I. PENDAHULUAN
Salah
satu tokoh gerakan modernisme klasik yang berupaya meningkatkan standar
moral dan intelektual umat Islam dalam rangka menjawab bahaya
ekspansionisme barat adalah Jamaluddin al-Afghani (1255 – 1315 H/1839 –
1897 M). Walaupun Jamaluddin al-Afghani tidak melakukan modernisme
intelektual, namun ia telah menggugah kaum muslimin untuk mengembangkan
dan menyuburkan disiplin dan melakukan pembaharuan dan ia adalah seorang
pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya
berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain.
II. PEMBAHASAN
a. Riwayat Hidupnya
Jamaluddin
al-Afghani, al-Sayid Muhammad bin Saftar adalah tokoh yang terkemuka,
yang menjadi sentral umat Islam pada abad ke XIX. Keluarganya keturunan
Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang selanjutnya silsilahnya bertemu
dengan keturunan ahli sunnah yang termasyhur Ali at-Tirmidzi. Jamaluddin
al-Afghani dilahirkan di Asad Abad dekat dengan suatu distrik di Kabul
Afghanistan pada tahun 1839 M. Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan
mengaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, besar sedikit lagi belajar
bahasa Arab dan sejarah, serta mengkaji ilmu syari’at seperti tafsir,
hadits, fiqih, usul fiqh dan lain-lain.[1] Kemudian beliau meninggal dunia di Istambul tahun 1897.
Ketika
berusia 22 tahun, ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad
Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan.
Beberapa tahun kemudian diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi
perdana menteri. Dalam pada itu Inggris telah mulai mencampuri soal
politik negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi, Afghanistan memihak pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Afghanistan meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India tahun 1869.
Di
India ia juga merasa tidak bebas bergerak, karena negara ini telah
jatuh di bawah kekuasaan Inggris, oleh karena itu ia pindah ke Mesir
pada tahun 1871. Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep
pembaharuannya, antara lain :[2]
1. Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib.
2. Umat Islam harus menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
3. Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).
Pan
Islamisme ini bukan berarti leburnya kerajaan Islam menjadi satu,
tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama.
Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam.
Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan pandangan
dan kembali pada ajaran Islam yang murni yaitu al-Qur’an dan Sunnah.
Untuk mencapai usaha pembaharuan di atas maka :
1. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketahayulan
2. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat / derajat budi luhur.
3. Rukun iman harus benar-benar menjadi pandangan hidup.
4. Setiap
generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberi pengajaran dan
pendidikan pada manusia-manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu
jahat dan menegakkan disiplin.
b. Beberapa Ajarannya
1. Bidang politik
Jamaluddin
al-Afghani oleh penulis Barat dikatakan sebagai pelopor “Pan Islamisme”
yang mengajarkan bahwa semua umat Islam harus bersatu di bawah pimpinan
seorang khalifah untuk membebaskan mereka dari penjajahan Barat. Yakni
sebagai jaminan keemasan Islam dahulu sebelum Islam menjadi lemah karena
perpecahan yang tak putusnya dan tanah air Islam menjadi terjerumus
kebodohan dan kelemahan, hingga jatuh menjadi mangsa kekuasaan Barat.
Muhammad
Ibnu Abdul Wahab dalam perjuangannya menuju kepada perbaikan aqidah.
Maka jalan yang ditempuh oleh Jamaluddin al-Afghani ialah :
a) Perbaikan jiwa dan cara berpikir
b) Perbaikan pemerintah / negara, kemudian keduanya berhubungan mempunyai jalinan dengan ajaran agama.[3]
Semua
aspek gerakan Jamaluddin al-Afghani yang menjadi sasaran utama ialah
membebaskan negara Islam dari penjajahan dan untuk menuju itu umat Islam
harus membebaskan diri dari pola-pola pikiran yang beku. Untuk
mencairkan ini menurut Jamaluddin al-Afghani, orang-orang Islam harus
mempunyai kepandaian teknis dalam rangka kemajuan barat, wajib belajar
secara rahasia kelemahan orang Eropa.
2. Bidang Agama
Jamaluddin
al-Afghani walaupun menjadi seorang pemimpin politik, di mana dipandang
dari sudut gerakannya menunjukkan kecondongan dibidang politik, namun
tidak dapat dilupakan jasanya dalam meninggikan kedudukan agama,
pembaharu akal umat Islam yang dipengaruhi tradisi dan khurafat yang
membawa kejumudan umat Islam. Jamaluddin al-Afghani dalam usahanya
menentang penjajahan Barat, maka jalan yang ditempuhnya untuk menghadapi
penjajahan ini membangunkan kembali jiwa Islam, menghilangkan sifat
kesukuan / golongan dan mengikis taqlid dan fanatisme serta melaksanakan
ijtihad dalam memahami a-Qur’an, hidup layak dan penuh kebijaksanaan di
kalangan umat Islam.
Oleh karena itu Jamaluddin al-Afghani berpendapat, bahwa kesejahteraan umat Islam tergantung pada :[4]
- Akal manusia harus disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya dari kepercayaan tahayul.
- Orang harus merasa dirinya dapat mencapai kemuliaan budi pekerti yang utama.
- Orang
harus menjadikan aqidah, sehingga prinsip yang pertama dan dasar
keimanan harus diikuti dengan dalil dan tidaklah keimanan yang hanya
ikutan semata (taqlid).
3. Ajarannya tentang Qada dan Qodar
Jamaluddin
al-Afghani adalah seorang muslim sejati dan seorang rasionalis dan ia
menuntut kepada semua aliran untuk menjadikan akal sebagai dasar utama
untuk mencapai keagungan Islam, karena akal menempati kedudukan istimewa
dalam dunia Islam. Jamaluddin al-Afghani sebagai seorang yang
bersemangat menjunjung tinggi kedudukan akal, mendukung aliran
Mu’tazilah yang mempunyai doktrin tentang pembahasan diri dari ajaran
takdir yang orang barat disebut Fatalisme.
Mengenai hal ini menurut Jamaluddin al-Afghani, adapun yang dikatakan qada dan qodar yang dikatakan “predestination” dalam bahasa Inggris sebagai tujuan permulaan.
Menurut al-Jabr (fatalism),
qada dan qodar adalah penyerahan diri secara mutlak tanpa usaha dan ini
suatu ajaran baru (bid’ah) dalam agama yang dimasukkan dalam ajaran
Islam oleh musuh Islam untuk suatu tujuan politik tertentu agar Islam
hancur dari dalam.
Jamaluddin
al-Afghani sebagai orang Islam mengakui bahwa kepercayaan asasi. Tidak
ada kepercayaan kepada takdir adalah kehilangan salah satu tonggak dari
iman. Kepercayaan inilah yang menyebabkan umat Islam jaman dahulu,
nabi-nabi dan sahabatnya dan salafus shalihin dapat merebut dunia dan
mengaturnya. Menurut dia, timbulnya kerusakan di kalangan muslim antara
lain : dari kepercayaan al-Jabr ini dan kesalahan dalam memahami qada
dan qodar, sehingga memalingkan jiwa umat dari bersungguh-sungguh dalam
usaha dan umat Islam di masa silam bersifat dinamis.[5]
4. Penolakannya terhadap aliran naturalisme dan materialisme
Perjalanan
hidup Jamaluddin al-Afghani sesuai dengan jalan fikirannya. Teori dan
prakteknya selalu berjalin rapat dengan tindakannya. Kedudukan dan
perilakunya ditandai oleh 3 macam keadaan :
- Kenikmatan jiwa / rohani
- Perasaan agama yang mendalam
- Moral yang tinggi, ke semua ini sangat berkesan dan mempengaruhi semua usahanya.
Gambaran
ini jelas dapat dilihat dalam penolakannya terhadap aliran naturalisme
dan materialisme. Jamaluddin al-Afghani memandang bahwa cara penjajahan
Barat di negeri Islam membawa gambaran yang berbeda untuk menghancurkan
kepribadian tiap-tiap orang Islam yang bersumber dari ajaran al-Qur’an.
Ajaran ini mempunyai kekuatan untuk menjalin kekuatan kesatuan di
kalangan kaum muslimin. Ia memperingatkan segala gambaran yang
dilihatnya itu diantaranya : usaha untuk merusak aqidah orang Islam baik
dengan cara memecah belahnya maupun dengan usaha memalingkannya dari
ajaran agama, yang berusaha demikian di antaranya aliran naturalisme dan
materialisme.
Naturalisme
yaitu hal atau tinjauan berdasarkan alam. Sedangkan materialisme adalah
orang yang hanya mementingkan kebendaan di atas segala-galanya.[6] Jamaluddin sangat menentang aliran naturalis (ateis) yang tersebar luas di India,
1879. Tentang aliran ini Jamaluddin berkata “Aliran ini akan membelah
kaum muslimin menjadi 2 kelompok; kelompok lama dan baru, kelompok yang
tunduk kepada penjajah dan kelompok oposisi. Aliran ini juga akan
memecah hubungan umat Islam India dari kekhalifahan Utsmani di sisi lain”.
Jamaluddin
melihat berbagai bentuk yang dilakukan penjajahan Barat di negara Islam
untuk merusak kepribadian Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan
menyatukan umat Islam dalam satu ikatan. Sedangkan bentuk yang paling
berbahaya ialah berusaha merusak akidah dari hatinya. Maka aliran
naturalisme dan materialisme – yang di India
dikenal sebutan kaum ateis – di anggap sebagai senjata melawan kekuatan
umat Islam yang sumbernya agama. Menurut Jamaluddin, bahaya aliran ini,
orang yang mempropagandakannya di India memakai “pakaian muslim” untuk melemahkan aqidah kaum muslim.
Ada
tiga hal penolakan Jamaluddin terhadap kaum ateis yaitu: tentang
pentingnya agama bagi masyarakat, bahaya aliran ateis dalam masyarakat,
dan keunggulan agama Islam sebagai suatu agama dan akidah di atas
agama-agama lain. Jamaluddin berpendapat, keyakinan agama sebagai suatu
akidah menjamin 3 unsur penting bagi masyarakat : rasa malu, jujur dan
setia. Ia menerangkan, ketiga unsur tersebut amatlah penting bagi
masyarakat yang jujur, yang tidak dimiliki oleh ajaran ateisme. Ia
berkata demikian :
“Sesungguhnya
keyakinan seorang ateis tidak dapat bersatu dengan keutamaan sifat
jujur, setia, kepahlawanan dan kesatriaan. Itu disebabkan, manusia
memiliki syahwat yang tidak terbatas, sedangkan alam (nature) tidak
memberikan cara-cara terbentuk untuk mencapai syahwat itu”.[7]
Sedangkan
bahaya aliran materialisme dan naturalisme terhadap masyarakat
diterangkan Jamaluddin dengan menyebutkan sejarah beberapa kelompok
masyarakat yang telah dikuasai oleh aliran di atas, dahulu dan sekarang.
Jamaluddin menerangkan aliran naturalis menampakkan diri dalam beberapa
bentuk, seperti :
- Aliran Epikorus dalam masyarakat Greek (Yunani)
- Aliran Mozdak dalam masyarakat Persi
- Aliran kebatinan (mistik) dalam masyarakat Islam
- Aliran Voltaire dan Rousseau dalam masyarakat Prancis
- Aliran era modern di Turki
- Aliran Komunisme, nasionalisme dan sosialisme di Eropa dan Rusia
- Aliran Mourman di Amerika.[8]
c. Pengaruh Ajarannya
Ajaran
Jamaluddin al-Afghani berpengaruh besar sekali terutama di Mesir, baik
pada generasi muda (pelajar) dan sebagian ulama Azhar misalnya M. Abdul
Karim Salman, Syeikh Ibrahim Allaqani, Syeikh Saad Zaqlul, pengaruh dari
tokoh pembaharuan dalam Islam ini kita melihat dari Turki ketika
Inggris menduduki Mesir tahun 1882, Jamaluddin al-Afghani serta merta di
usir. Kemudian melanjutkan ke Konstatinopel, dan ia mendapat
perlindungan dari Abdul Hamid, lalu membentangkan politik Pan Islamisme.
d. Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam
- Umat
Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya
mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam
- Salah
pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan
mengalami kemunduran di akhir zaman. Salah pengertian ini membuat umat
Islam tidak berusaha merubah nasib mereka.
- Perpecahan
yang terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolut,
mempercayakan pimpinan umat kepada orang-orang yang tidak dapat
dipercaya, mengabaikan masalah pertahanan militer, menyerahkan
administrasi negara kepada orang-orang tidak kompeten dan intervensi
asing (bersifat politis).
- Lemahnya rasa persaudaraan Islam.
e. Pembaharuannya
- Melenyapkan
pengertian salah yang dianut umat Islam pada umumnya dan kembali pada
ajaran dasar Islam yang sebenarnya, hati disucikan, budi pekerti luhur
dihidupkan kembali dan kesediaan berkorban untuk kepentingan umat.
- Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi.
- Persatuan umat Islam mesti diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat.[9]
III. KESIMPULAN
Sepanjang
hidupnya –Jamaluddin al-Afghani– telah diabadikan mengembangkan
cita-cita dan perjuangannya serta ajarannya bagi kepentingan umat Islam,
khususnya dan negeri-negeri yang sedang terjajah pada umumnya.
Program
politik adalah menggerakkan Pan Islamisme yaitu dengan tujuan
tercapainya kesejahteraan umat Islam di bawah pimpinan seorang khalifah.
::: DAFTAR PUSTAKA :::
Ahmad Sudirman, “Bidang Pemikir Islam”, http://www.fare.com, 01_Juli_2005
Alex MA., Kamus Ilmiah Populer Internasional, Disertai Data-data dan Singkatan, PT. Alfa, Surabaya, t.th.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1996, cet.12.
_____________, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 2001, cet.13.
Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1986.
M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Dirosah Islamiah III), edisi I, cet.3, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988.
[1] Ahmad Sudirman, “Bidang Pemikir Islam”, http://www.fare.com, 01_Juli_2005
[2] M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Dirosah Islamiah III), cet.3, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 77
[3] M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988, hlm. 128
[4] Ibid., hlm. 131
[5] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2001, cet.13, hlm. 47
[6] Alex MA., Kamus Ilmiah Populer Internasional, Disertai Data-data dan Singkatan, PT. Alfa, Surabaya, t.th., hlm. 233 dan 255
[7] Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1986, hlm. 36
[8] Ibid., hlm. 38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar