1. Motivasi Belajar
Motivasi
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang erat
kaitannya dengan perilaku manusia, oleh karena itu dalam melaksanakan
aktivitas perlu disertai dengan motivasi.
a. Pengertian Motivasi Belajar
Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris “motivation” dan merupakan bentuk dari kata “motive” yang berarti “alasan atau yang menggerakkan”.[1]
Adapun
secara terminologi, motivasi merupakan suatu tenaga, dorongan, alasan,
kemauan dari dalam yang menyebabkan kita bertindak, di mana tindakan itu
diarahkan kepada tujuan tertentu yang hendak dicapai.[2]
Clifford T. Morgan dalam buku Introduction to Psychology dikatakan, “Motivation
is a general term, it refers to states within the organism, to behavior
and to the goals toward which behavior is directed”.[3] Motivasi
adalah istilah umum yang menunjukkan pada suatu keadaan, dalam suatu
organisme untuk berbuat dan menuju suatu tujuan dimana suatu tingkah
laku itu diarahkan.
Menurut Mc. Donald sebagaimana dikutip oleh Wasty Soemanto,
bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga dalam pribadi seseorang
yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi dalam usaha mencapai
tujuan.[4]
Dari
beberapa pendapat di atas, maka dapat dirumuskan bahwa motivasi adalah
sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, di mana rumusan
motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata dan merupakan muara dari sebuah
tindakan.[5]
Sedangkan pengertian belajar menurut para ahli, di antaranya adalah:
Oemar
Hamalik mendefinisikan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau
perolehan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.[6]
Arno F. Wittig dalam buku Psychology of Learning dikatakan, “Learning
can be defined as any relatively permanent change in a organism
behavioral repertoire that occurs as a result of experience”.[7] Belajar
menurut Arno dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang relatif
permanen dalam suatu tingkah laku manusia yang muncul sebagai hasil
pengalaman.
Menurut Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid dalam kitab at-Tarbiyah wa Thuruqut Tadris, mendefinisikan belajar adalah:
اِنَّ
التَّعَلَّمُ هُوَ تَغْيِيْرُ فِى ذِهْنِ الْمُتَعَلَّمِ يَطْرَأُ عَلَى
خَيْرَةٍ سَابِقَةٍ فَيُحْدِثُ فِيْهَا تَغْيِيْرًا جَدِيْدًا. [8]
Belajar
adalah perubahan tingkah laku pada hati (jiwa) si pelajar berdasarkan
pengetahuan yang sudah dimiliki menuju perubahan baru.
Jadi, secara psikologis bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[9]
Dari
beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang
menimbulkan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh siswa dapat tercapai.
b. Aspek-aspek Motivasi
Menurut
pendapat Clifford T. Morgan, yang dikutip oleh Wasty Soemanto,
menjelaskan motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan
aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah:
1) Keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states);
2) Tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior);
3) Dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).[10]
Menurut
Mc. Donald sebagaimana dikutip oleh Akyas Azhari, merumuskan dalam
definisi motivasi terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu:
1) Bahwa
motivasi itu dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri
seseorang, keadaan ini biasa disebut dengan kebutuhan. Kebutuhan yang
merupakan unsur pertama dari motivasi, timbul dari dalam diri siswa
akibat merasakan adanya kekurangan dalam dirinya. Dengan kata lain,
kekurangan biasanya timbul apabila merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang dirasakan dengan apa yang dimiliki.
2) Motivasi
ditandai oleh dorongan afektif. Mula-mula merupakan ketegangan
psikologis, lalu merupakan suasana emosi yang ditimbulkan adanya
ketidakseimbangan dalam diri. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan
yang berupa motif (dorongan), sehingga upaya untuk mengatasi dan
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, atau timbul usaha untuk
memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, afeksi atau dorongan itu merupakan
unsur kedua dari motivasi menunjuk pada tindakan/usaha secara terarah.
3) Motivasi
ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan pribadi yang termotivasi
mengadakan respon-respon yang tertuju ke arah suatu tujuan. Tujuan
adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi
dorongan. Artinya tercapai tujuan dapat menghilangkan ketidakseimbangan
dan menghentikan atau mengurangi tindakan yang dilakukan karena
tercapainya tujuan, berarti pula telah terpenuhinya kebutuhan.[11]
Dari
ketiga unsur di atas, motivasi mengandung dua komponen, yaitu komponen
dalam (inner component), dan komponen luar (outer component). Komponen
dalam ialah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang, berupa
keadaan tidak puas, atau ketegangan psikologis. Komponen luar ialah apa
yang diinginkan seseorang, tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang.
Jadi, komponen dalam ialah kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan,
sedangkan komponen luar ialah tujuan yang hendak dicapai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.[12]
Dari
penjelasan tersebut dapat dimengerti, bahwa motivasi seseorang (siswa)
dalam melakukan sesuatu (belajar) karena adanya tiga unsur, yaitu
kebutuhan, dorongan dan tujuan yang pasti ada dalam motivasi siswa dalam
belajar.
c. Macam-macam Motivasi Belajar
Berbicara
masalah macam-macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Namun pada prinsipnya dilihat dari segi muncul atau timbul dan
berkembangnya motivasi dalam diri seseorang terdapat dua macam, yaitu:
1) Motivasi intrinsik
Pada
intinya, motivasi intrinsik merupakan kondisi dari dalam diri seseorang
(siswa) yang mendorong, menggerakkan atau membangkitkan siswa untuk
melakukan sesuatu, yaitu belajar.
Para ahli mendefinisikan motivasi intrinsik, sebagai berikut:
a) Menurut
Ivor K. Davies, motivasi intrinsik mengacu pada faktor-faktor dari
dalam, tersirat baik dalam tugas itu sendiri maupun pada diri siswa.[13]
b) Menurut Sumadi Suryabrata, motivasi intrinsik yaitu motivasi yang aktif atau berfungsi tidak perlu ada rangsangan dari luar.[14]
c) Menurut
Soetomo, motivasi intrinsik ialah dorongan untuk melakukan suatu
tindakan yang mana tujuan yang akan dicapai berada dalam dirinya
sendiri.[15]
d) Menurut
Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, motivasi intrinsik yaitu motivasi yang
timbul dalam diri seseorang. Maksudnya siswa belajar, karena belajar itu
sendiri dipandang bermakna (dapat bermanfaat) bagi dirinya.[16]
Selanjutnya Sardiman AM memandang ada dua hal yang terkandung dalam motivasi intrinsik, seperti:
a) Mengetahui apa saja yang akan dipelajari, dan
b) Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Seseorang
siswa yang sedang belajar tanpa memahami kedua hal tersebut kegiatan
belajarnya akan sulit berhasil. Artinya, tidak akan memperoleh manfaat
dari kegiatan belajar yang mereka ikuti dari guru. Secara lebih lanjut
memahami kedua hal tersebut berarti pula memahami tujuan belajar. Jadi,
motivasi intrinsik adalah keadaan dalam diri siswa yang mendorong,
menggerakkan, dan membangkitkan siswa untuk belajar.
2) Motivasi ekstrinsik
Motivasi
belajar seorang siswa tidaklah mesti datang dari dalam dirinya bersifat
intrinsik, tetapi ada kalanya semangat belajar siswa ditimbulkan oleh
dorongan yang muncul dari luar dirinya yang biasa disebut dengan
motivasi ekstrinsik.
Di antara definisi motivasi ekstrinsik yang sudah lazim adalah:
a) Menurut
Nasution, mengemukakan pendapatnya tentang motivasi ekstrinsik bahwa
tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung
di dalam perbuatan itu sendiri.[17]
b) Menurut Ivor K. Davies, berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik itu mengacu pada faktor-faktor dari luar.[18]
c) Menurut Soetomo, motivasi ekstrinsik ialah dorongan yang datang dari luar diri individu.[19]
Berdasarkan
dari ketiga pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi
ekstrinsik dapat didefinisikan sebagai segala hal dan keadaan yang
datang dari luar diri seseorang (siswa) yang dapat menggerakkan dan
mendorong semangat dan keinginannya untuk selalu rajin mengikuti
pelajaran. Dalam interaksi belajar mengajar, diharapkan guru selalu
mengusahakan timbulnya motivasi pada diri anak, dengan berbagai cara
antara lain:
a) Menciptakan suasana belajar yang positif
b) Menciptakan keberhasilan belajar
c) Memberi contoh yang baik dan sesuai dengan perkembangan anak
d) Memberikan hasil-hasil yang dicapai siswa
e) Memberi penghargaan atas prestasi yang dicapai siswa.[20]
d. Fungsi Motivasi Belajar
Secara
umum dapat dikatakan bahwa fungsi motivasi adalah mendorong,
menggerakkan/menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk
melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan
tertentu yang ingin dicapai.[21]
Setiap kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan adanya motivasi.
Hasil belajar akan menjadi optimal, jika ada motivasi. Makin tepat
motivasi yang diberikan, akan berhasil pula pelajaran yang diberikan.
Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas belajar bagi para
siswa.[22]
Perlu
ditegaskan, bahwa setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan atau
bertalian dengan tujuan, makin jelas tujuan yang ingin dicapai, semakin
jelas pula bagaimana tindakan memotivasi (tindakan mencapai tujuan
dilakukan). Dengan demikian, motivasi itu mempengaruhi adanya kegiatan
atau tindakan.[23]
Keberhasilan
suatu usaha dalam mencapai tujuan, sangatlah ditentukan oleh kuat atau
lemahnya motivasi. Prestasi yang baik akan sulit di dapat tanpa adanya
usaha untuk mengatasi permasalahan atau kesulitan. Proses usaha dalam
menyelesaikan kesulitan tersebut memberikan dorongan yang sungguh kuat.
Dalam Islam secara jelas menerangkan bahwa motivasi dalam usaha untuk
mengatasi kesulitan sangatlah berhubungan erat dengan keberhasilan
seseorang. Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ra’d : 11
... إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ .... (الرعد: 11)
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d : 11)[24]
Dari
ayat di atas, bisa diketahui bahwa motivasi memiliki fungsi yang sangat
besar dalam mencapai tujuan, yaitu mencapai cita-cita, keberhasilan
atau adanya perubahan dalam diri seseorang.
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi:
1) Mendorong
manusia untuk berbuat, jadi sebagai motor atau penggerak yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan
arah perbuatan, yakni ke arah yang hendak dicapai. Dengan demikian
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai
dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi
perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang
siswa yang ingin pandai, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak
akan menghabiskan waktunya untuk bermain atau membaca komik, sebab
tidak serasi dengan tujuan.[25]
Di
samping itu ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi
sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang (siswa)
melakukan usaha (belajar) karena adanya motivasi, adanya motivasi yang
baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula.
Dengan
kata lain bahwa, jika proses interaksi belajar mengajar tercipta dengan
baik, maka siswa juga akan terdorong untuk melakukan kegiatan
belajarnya.
2. Konsep Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan
mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan
hidup (way of life).[26]
Sedangkan
Pendidikan Agama Islam berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional adalah salah satu bidang studi
pendidikan yang bersama-sama dengan pendidikan kewarganegaraan dan
bahasa yang menjadi kurikulum wajib di setiap jenis, jalur, dan jenjang
pendidikan (Pasal 37 ayat 1).[27]
Jadi
Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidikan
dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau
pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Di
sekolah umum, Pendidikan Agama Islam merupakan satu bidang studi atau
unsur pokok keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah dan
tarikh dengan satu silabi. Sedangkan di sekolah berciri khas agama
Islam, Pendidikan Agama Islam merupakan satu kelompok bidang studi
terdiri dari al-Qur’an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan
Islam, dan Bahasa Arab yang masing-masing bidang studi memiliki silabi
tersendiri.
Sedangkan
tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam,
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah,
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.[28]
Tujuan Pendidikan Agama Islam harus sesuai dengan tujuan hidup manusia, seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات: 56)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)[29]
Jadi,
tujuan Pendidikan Agama Islam harus mengacu pada penanaman nilai-nilai
Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia
bagi peserta yang kemudian akan membuahkan kebaikan di akhirat.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan motivasi
belajar Pendidikan Agama Islam adalah gejala psikologis dari dalam jiwa
dalam bentuk dorongan pertumbuhan dan perubahan diri seseorang dalam
tingkah laku baru berkat pengalaman dan latihan untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki serta mendapat kepuasan pada pelajaran Pendidikan Agama
Islam.
[1] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. XXIV, hlm. 386.
[2] Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. XII, hlm. 70.
[3] Clifford T. Morgan, Introduction to Psychology, (New York: Mc. Grow Hill Company, 1961), hlm. 187
[4] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 191.
[5] Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), cet. 1, hlm. 65.
[6] Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1990), hlm. 21
[7] Arno F. Witting, Psychology of Learning, (New York: Mc. Hill Book Company, 1981), hlm. 2
[8] Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Thuruqut Tadris, Juz I, (Mesir: Darul Ma’arif, t.th.), hlm. 169.
[9] Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. 1, hlm. 78.
[10] Wasty Soemanto, op. cit., hlm. 194.
[11] Akyas Azhari, op. cit., hlm. 66-67.
[12] Wasty Soemanto, op. cit., hlm. 195.
[13] Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: Rajawali, 1991), cet. 11, hlm. 216.
[14] Sumadi Suryobroto, op. cit., hlm. 99.
[15] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), cet. 1, hlm. 34.
[16] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. 1, hlm. 12-13.
[17] S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), eds. 2, hlm. 80.
[18] Ivor K. Davies, loc. cit.
[19] Soetomo, loc. cit.
[20] Ibid., hlm. 34.
[21] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 73.
[22] Sardiman A.M., op. cit., hlm. 82-83.
[23] M. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 73-74.
[24] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 370.
[25] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), cet. IX, hlm. 83.
[26] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[27] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 25.
[28] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 77.
[29] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 862.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar