A. Pendahuluan
Pada
hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat digali
dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun
berkebutuhan khusus. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal 31
ayat 1 dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan dan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang
hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan
demikian tidak ada alasan untuk meniadakan pendidikan anak berkebutuhan
khusus (ABK), apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh pendidikan.
Peserta
didik berkebutuhan khusus memiliki hambatan dalam mengikuti
pembelajaran, hambatan itu bervariasi, mulai dari gradasi yang paling
berat sampai dengan yang paling ringan. Bagi peserta didik yang memiliki
hambatan berat, mereka dapat dididik di sekolah khusus atau Sekolah
Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sedangkan
mereka yang memiliki hambatan belajar pada gradasi sedang dan ringan
dapat dididik di sekolah umum/sekolah regular, dengan persyaratan
tertentu. Pendidikan bagi ABK di sekolah umum/sekolah regular disebut
sekolah inklusif.
Setiap
anak hakekatnya berbeda satu dengan yang lain, baik kemampuan di bidang
akademik maupun di bidang non-akademik. Kenyataan ini mengharuskan
pendidik perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta didik ketika
mengembangkan kurikulum dan merancang pembelajaran. Kurikulum yang
digunakan di sekolah inklusif tentu tidak hanya kurikulum umum/regular.
Karena kurikulum regular hanya cocok untuk anak normal dan memiliki
kemampuan homogen. Bagi ABK di sekolah inklusif seharusnya menggunakan
kurikulum khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta
didik ABK.
B. Modifikasi Kurikulum
Dalam
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah: (1)
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan
pelajaran, serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005)
tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP
jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan
dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang
disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu,
penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut
kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Dalam
konteks sekolah inklusif maka KTSP akan tidak hanya satu macam, karena
keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Artinya di
samping ada KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL, juga
mengembangkan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP
(Individualized Educational Program) yang dikembangkan mengacu pada
kurikulum khusus yang memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar
untuk satuan pendidikan dasar yang masih harus dikembangkan.
Di
sekolah inklusif terdapat (1) kurikulum regular atau KTSP yang
dikembangkan berpedoman pada standar kompetensi (SK) dan kompetensi
dasar (KD) yang dikembangkan BSNP, dan (2) IEP (Individualized Educational Program) atau PPI (Program Pembelajaran Individual) yang dikembangkan berdasarkan ”Kurikulum Khusus” atau ”Kurikulum Modifikasi”.
Mengingat kurikulum khusus atau untuk sekolah inklusif belum ada, maka kurikulum modifikasi tersebut perlu dikembangkan.. Kurikulum
modifikasi yang dimaksud terutama modifikasi isi kurikulum meliputi
penyesuaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK KD). Berdasarkan
hasil penelitian (A.Salim Choiri, dkk, 2008), telah berhasil
memodifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar lima mata
pelajaran, meliputi Mata Pelajaran PKN, Bahasa Indonesia, Matematika,
IPA, dan IPS untuk SD/MI. Masing-masing SK KD ke lima mata pelajaran
SD/MI tersebut, dikaji berdasarkan substansi keilmuan dan kemudian
dilakukan pengurangan pada bagian-bagian tertentu untuk disesuaikan
dengan kemampuan dan hambatan yang dialami peserta didik tingkat ringan
dan sedang.
Hasil modifikasi isi kurikulum secara singkat tersaji dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1:
Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Ringan
Mata Pelajaran
|
SK-KD Lama
|
SK-KD Modifikasi
|
Prosentase
|
1. Bahasa Indonesia
|
SK 48 buah
KD 122 buah
|
SK 48 buah
KD 97 buah
|
79.56%
|
2. I P A
|
Sk : 42 Buah
Kd: 120 Buah
|
Sk : 42 Buah
Kd: 95 Buah
|
79.1%
|
3. I P S
|
SK 13 buah
KD 48 buah
|
SK 13 buah
KD 38 buah
|
79,16%
|
4. PKN
|
SK 24 buah
KD 58 buah
|
SK 24 buah
KD 47 buah
|
81,034%
|
5. Matematika
|
Sk 36 Buah
Kd 123 Buah
|
SK 36 Buah
KD 98 Buah
|
79,67%
|
Tabel 2:
Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Sedang
MATA PELAJARAN
|
SK-KD LAMA
|
SK-KD MODIFIKASI
|
PROSENTASE
|
1. Bahasa Indonesia
|
SK 48 buah
KD 122 buah
|
SK 48 buah
KD 72 buah
|
59.01%
|
2. I P A
|
Sk : 42 Buah
Kd: 120 Buah
|
Sk : 42 Buah
Kd: 77 Buah
|
64,1%
|
3. I P S
|
SK 13 buah
KD 48 buah
|
SK 13 buah
KD 28 buah
|
58.3%
|
4. PKN
|
SK 24 buah
KD 58 buah
|
SK 24 buah
KD 36 buah
|
62.067%
|
5. Matematika
|
Sk 36 Buah
Kd 123 Buah
|
SK 36 Buah
KD 80 Buah
|
65%
|
Standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum modifikasi
akan menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian, dengan mempertimbangkan kemampuan individual peserta didik.
Hasilnya dituangkan dalam IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru
Pendidikan Khusus (GPK) serta petugas lain yang terkait.
C. Program Pembelajaran Individual
Program
pembelajaran individual (PPI) adalah suatu program pembelajaran yang
disusun untuk membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai
dengan kemampuannya. Program ini terbagi atas dua (2) hal yaitu :
Program jangka panjang dan program jangka pendek (Sunardi, 2003). Dalam
program pembelajaran individual, mencakup kurikulum dan penempatan untuk
peserta didik yang berkebutuhan khusus, serta berbagai aspek yang
terkait orang tua dan lembaga yang terkait (Amin,1995).
Dengan
demikian program pembelajaran individual merupakan model layanan
pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus yang belajar bersama anak
normal di sekolah reguler. PPI dikembangkan khusus untuk peserta didik
yang berkebutuhan khusus, yang penyusunannya melibatkan guru, orang tua
dan para ahli yang terkait. Di dalam PPI menyatakan di mana anak berada,
ke mana tujuannya, bagaimana mencapai tujuan itu, dan bagaimana
menyatakan pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian PPI dikembangkan
dengan mencocokkan antara kemampuan dengan kebutuhan anak (Sunardi,
2003).
Biasanya
dalam satu tahun pelajaran pelaksanaan program pembelajaran individual
dibagi dalam beberapa periode. Periode ini bisa dibuat sesuai dengan
kebutuhan, misalnya tiga (3) bulan sekali. Periode ini sifatnya
fleksibel sehingga apabila memungkinkan adanya perubahan terhadap
pelaksanaan program pembelajaran individual, maka guru dapat melakukan
perubahan sehingga dapat membantu peserta didik berkebutuhan khusus
walaupun periode tersebut belum berakhir. Untuk mengetahui apakah
pelaksanaan PPI telah berhasil atau belum, maka perlu diadakan evaluasi.
Format
PPI disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing-masing,
namun ada komponen baku yang harus ada dalam suatu PPI yaitu : informasi
data siswa dan tingkat kemampuan siswa. Sebelum PPI disusun oleh guru
dan tim, maka diperlukan informasi yang holistik mengenai perkembangan
peserta didik, terutama pada awal lima (5) tahun pertama kehidupannya.
Informasi ini diperoleh melalui proses identifikasi awal dan asesmen,
kemudian dianalisis dalam suatu data tertulis. Berdasarkan hasil
tersebut maka dapat menyusun suatu profil peserta didik. Profil peserta
didik itu berisi tentang biodata peserta didik.
D. Komponen PPI
Sebagaimana
telah di singung di muka bahwa PPI tidak memiliki format yang sangat
baku. Artinya setiap tim Pendidikan Khusus dapat memilih format yang
disukai. Setidaknya ada 2 hal penting yang harus ada dalam PPI yaitu:
(1) informasi tentang anak dan kemampuannya serta (2) program yang akan
dilaksanakan. Salah satu format yang dapat digunakan adalah format PPI
yang komponen-komonennya seperti berikut ini:
1. Informasi tentang anak.
Informasi
tentang anak biasanya diperoleh dari hasil identifikasi dan asesmen.
Identifikasi merupakan kegiatan menemukenali peserta didik secara umum,
kasar, grobal dan tidak menditail. Sedangkan asesmen merupakan proses
identifikasi untuk mengenali karakteristik peserta didik secara lebih
mendalam. Identifikasi dan asesmen ini perlu dilakukan untuk menentukan
penyelenggaraan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta
didik. Cara melakukan asesmen pada peserta didik dapat dengan observasi,
checklist, tes, dsb. Aspek yang diasesmen menyangkut berbagai hal
bidang akademik maupun non akademik. Seperti (a) pengetahuan umum, (b)
kemampuan akademik, (c) bina komunikasi dan interaksi sosial, (d)
Masalah-masalah yang dihadapi peserta didik, (e) perilaku peserta didik,
(f) kemampuan bina diri, dan kemampuan senso-motorik, dsb. Informasi
tentang anak ini dapat dimasukan dalam biodata dan gambaran perkembangan
anak. Misalnya:
Biodata peserta didik, mencakup
a. Nama
b. Tempat/tanggal lahir :
c. Nama orangtua :
d. Alamat :
e. Telepon :
f. Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat.:
Gambaran perkembangan peserta didik
a. Sejarah semasa dalam kandungan
b. Sejarah kelahiran
c. Sejarah kesehatan (misalnya: imunisasi, alergi, gangguan pencernaan, pernapasan, atau adanya gangguan kesehatan lain)
d. Sejarah
mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0
sampai 4 tahun (misalnya keterangan mengenai proses motorik kasar,
apakah anak merangkak sebelum berjalan). Contoh lain, proses feeding, apakah anak mengisap sebelum dapat mengunyah.
e. Perkembangan siswa di usia 5 tahun, gambaran perkembangannya selama di Taman Kanak-kanak (misalnya rapor TK)
f. Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya psikolog, dokter anak, psikiater.
g. Informasi tambahan dari orang tua.
2. Program yang akan dilaksanakan
Berdasarkan
tingkat kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, maka perlu
menetapkan program tertentu seperti yang diuraikan berikut ini
a. Penetapan Prioritas Program
Dari
informasi yang digambarkan pada komponen tingkat kemampuan peserta
didik ditetapkan program-program yang diprioritaskan, dan tahapannya.
Juga banyaknya program yang dijadikan target maupun aspek-aspek yang
ditentukan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Aspek dalam PPI mencakup
aspek akademis dan non-akademis. Aspek akademis mengacu pada kurikulum
tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA. Sedangkan aspek non-akademis
merupakan kemampuan yang mencakup kemampuan emosi, sosialisasi,
perilaku, komunikasi, dan pembinaan diri. Kedua area pembelajaran
tersebut dipilih sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan
peserta didik.
b. Unsur Pelaksana
Penunjukan
pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan PPI, seperti guru kelas,
guru bidang studi, guru pembimbing khusus, guru pendamping, orangtua,
psikolog, terapis, dan pihak ahli lain yang terlibat
c. Periode
Mencantumkan
waktu pelaksanaan PPI dalam suatu tahun ajaran minimal dilakukan setiap
tiga bulan atau disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan
khusus, dan kebijakan sekolah yang bersangkutan
d. Tujuan Umum
Membantu
peserta didik untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan,
melaluin program tertentu sehingga peserta didik dapat berhasil dengan
baik, dan dapat mempertahankan hasil yang dicapainya.
e. Sasaran Belajar
Merupakan kemampuan tertentu yang harus diharapkan diicapai oleh peserta didik
f. Aktivitas pembelajaran
Merupakan cara-cara yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program
g. Tanggal selesai
Merupakan tanggal berakhirnya program yang telah dijalankan sesuai dengan perencanaan.
h. Evaluasi
Berbagai
macam pelaksanaan evaluasi dapat berbentuk, secara tertulis, secara
lisan, ataupun menilai secara praktek. Evaluasi dilakukan untuk mengukur
kemampuan peserta didik terhadap proses hasil pembelajaran.
E. Contoh model PPI
Bagian
ini memaparkan contoh model profil peserta didik dan program
pembelajaran individual (PPI) untuk anak berkebutuhan khusus:(Contoh 1
dan 2.).
Contoh 1 : Model Profil Peserta Didik
PROFIL PESERTA DIDIK
1. Data Peserta Didik
a. Nama :
b. Jenis Kelamin :
c. Tempat lahir :
d. Tanggal lahir :
e. Diagnosa :
2. Data Orangtua
a. Nama Bapak :
b. Nama Ibu :
c. Alamat :
d. Telepon :
3. Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat:
a. Nama :
b. Status :
c. Alamat :
d. Telepon :
4. Contoh Perkembangan Siswa
a. Sejarah semasa dalam kandungan
Pada
tri-mester pertama perkembangan janin baik-baik saja, tidak ada kendala
yang berarti seperti muntah-muntah atau mual yang berlebihan. Kesibukan
Ibu yang cukup menyita waktu membuatnya tidak terlalu memperhatikan
gejala-gejala yang dianggap mengganggu. Pada bulan ke-2 dan bulan ke-7
sempat mengalami keluar darah dalam bentuk flek, tapi bisa diantisipasi
dengan obat karena langsung berkonsultasi dengan dokter.
b. Sejarah kelahiran
Lahir
pada jam 3 dini hari setelah mengalami kontraksi selama 17 jam. Proses
kelahiran normal dengan induksi karena tidak mengalami kemajuan
pembukaan. Setelah itu proses persalinan berjalan lancar, bayi lahir
dengan berat 2,8 kg dan panjang badan 45 cm.
c. Sejarah kesehatan
· Anak
harus dirawat di rumah sakit ketika Anak berumur 5 hari karena ada
gejala kulit berwana kuning. Kulit kuning ini merupakan indikasi fungsi
hati yang belum berkembang optimal. Hal ini ditandai dengan hasil
pemeriksaan laboratorium dengan kadar bilirubin mencapai 13, batas
normal adalah dibawah 10.
· Anak
mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) sampai usia 2 bulan. Setelah mencoba
beberapa macam susu formula diketahui ternyata Anak alergi terhadap susu
biasa. Hal itu terlihat dari munculnya bercak-bercak merah di seluruh
badan. Anak harus mengkonsumsi susu khusus dengan dengan peptida rantai
pendek selama 7 bulan. Setelah itu mulai sedikit demi sedikit diganti
dengan susu hypo-allergenic yang merupakan susu untuk anak yang
mengalami alergi sampai usia 1 tahun. Secara bertahap diganti juga
dengan susu biasa.
· Karena
adanya masalah kesehatan, imunisasi yang dijalani terhambat. Anak
mendapat seluruh imunisasi yang diwajibkan dan yang disarankan. Walaupun
pelaksanaannya terlambat 2-3 bulan.
d. Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0 sampai 4 tahun.
· Anak
tumbuh dengan berat badan normal. Mulai berguling umur 4 bulan. Duduk
di usia 8 bulan. Langsung berjalan pada usia 9 bulan sehingga tidak
melalui proses merangkak. Usia 1 tahun sudah bisa berjalan walaupun
jinjit dan kurang seimbang. Dapat lompat-lompat dengan 2 kaki di usia
1.5 tahun. Sampai saat ini belum dapat melompat 1 kaki secara
berganti-gantian.
· Perkembangan
menyusui, ketika baru lahir di rumah sakit, Anak minum susu formula
menggunakan sendok, tidak dengan dot bayi. Anak mulai belajar menyusu
pada ibu sejak usia 2 hari. Untuk pelatihan minum menggunakan dot,
sempat mencoba 3 merek dot yang berbeda-beda sampai akhirnya menemukan
dot yang bisa digunakan untuk menyusu. Kekuatan otot mulut Anak
cenderung lemah, hisapannya tidak kuat sehingga membutuhkan waktu yang
lama untuk menghabiskan susu. Anak juga sering mengeluarkan air liur
sampai usia 1 tahun. Otot mulut Anak masih lemah sampai sekarang. Hal
ini terlihat dari waktu makan yang lama.
· Perkembangan
bicara: Anak belum bisa bicara sampai usia 3 tahun. Awalnya di usia 2
tahun mulai bisa mengeluarkan 1 suku kata untuk tujuan-tujuan tertentu,
namun artikulasinya tidak jelas. Anak menjalani Speech Therapy jampai usia 5 tahun. Kemajuannya setelah menjalani Speech Therapy sekarang ini Anak bisa berbicara dengan lancar walaupun bunyi r dan s kurang jelas.
· Anak
tidak suka berada di dekat orang lain, ia lebih suka menyendiri. Anak
cenderung rewel apabila di lingkungan yang tidak ia sukai. Perilaku Anak
yang sering muncul apabila merasa tidak nyaman adalah berteriak sambil
menutup telinga dan berputar-putar keliling ruangan.
e. Perkembangan siswa di usia 5 tahun
Anak
masuk TK usia 5 tahun. Setiap hari sekolah Ibu Anak harus mendampingi
di luar kelas karena apabila sewaktu-waktu ada laporan dari guru, Ibu
Anak merasa berkewajiban untuk membantu. Sesekali ibu Anak menemani Anak
di dalam kelas apabila Anak memunculkan perilaku yang membuat keadaan
kelas tidak kondusif.
Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya psikolog, dokter anak, psikiater.
· Pada
usia 3.5 tahun Anak melalui proses asesmen psikologis, yang meliputi
observasi dan tes intelegensi, psikolog menyatakan bahwa Anak mengalami
Autisme. Anak juga menjalani tes EEG oleh neurolog anak dan tes alergi
makanan
· Sejak itu Anak menjalani diet Casseien Free Gluten Free (CFGF), Sensory Integration Therapy dan Behavior Therapy.
f.Informasi tambahan dari orang tua.
Orangtua
merasa Anak memerlukan latihan di bidang kegiatan hidup sehari-hari,
pelajaran-pelajaran akademis bisa diberikan kepada Anak sepanjang Anak
bisa mengikuti. Apabila Anak kesulitan untuk mengikuti pelajaran
akademis, sebaiknya materi ajaran dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
si A.
Contoh 2. Format Program Pembelajaran Individual (1)
PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL
Nama :
Kelas :
Tahun Ajaran :
Diagnosa :
Periode :
1. Unsur Pelaksana
No
|
Nama Pelaksana
|
Jabatan
|
Tanda Tangan
|
1.
|
Guru
| ||
2.
|
Guru Siswa Kebutuhan Khusus
|
2. Tingkat Kemampuan
1. Akademik :
2. Non-Akademik :
3. Prioritas Program:
..........................................................................................................................................
4. Tujuan Umum :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
5.
Sasaran Belajar :
.............................................................................................................
6. Aktivitas Pembelajaran:
...........................................................................................................................................
7.
Tanggal Selesai :
.............................................................................................................
8. Evaluasi :
...........................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Contoh Format Program Pembelajaran Individual (2)
PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL
Nama :
Kelas :
Tahun Ajaran :
Diagnosa :
Periode :
1. Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang
2. Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus)
a. Tujuan jangka panjang:
b. Tujuan jangka pendek:
3.
Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait,
termasuk seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas
regular.
4. Pengaturan pemberian layanan
5. Waktu pelaksanaan dan kriteria evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., 1995. Ortopedagogik Tunagrahita. Jakarta: Dpdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Guru.
Abdul
Salim Choiri. 2008. Modifikasi Kurikulum di Sekolah Inklusif Berbasis
Kebutuhan Peserta Didik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti.
Surakarta: PLB FKIP UNS.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2003. Mengenal Pendidikan Terpadu/Inklusi. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2003. Pengembangan kurikulum dalam Pendidikan Terpadu/Inklui. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Heward and Orlansky, 1986. Exceptional Children. Colombus: Merril Publishing Company Edisi kedua.
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa
PP.No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa
Rochyadi
& Alimin, 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi
Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat P2TK dan KPT.
Sunardi,. 1998. Kecenderungan dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Dikti
Sunardi. 2003. Impelementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia. Makalah
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Jakarta: Sekre tariat Negara
UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar