Adapun yang dimaksud disini adalah,bahwa kedua
orang tua memitak tolong kepda Allah terhadap kekafiran anaknya. Karna
tidak menyetujui kekafir tersebut dan mengangap perkara besar, sehingga
mereka meminta perlindungan keapda Allah dan menolak kekafiran tesebut,
sebagaimana orang mengatakan al-iyazu billah min kaza, semoga allah
melindungi aku dari perbuatan ini.
ويلك - Wailak - : Do'a atas anak
itu agar mendapat kecelakaan dan kebinasaan. Sedang yang dimaksud
adalah menganjurkan untuk melakukan suatu perbuatan atau meningalkanya,
agar terasa bahwa pelakunya akan benar-benar celaka. Sehingga apabilah
dia mendengar hal itu, maka ia akan berhenti dari kesesatanya dan
meningalkan hal itu, maka dia akan berhenti dari kesesatanya dan
meningalkan kelakuanya, lalu menempuh jalan yang dapat menyelamatkannya.
اساطير الاولين- Astirul awwalin -: Kebatilan-kebatilan orang-orang dahulu yang mereka tulis dalam kitab-kitab tanpa ada fakta.
حق عليهم القول - Haqqa ' alihimul qaulu - : Pastilah mereka ditimpa keputusan Allah kepada iblis.
لاملئن جهنم منك و ممن تبعك منهم اجمعين ( سعد : ٨٥
Artinya :"Sesunggunhnya Aku
pasti akan memnuhi neraka jahanam dengan jenis kamu dandenagan
orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka (manusia) semuanya." (
Sa'd :85)[11]
من الخسرين - Minal khsirin :
Tergolong orang-orang yang menyia-nyiakan pandangan mereka yang
merupakan modal, karena mereka mengikuti bisikan-bisikan setan.
الدرجات - Ad-darajat : Jamak
dari darajat, artinya kedudukan. Darajat disebut pula manzilah
(kedudukan) bila yang dimaksud adalah darajat yang tinggi. Dan disebut
Darakah (lapisan) bila yang dimaksud adalah derajat yang rendah.oleh
sebab itu, dikatakan Darajatul Jannah dan Darajatu Nar. Adapaun Darajat
disini adalah dengan menyamaratakan (taglib).
طيبتكم - Tayyibatikum :
Kebaikan-kebaikan kamu. Maksudnya kemudahan dan kekuatan. Orang
mengatakan zahaba atyabahu, artinya telah hilang dua yang terbaik
baginya. Yang dimaksud kemudahan dan kekuatan.
الهون- Al-hun : Kerendahan dan kehinaan.
تفسقون- Tafsuqun : Kalian keluar dari ketaatan kepada Allah.[12]
2. Pengertian Secara Umum
Setelah Allah menyebutkan hal
ihwal orang-orang yang mendo'akan kedua ibu bapaknya dan yang berbakti
kepada keduanya, kemudian menyebutkan pual kebahagiaan dan keselamatan
yang Allah sediakan untuk mereka di akhirat, maka dilanjutkan
menyebutkan orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang durhaka
kepada ibu bapaknya dan yang menginkari kebangkitan dan hisab, yang
membantah umat-umat yang telah lalu tidak peranah dibangkitkan lagi
kemudian Allah menyebutkan tentang pula jawaban bapak-bapak mereka
terhadap bantahan mereka, bahwa hari kebangkitan itu hak, tidak
diragukan lagi.
Sesudah itu Allah menyebutkan
tentang jawaban anak-anak kepada bapak-bapak itu, bahwa semua adalah
dongeng-dongeng dari orang-orang terdahulu dan khurafat belaka. Dan
kemudian Allah menyebutkan bahwa orang-orang seperti itu tergolong
ornag-orang yang pasti mendapat keputusan, bahwa tempat kembali mereka
adalah neraka.
Kemudian Allah melanjutkan pula
bahwa masing-masing dari orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang
kafir mempunyai kedudukan sendiri-sendiri dari sisi Tuhan mereka,
sebagai balasan yang setimpal atas amal perbuatan yang mereka lakukan.
Dan mereka akan mendapatkan balasan atas perbutan-perbuatan tersebut
dengan balasan yang sempurna.
Kemudian Allah mengabarkan
kepada orang-orang kafir akan dikatakan ketika neraka diperlihatkan
kepada mereka, "Kalian sesungguhnnya sombong dari mengikuti kebenaran,
bahkan melakukan kefasikan dan kemaksiatan. Maka Allah memberi balasan
kepada kalian dengan kerendahan dan kehinaan, serta
penderitaan-penderitaan yang menyebabkan penyesalan yang silih berganti
dalam jurang-jurang neraka.
3. Tafsir (Penjelasan)
(والذي قال لوالديه اف لكما اتعدنني ان اخرج و قد خلت القرون من قبلي)
Adapun orang-orang yang berkata
kepada ibu bapaknya ketika keduanya mengajak beriman dan mengakui bahwa
Allah akan membangkitkan makhluk dari kubur masing-masing dan memberikan
balasan kepada mereka atas perbuatan-perbuatan mereka, "Cis," bagi kamu
berdua, sesungguhnya aku benar-benar gusar terhadap kalian berdua.
Apakah kalian mengatakan bahwa aku akan dibangkitkan dari kuburku dalam
keadaan hidup setelah aku mati dan binasa.dan setelah kehancuran yang
aku alami dan tercerai berai tulang-tulangku.sesungguhnya ini
benar-benar aneh. Perhatikanlah umat-umat yang telah lalu telah melewati
sebelum aku, seperti kaum Ad dan Samud, seorang pun dari mereka tidak
ada yang dibangkitkan lagi. Dan sekiranya kalian katakana, tentu
umat-umat yang telah lalu tentu dibangkitkan pula. Apakah kalian tidak
memperhatikan perkataan orang."
( الذي قال لوالديه اف لكما )
Tak ada seorang pun datang
kepada kita yang menghabarkan bahwa ia ada dalam surga atau nerka
setelah ia meninggal dunia. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawih mengelurkan
riwayat dari Abdullah, katanya "sesungguhnya aku berada dimasjid ketika
marwan berpidato dengan mengatakan, ' sesungguhnya Allah telah melihat
pendapat yang baik pada amirul mu'minin yakni Muawiyah, untuk mengangkat
Yazid sebagi khlifah pengantinya. Karena Abu Bakar dan Umar pun telah
mengangkat pengantinya.
Maka berkatalah Abdurahman bin
Abu Bakar. Ini tradisi Hercelius dan Kaisar) sesungguhnya Abu Bakar ra.
Tidak menjadikan pangkat khlifah pada salah seorang anaknya dan tidak
pula pada sala seorang kelurganya, namun Muawiyah hanya menjadikan
pangkat dan kemulain bagi anaknya saja.
Dan yang benar, bahwa ayat ini
tidaklah turun mengenai seorang tertentu saja, tetapi siapa saja yang
berkata dengan perkataan tersebu, lalu diajak oleh kedua ibu bapaknya
untuk beriaman dengan hari kebangkitan dan kepada agama yang benar,
namun enggan dan ingkar.
( وهما يستغيثن الله ويلك امن ان وعدالله حق )
Sedangkan kedua ibu bapakanya
berseruh dan memohon pertolongan dari Allah agar memberikan taufik
kepada anaknya menuju iman kepada kebangkitan, dan berkata kepada
anaknya dengan nada menganjurkan dan menekankan,"Celaklah kamu,
percayalah kamu kepada janji Allah.dan sesungguhnya kamu akan
benar-benar dibangkitkan setelah kematianmu. Dan sesungguhnya janji
Allah yang telah dijanjikan kepada makhluk-Nya, bahwa Dia akan
membangkitkan mereka dari kubur masing-masing dan mengelurkan mereka
dari padanya menuju hisab untuk memberikan balasan kepda mereka, adalah
benar tidak diragukan lagi.
Kesimpulanya, bahwa kedua ibu
bapaknya mengangap bahwa kata-kata anaknya sebagi perkara besar, lalau
keduanya memintak perlindungan kepada Allah dalam menolaknya, dan
mendo'akan anak-anaknya itu supaya celaka dan menderita, dengan tujuan
agar anaknya itu mau meninggalkan kelakuanya seperti itu dan agar terasa
olehnya, bahwa perbuatan yang ia lakukan itu cukup dapat membinasakan
pelakunya.
Sesudah itu Allah SWT,
menceritakan tentang jawaban anak itu kepada ibu bapaknya, seraya
memperolokkan keduanya dan menunjukkan keheranan terhadap keadaan orang
tuanya itu.
( فيقول ما هذا الااساطير الاولين )
Maka ia berkata dalam memberi
jawaban kepada ibu bapaknya dan menolak nasehat mereka berdua dengan
mendustakan janji Allah, "Apakah yang kalian katakana kepadaku ini dan
kalian ajak aku kepadanya, tak lain adalah kebatilan-kebatilan yang
telah dicatat oleh orang-orang yang terdahulu, lalu catatan itu
diperoleh oleh kalian berdua dan kalian percaya kepadanya, padahal
catatan itu tidak ada keyataannya.
Sesudah itu Allah SWT,
menyebutkan tentang alasan bagi orang-orang seperti itu atas perkataan
dan i'tikad mereka, seraya firman-Nya :
( اولئك الذين حق عليهم القول في امم قد خلت من قبلهم من الجن والا نس )
Orang-orang yang telah
disebutkan sifat-sifatnya itu, adalah orang-orang yang pasti mendapat
azab dari Allah, pasti ditimpah hukuman dan murka Nya, seperti
uamat-uamat yang telah mendapatkan azab, yaitu bangsa-bangsa yang telah
mendahului sebelum mereka, baik jin maupun manusia yang mendustakan
rasul-rasul dan durhaka terhadap perintah Tuhan mereka.
Ayat ini merupakan isyarat bahwa
jin juga mengalami kematian dan berganti dari satu generasi kegenerasi
lain, seperti halnya manusia.
Abu hayan dalam kitabnya
Al-Bahr, berkata, Hasan Al-Basri pada sala satu majlisnya berkata,
"bangsa jin tidaklah mati. "maka pendapanya ditentang oleh Qotadah
berdasarkan ayat ini. Maka Hasan Al-Basri pun diam.
Dan ayat ini juga merupakan
bantahan terhadaporang-orang yang berkata,bahwa ayat : mengenai
Abdurahaman bin Abu Bakar, karena ia telah masuk islam dan telah
dihapuskan dosa-dosa sebelumnya. Dan ia pun tergolong sahabat nabi yang
utama.
Ada pun orang yang pasti
mendapat hukuman dari Allah, maka yang dimaksud ialah orang yang
diketahui oleh Allah Ta'ala takkan masuk islam buat selama-lamnya.
Kemudian Allah SWT, meyebutkan alasan dari diturunkannya azab yang menghinakan ini.
( انهم كانواخسرين )
Karena mereka telah
menyia-nyiakan fitrah mereka yang pada fitrah-fitarah merka tersebuatlah
Allah telah menciptakan mereka, tetapi mereka mengikuti setan. Sehingga
mereka merugi karena menukar petunjuk dengan kesesatan dan menukar
nikmat dengan azab.
Kemudian Allah SWT, bahwa
masing-masing dari kedua golongan tersebut, yaitu golongan yang
mengatakan, Tuhan kami adalah Allah, dan golongan yang tidak berkata
senonoh kepada ibu bapaknya, masing-masing mempunyai kedudukan yang
berbeda. Firman Allah SWT :
( ولكل درجت مما عملوا وليوفيهم اعمالهم وهم لايظلمون )
Dan masing-masing dari orang
yang berbuat baik dan yang berbuat durhaka dari bangsa jin maupun
manusia, mempunyai kedudukan sendiri-sendiri di sisi Allah pada hari
kiamat, sesuai dengan perbuatan mereka masing-masing, perbuatan yang
baik maupun yang buruk di dunia dan tujunanya juga supaya Allah
menyempurnakan kepada mereka balasan perbuatan-perbuatan mereka, kepada
yang berbuat kebaikan akan diberiakan kebaikan, sedangkan kepada yang
berbuat buruk, diberikan keburukan pula, sedangkan mereka sedikit pun
tidak dirugikan.
Maksudnya orang yang berbuat
buruk tidak dihukum kecuali sesuai dengan dosanya, dan tidak dipikulkan
kepadanya dosa dari orang lain, sedang orang yang berbuat baik tidak
dikurangi pahala kebaikannya.
Dan setelah Allah SWT,
menerangkan bahwa Ia membirikan hak kepada yang berhak menerimanya, maka
diterangkan pula kengerian-kengerian yang akan dialami oleh oleh
orang-orang kafir.Firman-Nya :
(ويوم يعرض الذين كفروا
على النار اذ هبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها فا ليوم تجزون
عذاب الهون بماكنتم تستكبرون في الارض بغير الحق وبماكنتم تفسقون )
Dan celakalah kepada kaummu
ihwal orang-orang yang kafir ketika mereka disiksa dalam neraka, lalu
dikatakan kepada mereka dengan nada mengancam dan memburukkan,
"sesungguhnya kelezatan-kelezatan dan kenikmatan yang telah ditakdirkan
untukmu,benar-benar telah kamu terima dan kamu peroleh di dunia
sepenuhnya, dan tidak tersisa lagi bagimu sedikit pun dari kelezatan dan
kenikmatan tersebut. Tetapi yang tinggal hanyalah kehinaan dan
kerendahan, sebagai balasan atas kesombongan dan kefasikan terhadap
perintah Tuhan dan keluarnya kamu dari ketaatan kepada-Nya.
Hal ini merupakan anjuran untuk
mengurangi kemewahan-kemewahan duniawi dan perhiasannya, disamping agar
melakuakan kesederhanaan di dunia.
Sa'id bin Mansur, Abd Humaid,
Ibnul Munzir, Al-Hakim dan Al-Baihaqi telah megeluarkan sebuh riwayat
dari Ibnu Umar, bahwa Umar r.a, pernah melihat pada tangan Jabir bin
Abdullah r.a, sekeping dirham. Maka berkata Umar,"Untuk apakah kepingan
dirham ini ? "Maka berkata Jabir, "Aku hendak membelikan daging denganya
untuk keluargaku yang mereka sukai." Umar berkata, "apakah setiap kali
kalian mengiginkan sesuatu, lalu kalian membelinya,. Kemanakah perginya
dari kalin ayat ini ? "
(اذهبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعم بها )
Sementara Al-Hasan meriwayatkan
pula dari Ibnu Qais, bahawa dia pernah mendenagar Umar bin Khatab r.a,
berkata,"sesungguhnya aku pun tahu cara yang enak, dan kalau aku mau
tentu bisa saja aku memasak hati, daging panggang, sambal dan sate.[13])
akan tetapi nikmat-nikmat itu saya sisakan (sengaja tidak saya kenyam).
Karena Allah 'Azza wa Jalla telah menggambarkan tentang beberapa kaum
dengan firman-Nya :
( اذهبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها )
Ahmad dan Al-Baihaqi dalm kitab
syu'bul iman mengelurkan sebuah riwayat dari Saubah ra. Ia berkata,
"apabilah Rasulullah saw. Hendak melakukan suatu perjalanan maka
pertemuan yang terakhir yang beliau lakukan dengan keluarganya adalah
dengan Fatimah.Dan dengan orang yang pertama beliau temui diantara
mereka (sepulangnya dari perjalanan) adalah juga Fatimah ra. Suatu saat
beliau datang dari suatu peperangan. Maka datanglah kepada Fatimah, yang
ternyata ada secarik kain dari bulu tebalpada pintunya. Dan beliau juga
melihat Hasan dan Husen memakai dua gelang dari perak. Maka beliau pun
berbalik dan tidak lagi menemui Fatimah. Maka takkala Fatimah melihat
peristiwa tersebut, maka ia menyangka bahwa nabi tidak masuk rumah
karena sesutau yang beliau lihat. Maka kain kelambu itu dicopotnya dan
juga kedua gelang itu dilepaskannya dari anak tersebut. Lalu dipotong
sehingga anak itu menagis maka benda itu pun dibagi dua untuk mereka
berdua.
Sesudah itu kedua anak tersebut
pergi kepada Rasulullah saw. sambil menagis. Namun Rasulullah mengambil
gelang-gelang tersebut dari mereka berdua, seraya bersabda, "Hai suban
bawalah benda ini kepada bani fulan (suatu kelurga di Madinah) dan
berikanlah Fatimah kalung dari permata putih dan dua gelang dari gading
gajah. Karna mereka adalah keluarga-keluargaku, sedang aku tidak suka
keluargaku memakan makanan yang enak dalam kehidupan mereka di dunia.
Memang, para As-Salafs Salih
(pembuka-pemuka agama terdahulu) juga lebih menyukai kesederhaan dan
zuhud di dunia, karna mengharpakan pahala yang lebih sempurna di
akhirat. Bukan karenamenikmati keidahan di dunia ini termasuk terlarang,
berdasarkan dalil firman Allah Ta'ala :
(قل من حرم زينة الله التي اخرج لعباده والطيبت من الرزق ( الاعراف : ٣٢ )
Artinya: "Katakanlah, siapakah
yang mengharmakan perhiasan dari Allah yang telah dikelurkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (dan siapa pula yang mengharamkan) rezki yang
baik.'" (Al-A'raf :32) [14]
Memang menjaga diri dari
berenak-enak adalah lebih utama. Karena nafsu itu, apabilah telah
terbiasa berenak-enak dan hafal dengannya, maka susuhlah baginya untuk
meninggalkannya atau untuk merasa cukup dengan yang lebih rendah dari
pada itu. Maka alangkah baiknya kata-kata :
والنفس كاالطفل ان تهمله شب على حب الرضاع وان تفطمه ينفتم
Artinya: "Nafsu itu seperti
bayi. Bila kamu biarkan dia, maka iapun akan terus-menerus menyukai
tetek. Tetapi jikalau ia kamu sapih, maka iapun akan berhenti
menetek."[15]
Dan alangkah baiknya orang yang
menyesuaikan diri denagan pedoman ini, dan memelihara undang-undangnya,
yaitu hendaklah orang memakan apa adanya, makanan yang baik atau makanan
tanpa lauk, dan jangan memaksakan diri untuk memakan yang baik-baik
saja dan menjadikan hal ini menjadi suatu kebiasaan. Karena Nabi saw.
Pun sudah merasa kenyang dengan apa adanya, dan bersabar apabila tidak
mendapatkan makan. Beliau memakan jajan apabila beliau memperolehnya,
dan meminum madu apabila kebetulan mendapatkanya juga memakan daging
apabila mudah memperolehnya, namun sama sekali tidak sengaja mencari dan
tidak menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan.[16]
D. BERBAKTI DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA
Agama Islam mengajarkan dan
mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu-bapak.
Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang
terpuji, cara berbakti dan sopan santun kepada orang tua ialah
melaksanakan segala perintahnya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut
:
1. Bersikap hormat dan sopan santun dalam segala hal.
2. Tidak berkata kasar atau kotor yang menyingung dan menyakiti hati ibu bapak
3. Membantu perkerjaan ibu dan bapak dengan senag hati dan bermuka manis
4. Mengucapkan terimakasih apabilah diberi sesuatu dan tidak mencela ibu dan bapak, walaupaun pemberiaan itu kurang disenagi
5. Selalu meminta izin setiap akan meninggalkan rumah.
6. Mengucapkan salam setiap akan berpisah dan bertemu serta mencium tangan ibu dan bapak
7. Tidak berkata "AH…..! atau mencibirkan bibir kepada ibu dan bapak
8. Tidak menyakiti hati, perasaan apalagi badan ibu dan bapak
9. Merawat dan memelihara ibu-bapak ketika ia telah lanjut usia
10.
Mendo'akan ibu-bapak setiap selesai melaksanakan shalat fardhu sesuai
dengan yang dajarkan oleh Allah SWT, Firman Allah SWT dalam surat Nuh
ayat 28. :
رب اغفرلى ولوالدي ولمن دخل بيتى مؤمنا والمؤمنين والمؤمنات ولاتزد الظلمين الاتبارا(نو ح : ٢٨)
Artinya : "Ya Tuhanku! Ampunilah
aku, ibu bapakku, orang yang masuk kerumahku dengan beriman dan semua
orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah engkau
tambahkan kepada orang yang zalim itu kecuali kebinasaan.(Q.S Nuh
:28).[17]
Ayat di atas merupakan do'a
mehon ampunan kepada Allah SWT, baik untuk diri sendiri maupun kedua
orang tua setiap selesai shalat merupakan bukti kecintaan dan bakti
kepada keduanya.
Sebagai anak wajib mentaati
nasehat ibu-bapak dengan penuh hormat dan kasih sayang, sebagaimana
dinyatakan dalam Al-Qur;an surat Luqman ayat 14 yakni :
ووصينا الانسان بوالديه حملته امه وهنا على وهن وفصله في عامين ان اشكرلى ولوا لديك ا لي المصير( لقما ن: ١٤)
Artinya: "Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.( Luqman : 14)[18]
Ayat diatas menjelaskan bahwa
anak wajib untuk ingat kepada ibunya sewaktu mengandung dan
memeliharnya, agar terdorong untuk berbakti kepadanya, juga kepada
bapaknya. Allah SWT, memerintahkan agar manusia selalu bersyukur pada
Allah SWT, dan berbakti kepada ibu-bapaknya.
Selain itu cara menghormati dan
menyayangi kedua orang tuanya, terutama dalam kehidupan sehari-hari, hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surat al-Israa' ayat 24 yakni
:
و احفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب رحمهما كمار بيني صغيرا
( الا سراء : ٢٤)
Artinya: "Dan hendaklah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai
Tuhanku, kasihannilah mereka beduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidiku di waktu kecil. (Al-Israa' : 24).[19]
Ayat di atas dapat dipahami
bahwa diperintahkan kepada manusia untuk bersikap hormat dan merendah
terhadap kedua orang tuanya, dan selalu mendo'akan keduanya agar
diampuni Allah SWT, sehingga memperoleh keselamatan dunia dan akhirat
yang diridhai-Nya.
E. PERAN ORANG TUA SEBAGAI SOSOK PENDIDIK NILAI-NILAI AKHLAK BAGI ANAK.
Pembangunan dan pembinaan
terhadap aktivitas akidah anak dilakukan ketika ia menginjak usia
remaja. Masa ini bagi seorang anak merupakan masa percobaan, yaitu
ketika anak memasuki usia remaja. Para ahli membiri batasan, antara usia
13 s/d 20 tahun, sebagai usia remaja, tentu batasan ini sangat
relative.
Perkembangan rasa keagamaan atau
ketuhanannya dipengaruhi oleh perkembangan jasmani dan rohani.
Penghayatan mereka terhadap keagamaan banyak berkaitan dengan faktor
perkembangan tersebut. Masa perkembangan remaja menduduki tahap
progresif. Siakap dan minat mereka terhadap agama sangat kecil dan ini
tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan.[20]
Pada umumnya manusia dan anak
pada khususnya senantiasa hidup bersama lingkungannya yang beragam
perilaku, baik secara pisik maupun fisiskis atau spiritual yang selalu
mengadakan kontak atau inter aksi timbale balik.dalam hubungan timbale
balik inilah terjadinya saling mempengaruhi.
Oleh kaeran itu, keberadaan
masyarakat disekitarnya harus menjadi sasaran pendidikan akidah lebih
dahulu sebelum anak mengambil lebih banyak dari mereka. Lingkungan
masyrakat paling dominan memberiakan pendidikan ialah tetangga, kemudian
lingkungan sekolah dan yang terdekat sampai dengan masyarakat sekampung
dan lebih luas dari situ. Saat ini lingkungan anak sehari-sehari sudah
lebih luas karena disamping mereka berada dilingkungan rumah tinggal,
mereka juga tidak jarang berada dilingkungan sekolah, pasar, masyarakat
penumpang bis, di lapangan olahraga dan lain-lain. Semua lingkungan
masyarakat itu memiliki andil dalam membentuk akidah dan keperibadian si
anak setelah dewasa.[21]
Ada pun kewajiban yang harus
dilakukan oleh orang tua adalah : Membentuk keperibadian sesuai dengan
pentunjuk Islam dan ajaran Al-Qur'an. Pondasi yang kuat merupakan syarat
untuk dapat mendirikan sebuah bangunan yang kokoh.
Perhatikanlah betapa saratnya
Islam dengan hikmah, sampai-samapi ia selalu memberikan arahan-arahan
kepada kaum orang tua, dalam hal-hal yang terkecil sekalipun.
a. Memilih nama dan kunyah (gelar) yang Islami
Islam telah memerintahkan kepada
kita untuk menamai anak kita dengan nama yang baik serta memilihkan
nama yang Islami untuknya. Selain itu, Islam juga memerintahkan kepada
kita untuk memberikan kunyah (gelar yang diakitkan dengan nama ayah atau
anak-pent), yang membuatnya dapat merasakan eksistensi dirinya
ditengah-tengah masyarakat .
b. Menajarkan shalat dan hal-hal yang terkait dengannya kepada anak
Pembicaraan mengenai perintah
shalat merupakan pembicaraan tentang salah satu aspek spiritual
terpenting dalam kehidupan sang anak. Sebab membiasakan anak untuk
mengerjakan shalat dalam masa kanak-kanak akan memberikan sejumlah
manfaat yang besar baginya.
c. Mengajarkan Alqur’an kepada Anak dan memperkenalkan hukum-hukum yang mereka perlukan
Adapun yang dimaksud dengan
mengajarkan Al-Qur'an kepada anak adalah mengarahkan sang anak dalam
mempelajari hukum-hukum agama Islamyang lurus melalui ayat-ayat
Al-Qur'an yang jelas, setelah sebelumnya ia mendapatkan sejumlah
pembekalan.
Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW, bersabda yakni :
خيركم من تعلم القران وعلمه (رواه البخاري)
Artinya : "Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya."(H.R).[22]
Jika anak anda telah hafal
ayat-ayat Allah SWT, yang sangat jelas (Al-Qur'an), lalu cahaya dari
ayat-ayat itu telah besemayam di dalam hatinya dan telah memantul
keseluruh tubuhnya, sehingga jalan hidupnya pun menjadi lurus dan metode
hidupnya menjadi jelas.[23]
Dengan demikian jelaslah bahwa
mempersiapkan generasi yang baik hendaklah dimulai dari lingkungan yang
terkecil yakni lingkungan rumah tangga, dimana yang sangat berperan
untuk menjadikan keluarga, anak-anak yang shalih dimulai dari pendidikan
yang dilaksanakan oleh orang tua yang mencontohkan akhlak yang mulia
yang kemudian selanjutnya akan terjadinya kesinambungan yang bisa
dicontoh oleh anak, hal ini adalah salah satu cara supaya anak menjadi
anak yang shalih nantinya.
Kemudian juga ada beperapa hal
yang perlu diperhatikan oleh orang tua di dalam upaya menjadidik anak.
Disamping itu, ada beberapa masalah yang perlu kita perhatikan, dan
seyogianya masalah itu kita terapkan terhadap buah hati (anak)
kita.diantara kiat-kiat itu sebagai berikut :
1. Memberikan perhatian dalam memilihkan calon isteri yang salehah.
Memohon kepada Allah keturunan yang saleh.
2. Senang atas kedatangan (kelahiran) anak dan menghilangkan kerasa tidak sukaan (murka) disebabkan kelahiran mereka.
3. Meminta pertolongan kepada Allah dalam mendidik anak-anak.
4. Mendo'akan kebaikan untuk anak-anak dan menjauhi mendo'akan kecelakaan atas mereka.
5. Memberi nama mereka dengan nama-nama yang baik.
6. Dan sebaiknya juga memanggil anak-anak dengan panggilan yang baik di waktu kecil
7. Menanamkan keimana dan akidah yang benar dalam diri anak
8. Menanamkan nilai-nilai yang terpuji dan akhlak yang mulia dalam jiwa mereka.
9. Menjauhkan mereka dari akhlak yang tercela dan menjadikan mereka benci kepada akhlak yang buruk dan tercela.
10. Mengajari mereka perkara-perkara yang dipandang baik dan melatih mereka untuk mengamalkannya
11.
Berusaha keras mengunakan kata-kata yang baikdan bisa diterima oleh
anak-anak serta menjauhkan dari kata-kata yang kurang baik atau jelek
12. Membentengi mereka dengan zikit-zikir yang disyaria'atkan.
13. Berusaha untuk menjadi teladan (qudwah) dalam mendidik.
14. Menjauhkan kemungkaran dan permainan yang dapat merusak anak-anak.
15. Mengadakan alat-alat hiburan / permainan yang sesuai dengan anak-anak.
16. Menjauhkan mereka dari factor-faktor yang menyebabkan penyelewengan seksual.
17.
Membiasakan mereka untuk hidup sederhana dengan sifat kejantanan,
bersungguh-sungguh, serius, dan menjuhkan mereka dari sifat malas,
menggangur, dan santai-santai
18.
Membiasakan mereka bangun diakhri malam karena pada saat itu merupakan
waktu tertuangnya berbagai keuntungan dan pembagian hadia-hadia.
19.
Mendidik mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam hal makan, berbicra,
tidur, dan bergaul dengan masyarakat, karena berlebihan dari empat macam
itu akan mendapat kerugian, yaitu seseorang akan kehilangan kebaikan di
dunia dan akhirat.
20. Selalu
merangsang mereka untuk pergi ke masjid dikala mereka masih kecil dan
mendorong mereka shalat di masjid dikala dewasa.
21. Mengawasi kecenderungan anak dan mengembangkan bakat-baktnya serta mengarhakannya kepada sesuatu yang sesuai dengannya.
22. Membiasakan anak-anak melaksanakan sebagian tanggung jawab
23. Membiasakan anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan
F. SUBTANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK TERHADAP ORANG TUA
Pembahasan tentang subtansi
akhlak anak terhadap kedua orang tua antara lain bisa kita bagi kepada
dua bahagian yang, "pertama semasa kedua orang tua masih hidup, "yang
kedua semasa kedua orang tua telah meningal dunia, sebagai berikut
pembahasannya :
1. Ketika Kedua Orang Tua Masih Hidup
Berbakti kepada kedua orang tua
sesungguhnya kewajiban yang mulia hamba Allah untuk memuliakan diri,
orang tua dan meninggikan syiar Islam dan kalimatullah. Dalam kehidupan
dunia selagi orang tua masih hidup, baik salah satu atau kedua-keduanya,
kesempatan untuk beramal shalih sangat banyak. Diantara kewajiban dan
ketika birrul walidain di kala orang tua masih hidup di dunia adalah
sebagai berikut :
a. Mentaati segala yang diperintahkan selama tidak untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
Bentuk ketaatan seorang anak
kepada orang tua sangat banyak dan luas, mencakup semua dimensi
kebajikan selama tidak bertentangan dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.
Yaitu mentaati kedua orang tua
adalah dengan cara mentaati segala apa yang diperintahkan, bahkan
mendahulukan dari perkara-perkara yang sunnah. Sampai-sampai seorang
anak laki-laki yang sudah berkeluarga harus pula mengedepankan dan
memprioritaskan bakti kepada kedua orang tuanya, diatas berbuat baik
terhadap ister dan anak-anaknya. Hal ini karena hak orang tua lebih
besar dan lebih utama dari hak-hak keluarga.
b. Memberikan nafkah terhadap kedua orang tua
Termasuk bentuk birrul walidaini
yang penting diperhatikan dan diamalkan takkala orang tua masih hidup
baik, atau kedua-duanya, adalah memberikan nafkah dan mencukupi
kebutuhan mereka.
c. Menyambung silaturrahim
Menyambung silaturrahim barang
kali satu hal yang terpenting di antara berbagai cara untuk
membahagiakan orang tua. Mengapa ? secara sadar atau tidak bisa kita
rasakan bahwa ketika kita miskin perasaan kekeluargaan begitu rekatnya,
sehidup-semati tak ingin dipisahkan. Disaat masih menderita seolah tak
ingin diceraiberaikan. Namun ketika harta mulai bertumpuk di depan mata
kita, di saat isteri cantik atau suami yang tampan telah bersanding
disisinya, manakala tahta dan mahkota tertengger melengkapi
kehormatanya, sungguh banyak kehancuran dan porak-poranda hubungan
keluarga. Anak tidak mengenal lagi orang tuanya, anak-anak yang kaya
tidak lagi menghiraukan saudaranya yang miskin papa.
d. Mendahulukan kepentingan mereka
Sudah seharusnya seorang anak
berbakti kepada kedua orang tua yaitu melakukan yang terbaik untuk
mereka, mendahulukan kepentingan mereka atas kepentingan dan
kebutuhannya sendiri. Bahkan meski orang tua berbuat yang tidak berkenan
di hatinya,seorang anak haruslah tetap berbuat baik kepadanya. Hingga
ketika mereka mengajak anaknya melakukan kemusrikkan, sang anak harus
menyikapinya dengan baik, menolaknya dengan halus dan simpatik dan tetap
mempergaulinya dengan baik.
e. Pengorbanan untuk kedua orang tua
Bila telah tumbuh rasa cinta
pada sesuatu, biasanya dibutuhkan pengorbanan yang besar untuk
meraihnya. Dan besarnya hasil sesuai dengan jerih paya yang dikelurkan.
Demikian juga salah satu bentuk cinta dan kasih sayang seorang kepada
orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya, melahirkan dan menyusui serta
mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Sang ayah menafkahi keluarga,
menyayangi dan mendidiknya.
Sabda Rasulullah SAW, yakni :
وعن ابى الدرداء
رضىالله عنه ان رجلا اتاه فقال : ان لى امراْة وانه امى تاْمرنى بطلا قها ,
فقال : سمعت رسول الله عليه و سلم يقول : الوالد اوسط ابوا ب الجنة , فاْن
شئت فاْضع ذ لك الباب اواحفظه (روا ه التر مذى)
Artinya : "Dari Abu Darda' r.a.,
ia berkata : Ada seorang mendatanginya dan berkata : "Wahai Abu Darda'
saya mempunyai isteri, dan ibuku menyuruhku utnuk menceraikannya,
"Kemudian Abu Darda' berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW. Bersabda :
"Orang tua itu bagaikan pintu surga yang paling tengah. Terserah kamu
apakah akan menyia-nyiakan ataukah menjaganya." (H.R At-Tirmizi).[24]
f. Bersegera menyahut panggilan orang tua
g. Bermuka manis dihadapan orang tua
Bermuka manis di sini dalam arti
yang sesungguhnya, bukan sebatas lip service hiasan bibir belaka. Hal
ini sebagaima dijelaskan dalam al-qur'an agar jangan berkata, "ah", "uf"
atau sejenisnya, yang dapat menyakitkan hati orang tua. Firman Allah
SWT, yakni :
فلا تقل لهما اف ولا تنهر هما وقل لهما قولا كر يما (الا سرا ء :٢٣)
Artinya: "Maka sekali-kali
janganlah mengatkan kepada keduanya perkataan, "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
(Al-Israa' :23).[25]
h. Jangan mencela kedua orang tua
i. Membalas jasa orang tua
Rasulullah saw bersabda, yakni :
وعن ابى هريرة رضى الله
عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يجزى ولد والدا الا ان
يجده مملو كا قيشتريه فيعتقه (رواه مسلم)
Artinya : "Dari Abu Hurairah
r.a., ia berkata : "Rasulullah SAW, bersabda : "seseorang tidak dapat
membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya
menjadi budak, kemudian ia beli dan memerdekakanya." (H.R Muslim).[26]
Dari hadist di atas jelaslah
bahwa salah satu upaya untuk membahagiakan orang tua adalah dengan
membalas jasa ayah dan ibu. Hadist diatas menjelaskan juga sebagai
berikut yang intinya ialah :
Pertama, menujukkan bahwa yang
memerdekakan adalah sang anak, dan dialah yang menyebabkan kemerdekaan
ayahnya dengan cara membelinya. Berdasarkan ketentuan syara' , maka
dengan pembelian tersebuat orang tua merdeka.
Kedua, menujukkan penafsiran
yang lebih mendalam akan sulitnya membalas kebaikan seorang ayah dan
tiada dapat dilukiskan oleh sesuatupun.[27]
2. Ketika Orang Tua Sudah Meninggal Dunia
Dari Abu Usaid ra berkata,
ketika kami duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba datang seorang
laki-laki dari Bani Salamah lalu berkata :
عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ
صَاحِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ
بَدْرِيًّا وَكَانَ مَوْلَاهُمْ قَالَ قَالَ أَبُو أُسَيْدٍ بَيْنَمَا
أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ
بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا
أَبَرُّهُمَا بِهِ قَالَ نَعَمْ خِصَالٌ أَرْبَعَةٌ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا
وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا وَإِكْرَامُ
صَدِيقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ
قِبَلِهِمَا فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمَا بَعْدَ
مَوْتِهِمَا
Artinya : "Ya Rasulullah, apakah
masih ada kesempatan lagi untuk berbuat baik kepada kedua orang tuaku,
setelah keduanya meninggal?" Jawab Nabi SAW : "Mendo'akan keduanya,
memintakan ampun untuk keduanya, menyambung tali silaturrahim
kerabat-kerabatnya, dan memuliakan teman-temanya." (H.R ibnu majah dan
ibnu hibban).[28]
Cara yang di lakukan apabila
kedua orang tua kita telah meninggal dunia untuk berbakti kepada mereka
antara lain sebagai berikut :
a. Mendo'akan keduanya
Salah satu kewajiban utama anak kepada kedua orang tuanya adalah mendo'akan mereka. Firman Allah SWT memerintahkan :
و احفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب ارحمهما كما ر بيا نى صغيرا (الا سرا ء :٢٤)
Artinya : "Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkalah,
"Wahai Tuhan-ku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka telah
mendidik aku di waktu kecil."(Q.S Al-Israa' :24)[29]
b. Memintakan ampun untuk keduanya
d. Memuliakan teman-temannya
Tercakup dalam menyambung tali silaturrahim adalah memulikan teman-teman orang tua, atau orang-orang yang sudah meninggal.
e. Melunasi hutang-hutang nazarnya
Diantara kewajiban anak terhadap
orang tuanya adalah menunaikan berbagai perkara yang telah dinazarkan,
menjadi tanggungan atau hutangnya. Misalnya orang tua memiliki nazar
untuk melakukan amal shalih, namun belum sempat ditunaikan kerena Allah
berkenan memanggil menghadap keharibaan-Nya. Inilah tanggung jawab anak
shalih, yaitu beupaya untuk selalu menunaikan "amanah" yang dipikul
ayahnya.
f. Menjaga nama baik kedua orang tua
g. Membayarkan hutang orang tua
h. Melanjutkan amal shalih
i. Menjadi anak shalih
j. Tidak mendendam kepada orang tua
k. Ridha dengan apa yang telah diambil orang tua darinya
Perlu disadari bahwa anak dalam
pandangan Islam merupaka amanah sekaligus hak yang diberikan kepada
orang tua untuk mengelolanya. Termasuk dalam "hak dan kekuasaan" orang
tua, bahwa harta anak juga diperkenanka bagi orang tua untuk
menikmatinya.
Anak harus rela bila orang tua
memakan harta darinya. Sedangkan bila hendak memakan harta orang tua,
anak haruslah mendapat izin dari orang tuanya. Mekanisme semacam ini
akan menciptakan tumbuhnya harmoni muamalah dalam amal shalih dan
terciptanya pula "muasyarah bil ma'ruf."
Sehingga bisa jadi ketika orang
tua meninggal dan banyak harta anak dihabiskan oleh orang tua, maka anak
haruslah tulus ikhlas dan ridha. Karena sesungguhnya balasan kebaikan
anak tersebut belumlah sepadan bila dibandingkan perhatian dan kasih
sayang yang dicurahkan kepadanya. Dan apabila anak rela dengan apa yang
telah dimakan atau diambil orang tua darinya, dia pun akan mendapatkan
balasan yang serupa. Firman Allah SWT, dalam surat Ar-Rahman ayat 60:
هل جزاء الا حسا ن الا الاحسان (الرحمن :٦٠)
Artinya: "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)."(Ar-Rahmman: 60).[30]
Al-Bazzar meriwayatkan, ada
seorang laki-laki sedang tawaf dengan mengendong ibunya maka lelaki itu
bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah (dengan ini) saya telah
melaksanakan kewajiban saya kepadanya?" Nabi SAW, menjawab, "Tidak.
Tidak sebanding dengan satu kali melahirkan.[31]
Dari pemaparan diatas dapat kita
simpulkan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan oleh anak semasa orang
tuanya masih hidup ataupun ketika orang tuanya telah meninggal yakni
sebagimana telah dijelaskan diatas namun disamping itu seorang anak
harus dengan sekuat tenaga, dan setulus jiwa melayani orang tuanya,
karena kalau mau kita bandingkan dengan apapun jasa orang tua yang talah
melahirkan kita, mengasuh, mendidik, membesarkan, serta mencukupi
segala kebutuhan yang anaknya perlukan kesemuanya tidak pernah kedua
orang tua meminta balasan, hanya dengan berbakti, menyayangi, serta
mentaati perintah mereka sudah menjadi kewajiban seorang anak karena
dalam kitab suci Al-Qur'an serta sunnah Rasulullah SAW, telah banyak
menyebutkan tentang kewajiban berbuat baik, berbakti, dan larangan
durhaka kepada kedua orang tua.
Daftar Pustaka
Abu 'Izzudin, Birrul Walidain (kiat simpatik membalas kebaikan kedua orang tua), (Surakarta : 2003)
Al-Fahham, Muhammad, Berbakti Kepada Orang Tua, (kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006)
Al-Farmawi, Abd Al-Hayy, Metode Tafsir Maudu'iy, (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 1994)
al-Maraghi, Ahmad Mustaffah, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993)
Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih Al- Jamius Shahih, (Bukhari-Muslim), ( Surabaya : CV Karya Utam, t.t)
Darajat, Zakiyah, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000)
Dertemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999)
Nawawi, Imam, Riyadhus Shalihin, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999)
Razak, Nasaruddin, Dinul Islam, (Bandung : Al-Maa'rif, 1989)
Ritonga, H.A Rahman, Akidah (merakit hubungan manusia dengan khalik melalui pendidikan anak usia dini), (Surabaya : Amelia Computido, 2005)
http://muhtarom84.blogspot.com/2009/11/tafsir-qs-al-ahqaf-15-20-nilai-nilai.html
[1] Zakiyah Darajat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 19
[2] Nasaruddin Razak, Dinul Islam, (Bandung : Al-Maa'rif, 1989), hlm. 56
[3] Abd Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu'iy, (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 1994), hlm.12.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999) hlm.824.
[5] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993),hlm. 27-29.
[6] Depag, Op.Cit. hlm. 427
[7] Ibid, hlm.654
[8] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Op.Cit.hlm 29.
[9] Depag, Op.Cit. hlm 57.
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999) hlm.825
[11] Ibid, hlm. 742.
[12] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993, hlm36-38
[13] Ash-Shila' : Asy-Syiwa' (memangang). As-Shinab, Ash-Shbagh (sambal tersebut dari biji sawi dan kurma kering). Ash-Shala'iq; pangang anak kambing.
[14] Depang, Op.Cit,hlm.225.
[15] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op.Cit, hlm. 45.
[16]Ibid, hlm. 38-45.
[17] Depag, Op.cit. hlm. 981.
[18] Ibid, hlm. 654.
[19] Ibid, hlm. 428.
[20] H.A Rahman Ritonga, Akidah (merakit hubungan manusia dengan khalik melalui pendidikan anak usia dini), (Surabaya : Amelia Computido, 2005), hlm. 44-45.
[21] Ibid, hlm. 45-46.
[22] Hussein Bahreisj, Hadits Shahih Al- Jamius Shahih, (Bukhari-Muslim), ( Surabaya : CV Karya Utam, t.t), hlm. 200.
[23] Muhammad Al-Fahham, Berbakti Kepada Orang Tua, (kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 41-53.
[24] Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999) hlm. 339.
[25] Depag, Op.Cit, hlm. 427.
[26] Imam Nawawi, Op.Cit, hlm 325.
[27] Abu 'Izzudin, Birrul Walidain (kiat simpatik membalas kebaikan kedua orang tua), (Surakarta : 2003), hlm.129-153.
[28] Ahamad, Musnad Makiyyin, (Bab Abi Asi'id Assai'idi, no : 15479).
[29] Depag, Op.Cit, hlm. 428.
[30] Ibid , hlm. 889.
[31] Abu 'Izzuddin, Op.Cit, hlm. 157-181.
Abu 'Izzudin, Birrul Walidain (kiat simpatik membalas kebaikan kedua orang tua), (Surakarta : 2003)
Al-Fahham, Muhammad, Berbakti Kepada Orang Tua, (kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006)
Al-Farmawi, Abd Al-Hayy, Metode Tafsir Maudu'iy, (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 1994)
al-Maraghi, Ahmad Mustaffah, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993)
Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih Al- Jamius Shahih, (Bukhari-Muslim), ( Surabaya : CV Karya Utam, t.t)
Darajat, Zakiyah, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000)
Dertemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999)
Nawawi, Imam, Riyadhus Shalihin, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999)
Razak, Nasaruddin, Dinul Islam, (Bandung : Al-Maa'rif, 1989)
Ritonga, H.A Rahman, Akidah (merakit hubungan manusia dengan khalik melalui pendidikan anak usia dini), (Surabaya : Amelia Computido, 2005)
http://muhtarom84.blogspot.com/2009/11/tafsir-qs-al-ahqaf-15-20-nilai-nilai.html
[1] Zakiyah Darajat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 19
[2] Nasaruddin Razak, Dinul Islam, (Bandung : Al-Maa'rif, 1989), hlm. 56
[3] Abd Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu'iy, (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 1994), hlm.12.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999) hlm.824.
[5] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993),hlm. 27-29.
[6] Depag, Op.Cit. hlm. 427
[7] Ibid, hlm.654
[8] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Op.Cit.hlm 29.
[9] Depag, Op.Cit. hlm 57.
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999) hlm.825
[11] Ibid, hlm. 742.
[12] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993, hlm36-38
[13] Ash-Shila' : Asy-Syiwa' (memangang). As-Shinab, Ash-Shbagh (sambal tersebut dari biji sawi dan kurma kering). Ash-Shala'iq; pangang anak kambing.
[14] Depang, Op.Cit,hlm.225.
[15] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op.Cit, hlm. 45.
[16]Ibid, hlm. 38-45.
[17] Depag, Op.cit. hlm. 981.
[18] Ibid, hlm. 654.
[19] Ibid, hlm. 428.
[20] H.A Rahman Ritonga, Akidah (merakit hubungan manusia dengan khalik melalui pendidikan anak usia dini), (Surabaya : Amelia Computido, 2005), hlm. 44-45.
[21] Ibid, hlm. 45-46.
[22] Hussein Bahreisj, Hadits Shahih Al- Jamius Shahih, (Bukhari-Muslim), ( Surabaya : CV Karya Utam, t.t), hlm. 200.
[23] Muhammad Al-Fahham, Berbakti Kepada Orang Tua, (kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 41-53.
[24] Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999) hlm. 339.
[25] Depag, Op.Cit, hlm. 427.
[26] Imam Nawawi, Op.Cit, hlm 325.
[27] Abu 'Izzudin, Birrul Walidain (kiat simpatik membalas kebaikan kedua orang tua), (Surakarta : 2003), hlm.129-153.
[28] Ahamad, Musnad Makiyyin, (Bab Abi Asi'id Assai'idi, no : 15479).
[29] Depag, Op.Cit, hlm. 428.
[30] Ibid , hlm. 889.
[31] Abu 'Izzuddin, Op.Cit, hlm. 157-181.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar