1. Biografi al-Razi |
2. Tafsir al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib dan metodenya |
Tafsir
ini juga dikenal sebagai Tafsîr al-Kabîr atau Tafsîr ar-Râzi. Umumnya
dipercaya bahwa al-Razi meninggal sebelum menyelesaikannya. Tafsir itu
diselesaikan oleh salah satu muridnya, yang telah mengikuti metodologi
dan idiom pendahulunya, sedemikian tepatnya sehingga tidak dapat
dibedakan gaya keduanya , karena itu para ahli berbeda pendapat mengenai
tempat yang ditinggalkan al-Razi dan mana yang dilanjutkan muridanya
atau bahkan ada satu atau dua orang murid yang menyelesaikannya .
Lepas
dari polemik di atas, ini adalah salah satu kitab tafsir dengan
menggunakan metode tahlili bi al-ra’yi yang paling komprehensif, karena
menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an. Dalam tafsirnya sang pengarang
terlihat berusaha menangkap substansi (ruh) makna yang terkandung dalam
teks al-Qur’an. Beliau (al-Razi) menggunakan ilmu-ilmu humaniora untuk
menggapai tujuan (tafsir)-nya, yaitu menetapkan keistimewaan akal dan
ilmu di hadapan al-Qur’an, membersihkan dari kerancuan pikiran dan
kedangkalan akal, serta menegaskan kebenaran riwayat (teks) dengan
kedalaman fikiran”.
Adapun
maksud dari tafsir ini dan segala uraiannya, antara lain: Pertama,
menjaga dan membersihkan al-Qur’an beserta segala isinya dari
kecenderungan-kecenderungan yang rasional, tetapi justru dengan itu
diupayakan bisa memperkuat keyakinan terhadapnya (al-Qur’an); Kedua,
pada sisi lain, al-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah dengan dua
hal, yaitu “bukti terlihat” dalam bentuk wujud kebendaan dan kehidupan,
serta “bukti terbaca” dalam bentuk al-Qur’an al-Karim. Apabila kita
merenungi hal yang pertama secara mendalam, maka kita akan semakin
memahami hal yang kedua, menurutnya lebih lanjut. Karena itu, dia
merelevansikan antara keyakinan ilmiah dengan kebenaran ilmiah dalam
tafsirnya. Ketiga, al-Razi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya studi
balaghah dan pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta
digunakan untuk menakwil ayat-ayat al-Qur’an, selama berdasarkan
kaidah-kaidah madzhab yang jelas, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah .
Namun,
karena pembahasan di dalamnya menggunakan metode penalaran logika dan
istilah-istilah ilmiah, serta mencakup ilmu kedokteran, ilmu mantiq,
ilmu filsafat, dan ilmu hikmah, maka kitab ini terkesan kehilangan
intisari tafsir dan hidayah keislamannya. Sampai-sampai, sebagian ulama
menilai “di dalamnya (Tafsir al-Razi) terkandung berbagai hal, kecuali
tafsir”. Dengan bahasa lain, Abu Hayyan menegaskan bahwa Fakhruddin
al-Razi menghimpun dan menjelaskan banyak hal secara panjang lebar dalam
tafsirnya, sehingga (seolah-olah) tidak lagi membutuhkan ilmu tafsir .
Fakhruddin
al-Razi sangat mementingkan korelasi antar ayat-ayat al-Qur’an dan
surat-suratnya, di samping penjelasan secara panjang lebar tentang tata
bahasa (gramatika). Walau mencakup pembahasan yang ekstensif mengenai
permasalahan filsafat, di antara berbagai aspek dari tafsir ini yang
paling penting adalah pembahasan tentang ilmu kalam. Pembahasan ini
memuat persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah Swt. dan
eksistensi-Nya, alam semesta, dan manusia, yang dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan alam, astronomi, perbintangan (zodiak), langit dan bumi,
hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta bagian-bagian tubuh manusia.
Dari
hasil analisis kami, di tinjau dari metode pengumpulan datanya kitab
tafsir ini menggunakan pendekatan tafsir tahlili yakni suatu pendekatan
tafsir dengan melakukan penafsiran sesuai dengan urutan mushaf utsmany.
Kitab
tafsir ini terdiri dari 16 jilid ( peny- yang sedang kami kaji ) yang
tebal, dicetak dan tersebar di kalangan orang-orang yang berilmu. Kitab
ini mendapat perhatian yang besar dari para para pelajar Alquran karena
ia mengandung pembahasan yang dalam mencakup masalah-masalah keilmuan
yang beraneka ragam.
Orang yang meneliti karya besar ini akan menemukan beberapa poin penting yang menarik perhatian, diantaranya :
a.
Mengutamakan penyebutan hubungan antara surah-surah Alquran dan
ayat-ayatnya satu sama lain sehingga ia menjelaska hikmah-hikmah yang
terdapat dalam urutan-urutan Alquran : yang diturunkan dari (Tuhan) yang
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji (QS Fushshilat : 42)
b. Sering menyimpang ke pembahasan tentang ilmu matematika, filsafat, biologi dan yang lainnya.
c.
Membubuhkan banyak pendapat para filosof, ahli ilmu kalam dan
menolaknya -mengikuti metode ahli sunnah dan para pengikutnya- ia selalu
mengerahkan segala kemampuannya untuk menentang pemikiran orang-orang
Mu’tazilah dan melemahkan dalil-dalil mereka.
d.
Kalau ia menemui sebuah ayat hukum, maka ia selalu menyebutkan semua
madzhab fuqaha. Akan tetapi, ia lebih cenderung kepada madzhab Syafi’i
yang merupakan pegangannya dalam ibadah dan mu’amalat.
e.
Al-Razi menambahkan dari apa yang telah disebutkan di atas, dengan
masalah tentang ilmu ushul, al-balaghah, al-nahwu dan yang lainnya,
sekalipun masalah ini dibahas tidak secara panjang lebar sebagaimana
halnya pembahasan ilmu biologi, matematika dan filsafat.
Secara
global tafsir al-Razi lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia
yang besar dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu-ilmu yang ada
hubungannya, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan ilmu
tafsir dan semua ilmu yang menjadi sarana untuk untuk memahaminya .
|
3. Contoh tafsir Ar-Razi |
Di bawah ini, akan kami sajikan beberapa contoh tafsir al-Razi diantaranya telihat dalam menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 2 :
قوله تعالى ( لاريب فيه ) فيه مسألان :
المسألة
لأولى : الريب قريب من الشك وفيه زيادة كأنه ظن سوء تقول رابني أمر فلان
إذا ظننت به سوءِِ, ومنها قوله عليه السلام " دع ما يريبك إلى ما لا يريبك "
فإن قيل : قد يستعمل الريب في قولهم " ريب الدهر " و " ريب الزمان " اي
حوادثه قال الله تعالى ( نتربص به ريب المنون ) ويستعمل أيضا في معني ما
يختلج في القلب من أسباب الغيظ
قلنا
: هذان قد يرجعان إلى معنى الشك لأن ما يخاف من ريب المنون محتمل فهو
كالمشكوك فيه وكذلك ما اختلج بالقلب فهو غير متيقن..............
Firman Allah : tidak ada keraguan padanya (QS Al-Baqarah : 2), ayat ini mengandung dua masalah.
Masalah
pertama : kata al-raib hampir sama maknanya dengan asy-syak, tetapi di
dalamnya ada tambahan seakan-akan ia prasangka buruk. Engkau katakan :
“perkara si fulan meragukan diriku apabila kamu berprasangka jahat
terhadapnya.” Seperti sabda Nabi yang berbunyi : “tinggalkan hal yang
meragukanmu kepada hal yang tidak meragu-ragukanmu.” Maka jika dikatakan
: kata al-raib kadang-kadang digunakan dalam perkataan mereka : raib
al-dahr, raib al-zaman, yakni kejadian-kejadiannya.
Melihat
hasil penafsirannya al-Razi terhadap al-Qur’an, beliau menggunakan
metode tahlili yang ditinjau dari segi pengumpulan datanya, dan ditinjau
dari sumber penafsirannya menggunakan tafsir bi al-matsur dan bi
al-ra’yi, disamping itu apabila ditunjau dari metode analisisnya yaitu
tafsir tafshily yaitu secara terperinci.
|
AL-KASYSYAF, (karya al-Zamakhsyari). |
1. Biografi al-Zamakhsyari
Nama
lengkap al-Zamkhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad
bin Ahmad bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari dan ia dijuluki Jarullah
( tetangga Allah ), karena ia pergi ke Makkah dan tinggal di sana lama
sekali . Ia lahir pada hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H, bertepatan
dengan tahun 1074 M di Zamakhsyar, suatu desa di Khawarizmi, terletak di
wilayah Turkistan, Rusia. Ia hidup di lingkungan sosial yang penuh
dengan suasana semangat kemakmuran dan keilmuan. Dan beliau wafat pada
tahun 538 H, setelah ia kembali dari Makkah.
Ia
mendapatkan pendidikan dasar di negerinya, kemudian pergi ke Bukhara
untuk memperdalam ilmunya. Ia belajar sastra (adab) kepada Abu Mudhar
Mahmud ibn Jarir al-Dhabby al-Ashfahany (w. 507 H). -tokoh tunggal di
masanya dalam bidang bahasa dan nahwu, guru yang sangat berpengaruh
terhadap diri al-Zamakhsyari- kemudian mengadakan perjalanan ke Makkah
untuk belajar yakni memperdalam pengetahuannya dalam bidang sastra,
sebelum ia berguru kepada Abu Mudhar, ia berguru kepada Abi al-Hasan ibn
al-Mudzaffar al-Naisabury, seorang penyair dan guru di Khawarizm yang
memiliki beberapa karangan, antara lain: Tahdzib Diwan al-Adab, Tahdzib
Ishlah al-Manthiq, dan Diwan al-Syi’r. Dalam beberapa buku sejarah, ia
tercatat pernah berguru kepada seorang faqih (ahli hukum Islam), hakim
tinggi, dan ahli hadis, yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Ali al-Damighany
yang wafat pada tahun 496 H. Tercatat pula ia berguru kepada salah
seorang dosen dari Perguruan al-Nizhamiyah dalam bidang bahasa dan
sastra, yaitu Abu Manshur ibn al-Jawaliqy (446-539 H). Dan untuk
mengetahui dasar-dasar nahwu dari Imam Sibawaih, ia berguru kepada
Abdullah ibn Thalhah al-Yabiry .
Selama
hidupnya al-Zamakhsyari hidup membujang. Sebenarnya banyak faktor yang
menyebabkan al-Zamakhsyari memilih untuk terus membujang.
Penyebab-penyebab itu antara lain: kemiskinan, ketidakstabilan hidupnya,
dan cacat jasmani yang dideritanya . Mungkin juga, karena kesibukannya
menuntut ilmu atau kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, dan karena
karya-karya yang ditulisnya membutuhkan perhatian ekstra, sehingga tidak
ada waktu untuk memikirkan perkawinan.
Ia
seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika. Siapa
saja yang telah membaca tafsirnya, maka akan menemukan banyak aspek
gramatika yang berbeda. Ia memiliki otoritas dalam bidang bahasa Arab
dan mempunyai banyak karya termasuk hadits, tafsir, gramatika, bahasa,
retorika, dan lain-lain. Ia penganut madzhab Hanafi juga pengikut dan
pendukung akidah Mu’tazilah. Tidak diragukan lagi bahwa al-Zamakhsyari
adalah seorang ulama yang mempunyai wawasan luas, yang biasa disebut
dengan al-Imam al-Kabir dalam bidang tafsir al-Qur’an, hadits Nabi,
gramatika, filologi, dan seni deklamasi (elocution). Sampai-sampai
setiap ia berada di satu kota (seprti Baghdad, Khurasan, Isfahan,
Hamadan di Yaman) banyak orang yang datang menuntut ilmu dan berdiskusi
dengannya, dalam diskusi dan pengajian ia dapat menyakinkan peserta
dengan argumen-argumen yang kuat . Ia juga ahli sya’ir dalam bahasa
Arab, meskipun berasal dari Persia.
Sebagai
seorang penulis terkenal dan produktif, al-Zamakhsyari meninggalkan
beberapa karya monumental dalam beberapa bidang ilmu. Dalam
karya-karyanya itu ia menuangkan pemikiran, ide, dan pandangannya dalam
berbagai bidang ilmu yang dikuasainya, di antara karyanya yang teragung
adalah kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf (yang sedang kita
bahas), kitab al-Muhajah fi al-Masa’il al-Nahwiyyah, al-Mufrad wa
al-Murakkah fi al-‘Arabiyyah, al-Fa’iq fi Tafsir al-Hadis, Asas
al-Balaghah fi al-Lughah, al-Mufashshal fi al-Nahwu, Ru’us al-Masa’il fi
al-Fiqh dan masih banyak lagi lainnya .
2. Sekilas tafsir al-Kasysyaf
Kitab
tafsir ini berjudul lengkap Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq Ghawamid At-Tanzil
Wa ‘Uyun Al-Aqawil Fi Wujuh At-Ta’wil, yang disusun oleh al-Zamakhsyari
selama tiga tahun, mulai dari tahun 526 H sampai dengan tahun 528 H, di
Makkah al-Mukarramah, ketika ia berada di sana untuk melakukan ibadah
haji yang kedua kalinya . Hal itu diketahui dari pengakuannya sendiri
yang dituangkan pada muqaddimah tafsirnya. Dalam hal ini, ia mengatakan
bahwa lama penyusunan kitabnya sama dengan lama masa pemerintahan Abu
Bakar As-Shiddiq .
Tafsir
al-Kasysyaf adalah salah satu kitab tafsir bi al-ra’yi yang terkenal,
yang dalam pembahasannya menggunakan pendekatan bahasa dan sastra.
Penafsirannya kadang ditinjau dari arti mufradat yang kadang, dengan
merujuk kepada ucapan-ucapan orang Arab terhadap syair-syairnya atau
definisi istilah-istilah yang populer. Kadang penafsirannya juga
didasarkan pada tinjauan gramatika atau nahwu.
Kitab
tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang banyak beredar di
dunia Islam, termasuk di Indonesia. Sebagai salah satu kitab tafsir yang
penafsirannya didasarkan atas pandangan Mu'tazilah, ia dijadikan corong
oleh kalangan Mu’tazilah untuk menyuarakan fatwa-fatwa rasionalnya.
Namun
demikian, kitab ini telah diakui dan beredar luas secara umum di
berbagai kalangan, tidak hanya di kalangan non-Ahlussunnah wal Jama’ah,
tetapi juga di kalangan Ahlusunnah wal Jama’ah. Ibnu Khaldun misalnya,
ia mengakui keistimewaan al-Kasysyaf dari segi pendekatan sastra
(balaghah)-nya dibandingkan dengan sejumlah karya tafsir ulama
mutaqaddimin lainnya .
Di
samping itu, ada juga beberapa kitab yang menyoroti aspek-aspek kitab
tafsir ini, di antaranya: Al-Kafi asy-Syafi fi Takhrij Ahadis
al-Kasysyaf (Uraian Lengkap Mengenai Takhrij Hadis pada Tafsir
Al-Kasysyaf) oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani ( w 852 h/ 1448 m), Al-Inshaf
fi ma Taqaddamahu al-Kasysyaf min I’tizal (Menyingkap
pandangan-pandangan Mu'tazilah dalam Tafsir Al-Kasysyaf) oleh Imam
Nashiruddin Ahmad bin Muhammad dan Ibnu Munir al-Iskandari, Syarh
Syawahid al-Kasysyaf (penjelasan mengenai syair-syair dalam tafsir
al-Kasysyaf) oleh Muhbibuddin Affandi.
|
3. Metode penyusunan al-Kasysyaf |
Tafsir
al-Kasysyaf yang beredar sekarang ini terdiri atas empat jilid disertai
dengan tambahan tahqiq oleh ulama. Jilid pertama mencakup uraian
mengenai muqaddimah yang oleh al-Zamakhsyari disebut sebagai khutbah
al-Kitab yang berisi beberapa penjelasan penting tentang penyusunan
kitab tafsir ini. Jilid ini pula yang memuat tafsir mulai dari surah
al-Fatihah sampai surah an\l-Nisa (surah ke-5). Jilid kedua berisi
penafsiran yang terdapat pada surah al-An’am sampai pada surah al-Kahfi
(surah ke-18), jilid ketiga berisi penafsiran ayat-ayat yang terdapat
dalam surah Maryam sampai dengan ayat-ayat yang terdapat di dalam surah
Fathir (surah ke-35), dan jilid keempat berisi penafsiran ayat-ayat yang
terdapat dalam surah Yasin sampai dengan ayat-ayat yang terdapat di
dalam surah an-Nas (surah ke-114) .
Al-Zamakhsyari
melakukan penafsiran secara lengkap terhadap seluruh ayat Al-Qur'an,
dimulai ayat pertama surah al-Fatihah sampai dengan ayat terakhir surah
al-Nas. Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa penyusunan kitab tafsir ini
dilakukan dengan menggunakan metode tahlili, yaitu suatu metode tafsir
yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur'an dengan memaparkan segala makna dan
aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan dalam mushaf
Utsmani. Al-Zamakhsyari sebenarnya tidak melaksanakan semua kriteria
tafsir dengan metode tahlili, tetapi karena penafsirannya melakukan
sebagian langkah-langkah itu, maka tafsir ini dianggap menggunakan
metode tafsir tahlili.
Aspek
lain yang dapat dilihat, penafsiran al-Kasysyaf juga menggunakan metode
dialog, di mana ketika al-Zamakhsyari ingin menjelaskan makna satu
kata, kalimat, atau kandungan satu ayat, ia selalu menggunakan kata ان
قلت, in qulta (jika engkau bertanya). Kemudian, ia menjelaskan makna
kata atau frase itu dengan ungkapan قلت, qultu (saya menjawab). Kata ini
selalu digunakan seakan-akan ia berhadapan dan berdialog dengan
seseorang atau dengan kata lain penafsirannya merupakan jawaban atas
pertanyaan yang dikemukakan. Metode ini digunakan karena lahirnya kitab
al-Kasysyaf dilatarbelakangi oleh dorongan para murid al-Zamakhsyari dan
ulama-ulama yang saat itu membutuhkan penafsiran ayat dari sudut
pandang kebahasaan, sebagaimana diungkapkan sendiri dalam muqaddimah
tafsirnya :
"Sesungguhnya
aku telah melihat saudara-saudara kita seagama yang telah memadukan
ilmu bahasa Arab dan dasar-dasar keagamaan. Setiap kali mereka kembali
kepadaku untuk menafsirkan ayat al-Qur'an, aku mengemukakan kepada
mereka sebagian hakikat-hakikat yang ada di balik hijab. Mereka
bertambah kagum dan tertarik, serta mereka merindukan seorang penyusun
yang mampu menghimpun beberapa aspek dari hakikat-hakikat itu. Mereka
datang kepadaku dengan satu usulan agar aku dapat menuliskan buat mereka
penyingkap tabir tentang hakikat-hakikat ayat yang diturunkan,
inti-inti yang terkandung di dalam firman Allah dengan berbagai aspek
takwilannya. Aku lalu menulis buat mereka (pada awalnya) uraian yang
berkaitan dengan persoalan kata-kata pembuka surat (al-fawatih) dan
sebagian hakikat-hakikat yang terdapat dalam surah al-Baqarah.
Pembahasan ini rupanya menjadi pembahasan yang panjang, mengundang
banyak pertanyaan dan jawaban, serta menimbulkan persoalan-persoalan
yang panjang".
Penyusunan
kitab tafsir al-Kasysyaf tidak dapat dilepaskan dari atau merujuk
kepada kitab-kitab tafsir yang pernah disusun oleh para mufassir
sebelumnya, baik dalam bidang tafsir, hadis, qira’at, maupun bahasa dan
sastra. Pada sisi lain karya al-Zamakhsyari ini banyak dijadikan sebagai
obyek kajian para ulama, baik ulama mutaakhirin maupun para ulama
mutaqaddimin, yang ditujukan terhadap berbagai aspeknya. Dari berbagai
kajian tersebut diketahui bahwa di antara para ulama ada juga yang
memberikan penilaian negatif, di samping yang positif. Komentar-komentar
tersebut dapat dilihat antara lain di dalam kitab-kitab yang secara
lengkap membahas mengenai hal itu, antara lain: Manhaj al-Zamakhsyari fi
Tafsir al-Qur'an wa Bayan I’jazi karya Musthafa Juwaini, At-Tafsir wa
al-Mufassirun karya Adz-Dzahabi, Manahil al-'Irfan fi ‘Ulum al-Quran
karya Muhammad Abdul Adzim az-Zarqani, Balaghah al-Qur’aniyyah fi Tafsir
al-Zamakhsyari wa Atsaruhu fi Dirasat al-Balaghiyyah karya Muhammad Abu
Musa .
Dari
kajian yang dilakukan oleh Musthafa al-Juwaini terhadap kitab tafsir
al-Kasysyaf tergambar delapan aspek pokok yang dapat ditarik dari kitab
tafsir itu, yaitu:
1. Al-Zamakhsyari telah menampilkan dirinya sebagai seorang pemikir Mu’tazilah.
2. Penampilan dirinya sebagai penafsir atsari, yang berdasarkan atas hadis Nabi.
3. Penampilan dirinya sebagai ahli bahasa.
4. Penampilan dirinya sebagai ahli nahwu.
5. Penampilan dirinya sebagai ahli qira’at.
6. Penampilan dirinya sebagai seorang ahli fiqh.
7. Penampilan dirinya sebagai seorang sastrawan, dan
8. Penampilan dirinya sebagai seorang pendidik spiritual.
Dari
kedelapan aspek itu, menurut al-Juwaini, aspek penampilannya sebagai
seorang Mu’tazilah dianggap paling dominan. Apa yang diungkapkan oleh
al-Juwaini di atas menggambarkan bahwa uraian-uraian yang dilakukan oleh
al-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya banyak mengambarkan berbagai
pandangan yang mendukung dan mengarah pada pandangan-pandangan
Mu'tazilah.
Walaupun
berdasarkan keyakinan Mu’tazili, al-Kasysyaf tetap dianggap salah satu
karya tafsir penting oleh para ulama sunni. Zamakahasyari memakai hadis
secara analitis dalam karyanya, tetapi tidak mengindahkan rantai para
penutur (sanad) atau pun keabsahan teks aktual yang dipindahkan (matan).
Dia lebih menekankan penjelasan-penjelasan lingusitik.
Selanjutnya metode tafsir al-Kasysyaf dapat diringkas sebagai berikut :
a.
Keistimewaan kitab ini adalah jelasnya segi-segi kemukjizatan al-Quran
melalui penyingkapan keindahan pola balaghah, ma’ani dan badi’.
b. Tafsir ini terbebas dari uraian yang panjang lebar
c. Berpegang teguh dalam menjelaskan makna al-Quran pada bahasa Arab dan pola-polanya.
d. Menggunakan cara bertanya dalam menafsirkan dengan berkata : “Bila anda bertanya, lalu disambung dengan, maka saya menjawab”.
e. Tafsir ini terhindar dari Isra’iliyat.
f.
Mengenai masalah-masalah fiqh, al-Zamakhsyari bersikap moderat. Ia
menyebutkannya sesuai dengan tuntutan ayat dan mendiskusikan tanpa
berlebihan. Ia bersikap moderat dalam mentarjih, tidak terlalu fanatic
kepada madhabnya, Hanafi.
4. Contoh Tafsir al-Kasysyaf
Berikut cuplikan ayat yang terdapat dalam tafsir al-Kasysyaf surat al-Zukhruf ayat 67 :
67. Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.
(
يومئذ ) منصوب بعدو أي تنقطع في ذلك اليوم كل خلة بين المتخالين في غير
ذات الله وتنقلب عداوة و مقتا إلا خلة المتصقين في الله فإنها الخلة
الباقية المزدادة قوة إذا رأوا ثواب التحاب في الله تعالي والتباغض في
الله. وقيل ( إلا المتقين ) إلا المجتنبين أخلاء السوء. وقيل نزلت في أبي
بن خلف و عقبة بن أبي معط.
Imam
al-Zamakhsyari berkata : kata ( يومئذ ) dalam ayat tersebut
kedudukannya nasab, karena ada kalimat (menjadi musuh), makna dari ayat
di atas adalah ( pada hari itu akan terjadi putusnya hubungan keakraban
antara satu teman yang akrab dengan yang lainnya. Teman yang akrab
berubah menjadi musuh. Hal ini tidak terjadi pada mereka yang beriman,
membenarkan Allah swt. Karena orang-orang beriman adalah saudara akrab
yang kekal, karena mereka mengetahui pahala bagi yang saling mengasihi
antara satu dengan yang lainnya.
Ada
pendapat bahwa maksud dari ( إلا المتقين )adalah kecuali mereka yang
menjauhi keakraban dalam berbuat kejahatan. Dikatakan bahwa ayat ini
turun pada Ubay bin Khalaf dan Uqbah bin Abi Mu’thi.
|
Daftar Pustaka
- Abidu, Yunus Hasan, Dirasat wa Mabahits fi Tarikh al-Tafsir wa Manahij al-
- Mufassirin (Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para
- Mufassir),terj. Qadirun Nur, (Jakarta : Gaya Media Pratama), 2007.
- Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, ( Beirut : Darul Kutub al-‘Alamiyah) 2003.
- Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam ( al-Mi’ah al-A’zham
- fi Tarikh al-Islam), terj. Bahruddin Fannani, Bandung : PT Remaja
- Rosdakarya, 1995
- Ayub, Mahmud, Alquran dan para penafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus) , 1991,
- cet ke -1.
- Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut : Darul al-Fikr), 1994.
- Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Alquran,( Yogyakarta : Pustaka Insan
- Madani), 2008.
- Mahmud, Mani’ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode
- para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006)
- Manna al-Khalil al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Jakarta:
- Pustaka Al-Kautsar, 2008, cet ke-3.
- _____________, Ensiklopedia Islam 5, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
- PENGENALAN KITAB TAFSIR :
- MAFATIH AL-GHAIB ( Fakhruddin al-Razi )
- AL-KASYSYAF ( al-Zamakhsyari )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar