Banyak
orang yang mengatakan bahwa filsafat merupakan bidang ilmu yang rumit,
kompleks, dan sulit dipahami. Filsafat materialism adalah pandanga bahwa dalam
hidup ini materilah yang esensial dan mutlak. Filsafat rasionalisme adalah
pandanganbahwa pengetahuan itu sumbernya dari rasio. Hidonisme adalah
kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan lahiriah. Individualisme liberalism adalah
padangan hidup masyarakat maupun Negara yang terpenting adalah kebebasan
individu, atau dengan kata lain bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu
yang bebas.
Secara
etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa yunani “philein” yang artinya
“cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksana” atau “wisdom”
(Nasution, 1973). Jadi secara istlah “filsafat” mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul pula
filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat
politik, sosial, hokum, bahasa, ilmu pengetahuan, agama, dan bidang-bidang ilmu
lainnya.
Keseluruhan
arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua macam sebagai berikut :
Pertama : filsafat sebagai produk yang mencakup
pengertian.
1. Filsafat
sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf
pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau system filsafat
tertentu. Misalnya rasionalisme, materialism, pragmatism dan lain sebagainya.
2. Filsafat
sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktifitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari
persoalan yang bersumber pada akal manusia..
Kedua : filsafat sebagai suatu proses , dalam hal
ini diartikan suatu bentuk aktifitas berfilsafat, filsafat merupakan suatu
system pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat disini juga biasa diartikan
sebagai sutu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu metode tersendiri.
cabang-cabang
filsafat yang pokok adalah sebagai berikut :
1. Metafisika,
membhas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis, yang meliputi
bidang-bidang, ontology, kosmologo, dan antropologi.
2. Epistemologi,
berkaitan tentang hakikat pengetahuan.
3. Metodologi,
berkaitan tentang persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4. Logika,
berkaitan tentang rumus-rumus dan dali-dalil yang benar.
5. Etika,
berkaitan dengan moralitas dan tingkah laku manusia.
6. Estetika,
berkaitan dengan hakikat keindahan.
B. RUMUSAN
KESATUAN SILA – SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
Pancasila yang terdiri atas lima
sila pada dasarnya merupakan suatu system. System adalah suatu kesatuan bagian
– bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan
tertentu, dan secara keseluruhan suatu kesatuan yang utuh.
Ciri – ciri suatu system sebagai
berikut :
①
Suatu kesatuan bagian – bagian.
②
Bagian – bagian tersebut mempunyai
fungsi sendiri –sendiri.
③
Saling berhubungan dan saling
ketergantungan.
④
Keseluruhannya dimaksudkan untuk suatu
tujuan tertentu.
⑤
Terjadi dalam suatu lingkungan yang
kompleks.
1. Susunan
kesatuan sila – sila pancasila yang bersifat organis.
Sila merupakan suatu bagian yang
mutlak dari pancasila. Maka pancasiala merupakan suatu kesatuanmajemuk yang
tunggal. Akibatnya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri, dan antara sila
yang lainnya tidak ada pertentangan.
2. Susunan
pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal.
Susunan pancasila adalah hierarkhis
dan berbentuk piramidalitu semua digunakan untuk menggambarkan hubungan
hierarkhis pancasila dalam urutan kuantitas maupun urutan kualitas. Lima sila
dalam pancasila ada hubungan yang saling mengikat antara satu dengan yang
lainnya.
Rumusan
pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal.
1. Sila
pertama : ketuhanan yang maha esa meliputi sila kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2. Sila
kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh sila
ketuhanan yang maha esa.
3. Sila
ketiga : persatuan Indonesia mencakup sila ketuhan yang maha esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, dan mencakup sila yang lain.
4. Sila
keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau perwakilan ini semua mencakup sila 1, 2, 3.
5. Sila
kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Rumusan
hubungan kesatuan sila – sila pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
Kesatuan
sila – sila pancsila yang majemuk tunggal, hierarkis pyramidal juga memiliki
sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Adapun rumusan kesatuan
sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi adalah sebagai
berikut :
a. Sila
Ketuhanan yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
b. Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber-Ketuhanan
yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Sila
persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
d. Sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-Ketuhanan
yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
e. Sila
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonagoro, 1975:43,44)
4. Kesatuan
sila – sila pancasila sebagai suatu system filsafat.
Secara filosofis pancasila sebagai
satu kesatun system filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan
dasar aksiologis dan berbeda dengan system filsafat yang lainnya misalnya
materialism, liberalism, pragmaisme, komunisme, dan idealism.
1. Dasar
antropologis sila – sila pancasila.
Dasar ontologis pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluarisme. Oleh
karena itu hakikat dasar ini juga disebut dasar antropologis.
2. Dasar epistemologis sila – sila pancasila
Dasar epistemologi pancasila pada
hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya, pancasila sebagai
suatu ideologi yang bersumber pada nilai – nilai dasarnya yaitu filsafat
pancasila (soeryanto, 1991: 50).
3. Dasar
aksiologis sila – sila pancasila
Sila sebagai suatu system filsafat
memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai yang terkandung dalam
pancasila saling berkaitan dan merupakan suatu kesatuan . pandangan dan
tingkatan nilai menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga macam :
1. Nilai
material : segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2. Nilai
vital : sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau
kegiatan.
3. Nilai
kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
C. Pancasila
sebagai nilai dasar fundamentalis bagi bangsa dan Negara republic Indonesia
1. Dasar
filosofis
Sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat
sistematis, fundamental, dan menyeluruh.
2. Nilai
– nilai pancasila sebagai nilai fundamental Negara
Nilai – nilai pancasila terkandung dalam pembukaan
UUD 1945 secara yuridis memiliki memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah Negara
yang fundamental. Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai=nilai
pancasila mengandung empat pokok pikiran.
Pokok pikiran utama menjelaskan bahwa Negara
Indonesia adalah Negara persatuan.
Pokok pikiran kedua mengataka bahwa Negara hendak
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pokok pikiran ketiga berdaulat terhadap rakyat.
Pokok pikiran keempat mengatakan bahwa Negara
Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam hidup bernegara.
D. Inti
isi sila – sila pancasila
Meskipun dalam setiap sila
mengandung nilai yang memiliki perbedaan namun kesemuannya itu merupakan suatu
kesatuan yang sitematis.
PANCASILA SEBAGAI ETIKA
POLITIK
A. Pengertian Etika
Etika
adalah suatu ilmu yang mengajarkan tentang moral, Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran – ajaran dan pandangan – pandangan
moral. Etika dibagi dua yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika
umum membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Etika khusus membahas manusia terhadap diri sendiri, manusi terhadap
lain dalam hidup masyarakat.
B. Pengertian,
Nilai, Dan Moral
1.
Pengertian
Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita
– cita, harapan, dambaan dan keharusan.
2. Hierarkhi
Nilai
Ada
banyak pandangan tentang nilai hal ini sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Misalnya kalangan
materialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material.
Menurut
Max Scheler nilai dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan seperti yang
telah dikemukakan di depan. Dan masih banyak tokoh lagi yang mengolongkan nilai
menjadi beberapa macam.
Selain
nilai-nilai yang dikemukakan oleh para aksiologi tersebut yang menyangkut
macamnya, nilai tersebut juga berkaitan dengan tingkatan-tingkatannya. Karena
ada nilai yang lebih tinggi, lebih rendah dan lebih mutlak. Namun hal ini
sangat tergantung pada bangsa sebagai subjek pendukung nilai-nilai tersebut.
Misalnya bagi bangsa Indonesia nilai religius merupakan suatu nilai yang
tertinggi dan mutlak. Karena tidak dapat dijangkau oleh akal pikir manusia.
Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai praksis
a. Nilai
Dasar
Setiap
nilai memiliki nilai dasar yaitu hakikat, esensi dan intisari yang terkandung
dalam nila-nilai tersebut. Nilai dasar inji bersifat universal karena
menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu. Nilai dasar juga
berlandaskan pada hakikat suatu benda, kuantitas, kualitas dll. Nilai dasar
juga disebut sumber norma yang direalisasikan dalam suatu kehidupan yang
praksis.
b. Nilai
Instrumental
Agar
bisa diwujudkan dalam kehidupan maka nilai dasar harus memiliki ukuran yang
jelas. Nilai instrumental inilah yang dapat diukur dan diarahkan. Bilamana
nilai instrumental tersebut berkaitan dengan negara maka nilai instrumental itu
merupakan suatu kebijaksanaan yang bersumber dari nilai dasar.
c. Nilai
Praksis
Nilai
praksis pada hakikatnya adalah penjabaran dari nilai instrumental dalam suatu
kehidupan yang nyata. Dapat dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian
tidak bisa menyimpang. Oleh karena itu nilai dasar, nilai instrumental dan
nilai praksis merupakan suatu sistem yang perwujudannya tidak boleh menyimpang
dari sistem tersebut.
3. Hubungan
Nilai, Norma dan Moral
Agar
nilai dapat berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu
diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka wujud yang lebih konkrit
dari nilai tersebut adalah norma. Ada berbagai macam norma dan norma yang
paling kuat adalah norma hukum.
Selanjutnya
nilai dan norma berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung
integritas dan martabat manusia. Kepribadian seseorang ditentukan oleh
moralitas yang dimilikinya. Hal itu tercermin dari tingkah laku dan sikapnya.
Dalam pengertian inilah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
A. Etika
Politik
Etika
politik. Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan
dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik
berkaitan erat dengan moral. Etika politikl tetap meletakkan dasar fundamental
manusia sebagai manusia. Hal ini didasarkan pada hkikat manusia sebagai makhluk
yang beradab dan berbudaya.
1. Pengertian
Politik
Politik
berasal dari kata “politics”, yang berarti bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber-sumber yang ada.
Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, diperlukan suatu kekuasaan
dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun untuk
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini.
2. Dimensi
Politis Manusia
a. Manusia
sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai
paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kaca
mata yang berbeda-beda. Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham
liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Yang segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma
sifat kodrat manusia sebgai individu. Berdasarkan fakta yang ada manusia tidak
mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun
manusia adalah makhluk yang bebas. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya
senantiasa tergantung pada orang lain karena manusia sebagai makhluk sosial.
Secara
moralitas negara bukan hanya demi tujuan individu saja melainkan tujuan
bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksana negara sehingga
segala keputusan serta tujuan negara harus dapat dikembalikan secara moral
kepada dasar-dasar tersebut.
b. Dimensi
Politis Kehidupan Manusia
Dalam
hubungan dengan kodrat manusia , dimensi politis manusia senantiasa berkaitan
dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan
kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis
manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri
sebagai angota masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Dimensi
politis manusia ini memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak
untuk bertindak. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral
manusia.
3. Nilai-nilai
Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sebagai
dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya sebagai peraturan
perundang-undangan, namun juga sebagai sumber moralitas. Selain sila I, sila II
juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Dalam
pelaksanaan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara
dijalankan sesuai dengan asas legalitas, asas demokratis dan asas moral.
Prinsip-prinsip
dasar etika politik harus dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya.
Selain itu harus juga direalisasikan oleh setiap individu yang terlibat dalam
pemerintahan negara.
PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI NASIONAL
A. Pengertian
Asal Mula Pancasila
Pancasila
sebagai dasar serta ideologi bangsa dan negara bukan terbentuk secara mendadak
dan bukan hanya diciptakan oleh seorang saja. Tapi Pancasila terbentuk melalui proses yang
panjang. Secara ilmiah berdasarkan proses kualitas asal mula Pancasila dibedakan
atas dua macam yaitu langsung dan tidak langsung.
1. Asal
mula yang langsung
Menurut
Notonagoro asal mula langsung Pancasila dirinci sebagai berikut:
a.
Asal mula bahan
b.
Asal mula bentuk
c.
Asal mula karya
d.
Asal mula tujuan
2. Asal
mula tidak langsung
Asal mula tidak
langsung Pancasila dapat dirinci sebagai berikut :
a. Unsur-unsur
sudah tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia
b. Nilai-nilai
tersebut terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia
c. Bangsa
Indonesia sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila
3. Bangsa
Indonesia ber-Pancasila dalam “Tri Prakara”
Pada hakikatnya bangsa
Indonesia ber-Pancasila dalam tiga asas yaitu Pancasila asas kebudayaan, asas
religius dan asas kenegaraan.
B. Kedudukan
dan Fungsi Pancasila
Kedudukan
dan fungsi Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Kedudukan
dan fungsi Pancasila dapat dipahami melalui uraian berikut:
1. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa
2. Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia
3. Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia
a. Pengertian
Ideologi
Ideologi
berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan,dasar, dan ‘logos’yang berarti
ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah kumpulan-kumpulan dari
gagasan-gagasan yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan dan agama.
b. Ideologi
Terbuka dan Tertutup
Ideologi
terbuka adalah suatu sistem pemikiran terbuka. Sedangkan yang tertutup adalah
suatu sistem pemikiran tertutup.
c. Ideologi
Partikular dan Komprehensif
Ideologi
partikular adalah suatu keyakinan yang tersusun secara sistematis dan terkait
erat dengan kepentingan suatu kelas sosial tertentu dalam masyarakat.
(Mahendra, 1999). Sedangkan ideologi komprehensif adalah sistem pemikiran
menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial.
d. Hubungan
antara Filsafat dan Ideologi
Ideologi
merupakan permasalahan yang berkadar filsafat dan praksis karena ideologi
menyangkut hal-hal yang mendasarkan satu ajaran yang menyeluruh tentang makna
dan nilai-nilai hidup.
Dari
filsafat barat dapat dibuktikan bahwa tumbuhnya ideologi adalah bersumber pada
aliran-aliran filsafat yang berkembang di sana.
Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
Selain sebagai sumber motivasi ideologi juga merupakan
sumber semangat dalam berbagai kehidupan negara. Agar dapat mencapai tujuannya
ideologi harus bersifat dinamis, terbuka, antisipatif dengan perkembangan
zaman.
Pancasila
sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis dan Terbuka
Pancasila
sebagai ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup tetapi bersifat reformatif,
dinamis dan terbuka agar mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dalam
ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar serta
memiliki tiga dimensi secara struktural yaitu dimensi idealistis, dimensi
normatif dan dimensi realistis.
C. Perbandingan
Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi Besar lainnya di Dunia.
Ideologi
Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat
hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang
bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Oleh karena itu mengandung
makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyaraktan dan
kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan.
Negara Pancasila
Bersarkan
ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara memiliki suatu karakter yang berdasarkan filsafat
Pancasila. Hakikat dan sifat-sifat
tersebut sebagai berikut :
1. Paham
Negara Persatuan
2. Paham
Negara Kebangsaan
a. Hakikat
Bangsa
Pada
hakikatnya bangsa merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia dalam
merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya.
b. Teori
Kebangsaan
1) Teori
Hans Kohn
2) Teori
Kebangsaan Ernest Renan
3) Teori
Gepolitik oleh Federich Ratzel
4) Negara
Kebangsaan Pancasila
3. Paham
Negara Integralistik
4. Negara
Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Maha Esa
a. Hakikat
Ketuhanan yang Maha Esa
b. Hubungan
Negara dengan Agama
Berdasarkan
pengertian kodrat manusia maka terdapat berbagai macam konsep tentang hubungan
negara dengan agama, dan hal ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing-masing.
1) Hubungan
Negara dengan Agama menurut Pancasila
Bilamana dirinci maka
hubungan negara dengan agama menurut Pancasila adalah sebagai berikut :
a) Negara
adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
b) Tidak
ada tempat bagi atheisme dan sekularisme
c) Tidak
ada tempat bagi pemaksaan agama
2) Hubungan
Negara dengan Agama menurut Paham Theokrasi
Paham
ini mengungkapkan bahwa negara dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dalam
praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian negara theokrasi yaitu
langsung dan tidak langsung.
3) Hubungan
Negara dengan Agama menurut Sekularisme
Paham
sekularisme membedakan dan memisahkan antara agmaa dan negara. Dalam negara
yang berpaham ini sistem norma-norma dipisahkan dengan nilai-nilai dan norma
agama.
5. Negara
Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab
6. Negara
Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berkerakyatan
7. Negara
Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial
Ideologi Liberal
Liberalisme tetap pada suatu prinsip bahwa rakyat adalah
ikatan dari individu-individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari
kehidupan bersama dalam negara.
Hubungan Negara
dengan Agama menurut Paham Liberalisme
Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam
negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau
atheis.
Ideologi
Sosialisme Komunis
Ideologi komunis mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa
manusia pada hakikatnya adalah hanya makhluk sosial saja. Dalam masyarakat
terdapat kelas-kelas yang saling berinteraksi secara dialektis, yaitu kelas
kapitalis dan kelas proletar (buruh).
Hubungan Negara
dengan Agama menurut Paham Komunisme
Paham komunisme dalam memandang hakikat hubungan negara
dengan agama mendasarkan pada pandangan filosofis materialisme dialketis dan
materialisme historis. Negara yang berpaham ini bersifat atheis bahkan bersifat
antitheis, melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi adalah
materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar