BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terjadinya aksi dan tindak kekerasan (violence) akhir-akhir ini merupakan fenomena yang seringkah kita saksikan. Bahkan hal itu hampir selalu menghiasi informasi media masa. Sebagai contoh adalah, terjadinya tawuran antar pelajar, pemerkosaan, pembakaran gedung, pembunuhan, pembantaian, dan tindak anarkis yang lain. Itulah salah satu fenomena krisis akhlak yang kini tengah menimpa bangsa kita. Disamping itu, masih banyak krisis akhlak yang lain, seperti mabuk-mabukkan, penyalahgunaan narkotika, suap dan lain sebagainya. Krisis multi dimensional yang menimpa bangsa ini, salah satu penyebabnya -dan boleh jadi ini merupakan sebab yang paling utama- adalah karena terjadinya krisis moral atau akhlak. Krisis moral terjadi karena sebagian besar orang tidak mau lagi mengindahkan tuntunan agama, yang secara normative mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat baik, meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan munkarat (Az-Zaibari, 2003:5,6).
Islam memuji akhlak yang baik, menyerukan kaum muslimin untuk membinanya, dan mengembangkannya di hati mereka. Islam menegaskan bahwa bukti keislaman ialah akhlak yang baik. Selain itu puncak derajat kemanusiaan seseorang dinilai dari kualitas akhlaknya. Maka tak heran jika kualitas keimananpun di ukur dari akhlak. Seluas apapun kadar keilmuan seseorang tentang Islam, sehebat apapun dirinya ketika melakukan ibadah, atau sekencang apapun pengaduannya tentang kuatnya keimanan yang dimiliki, semua itu tidak bisa memberi jaminan. Tetap saja, alat ukur yang paling akurat untuk menilai kemuliaan seseorang adalah kualitas akhlaknya (Gymnastiar, 2002: 5).
Secara umum kedudukan akhlak adalah universal. Nilai-nilai standar tentang akhlak sudah di hujamkan oleh Allah Swt. Kedalam jiwa manusia sejak mereka lahir. Sebagaimana Firman Allah Swt:
فَالْمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوهَا (الشمس: 8)
Artinya : Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya (QS. Asy-Syams: 8).
Akhlak dalam Islam tidak semata didasarkan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Lebih dari itu akhlak adalah ibadah yang mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah Ta'ala. Seorang muslim menjadikan akhlaknya sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Dia mengerjakan itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih, pujian atau kebanggaan. Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan mencukupi untuk menjadi bekal ke negeri akhirat nanti (Gymnastiar, 2002: 6). Namun demikian untuk memiliki akhlak yang mulia perlu adanya bimbingan secara khusus.
Salah satunya adalah melalui pendidikan akhlak. Hal inilah yang kemudian dijadikan alasan oleh penulis untuk memfokuskan pembahasan skripsi ini hanya pada pendidikan akhlak. Selanjutnya penulis juga akan membahas tentang qolbu (hati). Karena hati adalah anugerah agung yang Allah karuniakan pada manusia. Dengan hati manusia bisa mengenali, berkomunikasi, bahkan mencintai Rabnya, sekalipun mata dan telinga tiada sanggup meraih wujudnya. Hati adalah juga pusat kebahagiaan. Bahagia atau sengsara bukan tergantung pada seberapa sakinah kondisi hati yang ada dalam dada (Gymnastiar, 2002: 147). Dan hati adalah saksi yang akan menyelamatkan atau mencelakakan. Orang yang kembali kepada Allah dengan hati yang bening berhak mendiami surga yang luasnya-seluas langit dan bumi. Sebagaimana Firman Allah SWT:
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَّلاَ بَنُوْنَ. إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ. (الشعراء: 88-89)
Artinya: (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS. As-yua’raa’: 88-89)
Laksana menara, hati memiliki banyak pintu. Ibarat cermin, hati mampu menyerap dan memantulkan setiap bayangan yang datang kepadanya. Maka pengaruh, obyek, akan masuk kedalam hati, dan membekas didalamnya, melalui sarana lahir, yaitu panca indera, atau lewat sarana batin, yaitu khayalan, syahwat, amarah, akhlak yang terbentuk secara fitrawi (al-Ghazali, 2002: 280).
Bayangkan kalau semua orang kemudian berusaha untuk mendasarkan seluruh aktivitasnya pada hati yang bersih, hati yang tidak ditanami oleh kedengkian, keprihatinan, dan kesombongan. Sungguh akan terjadi ledakan dasyat pada perubahan diri seseorang. Sungguh akan terlihat perubahan yang benar-benar berarti serta penting dan perubahan sesaat. Allah Swt akan lebih memperkaya hati orang-orang seperti ini (Gymnastiar, 2004: 151). Demikian juga dalam dunia pendidikan, alangkah lebih baiknya jika seluruh aktivitas pendidikan didasarkan pada hati yang bersih, khususnya untuk pendidikan akhlak. Karena dengan hati yang bersih akan mampu mencetak generasi muda yang berakhlak mulia, Insya Allah.
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim". Dalam ajaran Islam pengertian adanya keharusan menuntut ilmu hampir senada, "Minat saya mencarinya laksana seorang wanita yang kehilangan anak satu-satunya di dunia ini, ia tidak memiliki apapun selain dia". Jadi betapa indahnya menuntut ilmu yang dilandasi dengan kebeningan hati.
Akhirnya, haruslah kita bangun kebeningan hati dalam segala lini kehidupan manusia. Karena telah nampak buah dari keheningan hati itu dalam melejitkan derajat manusia dimata Allah SWT. Bukankah, orang yang mendapat undangan Allah masuk surga kelak ialah hamba-Nya yang memiliki jiwa bening? Allah berseru dalam firmannya:
يَآيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِيْ اِلَى رَبِّكِ رَضِيَةً مَّرْضِيَّةً. فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِىْ. وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ. (الفجر: 27-30)
Artinya : “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada tuhanmu dengan ridha (puas), dan diridhai. Maka masuklah dalam (golongan) hamba-hambaku. Dan masuklah dalam surgaku.”
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa titik sentral perbuatan manusia adalah terletak pada hati. Oleh sebab itu alangkah lebih baiknya jika seluruh aktivitas pendidikan didasarkan pada hati yang bersih, khususnya untuk pendidikan akhlak. Karena dengan hati yang bersih diharapkan akan mampu mencetak generasi muda yang berakhlaq mulia. Dan hal inilah yang kemudian dijadikan oleh penulis untuk memilih manajemen qolbu sebagai dasar/basis dalam pelaksanaan pendidikan akhlak. Berangkat dari pemikiran tersebut penulis mengambil judul "Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qolbu".
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan diatas, maka agar skripsi ini terarah penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana cara melakukan inovasi pendidikan akhlak berbasis Manajemen Qolbu ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas besar harapan penulis agar tulisan ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pendidikan untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik Adapun tujuan dari penulisan ini adalah : Untuk mengkaji bagaimana cara melakukan inovasi pendidikan akhlak berbasis Manajemen Qolbu.
D. Ruang Lingkup Pembahasan
Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan dari skripsi ini adalah: Telaah konseptual inovasi pendidikan akhlak, Telaah konseptual manajemen qolbu, Analisis, dan yang terakhir merupakan kesimpulan dan saran.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari pada penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, sebagai suatu wacana untuk memperluas cakrawala
pemikiran tentang inovasi pendidikan akhlak berbasis manajemen qolbu.
pemikiran tentang inovasi pendidikan akhlak berbasis manajemen qolbu.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebuah khazanah keilmuan yang dapat dibaca dan dikonsumsi dalam mengetahui cara melakukan inovasi pendidikan akhlak berbasis manajemen qolbu.
3. Bagi pengembangan pendidikan, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan nuansa dan wahana baru bagi perkembangan ilmu dan
bagaimana konsep inovasi pendidikan akhlak berbasis
manajemen qolbu.
memberikan nuansa dan wahana baru bagi perkembangan ilmu dan
bagaimana konsep inovasi pendidikan akhlak berbasis
manajemen qolbu.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang memfokuskan diri pada studi kepustakaan (library research), dimana penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber tersebut didapat dari buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya dengan mengandalkan teori-teori yang ada untuk diinterpretasikan secara luas dan mendalam. Untuk itu, penulis menggunakan pendekatan deskriptif kepustakaan dengan menggunakan buku-buku antara lain: Aa' Gym, Meraih bening hati dengan manajemen qolbu, Dr. Amir Said az-Zaibari, Manajemen Kalbu, Abu Firdaus Al-Halwani, Manajeman Terapi Qolbu, Prof. Dr. suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Drs Zahruddin AR, M.M.Si, Pengantar Studi Akhlak, serta buku lain yang mengarah pada pembahasan skripsi ini.
Selain itu penulis juga menggunakan studi teks yang menurut Noeng Muhadjir Mencakup. Pertama, Studi kepustakaan sebagai telaah teoritik suatu disiplin ilmu yang perlu dilanjutkan melalui ujian empirik. Kedua, Studi teks yang berusaha mempelajari teori-teori linguistik, studi kebahasaan atau studi perkembangan bahasa atau disebut dengan sosiolinguistik atau psikolinguistik. Ketiga, Studi kepustakaan yang seluruh substansinya memerlukan olahan filosofis atau teoritik terkait values. Keempat, adalah studi kepustakaan karya sastra (Muhadjir, 1989: 49). Dengan berpijak pada pendapat tersebut, maka penulis dalam mengambil studi kepustakaan sebagai telaah teoritik suatu disiplin ilmu.
Untuk menganalisa data, penulis menggunakan metode Content Analysis yang menurut Weber yaitu metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara obyektif dan sistematis (Maleong, 1998: 163).
Sebagai suatu teknik penelitian, analisis ini mencakup prosedur-prosedur khusus yang menurut para ahli berupa objectivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi. Hal ini berfungsi untuk pemrosesan data secara ilmiah, sebagaimana teknik penelitian. Ia bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru dan panduan praktis pelaksanaannya (Abdurrahman, 1999:14-15).
Untuk mempermudah penulisan, penulis menggunakan beberapa metode pembahasan antara lain:
1. Metode Deduksi
Metode ini merupakan alur pembahasan yang berangkat dari realita yang bersifat umum menuju sebuah pembahasan yang bersifat dengan khusus, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Sutrisno Hadi dalam Metode Research I bahwa metode deduksi adalah metode yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum menjadi kejadian yang bersifat khusus (Hadi, 1987: 42). Metode ini digunakan untuk menguraikan data dari suatu pendapat yang bersifat umum kemudian diuraikan menjadi hal-hal yang bersifat khusus.
2. Metode Induksi
Metode ini merupakan alur yang berangkat dari realita-realita khusus atau peristiwa-peristiwa kongkrit, kemudian dari realita-realita kongkrit itu ditarik secara general yang bersifat umum (Hadi, 1987: 42). Metode ini digunakan untuk mengambil garis besar dari hal-hal yang bersifat khusus menjadi hal-hal yang bersifat umum.
3. Metode Komparasi
Dengan menggunakan metode ini penulis bermaksud menarik kesimpulan dengan cara membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian agar mengetahui Persamaan dari berbagai macam ide dan sekaligus mengetahui perbedaan dengan ide lainnya, kemudian dapat ditarik kongklusi baru. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Winarno Surahmad bahwa suatu penyelidikan dapat dilakukan dengan meneliti hubungan lebih dari suatu fenomena sejenis dengan menunjukkan unsur-unsur perbedaan (Hadi, 1985: 136).
G. Sistematika Pembahasan
Penyusunan skripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
Bagian awal skripsi ini memuat tentang hal-hal yang sifatnya formal, yaitu judul Skripsi, Persetujuan, Pengesahan, Motto, Persembahan, Abstraksi, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
Bagian isi skripsi ini terdiri dari lima bab, ialah Bab I tentang Pendahuluan, Bab II Telaah Konseptual Inovasi Pendidikan Akhlaq, Bab III Telaah Konseptual Manajemen Qolbu, Bab IV Analisis Inovasi Pendidikan Akhlak berbasis Manajemen Qolbu serta Bab V Penutup yang merupakan kesimpulan dan Saran.
BAB II
TELAAH KONSEPTUAL INOVASI PENDIDIKAN AKHLAK
A. KONSEP INOVASI PENDIDIKAN
1. Pengertian dan Hakikat Inovasi Pendidikan
Perubahan dan inovasi keduanya sama dalam hal memiliki unsur yang baru atau lain dari sebelumnya. Tetapi inovasi berbeda dari perubahan, karena dalam inovasi dalam unsur kesengajaan. Pembaharuan misalnya dalam hal pembaharuan kebijaksanaan pendidikan mengandung unsur kesenngajaan dan pada umumnya istilah pembaharuan dapat disamakan dengan inovasi (Suryo Subroto, 1990 : 127).
Secara etimologi inovasi berasal dari kata latin innovaation yang berarti pembaharuan dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah suatu perubahan baru yang menuju ke arah perbaikan dan berencana (tidak secara kebetulan saja) (Idris, Lisma Jamal 1992 : 70).
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Inovasi di artikan pemasukan satu pengenalan hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, yang (gagasan, metode atau alat) (tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, 1989:333).
|
Selanjutnya dijelaskan bahwa sesuatu yang baru itu, mungkin sudah lama dikenal pada konteks sosial atau sesuatu itu sudah lama dikenal, tetapi belum dilakukan perubahan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan merupakan inovasi (Idris, Lisma Jamal, 1992 : 71).
Selain tersebut diatas ada satu lagi definisi tentang inovasi Pendidikan ialah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada) sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Suryobroto, 1990 : 127).
Ada istilah yang menentukan (crucial) definisi ini yang perlu dijabarkan untuk memberikan pegangan bagi mereka yang akan meneliti, merencanakan, melaksanakan atau menilai inovasi dalam pendidikan.
Dimaksudkan “baru” dalam pengertian tersebut adalah apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun mungkin bukan merupakan hal yang baru lagi bagi orang lain.
Sedangkan “Kualitatif” berarti bahwa inovasi itu memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali dari pada unsur-unsur dalam pendidikan, jadi bukan semata-mata penjumlahan atau penambahan dari unsur-unsur komponen yang ada sebelumnya. Inovasi adalah lebih dari keseluruhan jumlah unsur-unsur komponen. Tindakan menambah anggaran belanja supaya dapat mengadakan lebih banyak murid, guru kelas, buku dan sebagainya meskipun perlu dan penting bukan merupakan tindakan inovasi. Tetapi tindakan mengatur kembali jenis dan pengelompokan pelajaran, waktu, ruang kelas, cara-cara menyampaikan pelajaran, sehingga dengan tenaga, alat uang dan waktu yang sama dapat dijangkau jumlah sasaran murid yang lebih banyak, dan dicapai kualitas yang lebih tinggi, itulah tindakan inovasi.
Dikarenakan besar dan kompleksnya masalah pendidikan kita sekarang, apabila pada masa mendatang, sementara itu mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, maka tindakan inovasi atau pembaharuan sangatlah diperlukan. Kendatipun demikian hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sesuatu yang baru belum tentu baik, maksudnya belum tentu inovatif.
“Hal” yang dimaksudkan dalam definisi tadi adalah banyak sekali meliputi semua komponen dan aspek dalam sub-sistem pendidikan. Yang diinovasi pada hakekatnya ialah ide atau rangkaian ide. Sementara inovasi, karena sifatnya tetap bercorak “mental” sedang yang lain dapat memperoleh bentuknya yang “nyata” termasuk hal yang diinovasikan ialah buah pikiran; metode dan teknik bekerja, mengatur, mendidik : perbuatan, peraturan norma; barang / alat.
Unsur “kesengajaan” merupakan perkembangan baru dalam pemikiran para pendidik dewasa ini. Pembatasan arti secara fungsional ini lebih banyak mengutarakan harapan kalangan pendidikan agar kita kembali pada “ajar” (learning) dan “pengajaran” (theacing) dan menghindarkan diri dari pembaharuan perkakas (gad getering). Sebaliknya perlu sekali ditingkatkan teknologi sosial (social technology), secara sengaja dan berencana menciptakan kombinasi dari pada sarana-sarana yang paling ampuh (effective) untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sering dipergunakan kata-kata dan dikembangkannya konsepsi-konsepsi pembaharuan pendidikan, dan kebijaksanaan serta strategi untuk melaksanakannya, membuktikannya adanya anggapan yang kuat, bahwa pembaharuan dan penyempurnaan pendidikan harus dilakukan secara sengaja dan berencana, dan tidak dapat dipasrahkan menurut cara-cara kebetulan, atau sekedar berdasarkan hobby perorangan belaka.
2. Tujuan Inovasi Pendidikan
Tujuan utama dari inovasi adalah berusaha meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dengan sebaik-baiknya (Hasbullah, 2001 : 189).
“Tujuan” yang direncanakan mengharuskan adanya perincian yang jelas tentang sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat mungkin dapat diukur untuk mengetahui perbedaan antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi dilancarkan. Dan tujuan inovasi ialah efisiensi, relevansi dan efektivitas mengenai sasaran jumlah anak didik Sebanyak-banyaknya, dengan hasil pendidikan yang sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan anak didik, masyarakat dan pembangunan) dengan menggunakan sumber tenaga, uang, alat dan waktu dalam jumlah sekecil-kecilnya (Suryosobroto, 1990 : 129)
Kalau dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu :
1. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut.
2. Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luas sekolah bagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP, dan Perguruan Tinggi.
Disamping itu akan diusahakan peningkatan mutu yang dirasakan makin menurun dewasa ini. Dengan sistem penyampaian yang baru diharapkan peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan terampil mmecahkan masalah sendiri (Idris, Jamal, 992 : 71).
Tujuan jangka panjang yang hendak dicapai ialah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.
Selain tersebut diatas tujuan lain dilakukannya inovasi pendidikan adalah untuk memecahkan masalah pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia kependidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan lebih pesat.
Secara lebih rinci tentang maksud-maksud diadakannya inovasi pendidikan ini, ialah sebagai berikut : (Hasbullah, 2001 : 199, 200, 201)
1. Pembaharuan pendidikan sebagai tanggapan baru terhadap masalah-masalah pendidikan.
Dengan majunya bidang teknologi dan komunikasi sekarang ini, dapat memberikan pengaruh positif terhadap kemajuan di bidang lain, termasuk dalam dunia pendidikan.
Tugas pembaharuan pendidikan yang terutama adalah memecahkan masalah-masalah yang dijumpai dalam dunia pendidikan baik dengan cara inovatif. Inovasi atau pembaharuan pendidikan juga merupakan suatu tanggapan baru terhadap masalah kependidikan yang nyata-nyata dihadapi. Titik pangkal pembaharuan pendidikan adalah masalah pendidikan yang aktual, yang secara sistematis akan dipecahkan dengan cara inovatif.
Akhir-akhir ini, semua usaha pembaharuan pendidikan ditujukan untuk kepentingan siswa atau subyek belajar demi perkembangannya, yang sering disebut “student centered approach”. Pembaharuan pendidikan yang memusatkan pada masalah pendidikan umumnya dan perkembangan subyek pendidikan khususnya mengutamakan segi efektifitas dan segi ekonomis dalam proses belajar.
2. Sebagai upaya untuk memperkembangkan pendekatan yang lebih efektif dan ekonomis.
Dalam sejarahnya, kehidupan manusia dapat dibedakan menjadi tiga tahapan, yaitu :
a. Periode manusia-manusia masih menggantungkan diri kepada alam sekitarnya dengan usaha penyesuaian secara mencoba-coba.
b. Periode manusia telah mampu menemukan alat dan teknik baru yang menyebabkan keterikatan manusia terhadap alam berkurang, namun timbul ketergantungan baru terhadap birokrasi dan spesialisasi.
c. Periode manusia telah mampu mencapai kerjasama berdasar perencanaan menuju perubahan sosial yang didambakan.
Kemampuan manusia tidak saja untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan mengubah dirinya (autoplastic), namun juga mampu mengubah lingkungannya demi kepentingan dirinya (alloplastic). Manusia mampu menciptakan sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak dikenal, manusia juga selalu berusaha dan mampu melakukan sesuatu dengan cara yang baru, yang sebelumnya tidak dikenal dan bahkan lebih sempurna. Dengan kreativitas dan usaha yang tak henti-hentinya, manusia menemukan sesuatu dengan cara baru yang mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik seperti sekarang ini. Pembaharuan pendidikan dilakukan adalah dalam upaya “problem solving” yang dihadapi dunia, pendidikan yang selalu dinamis dan berkembang.
Adapun sifat pendekatan yang dilakukan untuk pemecahan masalah pendidikan yang kompleks dan berkembang itu harus berorientasi kepada hal-hal yang efektif dan murah, serta peka terhadap timbulnya masalah-masalah yang baru di dalam pendidikan.
3. Masalah-masalah yang menuntut diadakannya Inovasi Pendidikan.
Inovasi dalam pendidikan merupakan reaksi para ahli pendidikan dan perencanaan pembangunan terhadap tekanan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan sendiri yang dari tahun-ketahun makin dirasakan berat dan mendesak (Suryobroto, 1990 : 129).
Secara nasional maupun global masalah-masalah ini berkisar pada pokok-pokok sebagai berikut (Hasbullah, 2001 : 189, 190, 191).
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dipungkiri, mengakibatkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan Bangsa Indonesia.
Diakui bahwa sistem pendidikan yang kita miliki dan dilaksanakan selama ini masih belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut, sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif, yang sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat luas.
Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan yang terus-menerus.
2. Pertambahan penduduk
Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat tentunya menuntut adanya perubahan-perubahan, sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara komulatif menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai.
Kenyataan tersebut menyebabkan daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak seimbang. Hal inilah juga yang menyebabkan sulitnya menentukan bagaimana relevansi pendidikan dengan dunia kerja sebagai akibat tidak seimbangnya antara out put lembaga pendidikan dengan kesempatan yang tersedia.
3. Meningkatnya animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Munculnya gerakan inovasi pendidikan berkaitan erat dengan adanya berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapai oleh dunia pendidikan dewasa ini, yang salah satu penyebabnya adalah kemajuan IPTEK. Kemajuan IPTEK yang terjadi senantiasa mempengaruhi aspirasi masyarakat, dimana pada umumnya mereka mendambakan pendidikan yang lebih baik, padahal disatu sisi kesempatan untuk itu sangat terbatas, sehingga terjadilah kompetisi atau persaingan yang sangat ketat. Berkenaan dengan ini pula sekarang bermunculan sekolah-sekolah favorit, plus, bahkan unggulan.
4. Menurunnya Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan yang dirasakan semakin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sejumlah perubahan, sebab bila tidak demikian, jelas akan berakibat fatal dan akan terus ketinggalan.
5. Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun.
Bagaimanapun dalam era modern sekarang, masyarakat menuntut adanya lembaga pendidikan yang benar-benar mampu diharapkan, terutama yang siap pakai dengan dibekali skill yang diperlukan dalam pembangunan.
Umumnya kurang sesuainya materi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat telah diatasi dengan menyusun kurikulum baru. Oleh karena itu dari perkembangan yang ada di Indonesia kita ketahui telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum. Hal ini dilakukan adalah dalam upaya mengatasi masalah relevansi. Dengan kurikulum baru inilah anak-anak dibina kepribadiannya melalui pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Aspek keterampilan merupakan unsur kurikulum baru yang selalu mendapatkan perhatian khusus dan prioritas utama.
6. Belum mekarnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang di tuntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang. Kenyataan seperti ini disebabkan masih minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat untuk membangun dirinya kepada kemajuan-kemajuan.
Secara lebih terperinci dengan contoh-contoh dan angka-angka, masalah pokok tersebut telah sering diterangkan dalam berbagai pernyataan dan laporan resmi pimpinan Departemen P dan K.
Masalah-masalah itu semua menuntut kita untuk meninggalkan konsepsi-konsepsi dan cara-cara kerja tradisional dan linier, dan harus berani mengembangkan pendekatan-pendekatan alternatif yang inovatif, dengan jalan menjelajahi, mencobakan dan menetapkan orientasi dan struktur baru dalam pendidikan.
Karena pandangan tradisional itu maka banyak tumbuh daerah-daerah “angker” atau mitos-mitos, dan kalau ada orang yang mau merobahnya, maka ramailah orang yang mempergunjingkan tanpa mempertimbangkan informasi dan pengalaman riil yang mendesak kini dan masa datang, dan yang perlu diubah sesungguhnya tidak akan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mendesak kini dan masa yang akan datang, dan yang perlu diubah segera dengan cara-cara yang mantap.
Mitos-mitos ini misalnya ialah, bahwa keadaan pendidikan sekarang biarpun belum baik belum tentu bertambah baik kalau diadakan pembaharuan, bahwa umur permulaan belajar ialah umur 7 tahun bahwa pendidikan dasar harus berlangsung 6 tahun bahwa bakal pelajaran yang baik harus diberikan selama 5 sampai 6 jam sehari, bahwa dengan mendirikan sekolah-sekolah kejuruan sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan faktor-faktor lain, akan membantu pembangunan negara, “alat” (learning) paling baik terjadi di sekolah, dan karenanya sekolah disamakan dengan pendidikan, dan masih banyak lagi, termasuk mitos yang menyatakan bahwa prestasi murid perempuan akan terganggu kalau jambul rambutnya menutupi sebagian dahi dan matanya (Suryosubroto, 1990 : 130, 131).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi pendidikan
Inovasi pendidikan merupakan perubahan pendidikan yang didasarkan atas usaha-usaha sadar, terencana, berpola dalam pendidikan yang bertujuan untuk mengarahkan, sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi dan tuntutan zamannya. Dalam inovasi pendidikan gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu untuk memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan oleh cara-cara tradisional yang bersifat komersial.
Inovasi pendidikan dilakukan disamping sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikan dan tuntutan zaman, juga merupakan usaha aktif untuk mempersiapkan diri menghadapi masa datang yang akan memberikan harapan sesuai dengan cita-cita yang diinginkan.
Kalau pada bagian sebelumnya telah dikemukakan tentang hal-hal yang menuntut inovasi pendidikan, berikut ini akan dikemukakan lebih jauh tentang beberapa faktor yang cukup berperan mempengaruhi inovasi pendidikan (Hasbullah; 2001, 1-4) yaitu :
1. Visi Terhadap Pendidikan
Pendidikan merupakan persoalan asasi bagi manusia-manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan harus dididik akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan proses pendidikan yang dialaminya. Sejak kelahirannya, manusia telah memiliki potensi dasar yang universal, berupa :
a. Kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk (moral identity).
b. Kemampuan dan kebebasan untuk memperkembangkan diri sendiri sesuai dengan pembawaan dan cita-citanya (individual identity).
c. Kemampuan untuk berhubungan dan kerja sama dengan orang lain (sosial identity).
d. Adanya ciri-ciri khas yang mampu membedakan dirinya dengan orang lain (individual differences).
Setiap anak akan mengalami proses pendidikan secara alamiah, yaitu yang ia dapatkan dalam situasi pergaulan dengan kedua orang tuanya pada khususnya dalam lingkungan budaya yang mengelilinginya. Pendidikan seperti inilah yang akan menjadikan anak sebagai manusia dalam arti yang sesungguhnya. Cinta kasih orang tua dan ketergantungan serta kepercayaan anak kepada mereka pada usia-usia muda merupakan dasar kokoh yang memungkinkan timbulnya pergaulan mendidik. Dengan upaya pendidikan, potensi dasar universal anak akan tumbuh dan membentuk diri anak yang unik, sesuai dengan pembawaan, lingkungan budaya dan zamannya.
Usaha dan tujuan pendidikan dilandasi oleh pandangan hidup orang tua, lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan, masyarakat dan bangsanya. Manusia Indonesia, warga masyarakat dan warga negara yang lengkap dan utuh harus dipersiapkan sejak anak masih kecil dengan upaya pendidikan. Tujuan pendidikan diabadikan untuk kebahagiaan individu, keselamatan masyarakat dan kepentingan negara.
Pandangan hidup bangsa menjadi norma pendidikan nasional keseluruhan. Seperti diketahui, bahwa kehidupan ini selalu mengalami perubahan, tujuan pembangunan, bangsa mengalami pergeseran dan peningkatan serta perubahan sesuai dengan waktu, keadaan dan kondisinya.
Dengan demikian pandangan dan harapan orang tua terhadap pendidikan sekarang dapat berbeda dengan pandangan orang terhadap pendidikan masa lampau atau waktu yang akan datang. Perbedaan pandangannya ini erat hubungannya, kalau tidak justru harus disebut berdasarkan atas falsafah mengenai manusia dan kemanusiaan pada zamannya masing-masing.
2. Faktor Pertambahan Penduduk
Adanya pertambahan penduduk yang cepat menimbulkan akibat yang luas terhadap berbagai segi kehidupan, utamanya pendidikan. Banyak masalah-masalah pendidikan yang berkaitan erat dengan meledaknya jumlah anak usia sekolah. Adapun masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan pendidikan tersebut adalah :
a. Kekurangan kesempatan belajar
Masalah ini merupakan masalah yang mendapat prioritas pertama dan utama yang perlu segera digarap.
b. Masalah kualitas pendidikan
Dikarenakan kurangnya dana, kurangnya jumlah guru, kurangnya fasilitas pendidikan, sudah barang tentu hal ini akan mempengaruhi merosotnya mutu pendidikan.
c. Masalah relevansi
Masalah relevansi ini pada prinsipnya cukup mendasar, sebab dalam kondisi seperti sekarang ini sangat dibutuhkan out put pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat terutama dalam hubungannya dengan kesiapan kerja.
Hal tersebut lebih-lebih dengan digulirkannya konsep “link and match”, yang bertujuan salah satunya adalah mengatasi persoalan relevansi tersebut.
d. Masalah Efisiensi Efektifitas
Pendidikan diusahakan agar memperoleh hasil yang baik dengan biaya dan waktu yang sedikit. Ini berarti harus dicari sistem mendidik dan mengajar yang efisien dan efektif, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Seiring dengan kemajuan zaman seperti sekarang ini, justru ditandai dengan majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan secara akumulatif dan makin cepat jalannya. Tanggapan yang biasa dilakukan dalam kependidikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan ialah dengan memasukkan penemuan dan teori ke dalam kurikulum sekolah. Meskipun hal ini menyebabkan adanya kurikulum yang sangat sarat dengan masalah-masalah yang baru.
4. Tuntutan adanya proses pendidikan yang Relevan
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa salah satu tuntutan diadakannya inovasi di dalam pendidikan adalah adanya relevansi antara dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat atau dunia kerja.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka pendidikan dapat diperoleh baik di sekolah maupun di luar sekolah. Cukup banyak pendidikan yang sangat berarti justru tidak dapat diperoleh di sekolah, terutama yang bersifat pengembangan profesi dan keterampilan, seperti pengembangan karier, profesi tertentu dan sebagainya.
Permasalahan pendidikan yang kini dihadapi adalah sangat kompleks. Adanya proses pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi sangat diperlukan mengingat akan keterbatasan dana pendidikan.
B. KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan menurut (Zuhairini, 2004 : 1) dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Oleh karena itu, pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi muda agar memiliki kepribadian yang utama.
Kemudian di dalam Bahasa Arab, terdapat tiga istilah yang dipergunakan untuk menyebut kata pendidikan, antara lain; tarbiyat, tahzib, ta’lim, siyasat, mawa’izh, ‘adat / ta’awwud, dan tadrib (Suwito, 2004 : 35). Kata tarbiyat berasal, atau bahkan masdar dari akar kata Rabbun. Huruf “ra” dan “ba” menunjukkan kepada tiga makna dasar : Pertama, memperbaiki sesuatu dan berdiri diatasnya. Kedua, menekuni sesuatu dan menempati. Ketiga, menggabungkan sesuatu dengan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Makna ketiga (dari Ibnu Faris, meninggal tahun 393 H) mencakup semua pengertian tarbiyah baik secara umum atau khusus. Tarbiyah ialah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala apa yang menjadi urusannya dan menggabungkan semua aspek-aspek tarbiyah sampai ia matang dan mencapai batas kelayakan untuk dididik jiwanya, akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan semangat jihadnya (Halim Mahmud, 2003 : 25-26). Sedangkan menurut (Takariawan, Ida Nur Laila, 2005 : 13). Jika ditinjau dari tiga akar katanya, tarbiyah bisa dipahami dari tiga rangkaian berikut. Pertama, raba-yarbu yang maknanya bertambah dan berkembang. Kedua, raboya-yarba sebagaimana wazan khafiya-yakhfa, yang bermakna tumbuh dan berkembang. Ketiga, Raba-Yarubu sesuai wazan mada-yamudu, yang berarti memperbaiki, mengurusi, mengatur, menjaga dan memperhatikan. Selanjutnya kata ta’lim diartikan pengajaran dan siyasat bisa diartikan siasat, pemerintahan, politik, atau pengaturan. ‘Adat / ta’awwud diartikan pembiasaan, dan tadrib bisa diartikan pelatihan.
Menurut Hasan Langgulang yang dimaksud dengan pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-anak atau orang yang sedang dididik. Sedangkan menurut John Dewey pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik mengangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju kearah tabiat manusia dan manusia biasa. Dan didalam Undang-undang Republik Indonesia no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional diperoleh pengertian bahwa, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan lagi peranannya di masa yang akan datang (Bab 1, pasal 1 ayat 1). Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa, setidaknya yang dimaksud pendidikan adalah suatu kegiatan yang disengaja untuk perilaku lahir dan batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki. Kata menuju arah tertentu yang dikehendaki ini akhirnya menimbulkan berbagai jenis pendidikan, seperti pendidikan kewartawanan, pendidikan guru, Pendidikan Islam, Pendidikan Kristen, dan sebagainya (suwito, 2004 : 38).
Selanjutnya pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa arab jamak dari “ khuluk” yang artinya perangai. Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan dan sopan santun.
Adapun pengertian akhlak menurut istilah, penulis kutipkan dari berbagai pendapat, yaitu:
1. Menurut Al-Ghazali akhlak didefinisikan sebagai berikut :
الْخُلْقُ عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ فِي النَّفْسِ رَاسِخَةٍ عَنْهَا تَصْدُرُوْا لاَِفْعَالَ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وَرِوَايَةٍ.
Artinya : “Akhlak adalah ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan atau pemikiran terlebih dahulu. (Djazuli, 1992 : 2).
2. Menurut A. Amin yang dinamakan akhlak adalah : “kehendak yang dibiasakan artinya bahwa kehendak itu bisa membiasakan sesuatu, maka kebebasan itu dinamakan akhlak (Amin, 1975 : 62).
3. Menurut Ibnu Miskawah adalah :
حَالُ النَّفْسِ دَاعِيَّةُ لَهَا اَفْعَالَهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَرِوَايَةٍ
Artinya : “Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu) (Zainuddin, 2004 : 4).
4. Menurut Barmawaie Umari Akhlak adalah : “Penentuan batas antara baik dan buruk, teruji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
5. Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariif Al-Jurjani.
”Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhal yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.”
6. Menurut Ahmad bin Mushthafa (Thasy Kubra Zaadah) akhlak adalah :
Ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu : kekuatan itu adalah kekuatan marah, kekuatan syahwat.
7. Menurut Muhammad bin Ali Al-faruqi At-Tahanawi akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama dan harga diri.
Kemudian beliau berkata bahwa akhlak terbagi atas hal berikut ini :
- Keutamaan, yang merupakan dasar bagi apa yang sempurna.
- Kehinaan, yang merupakan dasar bagi apa yang kurang.
- Dan selain keduanya yang menjadi dasar bagi selain kedua hal itu (Mahmud, 2004 : 32, 33, 34).
8. Versi Ja’ad Maulana (Zahruddin, dkk, 24 : 6)
Beliau menjelaskan bahwa ilmu akhlak itu dapat diberikan pengertian sebagai berikut :
a. Ilmu yang menyelidiki perjalanan hidup manusia di muka bumi ini dan mempergunakan sebagai norma atau ukuran untuk mempertimbangkan perbuatan, perkataan dan hal ikhwal manusia dalam hidup mereka dan menjelaskan bagi mereka, bagaimana kewajiban mereka dalam hidup, bukan bagaimana mereka hidup.
b. Ilmu yang menyelidiki gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkataan dan menyingkap hakikat baik dan buruk.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa akhlak tingkah laku yang melekat pada diri seseorang yang mana tingkah laku itu telah dilakukan berulang-ulang dan terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan dan perbuatan yang dilakukan karena dorongan jiwa bukan paksaan dari luar.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan merupakan salah satu diharapkan oleh setiap manusia dalam usahanya dan setiap kegiatan ataupun perbuatan juga pasti mempunyai tujuan tertentu atau kegiatan dapat diukur sejauh mana kegiatan tersebut dapat mencapai tujuan.
Dalam dunia pendidikan, terbentuknya moral yang baik adalah merupakan tujuan utama karena pendidikan merupakan proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada anak didik atau seorang yang dididik.
Memperhatikan masalah-masalah Pendidikan akhlak seperti juga memperhatikan pendidikan jasmani, akal dan ilmi. Seorang anak kecil membutuhkan fisik yang kuat, akal yang kuat dan akhlak yang tinggi, sehingga ia dapat mengurus dirinya, berfikir sendiri, mencari hakekat, berkata benar, membela kebenaran, jujur dalam amal perbuatannya, mau mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan bersama, berpegang pada keutamaan dan menghindari sifat-sifat yang tercela.
Tujuan akhlak adalah menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakan dengan makhluk-makhluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan manusia bertindak baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan kepada Allah Tuhan yang menciptakan kita.
Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan si dunia dan di akhirat.
Pendidikan akhlak dalam islam memang berbeda dengan pendidikan-pendidikan moral lainnya. Karena pendidikan akhlak dalam islam lebih menitik beratkan pada hari esok, yaitu hari kiamat beserta hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti perhitungan anal, pahala, dan dosa. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kesempatan kali ini, secara umum akan dijabarkan hal-hal yang termasuk akhlak terpuji.
- Mencintai semua orang, ini tercermin lewat perkataan dan perbuatan.
- Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama dalam semua urusan transaksi, seperti jual beli dan sebagainya.
- Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat dan tetangga tanpa harus diminta terlebih dahulu.
- Menghindarkan diri dari sifat tamak, pelit, dan semua sifat yang tercela.
- Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi dengan orang lain.
- Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji
Dengan terlaksananya hal-hal diatas, maka tercapailah maksud dari pembinaan akhlak Islam bagi seseorang.
Selanjutnya tujuan pendidikan akhlak menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. M. Ali Hasan mengemukakan, bahwa tujuan pokok akhlak adalah setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku, berperangai atau beradat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam (Hasan, Ali : 11).
2. Menurut Barmawai Umary mengemukakan, bahwa tujuan ilmu akhlak adalah supaya perhubungan kita dengan Alloh dan dengan sesama makhluk tetap terpelihara dengan baik dan harmonis.
3. Sedang menurut M. Athiyah Al-Abrasyi, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan moral dan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, jujur dan suci.
4. Tujuan pendidikan akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah terciptanya manusia yang berperilaku Ketuhanan. Perilaku seperti ini muncul dari akal ketuhanan yang ada dalam diri manusia secara spontan (Suwito, 2004 : 119).
5. Menurut Ali Hasan (1998) bahwa tujuan pokok akhlak adalah agar setiap orang berbudi (berakhlak) bertingkah laku (tabiat); perangai.
6. Adapun tujuan pengajaran akhlak secara spesifik menurut (Thoha, 99 : 136) adalah:
a. Menumbuhkan pembentukan kebiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik.
b. Memantapkan rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan membenci akhlak rendah.
c. Membiasakan siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, menguasai emosi, tahan menderita dan sabar.
d. Membimbing siswa ke arah sikap yang sehat yang dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain.
e. Membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun diluar sekolah.
f. Selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Alloh dan bermu’amalah yang baik.
Disamping hal-hal diatas, pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain diantaranya (Mahmud, 2004 : 166) :
1. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal saleh. Tidak ada sesuatupun yang menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak mulia ini. Tidak ada pula yang menyamai akhlak dalam mencerminkan keamanan seseorang kepada Alloh dan konsistensinya kepada Manhaj Islam.
2. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalankannya sesuai dengan ajaran Islam; melaksanakan apa yang diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan; menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan mungkar.
3. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun non muslim. Mampu bergaul dengan orang-orang yang ada disekelilingnya dengan mencari ridho Allah, yaitu dengan mengikuti ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya. Dengan semua ini dapat tercipta kestabilan masyarakat dan kesinambungan hidup untuk manusia.
4. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Alloh, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan berjuang Fii Sabilillah demi tegaknya agama Islam.
5. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mau merasa bangga dengan persaudaraan sesama muslim dan selalu memberikan hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya karena Alloh, dan sedikitpun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama dia berada di jalan yang benar.
6. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai daerah, suku dan bangsa atau insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia mampu.
7. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi atau insan yang rela mengorbankan harta, kedudukan, waktu dan jiwanya demi tegaknya syari’at Alloh.
Demikianlah, secara ringkas gambaran tentang tujuan-tujuan pendidikan akhlak dalam Islam. Peran akhlak Islam ini sangatlah besar bagi manusia, karena ia cocok dengan realitas kehidupan mereka dan sangat penting dalam mengantarkan mereka menjadi umat yang mulia di sisi Alloh.
Secara garis besar, pendidikan akhlak Islam ingin mewujudkan masyarakat beriman yang senantiasa berjalan diatas kebenaran. Masyarakat yang konsisten dengan nilai-nilai keadilan, kebaikan, dan musyawarah. Disamping itu, pendidikan Islam juga bertujuan menciptakan masyarakat yang berwawasan, demi tercapainya kehidupan manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai humanisme yang mulia.
3. Macam-macam akhlak
Kata “akhlak” tanpa keterangan baik dan buruk di belakangnya, sifatnya masih netral. Mungkin baik atau terpuji, mungkin buruk atau tercela. Karena itu akhlak ada dua macam : Akhlak mahmudah. Yaitu akhlak yang terpuji, dan akhlak mazmumah yaitu akhlak yang tercela. Islam mengajarkan agar setiap muslim berakhlak mahmudah dan melarang berakhlak mazmumah. Dan untuk tujuan ini pula sesungguhnya Nabi Muhammad diutus sebagai rasul dengan membawa agama Islam (Tim Dosen Agama Islam IKIP Malang, 1991 : 243).
Kemudian menurut (Muthahari, 1995:55) orang yang mengusulkan akhlak, terdiri dari dua golongan. Golongan pertama, dasar akhlaknya berlandaskan pada egoisme dan penyembahan ego. Memperkuat ego dan memperebutkan kekekalan serta membela diri. Pokok akhlak mereka tidak lebih dari satu, yaitu berupaya untuk memelihara kehidupan individualisme. Dasar akhlak mereka adalah ego. Pandanan akhlak seperti ini diantaranya dikemukakan oleh Nistche. Akhlak komunias pun demikian adanya. Dasarnya tidak lari dari kepentingan individual. Artinya, dasar filosofis komunisme tidaklah memberikan kemungkinan untuk memperluas akhlaknya dan berjalan lebih jauh dari itu. Sementara sistem akhlak dan pendidikan yang ada di dunia mempunyai istilah keluhuran, akhlaki, keadilan, kejujuran, amanat, dan lainnya yang berlawanan terhadap ego. Ketika dikatakan pada manusia agar berkata benar dan jangan berbohong, maka itu berarti bahwa ditempat yang terdapat kepentingan individual. Kebenaran atau kejujuran sama dengan menginjak-injak ego. Artinya, selagi manusia belum bisa melepaskan ego atau diri dan selagi dia belum dapat berkorban dan mengutamakan orang lain dalam perbuatannya, maka mustahil dia dapat mempraktikkan keluruhuran akhlak. Itulah sebabnya dalam akhlak masalah ego merupakan masalah yang terpenting.
Dan untuk itu lebih jelasnya lagi penulis akan menjabarkan lebih jauh lagi tentang macam-macam akhlak sebagai berikut :
A. Akhlak-akhlak tercela (Al-Akhlak Al-Madzmumah)
Hidup manusia terkadang mengarah kepada kesempurnaan jiwa dan kesuciannya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut bergantung kepada beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut (Amin, 1975 : 262), keburukan akhlak (dosa dan kejahatan) muncul disebabkan karena “Kesempitan pandangan dan pengalamannya, serta besarnya ego”.
Dalam pembahasan ini, akhlak tercela didahulukan terlebih dahulu dibandingkan dengan akhlak yang terpuji agar kita melakukan terlebih dahulu usaha takhliyah, yaitu mengosongkan atau membersihkan diri / jiwa dari sifat-sifat tercela sambil mengisi (tahliyah) dengan sifat terpuji. Kemudian kita melakukan tajalli, yaitu mendekatkan diri kepada Alloh.
Akhlak yang buruk adalah bentuk yang menakutan, yang bila dikenakan oleh seseorang maka dia akan menunjukkan sosok yang menakutkan pula. Ia akan menjadi sumber malapetaka bagi pemiliknya sendiri dan juga bagi masyarakatnya seperti yang selama ini dikatakan orang-orang (Subaiti, 2000 : 31).
Orang seperti itu, bila bergaul dengan orang lain, ia bertindak zalim; bila berjanji, ingkar; bila berkata ia bohong; jika dipercaya ia khianat; bila ada kesempatan, ia menyimpang : ia jauh dari kebaikan dan dekat kepada keburukan, cepat menyebarkan fitnah, dan tidak mampu menciptakan persatuan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda, “ Alloh menolak obat orang yang perangainya buruk”. Rosululloh ditanya, Bagaimana bisa terjadi demikian, Ya Rosulalloh ?” Beliau menjawab, jika dia bertobat dari suatu dosa, maka dia terlibat dalam dosa yang lebih besar.”
Al-Shadiq berkata, “Siapa yang akhlaknya buruk, berarti telah menyiksa dirinya.” Beliau berkata pula, “Sesungguhnya akhlak yang buruk benar-benar merusak perbuatan,“ dan seterusnya sampai beliau menjelaskan, “sesungguhnya bahaya buruk itu menjalar kepada jiwa manusia, merusak keyakinan dan menghancurkan prinsip-prinsip yang dianutnya. Jika akhidah telah hancur, akan lahir darinya keraguan, kegoncangan, lalu harapan dan cita-cita menjadi terkikis. Akhirnya, keputusasaan dan kebosanan akan melanda segi-segi kehidupan sebagaimana ia menimbulkan ia menimbulkan keraguan pada sumber-sumbernya (Subaiti, 200 : 32).
Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan (Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, 2004 : 154). Al-Ghazali menerangkan 4 hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela (maksiat) diantaranya :
1. Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan) yang ingin dimiliki manusia sebagai sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya (agar bahagia).
2. Manusia selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya, dapat melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap Alloh dan terhadap sesama.
3. Setan (iblis). Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.
4. Nafsu, nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya butuk (amarah) akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan (Asmaran, 1992 : 131 – 140).
Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua bagian (Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, 2004 : 154 – 157) yaitu :
1. Maksiat lahir
Maksiat berasal dari Bahasa Arab, ma’siyah artinya “pelanggaran oleh orang yang berakal baligh ( mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat Islam.
Maksiat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Maksiat lisan, seperti berkata-kata yang tidak memberikan manfaat, berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang batil, berdebat dan berbantah yang hanya mencari menangnya sendiri tanpa menghormati orang lain, berkata kotor, mencaci maki atau mengucapkan kata laknat baik kepada manusia, binatang maupun kepada benda-benda lainnya, menghina, menertawakan atau merendahkan orang lain, berkata dusta, dan lain sebagainya.
b. Maksiat telinga, seperti mendengarkan pembicaraan orang lain, mendengarkan orang yang sedang mengumpat, mendengarkan orang yang sedang namimah, mendengarkan nyanyian-nyanyian atau bunyi-bunyian yang bisa melalaikan ibadah kepada Alloh SWT.
c. Maksiat mata, seperti melihat aurat wanita yang bukan muhrimnya, melihat aurat laki-laki yang bukan muhrimnya, melihat orang lain dengan gaya menghina, melihat kemungkaran tanpa beramar makruf nahi mungkar.
d. Maksiat tangan, seperti menggunakan tangan untuk merampok, menggunakan tangan untuk mencopet, menggunakan tangan untuk merampas, menggunakan tangan untuk mengurangi timbangan.
Maksiat lahir, karena dilakukan dengan menggunakan alat-alat lahiriah, akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti pencurian dan perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, adu domba).
2. Maksiat batin
Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksud maksiat lahir, karena tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Selama maksiat batin belum dilenyapkan maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Bahkan para sufi menganggap maksiat batin sebagai najis maknawi, yang karena adanya najis tersebut, tidak memungkinkan mendekati Tuhan (taqarrub Ila Alloh).
Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakkan oleh tabiat hati. Sedangkan hati memiliki sifat yang tidak tetap, berbolak-balik, berubah-ubah, sesuai dengan keadaan atau sesuatu yang mempengaruhinya. Hati terkadang baik, simpati, dan kasih sayang, tetapi disaat lainnya hati terkadang hati jahat, pendendam, syirik dan sebagainya.
B. Akhlak-akhlak terpuji (Al-Akhlak Al- mahmudah)
Al-akhlak Al-mahmudah disebut juga dengan akhlakul karimah, akhlakul karimah berasal dari Bahasa Arab yang berarti akhlak yang mulia. Akhlakul karimah biasanya disamakan dengan perbuatan atau nilai-nilai luhur tersebut memiliki sifat terpuji (mahmudah) (Sudarsono, 1994 : 209).
Akhlakul karimah memiliki dimensi penting di dalam pertanggungjawaban, yaitu : secara vertikal dan horizontal. Nilai-nilai luhur yang bersifat terpuji tadi ialah (Munir, Sudarsono, 1994 : 391).
1. Berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul waalidaini)
2. Berlaku benar, atau (Ash-shidqu)
3. Perasaan malu (Al-haya)
4. Memelihara kesucian diri (Al-iffah)
5. Berlaku kasih sayang (Al-Rahman dan Al-barr)
6. Berhemat (Al-Iqlishad)
7. Berlaku sederhana (Qana’ah dan zuhud)
8. Berlaku jujur (Al-Amanah)
Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan dan mencintainya (Asmaran, 1992 : 204).
Menurut Hamka, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, diantaranya (Asmaran, 1992 : 148)
1. Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain
2. Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela
3. Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani)
4. Mengharapkan pahala dan surga
5. Mengharap pujian dan takut azab Tuhan
6. Mengharap kerihaan Alloh semata
Akhlak yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau ajaran Islam. Akhlak yang terpuji dibagi menjadi 2 bagian, (Hamka, 1981 : 180) yaitu:
1. Taat lahir
Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota lahir, beberapa perbuatan yang dikategorikan taat lahir adalah :
a. Tobat, dikategorikan kepada taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku seseorang. Namun sifat penyesalannya merupakan taat batin. Tobat, menurut para sufi adalah fase awal perjalanan menuju Alloh (taqorub ila Alloh).
b. Amar makruf, dan nahi munkar, perbuatan yang dilakukan kepada manusia untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan dan kemungkaran. Sebagai implementasi perintah Alloh, dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar (QS. Ali Imron : 104).
c. Syukur, berterima kasih kepada nikmat yang telah dianugerahkan Alloh kepada manusia dan seluruh makhluknya. Perbuatan ini termasuk yang sedikit dilakukan oleh manusia, sebagaimana firman Alloh, dan sedikit sekali dari hamba-hamba yang berterima kasih (QS. Saba’ : 13).
2. Taat batin
Sedangkan taat batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang dilakukan oleh anggota batin (hati)
a. Tawakkal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Alloh dalam menghadapi, menanti, atau menunggu hasil pekerjaan.
b. Sabar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah, sabar ketika dilanda mala petaka, sabar terhadap kehidupan dunia, sabar terhadap maksiat, sabar dalam perjuangan. Dasarnya adalah keyakinan bahwa semua yang dihadapi adalah ujian dan cobaan dari Alloh SWT.
c. Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang dianugerahkan oleh Alloh. Menurut Hamka, Qana’ah meliputi :
1) Menerima dengan rela akan apa yang ada
2) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas dan ikhtiar
3) Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan
4) Bertawakkal kepada Tuhan
5) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia
Taat batin memiliki tingkatan yang lebih dibandingkan dengan taat lahir, karena batin merupakan penggerak dan sebab bagi terciptanya ketaatan lahir. Dengan terciptanya ketaatan batin (hati dan jiwa), maka pendekatan diri kepada Tuhan (bertaqarrub) melalui perjalanan Ruhani (saliis) akan dapat dilakukan (Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, 2004 : 160-161).
4. Metodologi Pengajaran Pendidikan Akhlak
Metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Oleh karena itu metode mengajar yang baik dalam metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar.
Adapun yang dimaksud dengan metode mengajar akhlak ialah suatu cara menyampaikan materi pendidikan akhlak dari seorang guru kepada siswa dengan memiliki satu atau beberapa metode mengajar sesuai dengan topik pokok bahasan.
Sedangkan yang dimaksud pengajaran akhlak berarti pengajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tindak tanduknya (tingkah lakunya). Dalam pelaksanaannya, pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik. Pengajaran akhlak merupakan salah satu bagian dari pengajaran agama, karena itu patokan penilaiannya adalah ajaran agama. Yang menjadi sasaran pembicaraan akhlak ialah perbuatan seseorang pada diri sendiri seperti sabar, wara’, dan sebagainya. Juga perbuatan yang hubungan dengan orang lain seperti pemurah, penyantun, penyayang, benar, berani, jujur, patuh, disiplin dan sebagainya. Disamping itu juga membahas sifat-sifat terpuji dan tercela menurut ajaran agama. Sehingga pengajaran materi ini harus menggunakan metode yang tepat agar ruang lingkup dan tujuannya dapat tercapai maksimal.
Adapun metode-metode mengajar akhlak adalah sebagai berikut : Menurut Prof. Dr. Hamka metode pengajaran akhlak ialah (Thoha, 1999 : 127-129) :
|
a. Metode Alami
Sebagai berkat anugrah Allah, manusia diciptakan telah dilengkapi dengan akal, syahwat dan nafsu amarah. Semua anugrah tersebut berjalan sesuai dengan hajat hidup manusia yang diperlukan adanya keseimbangan.
Metode alam ini adalah suatu metode dimana akhlak yang baik diperoleh bukan melalui pendidikan, pengalaman atau latihan, tetapi diperoleh melalui insting atau naluri.
Sebagaimana Firman Allah :
.... فِطْرَتَ اللهِ الّتِىْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا.... (الروم: 30)
Artinya : “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu”. (QS. Ar Rum : 30)
Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik, seperti halnya berakhlak yang baik. Sebab bila dia berbuat jahat, sebenarnya sangat bertentangan dan tidak dikehendaki oleh jiwa (hati) yang mengandung fitroh tadi.
Meskipun demikian metode ini tidak dapat diharapkan secara pasti tanpa adanya metode atau faktor lain yang mendukung seperti pendidikan, pengalaman, latihan dan lain sebagainya. Tetapi paling tidak metode alami ini jika dipelihara dan dipertahankan akan melakukan akhlak yang baik sesuai fitrah dan suara hati manusia. Metode ini cukup efektif untuk menanamkan kebaikan pada anak, karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk berbuat kebaikan tinggal bagaimana memelihara dan menjaganya.
b. Metode Mujahadah dan Riadhah
Orang yang ingin dirinya menjadi penyantun, maka jalannya dengan membiasakan bersedekah. Sehingga menjadi tabiat yang mudah mengerjakannya dan tidak merasa berat lagi.mujahadah atau eprjuangan yang dilakukan guru menghasilkan kebiasaam-kebiasaan baik memang pada awalnya cukup berat, namun apabila manusia berniat sunguh-sungguh pasti menjadi suatu kebiasaan. Metode ini sangat tepat untuk mengajarkan tingkah laku dan berbuat baik lainnya, agar anak didik mempunyai kebiasaan berbuat baik sehingga menjadi akhlak baginya, walaupun dengan usaha yang keras dan melalui perjuangan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu guru harus memberikan bimbingan yang kontinyu kepada anak didiknya, agar tujuan pengajaran akhlak ini dapat tercapai secara optimal dengan melaksanakan program-program pengajaran yang telah ditetapakan.
c. Metode Teladan
Akhlak yang baik tidak hanya diperoleh melalui mujahadah, latihan atau riadhah dan diperoleh secara alami berdasarkan fitrah / alami, akan tetapi juga bisa diperoleh melalui teladan, yaitu mengambil contoh atau meniru orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang yang berbudi tinggi.
Pergaulan sebagai salah satu bentuk komunikasi manusia, memang sangat berpengaruh dan akan memberikan pengalaman-pengalaman yang bermacam-macam. Metode teladan ini memberikan pengalaman kesan atau pengaruh atas tingkah laku perbuatan manusia. Sebagaimana dikatakan Hamka (1984) bahwa “alat dakwah yang sangat utama adalah akhlak”. Budi yang nyata dapat dilihat pada tingkah laku sehari-hari, maka meneladani Nabi adalah cita-cita tertinggi dalam kehidupan muslim.
Metode ini sangat efektif untuk pengajaran akhlak, maka seyogyanya guru menjadi ikutan utama bagi murid-murid dalam segala hal, misalnya kelembutan dan kasih sayang banyak senyum dan ceria, lemah lembut dalam tutur kata, disiplin ibadah dan menghias diri dengan tingkah laku sesuai misi yang diembannya. Jadi metode ini harus diterapkan seorang guru jika tujuan pengajaran hendak dicapai. Tanpa guru yang memberi contoh, tujuan pengajaran sulit dicapai.
Selain metode-metode di atas masih banyak metode-metode lain yang cocok untuk pengajaran akhlak, misalnya metode tidak langsung, yaitu cara tertentu yang bersifat pencegahan, penekanan terhadap hal-hal yang merugikan pendidikan akhlak, antara lain ; koreksi dan pengawasan, larangan serta hukuman, ini semua tergantung guru dalam mengemas materi pengajaran akhlak dan menerapkan metode-metode yang ada baik sendiri-sendiri atau gabungan .
BAB III
TELAAH KONSEPTUAL MANAJEMEN QOLBU
A. Definisi Manajemen Qolbu
Sebelum berbicara lebih jauh tentang Manajemen Qolbu, maka terlebih dahulu akan penulis paparkan definisi Manajemen Qolbu itu sendiri. Manajemen Qolbu terdiri dari dua kata, yaitu Manajemen dan Qolbu. Menurut (Suryanto, Ismail, 2002 : 13) Manajemen adalah suatu hal penting yang menyentuh, mempengaruhi dan bahkan merasuki hampir seluruh aspek kehidupan manusia layaknya darah dalam raga. Juga telah dimengerti bahwa dengan manajemen, manusia mampu mengenali kemampuannya berikut kelebihan dan kekurangannya sendiri. Manajemen menunjukkan cara-cara yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Manajemen telah memungkinkan kita untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam rangka pencapaian suatu tujuan. Manajemen juga memberikan prediksi dan imajinasi agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan yang serba cepat.
Sedangkan di dalam Al-Qur’an telah diberikan stimulasi mengenai manajemen, sebagaimana dalam Firman-Nya.
..... وَلاَ تَسْئمُوْآ اَنْ تَكْسُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِِلَى اَجْلِهِ قلى ذلِكُمْ اَقْسَطَ عِنْدَ اللهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنى اَلاَّ تَرْتَابُوْا اِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلاَّ تَكْتَبُوْهَا ....
|
Dalam ayat tersebut, disebutkan arti sebagai berikut : Pertama, Idaaroh adalah keadaan timbal balik, berusaha supaya menetapi peraturan yang ada. Kedua, Idarah atau manajemen ialah menjadi sesuatu berjalan (الشَّيْءُ جَعَلَهُ يَدُوْرُ) saling mengisi (الشَّيْءُ تَعَاطَاهُ), persoalan atau pendapat (الأُمُوْرُ وَالرَّأْيُ). Menurut Jawahir yang mengutip buku Rooidut Tullab bahwa Idaroh adalah perkumpulan Syarikat Madrasah, Yayasan, Sarana atau perlengkapan untuk menyelesaikan segala urusan untuk mencapai hasil atau meningkatkan produktivitas (Tanthawi, 1983 : 48 – 19). Adapun koordinator Dakwah Islam DKI merumuskan pengertian Idarah adalah perencanaan dan pengendalian segala sesuatu secara tepat guna (Tanthawi, 1983 : 50)
Disamping ayat Al Qur’an, Hadits Nabi SAW juga telah memberikan gambaran tentang manajemen (Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, 137 – 138) :
1. Planning (niat), sebagai formulasi tindakan dimasa mendatang, diarahkan kepada tujuan yang akan dicapai oleh organisasi. Niat merupakan padanan planning yang bersikap intrinsik dan manusiawi.
2. Organizing adalah upaya mempertimbangkan suasana organisasi, pembagian pekerjaan, prosedur pelaksanaan, pembagian tanggung jawab dan lain-lain.
Hadits Nabi SAW : “Hendaklah kamu berada dalam jama’ah, karena sesungguhnya jama’ah itu rahmat, sedangkan perpecahan itu adab.”
3. Comunicating, Hadits Nabi SAW menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi harus memperhatikan kemampuan atau berorientasi pada khalayak, sehingga feed back-nya sesuai dengan harapan : “Bicaralah kamu sekalian sesuai dengan kadar akal / pikiran manusia.”
4. Controlling. Dalam hadits dinyatakan : “Tidak ada seorang hamba yang siberi kepercayaan oleh Allah untuk memimpin lalu ia tidak memelihara dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan kepadanya bau surga.”
5. Motivating; yaitu memberikan dorongan semangat untuk mencapai tujuan bersama. Hadits Nabi SAW : “Kasihanilah mereka yang ada di bumi niscaya yang dilangit akan mengasihi kamu.”
6. Actuating; Pola pekerjaan teradu. Dalam shahih Muslim disebutkan : “Tolong-menolong sesama muslim seperti sebuah bangunan yang kukuh teguh karena saling sokong menyokong.
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen (Idaarah) ialah suatu proses dari kegiatan usaha yang terdiri dari planning, organizing, communicating, controlling, staffing, motivating, actuating yang diterapkan individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun kata Qolbu memiliki dua makna. Pertama, secara anatomi Qolbu adalah sepotong daging yang bentuknya menyerupai tumbuhan sanaubar yang teletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam. Kedua, Qolbu adalah sebuah latifah (Sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat dan tidak dapat diraba) yang bersifat Robbani Ruhani. Latifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri atau hakekat manusia (Al-Halwani, Firdaus, 2002 : 6)
Searah dengan makna yang kedua ini, banyak ahli tassawuf yang mendefinisikan kata Qolbu sehingga penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu definisinya. Namun yang perlu difahami bahwa hati (Qalbu) tersebut adalah bagian (komponen) utama manusia yang berpotensi menyerap (memiliki daya tanggap atau persepsi) yang dapat mengetahui dan mengenal, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman dan pertanggung jawaban (Gymastiar, 2003 : 25)
Qolbu adalah dari hati nurani atau lubuk hati paling dalam, yang merupakan sarana terpenting yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Hati adalah tempat bersemayam niat, yakni yang menentukan nilai perbuatan seseorang : Berharga ataukah sia-sia, mulia atau nista. Niat ini selanjutnya diproses oleh akal pikiran agar bisa direalisasikan dengan efekif dan efisien oleh jasad kita dalam bentuk amal perbuatan. (Gymnastiar, 2004 : xvii)
Hati juga disebut sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat (pusat) segala perasaan batin dan tempat menyimpan menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan, dsb). Arti lainnya, hati merupakan pusat pemahaman / internalisasi. Pusat Instutional Intelectual (II). Pusat memori dari semua amal (baik buruk). Indera perasaan (rasa halus) untuk penerapan hal yang abstrak. Indera hati (mata dan telinga hati), untuk pencerapan alam ghaib (Majalah Manajemen Qolbu, 2002 : 15)
Pada hari itulah, organ badan lainnya mengambil keteladanannya, dalam ketaatan atau penyimpangan selalu mengikuti dan patuh dalam setiap keputusannya Nabi SAW bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ini ada sepotong daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan bila ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, sepotong daging itu ialah hati.” (HR. Bukhori – Muslim)
Hati manusia itu memiliki komponen sifat hidup dan mati. Dalam tataran ini, hati manusia diklasifikasikan menjadi tiga :
(1) Qolbu Shahih (hati yang suci). Yaitu hati yang sehat dan bersih dari setiap nafsu yang menentang perintah dan larangan Allah, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya.
(2) Qolbun Mayyit (hati yang mati). Yaitu hati yang tidak pernah mengenal Ilahnya; tidak menyembah-Nya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. Akan tetapi, ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginannya. Walaupun hal ini menjadikan Allah dan murka dibuatnya.
(3) Qalbun Maridl. Yaitu hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit. Tepatnya, kondisi hati ini kadang-kadang ia “berpenyakit” dan kadang pula ia hidup secara normal, bergantung ketahanan (kekebalan) hatinya.
Singkatnya, hati merupakan sifat (tabiat) batin manusia. Sehingga, tidak berlebihan, apabila ita dituntut untuk selalu menjaga dan memelihara hati dari sesuatu yang dapat mengotorinya.
Berpijak dari uraian makna Manajemen dan Qalbu di atas maka dapat diperjelas bahwa definisi Manajeman Qalbu adalah suatu proses kegiatan yang diterapkan oleh individu untuk mengelola, reconditioning dan mengatur hati sehingga dapat mencapai kesempurnaan manusiawi (insan kamil) dan berusaha merealisasikan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat.
B. Konsep Manajemen Qolbu
Sebenarnya Manajemen Qolbu bukanlah hal baru dalam Islam. Konsep ini hanyalah sebuah formad dakwah yang bersumber dari Al qur’an dan Al Hadits. Hanya inti pembahasannya lebih diperdalam pada masalah pengelolaan hati atau Qolbu (Gymnastiar, 2004 : xvii) dan dibeberkan dengan cara yang aktual dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang sesuai dengan kebutuhan zaman (Nisa, 2002 : 27).
Di dalam Qolbu terdapat unsur-unsur internal yang terdiri dari berbagai bentuk dan kegiatan, baik secara sendiri ataupun keterkaitan satu dengan yang lainnya. Agar sumber daya ini dapat dimanfaatkan dengan efektif, maka diperlukan suatu upaya pengelolaan sumber daya, agar tujuan dapat dicapai. Ini adalah unsur esensial kegiatan keberagaman pada ranah kejiwaan yang dapat dianalogikan dengan kegiatan sejumlah individu dalam kehidupan kelompok. Oleh karena itu, atas dasar berfikir analogis, proses lanjut kegiatan tersebut dapat disebut manajemen, karena menurut rumusan George R. Terry, term ini menunjukkan pada sebuah proses yang khusus dan harus dilakukan untuk menentukan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan, melalui pemanfaatan sumber daya. Karena bidang kegiatan ini adalah Qalbu, maka proses ini dapat disebut Manajemen Qalbu (A. Kadir, 2003 : 246)
Kesadaran terhadap waktu dan tujuan (akherat) harus dimanifestasikan dalam bentuk rencana-rencana yang konkret. Kemudian rencana tersebut dilaksanakan dengan menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki (plan your work and work your plan). Selama proses pelaksanaan tidak sedikitpun Qalbu-nya terlepas dari misi dan tanggung jawabnya karena di hati selalu ada semacam kesadaran yang hakiki yaitu perasaan selalu disaksikan dan diawasi Allah. (Tasmara, 2001 : 161)
Selanjutnya Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa tubuh manusia diibaratkan sebagai sebuah kerajaan, maka hati tak lain adalah “rajanya”. Tentu saja, dia harus senantiasa di tata agar mamu menghadapi berbagai Fenomena kehidupan dengan sikap dan tindakan terbaik. Dalam hal ini Rasulullah SAW, bersabda, “Ketahuilah di dalam jasad ada segumpal daging (mudgah), bila ia sehat maka sehatlah seluruhnya dan bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (HR Bukhori Muslim) (Gymnastiar, 2004 : xvii). Menyimak dari itu dikemaslah dalam bahasa yang lebih aktual. Manajemen Qalbu artinya bagaimana mengelola hati supaya potensi positifnya bisa berkembang maksimal mengiringi kemampuan berfikir dan bertindak sehingga sekujur sikapnya menjadi positif, dan potensi negatifnya segera terdeteksi dan dikendalikan sehingga tidak berbuah menjadi tindakan yang negatif (Gymnastiar, 2003 : 150)
Pada dasarnya inti konsep Manajemen Qalbu adalah memahami diri dan bertekad serta mampu mengendalikan diri setelah memahami dirinya. Dan hatilah yang menunjukkan watak. Siapa diri yang sebenarnya itu. Oleh karena itu, melalui Qalbu inilah seorang mampu berprestasi semata demi Allah SWT bila hati itu bersih. (Gymnastiar, 2003 : 25)
Konsep di atas searah dengan kesadaran diri yaitu kemampuan manusia untuk mengamati dirinya sendiri yang memungkinkan dia menempati diri dalam dimensi waktu (masa kini masa lampau dan masa akan datang) melalui kesadaran untuk berdzikir dan menghidupkan Qalbunya hanya kepada Allah SWT (Tasmara, 2001 : 160). Dengan kemampuan ini seseorang merencanakan tindakannya di masa depan, sebagaimana firman Allah SWT.
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ج وَاتَّقُوْا اللهَ قلى اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (الحشر: 18)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al Hasy : 18).
Konsep Manajemen Qalbu memiliki nilai praktis yang ditilik dari tiga segi. Pertama, manusia memiliki potensi yang berupa jasad, akal dan Qalbu. Jasad atau fisik menjalankan sebuah keputusan yang merupakan produk akal-akal pikiran mampu mengefektifkan tindakan seseorang, dan Qalbu membuat sesuatu yang diwujudkan fisik dan akal menjadi berharga. Sehingga dengan hal yang bersih maka potensi jasad dan akal akan terkendali dengan baik.
Kedua, setiap potensi yang terus diarahkan kepada kebaikan akan menjadi sangat efektif daya gunanya apabila dimulai dari diri sendiri.
Firman Allah SWT :
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا .... (التحريم: 6)
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …..” (At – Tahrim : 6 ) (Depag : RI)
Ketiga, keadaan-keadaan untuk memperbaiki diri sendiri perlu dibiasakan secara kontinu dan konsisten (istiqomah) (Gymnastiar , 2003 : 228 – 229)
C. Manfaat Manajemen Qalbu
Berpijak pada konsep Manajemen Qalbu di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen Qalbu dapat memberi manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Di dalam konsep Manajemen Qalbu, setiap keinginan, perasaan atau dorongan apapun yang keluar dari dalam diri seseorang akan tersaring niatnya sehingga melahirkan suatu kebaikan dan kemuliaan serta penuh dengan manfaat. Tidak hanya bagi kehidupan dunia, tetapi juga untuk kehidupan akhirat kelah. Lebih dari itu, dengan pengelolaan hati yang baik, maka seseorang juga dapat merespons segala bentuk aksi atau tindakan dari luar dirinya – baik itu positif maupun negatif – secara proporsional. Respons yang terkelola dengan sangat baik ini akan membuat reaksi yang dikeluarkannya menjadi positif dan jauh dari hal-hal mudharat. Dengan kata lain, setiap aktivitas lahir dan batinnya telah tersaring sedemikian rupa oleh proses Manajemen Qalbu. Karena itu, yang muncul hanyalah satu, yaitu sikap yang penuh kemuliaan dengan pertimbangan nurani yang tulus. Dengan demikian, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa melalui konsep Manajemen Qalbu, seseorang bisa diarahkan agar menjadi sangat peka dalam mengelola sekecil apapun potensi yang ada dalam dirinya sendiri maupun makhluk Allah lainnya. Lebih dari itu, dapat memberi kemaslahatan di dunia juga di akhirat kelak (Gymnastiar, 2004 : xvii – xviii)
Qalbu merupakan penentu dalam kehidupan pribadi manusia, kemana arah Qalbu maka ke sana pulalah arah kehidupan yang lain ketika Qalbu terarah menuju Allah maka yang lainnya akan menuju ke Allah pula. Apabila Qalbunya menyimpang, maka yang lainnya menyimpang pula (Islam, Mubaroq, 2002 : 4).
Kebahagiaan merupakan dambaan setiap manusia, siapapun, dimanapun dan pada masa kapanpun. Tidak ada manusia yang tidak ingin bahagia, maka banyak jalan yang ditempuh-nya untuk meraih kebahagiaan. Namun sesungguhnya kunci dari ketentraman hidup adalah dengan pengendalian hati, karena tidak ada penderitaan dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat dirinya sendiri menderita. Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apapun di dunia ini, kecuali hasil dari buah pikiran sendiri.
Dengan hati yang bersih manusia akan bisa merasakan kebahagiaan dan keindahan hidup yang hakiki. Karena suasana kehidupan dengan bening hati akan selalu mengkonsulkan segala aktivitas hidupnya dengan indera perasaan (kebenaran) dan suara hati nuraninya. Tidak bisa dipungkiri, kadang kala manusia selalu diliputi oleh perasaan iri, dengki, hasad dan lain-lain terhadap sesamanya. Penyakit hati itulah penyebab kotornya hati kita. Dan kekotoran hati ita yang membuat dunia luas yang kita tempati ini serasa sempit menghimpit. Seakan tidak ada lagi kebahagiaan di hati ini. Kekotoran hati pulalah yang menyebabkan kita selalu hidup dalam penderitaan (Manajemen Qalbu, 2002 : 4, 6, 8)
Jika seseorang hatinya bersih (dalam hal ini mampu dibuat bersih oleh diri orang itu), maka dia akan menjadi “pusat” segala aktivitas di bumi. Seluruh perhatian orang, baik orang yang suka berbisnis, orang yang suka berdakwah, dia akan menyedot orang yang suka mengembangkan SDM, maupun siapa saja. Orang yang hatinya dapat dibuat bersih, secara otomatis akan membuat geraknya memiliki magnet luar biasa. Kata-katanya akan meyakinkan lawan bicaranya. Sikapnya akan menunjukkan sebuah keadaan bahwa hanya ridha Allah yang diharapkan. Akal pikiran hanya akan memikirkan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Akal pikiran kemudian terus membuka dirinya untuk terus maju dan mereguk pengetahuan yang membuat orang yang memiliki akan pikiran seperti ini akan tidak dipusingkan oleh iri hati, dengki dan sombong. Hatinya yang bersih membuat percepatan luar biasa bagi perkembangan akal pikiran tersebut. Seseorang yang bersih hatinya akan memperhatikan dirinya agar senantiasa menguntungkan orang lain. Seseorang yang mampu memahami dan kemudian mengembangkan dirinya lewat hati yang bersih, akan senantiasa menunjukkan seluruh gerakan atau kiprahnya untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. Tidak ada yang ditujunya kecuali Allah SWT. Setiap hari, bahkan setiap detik, perbaikan diri yang dilandasi oleh kebersihan hati senantiasa diterbangkan untuk menuju Allah. Hanya Allah-lah yang mengisi hari-harinya. Hanya Allah-lah yang senantiasa mengatur gerak-gerik dirinya. Hanya Allah-lah yang kemudian berhak menentukan akan menjadi apa dirinya (Gymnastiar, 2003 : 227 – 230).
D. Hubungan Akhlak Dengan Manajemen Qolbu
Akhlak merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah SWT (Hablumminallah) dan antar sesama (Hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi, membutuhkan proses panjang. Yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak, moral atau etika yang ditawarkan oleh Barat, namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.
Sementara pendidikan akhlak yang mulia yang ditawarkan oleh Islam tentunya tidak ada kekurangan apalagi kerancuan di dalamnya. Mengapa ? Karena berasal langsung dari Al Khalik Allah SWT, yang disampaikan melalui Rasulullah Muhammad SAW, dengan Al Qur’an dan Sunnah kepada umatnya. Rasulullah SAW sebagai Uswah, Qudwah dan manusia terbaik selalu mendapatkan tarbiyah “Pendidikan” langsung dari Allah melalui Malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak para sahabat menjadi sosok-sosok manusia yang memiliki Izzah di hadapan umat lain dan akhlak mulia di hadapan Allah.
Manajemen Qalbu merupakan suatu upaya yang terus menerus untuk melatih menata hati (Qalbu) sehingga Qalbu itu memiliki sifat yang hanif (lurus), dan tentu saja menjadikan niat ibadah sebagai landasan dalam melakukan perbuatan apapun. (Majalah Manajemen Qolbu, 2002 : 25)
Manusia bukanlah roh saja, atau bukan juga sepotong jasmani. Keduanya adalah satu dalam satu manusia. Apakah yang akan jadi akibat jika kita mempunyai satu pikiran dalam hati kita? Pikiran itu tentu akan mempunyai pengaruh pada jasmani manusia. Karena manusia tahu bahwa ia berbuat salah, dan berbuat salah itu berupa sebagai beban dalam hatinya, dengan sendirinya pengertian kesalahan itu akan mempunyai akibat dalam rasa perasaan manusia. Ia bersalah, salah mempunyai sanksi (tuntutan pembalasan), dari itu timbul rasa takut dalam diri manusia. Rasa takut karena tiap kesalahan batin pada hakikatnya akan mengingatkan kita kepada pencipta hukum alam yang tertanam dalam hati sanubari manusia, dari itu manusia merasa takut karena telah berbuat yang bertentangan dengan kehendak pembuat hukum kodrat manusia (Salam, 2000 : 128)
Peranan yang dibawa oleh hati nurani manusia sebelum perbuatan ialah memberi nasehat bagi manusia. Nasehat itu dapat positif dan dapat pula negatif. Positif akan tampak jika perbuatan itu juga positif bentuknya. Perbuatan adalah positif jika selaras dengan alam kodrat manusia. Dengan sendirinya adalah positif karena selaras, cocok, sejalan, menyerupai dengan bentuk alam kodrat manusia. tentangan tentu akan berwujud tindakan yang negatif, karena tidak akan membawa konstruksi kepada perkembangan alam manusia akan tetapi destruksi, dan destruksi adalah suatu hal yang negatif. Nasehat positif akan berbunyi berbuatlan nasehat negatif akan berbunyi : Janganlah kau berbuat ! Jadi nasehat akan berupa suatu perintah halus atau larangan jangan sampai berbuat (Salam, 2000 : 130).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya akhlak bergantung pada Qalbu. Qalbu yang baik melahirkan akhlak yang baik, Qalbu yang buruk melahirkan akhlak yang buruk. Artinya Qalbu merupakan kunci dari akhlak seseorang dan akhlak ini yang menetukan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan setiap masalah yang datang. Qalbu yang hanif (lurus, baik) tidak mungkin tercipta tanpa iman, ilmu dan latihan. Salah satunya adalah dengan Manajemen Qalbu.
BAB IV
ANALISIS
CARA MELAKUKAN INOVASI PENDIDIKAN AKHLAK BERBASIS MANAJEMEN QOLBU
Di dalam Qolbu terhimpun perasaan moral, mengalami dan menghayati tentang salah-benar, baik buruk serta berbagai keputusan yang harus dipertanggung jawabkannya secara sadar, sehingga kualitas Qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil sebagai subjek, bahkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, ataukah terpuruk dalam kebinatangan yang hina. Untuk itu perlu upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan Qolbu, yaitu dengan cara penyucian jiwa (Tazkiyah An Nafs) yang berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, sesudah membersihkannya dari sifat-sifat tercela. Dengan kata lain diri dibersihkan dari kotoran dan kerusakannya diubah menjadi An Nafs Al Lawwamah (jiwa yang mencela) dan akhirnya menjadi An Nafs Al Muthma’innah. Selanjutnya adalah dengan cara menghapus kecintaan terhadap dunia serta menghilangkan segenap kesedihan, kedukaan dan kekhawatiran atas segala sesuatu yang tidak berguna yaitu dengan cara senantiasa dan terus menerus mengingat Allah (Dzikrullah).
Adapun upaya lain yang dapat dilakukan untuk pencerahan Qolbu adalah, antara lain :
1.
|
2. Senantiasa berkemauan kuat untuk meningkatkan kemampuan (keprofesionalan) diri dalam bidang apapun. (Valiuddin, 2000 : 225)
Realisasi kunci pertama dilakukan dengan berusaha untuk introspeksi (penilaian) diri dengan tekad untuk memperbaiki diri. Penilaian diri dimulai dari lingkungan yang terkecil seperti keluarga. Setelah lingkungan keluarga, penilaian diri diperluas ke saudara-saudara terdekat dan kemudian orang-orang di sekitar kita. Yakinlah bahwa semakin diri dapat dibuat terbuka, dapat menerima kritikan dengan keikhlasan, Insya Allah perkembangan kemampuan diri akan semakin baik. Untuk pembersihan hati ada lima tahap yang perlu ditempuh, antara lain :
1. Adanya tekad kuat untuk memahami dan memperbaiki diri serta membersihkan hati.
2. Memiliki “ilmu” mengenai pemahaman atau pengenalan diri. Sebab seseorang dapat membersihkan hati melalui perbaikan diri secara kontinu jika telah menyadari keadaan dirinya.
3. Menafakuri diri sendiri melalui evaluasi diri dengan bekal ilmu (tentang pengendalian diri) yang dimilikinya.
4. Proses mengevaluasi diri perlu untuk diperluas. Dengan kata lain, evaluasi diri dibicarakan secara terbuka dan bersama-sama sehingga proses pembersihan Qalbu semakin efektif.
5. Berkaitan dengan proses pembelajaran yaitu bagaimana diri mau belajar dari diri orang lain. (Gymnastiar, 2002 : 235 – 239)
Sedangkan untuk kunci yang kedua diperlukan adanya kejujuran sebagai modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh dedikasi dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari (Gymnastiar, 2002 : 2). Manajemen Qalbu tidak hanya membentuk manusia yang ahli dzikir dan ahli fikir tetapi juga manusia yang ahli ikhtiar. Hal ini akan berkaitan dengan amal nyata dan karya nyata melalui proses pelatihan bidang untuk peningkatan kualitas keprofesionalan (Gymnastiar, 2002 : 106 – 108)
Adapun bentuk pelaksanaan Manajemen Qolbu yang bersifat kelompok, dilaksanakan dengan sistem ta’lim yang dibagi ke dalam beberapa kelompok lain. Materi yang diberikan bertendensi kepada pembentukan akhlak seperti ; kesabaran, kejujuran, keteladanan. Ayat-ayat dan hadits-hadits pendukung juga disiapkan dalam materi tersebut. Ada tiga materi pokok yang terkait dengan Manajemen Qolbu yaitu keutamaan hati, mengenal potensi manusia dan potensi diri sendiri serta pengenalan diri (Gymnastiar, 2002 : 103 – 106).
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qolbu adalah suatu ide atau metode baru yang ditawarkan oleh penulis untuk digunakan di dalam melaksanakan pendidikan akhlak. Dan diharapkan ide atau metode yang baru ini dapat meningkatkan mutu pendidikan akhlak yang dirasakan semakin menurun dewasa ini. Adapun cara melakukan inovasi pendidikan akhlak berbasis manajemen qolbu adalah senantiasa menghiasi diri dari sifat-sifat terpuji, sesudah membersihkannya dari sifat-sifat tercela, menghapus kecintaan terhadap dunia serta menghilangkan segenap kesedihan, kedukaan dan kekhawatiran atas segala sesuatu yang tidak berguna dengan cara senantiasa dan terus menerus mengingat Allah (Dzikrullah), kemudian adanya tekad yang kuat, mau mengevaluasi diri dan senantiasa berkemauan kuat untuk meningkatkan kemampuan (keprofesionalan) diri dalam bidang apapun.
|
B. SARAN-SARAN
1. Kepada para pendidik
Kepada para Pendidik hendaknya dapat memilih metode pengajaran pendidikan akhlak yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan akhlak yang dirasakan makin menurun dewasa ini. Dan dengan sistem yang tepat diharapkan peserta didik dapat menjadi manusia yang benar-benar berakhlak mulia.
2. Kepada para orang tua
Kepada para orang tua hendaknya memberikan contoh yang baik kepada anak-anak mereka.karena orang-orang yang ada disekitar mereka akan dijadikan acuan untuk diidolakan (dijadikan teladan). Selain itu hendaknya orang tua menanamkan pendidikan akhlak sejak dini kepada anak-anak mereka.. agar ketika dewasa nanti mereka sudah terbiasa dengan tingkah laku yang positif.
3. Kepada para pembaca
Kepada para pembaca yang lain hendaknya senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri. Karena sesungguhnya akhlak merupakan urusan manusia sendiri. Artinya baik buruk, terpuji atau tercelanya akhlak seseorang adalah tergantung kepada orang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar